Selasa, 07 April 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2594

Messages In This Digest (5 Messages)

1.
SIAPA MEMBAWA AGAM DAN INONG From: may.ya55
2.
(catcil) Bershodaqoh! Disaat Kritis From: agussyafii
3.
Muxlim, "Facebook" yang Muslim From: idrisahmad_riau
4.
[catcil] I Don't Need It From: febty febriani
5.
(Inspirasi) Wajah Jakarta From: Jenny Jusuf

Messages

1.

SIAPA MEMBAWA AGAM DAN INONG

Posted by: "may.ya55" may.ya55@yahoo.com   may.ya55

Tue Apr 7, 2009 1:13 am (PDT)


SIAPA MEMBAWA AGAM DAN INONG
Cerpen YS Rat

Bingung Agam dan Inong begitu tersentak dan menyadari tubuh mereka
terbaring di atas tanah bergelimang lumpur. Masing-masing bangkit, duduk
dan selintas saling pandang tanpa berujar sepatah kata pun. Anak lelaki
dan perempuan berusia sekitar lima tahun itu sama-sama tak mengerti
mengapa di tanah bergelimang lumpur di hadapan mereka juga banyak orang
berbaring.

Agam dan Inong mengira, seperti juga mereka, orang-orang yang berbaring
itu tak lama lagi pasti akan bangkit. Tapi, setelah ditunggu hingga
lewat tengah hari, ternyata tak satu pun di antara mereka yang bangkit.
''Mungkin mereka kelelahan. Kasihan kalau sampai malam tertidur di sini.
Aku harus membangunkan mereka.''

Pikiran kanak-kanak Agam menerka sambil melangkah menghampiri
tubuh-tubuh yang terbaring itu. Nyata di penglihatannya, lumpur
menyelimuti tubuh-tubuh tersebut sehingga tak bisa dia mengenalinya.
Inong pun, yang tanpa bicara mengikuti apa yang dilakukan Agam mendapati
kenyataan sama.

Perlahan-lahan Agam dan Inong berjongkok serta mengamati sosok tubuh
yang terbaring di dekat mereka secara seksama. Dengan sangat
berhati-hati keduanya menggoyang-goyang sosok tubuh tersebut. Tak ada
reaksi. Sekali lagi mereka coba, tetap saja tanpa reaksi. Ke sosok tubuh
lainnya mereka beralih, hasilnya sama saja. Ke yang lainnya lagi, tetap
tak ada beda. Terus, bergantian dari satu sosok tubuh ke sosok tubuh
lainnya. Hanya lelah yang didapat.

Agam memutuskan mencari tempat untuk beristirahat. Sambil memejamkan
mata, dia duduk bersandar pada batang sebuah pohon besar di dataran yang
agak tinggi. Tak sedikit pun dia hirau terhadap Inong yang tetap
mengikutinya dan melakukan seperti yang dia lakukan.

Dalam diam dan memejamkan mata, ingatan Agam berpulang kepada peristiwa
yang tadi dirasakannya bagaikan mimpi, hingga akhirnya dia tersentak dan
mendapatkan dirinya terbaring di atas tanah bergelimang lumpur. Tak tau
dia kenapa tiba-tiba tubuhnya terbujur dan terapung-apung di tengah laut
yang maha luas, tanpa sedikit pun membersit rasa takut meskipun di
kemahaluasan laut hanya ada dirinya. Malah, air laut yang
mengombang-ambingkan tubuhnya dia nikmati layaknya sedang bermain
ayunan.

Bersamaan dengan usainya perulangan kenangan itu di benaknya, Agam
kembali membuka matanya. Begitu pula Inong yang berada di sebelahnya,
tanpa sepengetahuan Agam ternyata juga mengalami hal serupa. Seketika,
secara bersamaan kedua kanak-kanak itu saling pandang dan heran.

"Wajahmu penuh lumpur," ujar Inong kepada Agam.
"Wajahmu juga berlumpur," balas Agam sembari bangkit dan bergegas menuju
genangan air di dataran yang rendah, diikuti Inong di belakangnya.
Begitu sampai, keduanya membersihkan wajah masing-masing dengan air yang
sungguh sangat tak bersih itu.
"Inong?!"
"Agam?!"
Terperanjat. Agam dan Inong sama menyapa setelah bisa saling mengenali.
Kemudian, di dalam diri masing-masing membuncah pertanyaan demi
pertanyaan, berbaur dengan kebingungan yang menggumpal. Apa yang telah
terjadi? Dimana ayah, ibu dan adikku? Kemana aku harus berjalan untuk
kembali ke rumah dan bertemu dengan mereka? Apa ini yang dibilang
kiamat, seperti yang sering diceritakan ayah? Kalau memang kiamat,
kenapa kami masih hidup?

Selain berjibun sosok tubuh orang-orang yang terbaring bergelimang
lumpur, sisa-sisa bangunan menghadang tatap mata kedua bocah yang selama
ini tinggal bersebelahan rumah itu. Di antaranya tinggal puing dan tak
sedikit yang telah rata dengan tanah. Pada arah terbenamnya matahari,
hanya tampak hamparan tanah membentang maha luas berbatas kaki langit.
Seolah ada tenaga gaib yang menggerakkan tangannya, Agam segera meraih
tangan Inong dan menggandengnya berjalan ke arah tersebut. Inong pun tak
menolak.

Telah entah berapa jauh jarak ditempuh. Sama sekali tak terbersit
keinginan untuk berhenti. Terus dan terus berjalan, tanpa secuil pun
hinggap rasa lelah, juga tak sebutir pun peluh menempel di tubuh.
Bahkan, gumpalan pertanyaan berbaur kebingungan yang sempat mendera tak
bersisa sepenggal pun. Berganti dengan kedamaian yang datang dan
menyeruak memenuhi relung hati Agam dan Inong.

Namun, tiba-tiba tatap mata Agam menangkap sesuatu yang dirasanya aneh.
Segera dia menghentikan langkah sambil tetap menggandeng tangan Inong.
Di hadapannya, jauh di batas kaki langit, tampak sebuah titik hitam
muncul. Inong pun menyaksikan hal yang sama. Di samping titik hitam itu,
muncul lagi satu titik hitam yang lain. Satu lagi bertambah di sebelah
titik hitam kedua. Satu lagi di samping yang ketiga dan satu lagi di
sebelahnya. Masih juga bertambah di samping yang keempat, di sebelah
yang kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, kesepuluh dan
seterusnya dan seterusnya. Terus pula Agam dan Inong mengarahkan
tatapannya mengamati pertambahan titik-titik hitam itu, hingga akhirnya
menyatu di batas kaki langit.

Perlahan-lahan seluruh titik hitam bergerak naik, mewujud garis tegak
lurus, membentuk sebuah lingkaran dan mendesak ke depan. Nyatalah,
pemandangan yang semula tampak aneh itu merupakan sosok orang saling
berpegangan tangan satu sama lainnya. Semakin nyata pula, lingkaran
sosok orang yang tak terhitung jumlahnya, yang sekarang telah teramat
dekat dengan Agam dan Inong, semuanya berusia dewasa.

Menghadapi kenyataan itu, Agam dan Inong tak bergeming. ''Jelas sekali,
kedua bocah inilah yang dimaksudkan petunjuk yang kita dapatkan itu.
Karena, menurut petunjuk itu tinggal ada dua bocah di dunia ini.
Laki-laki dan perempuan. Sekarang kita sudah mendapatkannya.''

Agam dan Inong tak hirau dengan apa yang dikatakan salah seorang di
antara orang-orang berusia dewasa itu.
''Kalau begitu kita harus segera menyelamatkan kedua bocah ini sebelum
terlambat,'' usul yang lainnya.
''Ya, sebelum malam tiba semuanya sudah harus selesai,'' timpal yang
lainnya lagi mengingatkan.
Seorang yang tampak lebih tua dari yang lain melanjutkan.
''Terlebih dahulu kami mohon maaf. Berdasarkan petunjuk yang kami
terima, kami harus menemukan sekaligus menyelamatkan dua orang bocah
yang masih tersisa. Menurut petunjuk tersebut, kalau kalian tidak kami
selamatkan, bahaya maha dahsyat akan memporak-porandakan perjalanan umat
manusia menuju alam keabadian.''
Orang itu menarik nafas sejenak.
''Petunjuk itu juga menyebutkan, jika kalian dibebaskan melangkah sesuka
kalian, pada akhirnya rasa rindu untuk memiliki teman, sahabat atau
bahkan pendamping akan mendera hati kalian. Rasa rindu itu awalnya
sekadar membujuk, tapi lama kelemaan akan memaksa diri kalian
masing-masing untuk memenuhinya. Lantas, begitu kalian sama-sama
berhasil memenuhi rasa rindu itu, saat itulah bahaya maha dahsyat akan
memulai aksinya. Romantisme yang ada di lubuk hati kalian akan membuat
kalian tak mampu membebaskan diri dari penjara kehendak sosok yang
awalnya kalian butuhkan sebagai teman, sahabat atau pendamping
tersebut.''

Kali ini lebih panjang, kembali orang itu menarik nafas.
''Pada akhirnya kalian pun berkomplot dan membelokkan perjalanan umat
manusia dari menuju alam keabadian kepada perjalanan tak berbatas serta
tanpa kepastian. Kalian akan membelokkan perjalanan umat manusia ke arah
yang dilumuri pertumpahan darah tanpa ada yang berani mencegah. Karena,
setiap yang berusaha mencegah pasti akan dibenamkan ke dalam kolam
darah. Jadi, sekali lagi maafkan kami. Kami harus menyelamatkan kalian,
demi keselamatan umat manusia hingga sampai ke alam keabadian.''

Agam dan Inong tetap saja diam. Lingkaran orang-orang berusia dewasa itu
perlahan-lahan menyebar dan mengelilingi kedua bocah itu. Serentak
mereka merapat, dengan cepat memberangus Agam dan Inong.

Mendadak, bumi yang hanya hamparan tanah maha luas berbatas kaki langit
bergoyang. Perlahan-lahan. Sedikit kencang. Bertambah kencang! Semakin
kencang! Teramat kencang! Maha kencang! Hingga, langit maha tinggi
serasa sejengkal di atas kepala.
''Bum! Bam! Dum! Dam! Dor!''

Rubuh! Lenyap! Apa yang ada menyatu dengan tanah. Ini yang kesekian
kalianya. Semua berawal dari entah siapa membawa Agam dan Inong entah
kemana.

[Medan, 17 Februari 2005]]

2.

(catcil) Bershodaqoh! Disaat Kritis

Posted by: "agussyafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Tue Apr 7, 2009 1:15 am (PDT)

Bershodaqoh! Disaat Kritis

By: agussyafii

'Mencekam' begitu kata-kata yang meluncur dari suara teman di hape. itulah yang dialami seorang teman sakit keras, suhu badannya meninggi, perutnya mengeras. Tanpa berpikir panjang teman itu mengatakan, 'Mas Agus, saya bershodaqoh untuk anak-anak Amalia, mohon doanya ya mas..' suaranya terdengar terbata-bata.

Setelah diperiksa kemungkinan besar harus dioperasi, tetapi menunggu hasil ronsen. Karuan aja saya panik mas, katanya. bagaimana mungkin tidak operasi, tubuh saya masih terasa sakit. Saya hanya bisa pasrah, hanya kepada Alloh SWT saya memohon pertolongan.

Malam itu lampu sudah menyala, operasi seolah sudah pasti dilakukan. saya tiada henti membaca takbir, tahmid, tahlil. Tak lama kemudian ada seorang dokter masuk, membawa hasil ronsen. Mencopot sarung tangan dan mengatakan pada saya.

"Bapak, menurut hasil pemeriksaan. Bapak tidak perlu dioperasi.'

'Subhanallah' saya hampir tidak percaya.' katanya. 'Sungguh menakjubkan. Saya menangis tersedu-sedu bahagia. Alangkah indahnya hidup ini menerima anugerah disaat harapan itu mulai sirna.' matanya nampak berkaca-kaca penuh keharuan.

'Saya yakin doa anak-anak Amalia didengarkan oleh Alloh SWT, terima kasih Ya Alloh atas karuniaMu.' Tak henti ucapan hamdalah senantiasa meluncur dibibirnya. Keharuan dan kebahagiaan teman itu juga turut saya rasakan.

Obatilah orang yang sakit dengan shodaqoh, Bentengilah harta yang anda miliki dengan zakat dan tolaklah marabahaya dengan doa (HR Baihaqi).

Wassalam,
agussyafii

--
Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU) Minggu, tanggal 17 Mei 2009, di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sud-Tim, Ciledug. TNG. Program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU)' mengajak. 'Mari, hindari penggunaan kantong plastik berlebihan, bawalah kantong belanja sendiri. Sebab Kantong plastik jenis polimer sintetik sulit terurai- Bila dibakar, menimbulkan senyawa dioksin yang membahayakan- Proses produksinya menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.' Mari kirimkan dukungan anda pada program 'Amalia Cinta Bumi' (ACIBU) melalui http://agussyafii.blogspot.com atau sms 087 8777 12431

3.

Muxlim, "Facebook" yang Muslim

Posted by: "idrisahmad_riau" idrisahmad_riau@yahoo.co.id   idrisahmad_riau

Tue Apr 7, 2009 1:17 am (PDT)

Muxlim, "Facebook" yang Muslim (dikutip dari tempointeraktif)

Minggu, 22 Maret 2009 | 20:03 WIB

Muxlim: Situs pertemanan melalui internet yang populer di Indonesia sejak era Friendster semakin berkembang dengan munculnya Facebook. Trend itu merangsang terbentuknya jaringan komunitas khusus yang lebih sempit, sehingga muncul situs pertemanan sesama kaum muslim namun tetap terbuka bagi siapapun, yang bernama Muxlim.

Muxlim adalah sebuah situs pertemanan yang dikembangkan oleh Mohammad El Fatatry, 24 tahun, dari Uni Emirat Arab pada 2006. Situs itu menyediakan berbagai sarana komunikasi dan ekspresi diri seperti yang disediakan oleh situs pertemanan umum yang lebih populer, mulai dari chatting, content sharing, jajak pendapat, berita-berita dari negara Islam, serta menampilkan profil dengan avatar.

El-Fatatry yang pergi belajar ke Finlandia tahun 2004 merasa tertarik membuat situs itu karena menurutnya walaupun saat itu banyak situs yang berisi muatan religius atau politik, tapi tidak satu pun yang sesuai dengan seleranya di mana ia bisa berbagi banyak hal soal mode, musik, atau film dengan pengguna lainnya. Situs itu memang tidak menerapkan kebijakan muatan, namun pengawasnya memantau penggunaan bahasa atau pemuatan gambar yang tidak pantas.

Beberapa penggunanya mengatakan situs itu lebih mudah digunakan. Ahmadzai, seorang remaja Afghanistan yang tinggal di Finlandia mengatakan pengguna situs itu bisa mendapat manfaat ganda selain mendapat teman, yaitu belajar atau mendapat informasi mengenai Islam maupun pemeluknya.

El-Fatatry mengatakan potensi pada pasar khusus yang disasarnya itu cukup besar. "Dimana lagi anda bisa menemukan potensi pasar khusus (niche market) dengan besar seperlima populasi dunia?"***

Muxlim, `Facebook' ala Islam (dikutip dari JPNN)

SITUS pertemanan di dunia virtual makin digandrungi. Jika Mark Zuckerberg mendirikan Facebook yang mengantarkan dia sebagai salah seorang paling berpengaruh di dunia pada 2008 versi Time, tangan kreatif Mohamed El-Fatary melahirkan Muxlim, yang diklaim sebagai situs jejaring pertemanan muslim terbesar di dunia.

Kehadiran Muxlim menjadi penolong bagi kalangan muslim konservatif yang tetap ingin berhubungan dengan lawan jenisnya. Sebab, lewat komunitas online itu mereka tetap bisa berhubungan. Situs ini juga membuka ajang bagi mereka yang ingin mengenal atau berdiskusi tentang Islam. Fasilitas yang diberikan sama dengan situs lain. Sebut saja pemutar video, berita, gambar, blog dan chat yang berhubungan dengan kebudayaan muslim dan tentang Islam.

Dengan dasar konsep Islam, Muxlim memang memberi batasan bagi pengunjung situs yang kini diakses oleh lebih dari 1,5 juta orang setiap bulan —perkembangannya begitu pesat, karena 18 bulan lalu hanya diakses tak lebih dari 100 ribu pengunjung. Misalkan penggunaan bahasa yang vulgar, rasis, atau menjurus pada penjelasan seksual akan diblok disini.

Jejaring sosial dunia maya yang dirintis oleh jurnalis sekaligus blogger keturunan Amerika-Pakistan, Mohamed El-Fatary ini memang bukan satu-satunya wadah komunikasi virtual muslim. Situs berbasiskan komunitas muslim seperti ini dimulai di Mesir pada 2006, seperti Mecca.com dan Islamicaweb.com.

Anggota Muxlim memang belum begitu banyak. Di Inggris saja baru terdaftar 22.000 pengunjung pada Januari, bandingkan dengan keanggotaan Facebook pada waktu sama yang mencapai 22 juta. Data tersebut berdasarkan database internet ComScore.

Meski demikian, komunitas online ini dapat menjadi senjata untuk memasuki komunitas Islam yang sulit tersentuh. Tak heran jika kehadirannya direspons bagus oleh kalangan investor. Salah satu yang sudah menanamkan saham selang setahun setelah Muxlim kali pertama diaktifkan pada 2007 adalah Rite Internet Ventures. Perusahaan yang bergerak di pasar saham itu menyetor 2 juta dolar AS (sekitar Rp 24 miliar). `'Mereka (Muxlim) memiliki jumlah pengunjung yang bagus. Situs ini diapresiasi oleh pengunjung dan kami pikir targetnya merupakan kelompok yang menguntungkan,'' kata Christoffer Hagglund, pimpinan eksekutif perusahaan dari Swedia itu.

Menurut sang pendiri Muxlim, El-Fatary, strateginya kini adalah memasuki negara dimana muslim merupakan minoritas. Sekitar 60 persen pengguna Muxlim kini berada di Amerika Utara dan Eropa. Tiga persen non-muslim dan lebih dari separuhnya adalah kaum hawa.

Kalangan muslim pun banyak yang menyukai. Misal, Shabana Ahmadzai (19) dan Sara Bahmanpour (20), yang memilih gambar animasi untuk profil mereka. Mereka gemar menjejalajahi dunia maya selain Facebook.
Ahmadzai telah bergabung selama dua tahun dalam komunitas yang ditujukan untuk muslim ini. Menurut pria asal Afghanistan yang kini mukim di Finlandia tersebut, anggota dalam komunitas itu sangat simpatik. `'Kami dapat berbagi informasi mengenai ideologi yang sama, meskipun (yang kita hadapi) itu bukan muslim, atau atheis sekalipun,'' kata Ahmadzai kepada Reuters di kafe dalam mal di Helsinki. (war/ami/jpnn/gem)

4.

[catcil] I Don't Need It

Posted by: "febty febriani" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Tue Apr 7, 2009 1:34 am (PDT)



I
DON'T NEED IT
Febty Febriani

Hari
itu ruangan di labku sepi. Teman-teman lab yang lain, mulai jarang
menampakkan batang hidungnya di lab. Mungkin juga karena hari-hari
panjang libur kuliah menjelang musim semi akan mulai datang. Bagi
teman-teman labku, sepertinya, libur menjelang musim semi ini, adalah
penyegaran untuk mengumpulkan semangat untuk kembali bertempur dengan
serangkaian kesibukan-kesibukan seorang mahasiswa saat musim gugur
nanti. Bahkan, untuk mahasiswa S1 dan S2 yang sudah menyelesaikan
tugas akhir mereka, mulai merancang perjalanan ke luar negeri.

Aku
berada di tempat dudukku. Sebuah meja dan kursi yang sebenarnya
diperuntukkan untuk pertemuan lab, antara mahasiswa dan sensei. Tapi,
apalah daya, labku udah hampir penuh orang, juga bersamaan dengan
sedemikian banyaknya peralatan komputer dan buku-buku yang semakin
menyesakkan ruangan dengan ukuran sekitar 5x5 meter itu.

Pusing
sendiri ternyata tidak enak. Program yang kupandangi sejak tadi tidak
menemukan jawabannya. Aku mengerti konsep dasarnya, tapi
menerjemahkannya dalam bahasa program ternyata aku masih perlu lebih
mengulik lebih dalam. Biasanya kalau sudah berada pada kondisi
seperti ini, aku lebih suka bertanya dengan tutorku, seorang
mahasiswa S2 yang ditugasi sensei untuk mengajariku tentang
penelitian yang akan aku kerjakan.

Alhamdulillah
hari itu dia datang. Sebenarnya, kadang terbersit perasaan malu
karena sangat sering aku bertanya. Bukan apa-apa, dia menjawab dengan
sederhana setiap pertanyaanku, tidak sesulit bayanganku. Tapi, kalau
aku malu bertanya, aku akan semakin sesat dijalankan?

Berkomunikasi
dengan tutorku berarti berkomunikasi dengan terengah-engah. Dia
terbata-bata jika berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sedangkan aku
berbahasa Jepang sangat jauh dari lancar. Karena itu, biasanya,
berdiskusi dengan dia mestilah menggunakan alat bantu kamus. Kadang
jenuh juga berhadapan dengan kondisi seperti ini. Tapi, kalau aku
mengeluh terus karena language barrier, kapan
akan selesainya penelitianku?

Mungkin
karena dia juga merasakan capeknya saat berkomunikasi denganku dalam
bahasa Jepang, dia mulai menggunakan sepatah dua patah kata bahasa
Inggris saat menerangkan logika sebuah algritma. Dan, akhirnya, kita
berdua membuat sebuah kesepakatan. Dia akan mengajariku programming dan menerangkannya dalam bahasa
Inggris, dan aku akan membenarkan pengucapan-pengucapan
kalimat-kalimat bahasa Inggrisnya. Simbiosis mutualisme antara kami
berdua mulai berjalan. Bahkan lebih dari itu, dia mulai tidak
segan-segan untuk membenarkan pengucapan kalimat-kalimat bahasa
Jepangku yang kadang keluar dari koridor grammar yang baik dan benar.

Juga hari itu. Dia menjawab pertanyaanku dalam bahasa Inggris. Dan
akhirnya, mulailah dia bercerita.

"Fety-san,
sekarang aku lagi belajar bahasa Inggris. Biasanya mendengarkan
pelajaran bahasa Inggris lewat radio NHK".
ungkapnya di tengah-tengah pelajaran programmingku.
Dia bercerita dalam bahasa Inggris.

"Oh
yah?", aku surpraismendengarnya. Mungkin ini juga termasuk persiapannya untuk meneruskan
ke program doktor tahun depan. Di saat tahun ini, teman-teman
angkatannya mulai mencari pekerjaan, dia lebih fokus dengan
penelitiannya di bidang pengolahan data gempa (Di Jepang,
mencari pekerjaan dilakukan setahun sebelum kelulusan sehingga
sesudah wisuda kelulusan, yang biasanya dilakukan bulan April, semua
lulusan baik S1, S2 atau S3, sudah mulai bekerja).

"Kenapa
radio? Bukannya di televisi NHK juga ada siaran berita dalam bahasa
Inggrissetiap jam 9
malam", tanyaku.

"Di
rumah kami tidak ada TV",
jawabnya.

Hmm,
menarik nih, batinku. Tentu
bukan karena alasan keluarganya tidak mampu membeli TV,
itu yang terlintas di pikiranku saat itu.

"Kenapa
tidak ada TV", tanyaku.
Mungkin pertanyaan retoris. Tapi aku ingin bertanya alasan
keluarganya tidak memiliki TV di rumah.

"Kami
tidak butuh TV", jawaban
sederhana itu mampu membuatku terkejut. Tidak memiliki TV
karena tidak butuh?, tanya
batinku lagi, bertanya pada diri sendiri.

Salut.
Sebuah pilihan yang dipilih dengan sadar. Bukan karena keterpaksaan.
Memutuskan memiliki sesuatu berdasarkan tingkat kebutuhan. Kalau
memang tidak butuh, mengapa harus memiliki. Juga dengan TV.

Dan, aku teringat dengan suasana di Indonesia. Hampir semua rumah
menjadikan TV sebagai kebutuhan pokok, sesuatu yang kepemilikannya
menempati rangking teratas, setelah pemenuhan kebutuhan pokok. Dan
kadang, acara TV menemani mulai dari bangun tidur hingga menjelang
tidur kembali. Bahkan, beberapa asistem rumah tangga di Indonesia,
menjadikan TV sebagai senjata ampuh untuk menenangkan dan
menghilangkan tangis anak-anak asuhannya.

Sepertinya
kita memang harus memulai berfikir tentang acara menonton TV. Dan
mulai mengajari anak-anak untuk memutuskan menonton sebuah tayangan
atau tidak dengan sebuah pertanyaan: butuhkah kita menonton
tayangan itu? Dan kalau kita
memang tidak butuh, mengapa tidak kita matikan saja TV kita dan
melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Itu saran seorang Miran
Risang Ayu dalam bukunya, Cahaya Rumah Kita. Karena TV, kadang juga
bisa menjadi musuh untuk perkembangan jiwa generasi bangsa.

@spring, March 2009
~ http://ingafety.wordpress.com ~

5.

(Inspirasi) Wajah Jakarta

Posted by: "Jenny Jusuf" j3nnyjusuf@yahoo.com   j3nnyjusuf

Tue Apr 7, 2009 1:58 am (PDT)

Wajah Jakarta adalah bocah-bocah yang hilir mudik memainkan kecrekan
sambil menempelkan wajah di jendela mobil pada suatu siang yang panas
terik, sementara tak jauh dari situ seorang bayi kurus menggeliat dalam
gendongan seorang perempuan di perempatan lampu merah.

Wajah Jakarta adalah tongkat bergagang besi yang mengoreki tempat
sampah semen. Pemiliknya adalah pemulung yang harap-harap cemas berebut
rezeki dengan kucing gendut, tikus got dan lalat.

Wajah Jakarta adalah aroma menyengat di bantaran sungai yang berbatasan
dengan tempat pembuangan sampah dan rumah-rumah berdinding papan. Bila
kau pasang telingamu baik-baik, dapat kau dengar dari dalam isakan
bocah perempuan yang sudah dua hari panas demam.

Wajah Jakarta adalah pisau dingin berkarat yang dipakai menakut-nakuti
pelajar berseragam dan wanita berkalung emas di angkutan kota. Sebuah
pelajaran berharga bisa kau petik dari sana: jangan menaruh HP di saku
celana, jangan memakai perhiasan di dalam bis, dan simpan dompetmu
jauh-jauh di tempat yang tak terogoh.

Wajah Jakarta adalah pengamen yang bernyanyi sumbang di bis oranye
sambil menadahkan kantung bekas keripik dan preman yang menadahkan
tangan minta uang dengan paksa. Pelajaran berharga kedua: selalu
siapkan recehan lebih dari cukup. Kita tak pernah tahu.

Wajah Jakarta adalah kelelahan yang menggurat wajah seorang laki-laki
berkemeja lengan panjang dengan map berisi surat lamaran kerja yang
mulai lecek setelah ditenteng seharian. Di rumah, anak-istrinya
menunggu dengan penuh harap. Hari ini Ayah pasti pulang bawa rejeki.

Wajah Jakarta adalah letusan kembang api yang gegap-gempita membelah
angkasa dan bisa kau saksikan dari jarak belasan kilometer pada malam
pergantian tahun, yang kata tetangga sebelah, "Nggak mahal kok, delapan
juta aja."

Wajah Jakarta adalah jendela-jendela mobil yang kacanya dihitamkan
sehingga mustahil untuk sekadar diintip. Hawa di dalam situ tak pernah
segarang terik matahari. Udaranya sejuk dan selalu wangi parfum, dan
selalu tersedia air mineral penangkal dahaga jika kau haus.

Wajah Jakarta adalah bocah-bocah berseragam yang menenteng telepon
genggam dan permainan elektronik, sementara pengasuhnya berjalan di
belakang membawakan tas sekolah, botol minum, dan kotak bekal makanan.

Wajah Jakarta adalah remaja belasan tahun bergaya Harajuku yang sakunya
terisi kartu kredit warisan orang tua dan Blackberry seri terkini yang
baru saja di-upgrade. Dan jangan lupakan Louis Vuitton KW-1 yang
sesekali mereka tenteng dalam gaya yang berbeda.

Wajah Jakarta adalah butik berskala internasional yang dengan mudah kau
temui di pusat perbelanjaan raksasa, yang menempelkan label puluhan
hingga ratusan juta pada sebuah tas cantik dari kulit.

Wajah Jakarta adalah langkah tergesa kaki-kaki yang dibungkus sepatu
berhak tinggi dan pantofel berkilap yang bersanding dengan
tangan-tangan menengadah di jembatan penyeberangan.

Wajah Jakarta adalah gemerlap lampu warna-warni yang berpendar diiringi
musik menghentak dan cairan merah di gelas-gelas kristal dalam geliat
malam yang masih muda.

Wajah Jakarta adalah anak laki-laki berbaju kusam yang menatap iri saat
kita bergandengan tangan menyusuri trotoar di sebuah malam minggu
sambil makan es krim. Wajah Jakarta adalah senyumnya yang terkembang
saat kau gandeng tangan mungilnya ke abang penjual es dan
mempersilakannya memilih rasa yang ia suka.

Wajah Jakarta adalah pengemis berkaki buntung yang tak henti-henti
mengucapkan terima kasih saat kau cemplungkan selembar ribuan ke gelas
plastiknya. Dalam syukurnya ada doa agar panjang umurmu selalu.

Wajah Jakarta adalah anggukan tulus pedagang kaki lima saat kau
bayarkan sejumlah rupiah sebagai penglaris jualannya pagi ini tanpa
minta kembalian.

Tahukah kau apa yang terlintas di benakku hari ini, saat memandangi
Jakarta dan pencakar-pencakar langitnya dari kaca gedung bertingkat
tempat kita menghabiskan sembilan jam dalam sehari?

Jakarta sesungguhnya tak pernah miskin. Ia hanya lupa menoleh pada yang terpinggir.

(suatu malam, dalam keramaian sebuah festival musik di jantung ibukota)

ROCK Your Life! - Jenny Jusuf - http://jennyjusuf.blogspot.com

Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Join people over 40

who are finding ways

to stay in shape.

Yahoo! Groups

Dogs Owners Group

Join Do More For Dogs

pet community

10 Day Club

on Yahoo! Groups

Share the benefits

of a high fiber diet.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: