Rabu, 08 April 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2595

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (18 Messages)

Messages

1a.

Re: [Catatan Kaki] -Tips Menulis- 7 Langkah Menulis Fiksi

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Tue Apr 7, 2009 4:49 am (PDT)



Insya Allah menyusul ya. Mesti banyak baca buku dan riset lagi untuk
menuliskannya. Sekarang belum ada stoknya:). Ini sebetulnya makalah yang
Ahad kemarin saya sampaikan untuk angkatan baru FLP Jakarta di Masjid Amir
Hamzah, TIM. Maklum, pembicara jadi-jadian juga,hehe...

Thx for reading!

Tabik,

Nursalam AR

2009/4/7 susanti <susanti@shallwinbatam.com>

>
>
> Mas Nur,
>
> Tips menulis non-fiski ada nggak? (hehe..lumayan, itung-itung ikut
> pelatihan menulis gratis)
> makasih banget tips-nya.
> Sebagai penulis jadi-jadian, diriku memang membutuhkan berbagai tutorial
> yang memberikan pencerahan seperti tulisan ini.
>
> ~sky~
>
> ------------------------------
>
>
> No virus found in this incoming message.
> Checked by AVG - www.avg.com
> Version: 8.0.238 / Virus Database: 270.11.44/2044 - Release Date: 04/06/09
> 18:59:00
>
>
>

--
-"A long journey begins with one small step" (Chinese proverb)
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
021-92727391 (esia)
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply.com
1b.

Re: [Catatan Kaki] -Tips Menulis- 7 Langkah Menulis Fiksi

Posted by: "inga_fety" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Tue Apr 7, 2009 3:15 pm (PDT)



tetap tidak puas membaca catki ini, hmmm, sepertinya 'perjalanan panjang' menulis msh terbentang luas.

salam,
febty

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Nursalam AR <nursalam.ar@...> wrote:
>
> *7 Langkah Menulis Fiksi*
>
> *Oleh Nursalam AR*
>
> * *
>
> *Prolog*
>
> *Good writing is purposeful; it says something and says it correctly.
> Good writing has voice and energy.
> Good writing is thoughtful and thought provoking.
> Good writing communicates an important message clearly to intended audience.
> Good writing expresses the writer self honestly and evokes a personal
> response in the reader.*
>
> *(Christopher C. Burnham) *
>
> *Free writing* fiksi atau menulis bebas fiksi mensyaratkan pembebasan
> kreativitas dengan menggali ke dalam diri kita sendiri (pengalaman, ide,
> nostalgia dll) hingga menghasilkan *mission statement* di atas seperti yang
> dituliskan C. Burnham. Intinya, dengan menjadi diri kita sendiri maka pintu
> kreativitas akan terbuka lebar sehingga terbentuk energi alamiah kepenulisan
> yang mengantarkan kita pada ciri-ciri tulisan yang baik. Hukum besi semesta
> berkata bahwa sesuatu yang lahir dari hati akan sampai ke hati dan sebuah
> ketulusan akan melumerkan kekerasan hati.
>
>
>
> Di bawah ini langkah-langkah awal untuk menghasilkan sebuah tulisan fiksi
> yang baik.
>
>
>
> *Langkah 1. Menetapkan Niat: Mengapa Kita Menulis?*
>
>
>
> "Lebih banyak pelaku bisnis yang gagal daripada seniman yang gagal." (John
> Gardner dalam On Becoming A Novelist)
>
>
>
> Segala sesuatu diawali dengan niat. Apapun perbuatan kita tentu ada niat
> atau motivasi yang melandasi. Termasuk ketika kita menulis. Inilah *software
> *dalam diri kita yang harus ditata terlebih dahulu sebelum berkutat dengan
> segala detil teknis penulisan seperti ide, plot atau *ending*. Untuk apakah
> kita menulis? Uang? Ideologi? Terapi penyembuhan diri (*trauma* *healing*)?
> Dalam konteks *trauma* *healing*, kita dapat merujuk pada Paulo Coelho yang
> dalam novel *The Al Chemist* menyarankan agar kita menuliskan segala
> kesedihan atau perasaan yang mengganggu dalam selembar kertas dan
> melarungkannya ke sungai. Niscaya kesedihan atau kekuatiran akan sirna.
>
>
>
> Habiburrahman Syaerozy, contohnya. Dengan sebuah niatan memperbaiki akhlak
> bangsa melalui tulisan, aktivis Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Kairo ini
> tergugah untuk menghasilkan karya sastra yang menghibur dan mencerahkan.
> Alhasil, meluncurlah dari guratan tangannya *Ayat-Ayat Cinta*—novel yang
> laris secara fenomenal dan diangkat ke layar lebar—maupun *Di Atas Sajadah
> Cinta*, yang kemudian diangkat menjadi sebuah sinetron rating atas di sebuah
> TV swasta. Termasuk beberapa buku bernada serupa. Yang paling anyar adalah
> dwilogi *Ketika Cinta Bertasbih* yang diluncurkan pada Milad ke-10 FLP pada
> 2006 dan langsung dua kali cetak ulang dalam 1 bulan!
>
>
>
> Lalu, salahkah jika kita ingin menulis semata-mata karena uang? Kawan-kawan
> penulis—yang banyak saya temui--yang bermotivasi menulis semata-mata karena
> materi pun umumnya banyak yang *mutung*, tidak lagi menulis setelah berbagai
> penolakan. Jika tidak, mereka meracau merutuki nasib atau bahkan menyalahkan
> orang lain terutama penerbit dan redaksi media. Mereka sibuk menuding
> kesana-kemari kecuali kepada dirinya sendiri. Mereka lupa bahwa--seperti
> wejangan Eka Budianta, sang penyair seangkatan Rendra--menulis adalah
> memberi.
>
>
>
> Dalam logika bisnis yang terkadang turut mengikat aktivitas menulis,
> menjual—termasuk `menjual' tulisan--adalah melayani dan memberi. Keikhlasan
> melayani atau memberi terhadap kebutuhan konsumen justru akan
> menimbulkan *market
> demand *dalam bentuk* repeat order *(order yang berulang). Kelimpahan materi
> adalah efek sampingnya. Inilah sisi lain yang kerap diabaikan para penulis
> yang bermotivasi menulis semata-mata karena materi.
>
>
>
> Jadi, menulislah tanpa beban, ujar Kuntowijoyo—salah satu sastrawan favorit
> saya—dan hanya ada tiga cara untuk menjadi penulis, yaitu dengan menulis,
> menulis dan menulis. Menulislah seikhlas meludah atau buang hajat. Seorang
> Habiburrahman Syaerozy juga tak menyangka jika *Ayat-Ayat Cinta*—yang
> royaltinya untuk *infaq* pesantren--akan laris manis hingga dicetak ulang
> berkali-kali dalam waktu singkat. JK Rowling yang hanya seorang guru miskin
> di Inggris pun tak pernah bermimpi jika *Harry Potter* akan mendunia padahal
> semula ia hanya menuliskan khayalan masa kecilnya. Dalam bahasa (alm) KH
> Abdullah Syafi'ie, seorang ulama kharismatik Betawi era 70an,"*Nanem padi
> rumput ikut; nanem rumput padi luput*." Tujuan yang lebih dari "sekadar"
> materi akan menuntun kita pada tujuan sampingan seperti materi dan
> popularitas.
>
>
>
> Kutipan perkataan John Gardner di atas pun sebenarnya tak terhenti di situ
> saja. Ada kalimat pamungkas yang menjadi kuncinya, yakni, "Walaupun
> demikian, dalam sekolah bisnis, optimismelah yang selalu berjaya." Ya,
> optimismelah—selain motivasi--yang juga membedakan ketangguhan seseorang,
> termasuk seorang penulis. Bukankah gagal itu biasa dan bangkit dari
> kegagalan itu baru luar biasa?
>
>
>
> *Langkah 2: Beternak Ide*
>
>
>
> *"Uang hanyalah sebuah ide." (Robert T. Kiyosaki)*
>
>
>
> *Jika uang hanyalah sebuah ide maka memperbanyak ide sebanyak-banyaknya sama
> saja dengan mengembangbiakkan uang yang akan didapat. Dalam konteks industri
> kepenulisan --yang aroma bisnisnya tak beda jauh dari industri real estate
> yang ditekuni Kiyosaki yang juga penulis buku *Rich Dad Poor Dad*-–ide harus
> ditangkap bahkan harus diternakkan. Ibarat hewan ternak, ia harus dirawat,
> dikembangbiakkan dan tak ayal dijual. Lihat saja fenomena novel *Ayat-Ayat
> Cinta*-nya Habiburrahman El-Shirazy atau *Laskar Pelangi* karya Andrea
> Hirata yang menuai royalti milyaran rupiah dan menjejak dunia layar lebar.
> Inilah contoh nyata betapa ide bagi seorang penulis tak ubahnya hewan ternak
> yang merupakan aset tak ternilai.*
>
> * *
>
> *Jika ide adalah hewan liar maka ia harus ditangkap, dijinakkan,
> didomestikasi. Seperti halnya orang-orang dulu mendomestikasi kuda atau unta
> untuk menjadi tunggangan yang bermanfaat untuk keperluan manusia. Sarana
> penangkapnya bisa dengan banyak cara. Hemmingway menangkap ide dengan jalan
> mengetik apa saja di mesin ketiknya jika mengalami kemampatan ide. Gola Gong
> melakukan perjalanan keliling dunia untuk menjaring ide *Balada Si Roy* dan
> *Perjalanan di Asia*. A.A Navis memilih nongkrong di toilet berjam-jam –
> hingga konon ia terserang wasir—demi mengejar sang ide.*
>
> * *
>
> *Beberapa penulis lain ada yang menenggelamkan diri dalam tumpukan buku,
> ngopi di kafe dengan laptop siaga di ujung jari atau sekedar bermain voli
> untuk menjinakkan makhluk bernama ide ini. **Intinya: ide harus ditangkap.
> Karena ide juga ibarat sambaran kilat. Jika tak cekatan disergap, ia akan
> meluncur menghunjam bumi dan teredam, tak berdayaguna apa-apa. Maka
> tangkaplah ide dengan keberanian Benjamin Franklin – sang penemu arde alias
> penangkal petir --menangkap petir dengan layang-layang yang digantungi kunci
> besi pada benangnya di tengah hujan deras yang ramai kilat. Sebuah
> keberanian bernyali dengan keingintahuan yang besar dan semangat mencoba
> sesuatu yang baru.*
>
> * *
>
> *Jurus Pertama: Kandangkan*
>
> *Kandangkan ide dalam laptop, komputer, USB, disket, mesin ketik, notes,
> agenda atau diary atau apapun fasilitas penyimpan data yang kita miliki.
> Meskipun hanya berupa satu kalimat yang diperoleh dalam lintasan di benak
> saat menunggu kereta api yang telat, misalnya,"Kereta yang ingkar janji".
> Jangan remehkan kuantitasnya karena itu adalah embrio yang terlalu mahal
> untuk diaborsi.Siapa mengira jika coretan ide JK Rowling di atas tisu bekas
> akan menjelma menjadi bayi raksasa bernama *Harry Potter* yang
> bertahun-tahun menghipnotis dunia?*
>
> * *
>
> *Jurus Kedua: Beri makan*
>
> *Jika bakpao adalah makanan untuk badan, buku dan kontemplasi (zikir,
> tadabbur, meditasi, yoga dll) adalah makanan untuk otak dan jiwa. **Inilah
> asupan terbaik untuk hewan ternak bernama ide. Semakin variatif dan bergizi
> jenis asupan semakin bongsor dan berbobot ide tersebut.*
>
>
>
> *"Every man's work, whether it be literature or music or pictures or
> architecture or anything else, is always a portrait of himself."(*Samuel
> Butler).Dalam konteks tersebut sebuah pepatah berbahasa Inggris cukup
> relevan jadi panduan. *"Ordinary people talk about people; mediocre people
> talk about events and extraordinary people talk about ideas."* Orang-orang
> kelas bawah membicarakan orang, orang –orang kelas pertengahan membicarakan
> peristiwa sementara orang-orang yang berkaliber luarbiasa membicarakan ide
> atau gagasan. Jika dunia seorang penulis hanya melulu sarat dengan bacaan
> ringan, gosip selebritas dan hal-hal remeh temeh maka output dan kualitas
> tulisannya tak jauh dari apa yang dimamahnya tersebut.Ia hanya menjadi
> penulis berkategori kelas bawah bukan yang sedang-sedang saja apalagi luar
> biasa. Seperti kata orang bijak, jangan penuhi pikiranmu dengan hal-hal
> kecil karena akan terlalu sedikit ruang untuk pikiran-pikiran besar.
>
> * *
>
> *Jurus Ketiga: Kembangbiakkan*
>
> *Kawinkan ide baik dengan inseminasi atau kawin silang. Sapi Madura petarung
> karapan yang tangguh adalah hasil percampuran benih sapi pilihan. Ide
> unggulan juga begitu, ia mewarisi kualitas genetis masukan yang
> membentuknya. Dalam *How To Be A Smart Writer*,** Afifah Afra – penulis top
> FLP dengan sederet novel *best seller* salah satunya novel sejarah *Javasche
> Orange* dan *De Windst* – mengenalkan dua cara mengembangbiakkan ide yakni –
> yang saya istilahkan inseminasi dan kawin silang. Inseminasi adalah
> memasukkan elemen baru terhadap sebuah ide atau kisah lama. Misalnya, jika
> dalam dongeng Malin Kundang yang menjadi batu adalah Malin Kundang, mungkin
> sangat menarik jika yang menjadi batu adalah ibunya karena dinilai lalai dan
> bertanggung jawab terhadap perubahan akhlak si Malin.*
>
> * *
>
> *Sementara kawin silang adalah memadukan dua unsur cerita yang berbeda.
> Ambil contoh kisah Cinderella dan Putri Salju (*Snow White*). Cinderella
> yang berbahagia karena sepatunya pas dengan ukuran sepatu kaca bisa saja
> kemudian tewas memakan apel beracun. Kemudian ia hidup kembali setelah
> dicium sang pangeran. Atau jika ingin lebih komedik, Cinderella hidup
> kembali setelah mencium bau sepatu kaca yang disodorkan tujuh kurcaci.*
>
> * *
>
> *Jurus Keempat: Jual*
>
> *Juallah ide dalam bentuk menuliskannya. "Ikatlah ilmu dengan
> menuliskannya," demikian pesan Ali bin Abi Thalib, yang kerap diusung tokoh
> motivator menulis Hernowo dalam berbagai bukunya. Jika tidak mampu
> menuliskannya, ide tersebut dapat dijual ke seorang teman yang
> menuliskannya. Soal hitung-hitungan finansial itu bisa jadi kesepakatan.
> Dalam dunia sinetron sudah lazim seorang penulis menjual ide dan soal
> eksekusi penggarapan diserahkan kepada tim penulis skenario. **Si penulis
> sendiri mungkin hanya sekedar mensupervisi atau menjadi *head writer*. Itu
> sekedar contoh. **Namun kita tentu layak dan amat berhak menerima kehormatan
> untuk menuliskannya sendiri. Tentu jika kita berani memanen setelah
> susah-payah menebar benih dan merawatnya.*
>
> * *
>
> *Nah, nikmatilah hasil beternak ide. Namun pertanyaan pertama, sudahkah kita
> punya nyali untuk beternak ide?*
>
> * *
>
> * *
>
> *Langkah 3: Berbukalah Dengan Tiga Kata***
>
>
>
> Menulis adalah makanan jiwa. Ia merupakan bentuk ekspresi diri, yang menurut
> Abraham Maslow, merupakan bentuk keparipurnaan psikologi seorang individu.
> Jika Anda ingin sekali mencurahkan isi hati, mendamba sangat untuk
> menuangkan isi otak namun tangan kaku atau -- dalam istilah Taufik Ismail--
> lumpuh menulis, hmm, barangkali secara tak sadar Anda sedang "berpuasa".
> Otak Anda sedang rehat, menunggu waktu berbuka. Jiwa Anda menggelegak namun
> tangan kelu beku di depan *keyboard *komputer atau pena terkulai loyo di
> atas kertas. Jadi, marilah berbuka!
>
>
>
> "Kak, gimana caranya?" seorang anggota baru FLP bertanya demikian.
>
>
>
> Yang tidak bertanya atau malu bertanya, lebih banyak menerawang ke langit
> atau menekuri bumi. Sebuah pemandangan umum yang saya temui dalam berbagai
> pelatihan menulis mulai dari anak-anak buruh pelabuhan Tanjung Priok, siswa
> SMA di sebuah kawasan elit, karyawan-karyawan sebuah departemen bahkan
> hingga anggota baru sebuah komunitas kepenulisan (baca: Forum Lingkar Pena).
> Mereka lupa bahwa ide harus dikejar, bukan dinanti seperti pasifnya menanti
> kereta Jabotabek yang kerap telat. Mereka abai bahwa seorang Sean Connery--
> dalam *cast*-nya sebagai seorang penulis dalam film *Finding Forrester* --
> mendidik keras tentornya agar "menuliskan apa yang terlintas, bukan
> memikirkan apa yang hendak ditulis". Namun, jika konsep itu kelewat mewah,
> maka seperti berbuka puasa, awalilah dengan yang ringan. Jika berbuka
> disunnahkan dengan kurma, maka berbukalah dari puasa menulis dengan tiga
> kata.
>
>
>
> "Caranya?" Mata-mata bingung itu menatapku tajam. Mungkin mereka kira saya
> bercanda.
>
>
>
> Apapun bentuk tulisan Anda, persetankan apapun kata kritikus nantinya,
> "dobrak" kebekuan es dalam benak dengan menuliskan "tiga kata". Apapun kata
> yang terlintas di benak Anda. Contoh: Apa yang Anda pikirkan saat membaca
> tulisan ini? Sebut saja: *bingung,* *penasaran* dan *tak tahu*. Yup! Anda
> sukses mencicipi "kurma". Apakah Anda biarkan kurma itu sekedar menempel di
> bibir? Jangan puas hanya dengan merasakan teksturnya. Santap saja, Kawan!
>
>
>
> Buatlah kalimat dari ketiga kata temuan tersebut. Tak peduli dari manapun
> kata itu Anda pungut (apakah dari kelebatan rok mini cewek kantoran di depan
> Anda, dari *headline* sebuah koran atau dari kelebatan iseng), tuliskan
> saja. Misalnya, terciptalah, *"Aku bingung dan penasaran untuk menulis apa
> yang aku tak tahu untuk menulisnya."* Itu satu contoh. Terus, dan teruslah
> menulis. sengawur apapun. Hingga, singkat cerita, terciptalah sebuah
> paragraf pendek berikut:
>
> "*Aku bingung dan penasaran untuk menulis apa yang aku tak tahu untuk
> menulisnya. Tapi aku tahu harus menulis apa. Karena aku penulis serba bisa.
> Biarpun judulnya "Kecanggihan Teknologi IT" tapi aku tahu aku pasti bisa
> menulisnya. Apapun itu..."*
>
>
>
>
> *Langkah 4: Menentukan Judul*
>
>
>
> Sahabat, buatlah judul yang membuat penasaran, *eye-catching*. Awali tulisan
> kita dengan ledakan (*bang*), mengutip Ismail Marahimin dalam *Menulis
> Secara Populer*. Ada prinsip kuno—dengan majas ironi—dalam jurnalisme: *Good
> news is bad news, but bad news is good news*. Contoh klasiknya adalah berita
> yang luar biasa bukanlah anjing menggigit orang tapi orang yang menggigit
> anjing. Barangkali terkesan ngawur. Namun dalam konteks menarik perhatian
> pembaca, pendekatan tersebut bisa kita pakai. Misalnya dalam pemilihan
> judul. Seperti manusia, penampilan luar adalah hal penting. Dalam konteks
> ini, maaf, kata mutiara *don't judge the book by its cover* menjadi kurang
> relevan.
>
>
>
> Surat kabar nasional sejenis *Poskota* atau *Rakyat Merdeka* biasa memampang
> judul yang provokatif seperti: "JANDA DIPERKOSA, RAIB 300 JUTA". Meskipun
> kadang informasi tersebut hanya dibahas sekilas. Tapi intinya tonjolkan
> kelebihan dan tutupi kekurangan dalam tulisan kita. Ini sah-sah saja dalam
> dunia penulisan yang bisa dibilang sudah menjelma menjadi sebuah industri,
> yang karib dengan pranata pemasaran (*marketing*) yang canggih.
>
>
>
> Perlu diingat juga prinsip *marketing* yang kerap dikutip Zig
> Ziglar—salesman mobil terlaris dalam sejarah--bahwa "orang membeli karena
> didorong emosi". Coba pelajari emosi dasar apa sih yang memancing naluri
> pembaca untuk membaca? Judul yang memancing naluri seksual (itulah alasan UU
> Pornografi perlu disokong), SARA atau kebutuhan perut tentu lebih mengundang
> perhatian ketimbang seputar pemikiran ilmiah atau berat (kecuali pembaca
> kita adalah ilmuwan, lain soalnya).
>
>
>
> Sesuai Teori Hierarki Maslow bahwa kebutuhan akan hal-hal tersebut
> adalah *basic
> needs* yang merupakan dasar piramida dalam *survival hierarchy*, sementara
> kebutuhan akan prestasi atau ekspresi diri adalah bagian puncak piramida
> yang hanya akan dicapai bila perut sudah kenyang atau kebutuhan lain akan
> keamanan terpenuhi. Lebih jauh judul juga perlu disesuaikan apakah kita akan
> mengembangkannya menjadi bentuk tulisan non-fiksi atau fiksi. Dalam hal ini
> wajib hukumnya pertimbangan yang matang dan amatan pasar yang cermat.
> *Langkah 5: Bermain Dialog dan Narasi*
>
>
>
> Di sisi lain, ada adagium penulisan *don't tell it but just show it*. Jangan
> cuma diceritakan tapi juga tunjukkan. Pelukisan kejadian atau tindakan dalam
> sebuah tulisan dapat memperlancar sebuah tulisan untuk dicerna dan diserap
> saripatinya. Di sinilah dialog berperan. Karena dialog pun dapat
> dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi. Josiph Novakovich dalam *Berguru
> kepada Sastrawan Dunia* (Mizan, 2003) mengatakan: "*Karena dialog
> mengungkapkan informasi tentang perjuangan seseorang, pastikan Anda tidak
> memberi kami informasi yang sepele dan tidak relevan. Hindari pendahuluan
> yang realistis; buatlah ringkasan pendahuluan yang enak lalu langsung masuk
> ke dalam dialog….Jangan tunjukkan semua contohnya, sajikan yang dramatis,
> saat diperlukan saja, dan sajikan yang lainnya dalam bentuk ringkasan*."
> (hal. 182-183).
>
>
>
> Namun, terlalu banyak dialog, ujar Mohammad Diponegoro dalam *Yuk Menulis
> Cerpen Yuk *(Shalahuddin Press, Yogyakarta, 1991*)*, bisa bikin tulisan
> terlalu encer. Jadi memainkan keduanya butuh nilai rasa, seperti memainkan
> gas atau persneling ketika mengendarai motor atau mobil. Seperti masakan
> pula, coba minta keluarga atau sahabat kita untuk `mencicipi' tulisan kita.
> Apakah sudah *ganyeng *atau bumbunya sudah pas? Sudahkah mencapai efek yang
> kita inginkan?
>
>
>
> * *
> *Langkah 6: Meniupkan Ruh Pada Sebuah Tulisan*
>
> * *
>
> Sahabat, mari kita bicara soal dua karya sastra termasyhur di Indonesia saat
> ini. Yakni novel *Ayat-Ayat Cinta* dan *Laskar Pelangi.*
>
> * *
>
> Novel *Ayat-Ayat Cinta* karya Habiburrahman El Shirazy konon dicetak ulang
> hingga lebih tiga puluh kali sejak pertamakali terbit pada 2004. Di layar
> lebar, filmnya – meski banyak dinilai tak sesuai dengan isi novelnya -- yang
> digarap Hanung Bramantyo sukses memikat tiga juta orang untuk datang
> menonton ke bioskop. Belum terhitung yang membeli DVD bajakannya. Sementara
> *Laskar Pelangi* karya Andrea Hirata juga tak kalah masyhur. Selain *
> best-seller* nasional, dielu-elukan sebagai *The Indonesia's Most Powerful
> Book* di berbagai *talkshow* termasuk di layar kaca, *Laskar Pelangi* juga
> akan difilmkan dengan arahan Riri Riza. Sebuah catatan fenomenal mengingat
> kedua novel itu notabene karya perdana kedua penulis muda tersebut.
>
>
>
> Lebih mengagumkan lagi, *Laskar Pelangi* ditulis oleh Andrea Hirata yang
> belum pernah membuat sepotong cerpenpun. Tak hanya itu, pemuda asli Belitong
> yang alumnus S-2 Perancis ini pun melengkapinya dengan tiga novel lain yakni
> *Sang Pemimpi, Edensor* dan *Maryamah Karpov*---yang secara keseluruhan
> merupakan Tetralogi *Laskar Pelangi*. Habiburrahman yang santri Al Azhar
> kelahiran Semarang juga membawa gerbong *Ketika Cinta Bertasbih 1 &
> 2*, *Pudarnya
> Cinta Cleopatra*, *Di Bawah Mihrab Cinta *dan beberapa karya
> *best-seller*lainnya yang juga bernafaskan religi romantis.
>
>
>
> Terlepas dari segala kontroversi yang ada, dengan arif, layak kita bertanya
> mengapa kedua novel karya dua penulis usia 30-an tersebut mampu mengharubiru
> jagad sastra sekaligus merambah ranah populer publik negeri ini?
>
>
>
> Sekian banyak orang bersaksi bahwa *Ayat-Ayat Cinta* dan *Laskar
> Pelangi*mengubah hidup mereka lebih tenang, lebih baik. Seperti halnya
> karya-karya
> besar yang membawa perubahan di dunia, sebut saja novel *Uncle Tom's
> Cabin*buah karya Harriet Beecher Stowe (1852) yang menginspirasi
> semangat
> perubahan terhadap perlakuan rasis kaum kulit putih terhadap kulit hitam
> atau berwarna di Amerika Serikat, novel-novel tersebut mengandung ruh
> tulisan yang kuat yang mampu menyentuh hati dan menggerakkan pembacanya.
> Sesuatu yang datang dari hati niscaya sampai ke hati.
>
>
>
> Ruh, jiwa atau *soul *sebuah tulisan adalah hasil internalisasi visi, emosi,
> dedikasi, pengalaman, logika, wawasan, *elan vital* (semangat) kontemplasi
> dan keterampilan teknis seorang penulis. Porsi keterampilan teknis di sini
> barangkali hanya sekian persen. Karena unsur-unsur lain yang lebih condong
> mengetuk perasaan atau kalbu justru bisa jadi lebih dominan. Di samping juga
> ia memenuhi syarat-syarat ketertarikan pembaca dengan sebuah tulisan: *
> novelty* (kebaruan, misalnya tema yang baru dan berbeda dari mainstream), *
> similarity* (kemiripan dengan keseharian hidup mayoritas pembaca) dan *
> visionary* (memiliki pandangan jauh ke depan).
>
>
>
> Ruh sebuah tulisan adalah virus yang menular. Ia seperti energi --dalam
> hukum Kekekalan Energi Newton—yang tak dapat musnah namun berubah
> bentuk. Energi
> dari sebuah tulisan karena pancaran energi cita-cita atau semangat sang
> penulis yang terejawantahkan melalui kata sampailah ke pembaca dalam bentuk
> inspirasi. Terciptalah keajaiban-keajaiban. Histeria gadis-gadis berjilbab
> untuk berfoto bersama Kang Abik –panggilan populer Habiburrahman dan
> berbagai testimoni tentang peningkatan iman para pembaca Muslim, atau tobat
> totalnya seorang pecandu narkoba setelah membaca karya Andrea Hirata.
> Merekalah yang hati-hatinya telah tersentuh, tercerahkan.
>
>
>
> Hati nurani, demikian nama lengkap hati, menurut Nurcholish Madjid, berasal
> dari kata bahasa Arab, "*nur*" yang artinya "cahaya". Hati adalah tempat
> cahaya bersemayam, yang menerangi kegelapan logika. Sementara ilmu adalah
> cahaya, yang sejatinya berjodoh di hati. Jika keduanya bercumbu itulah
> perkawinan kimiawi yang serasi.
>
>
>
> Maka punyailah visi ketika menulis, alirkan emosi dan semangat
> sejadi-jadinya, dan berjibakulah ketika melahirkan sebuah tulisan. Seperti
> jihad seorang ibu saat melahirkan anaknya. Karena kita adalah ibu dari
> `anak-anak' tulisan kita. Bahkan kita adalah `tuhan' atas segala tulisan
> kita. Ingatlah, Tuhan tak pernah lelah mencipta semesta. Itulah energi
> Ilahiah atau profetik yang semestinya jadi sumur inspirasi sejati agar kita
> punya stamina dan nafas panjang dalam karir kepenulisan.
>
>
>
> Karena apapun caranya, menulis tak beda dengan berolahraga. Ia butuh energi.
> Jika energi pendorong lemah alhasil yang lahir hanyalah tulisan yang
> alakadarnya, loyo, dan tidak punya ruh atau *soul*. Jika ia manusia, tulisan
> semacam itu hanyalah mayat, yang tak bernyawa. Atau bahkan bangkai.
> Percayalah, seperti kata Dale Carnegie, *no one kick the dead dog*. Tidak
> ada yang peduli dengan bangkai. Sederet karya di atas dipuji sekaligus—ada
> yang--dicaci-maki karena mereka hidup, bernyawa.
>
>
>
> * *
>
> *Langkah 7: Menjadi Epigon: Salahkah?*
>
> * *
>
> *"Yang paling penting bagi setiap pengarang ialah jiwanya sendiri..*."
>
> *(John Cowper Powys)*
>
>
>
> Yang namanya ekor letaknya selalu di belakang. Ia membuntuti sesuatu yang
> berada di depannya. Dalam kepenulisan, orang yang meniru-niru gaya tulisan
> seorang penulis lazim disebut *epigon*. Sebagaimana ekor yang takkan pernah
> mendahului kepala, seorang epigon tidak akan pernah berhasil mengungguli
> penulis yang ditirunya. Lantas salahkah menjadi epigon? Salahkah bila kita
> meniru gaya bertutur JK Rowling atau gaya kontemplatif Goenawan Mohammad?
>
>
>
> Prinsip belajar yang paling primitif adalah mengamati dan meniru. Bayi
> manusia belajar berbicara dengan mengamati dan menirukan suara-suara di
> sekitarnya terlepas dari apapun penafsiran manusia dewasa akan hasil
> peniruan sang bayi. Demikian juga dalam kepenulisan. Prinsip *copy the
> master* adalah kelaziman—sebagian buku panduan menulis bahkan menyebutnya
> "kewajiban"—dalam tahap awal pembelajaran menulis. Sebagian penulis besar
> Indonesia yang dicatat Pamusuk Eneste dalam serial buku *Proses Kreatif*—dari
> A.A Navis sampai Arswendo Atmowiloto—bahkan menerjemahkan prinsip tersebut
> dengan menyalin atau mengetik ulang tulisan-tulisan penulis idola mereka
> untuk kemudian dibaca dan dibedah isi perutnya.
>
>
>
> Bagi seorang penulis, menjadi epigon adalah seperti menjadi seorang bayi.
> Sebagai "bayi", meniru atau mengimitasi adalah perlu. Tak perlu malu
> menuruti George Orwell, seorang penulis Inggris yang bernama asli Eric
> Arthur Blair dan populer dengan novel *1984 *dan *Animal Farm,* yang
> menyarankan agar kata-kata dalam tulisan kita hendaknya pendek-pendek dan
> lugas agar pembaca terang dengan maksudnya. Karena, lanjutnya, musuh besar
> bahasa yang jernih adalah ketidaktulusan. Ketika ada jurang antara maksud
> sesungguhnya dan apa yang diungkapkannya, secara naluriah orang berpaling
> pada kata-kata panjang dan ungkapan yang lemah, bagaikan cumi-cumi
> menyemburkan tintanya. Intinya, kalimat-kalimat panjang sebenarnya
> menandakan sang penulis tidak terbuka dalam menyampaikan maksudnya. Juga tak
> perlu sungkan membeo wejangan Ernest Hemmingway—yang piawai dengan diksi
> yang sederhana namun kuat dan dialog-dialog yang tajam seperti dalam
> beberapa karyanya yakni *For Whom The Bells Toll* dan *The Oldman dan The
> Sea*—bahwa cara terbaik untuk mengetahui apa sesungguhnya perasaan kita
> adalah dengan menuliskan perasaan tersebut.
>
>
>
> Namun hidup manusia tak sekadar dan tak layak terhenti pada masa bayi atau
> kanak-kanak. Kisah manusia yang selamanya kanak-kanak hanya ada dalam
> dongeng *Peter Pan* dengan peri Tinker Bell-nya. "Bayi" butuh menjadi
> dewasa. Ia butuh menjadi diri sendiri. Para penulis atau pengarang besar
> meraksasa karena mereka kreatif membebaskan diri dari meniru gaya para
> penulis terdahulu yang dikagumi. Karena, ujar Mochtar Lubis, imitasi
> bagaimanapun juga baiknya akan tetap tinggal imitasi. Dan gaya pengarang
> tergantung sebagian besar dari watak pengarang itu sendiri. Ia haruslah
> menumbuhkan gaya mengarang sendiri, yang sesuai dengan watak, emosi dan
> dengan pertimbangan serta apresiasi bahasanya sendiri. Atau dalam bahasa
> John Cowper Powys, "Yang penting bagi setiap pengarang ialah jiwanya
> sendiri; apa yang dimilikinya dalam kepalanya, dalam alat-alat panca
> inderanya, dalam watak dan pribadinya, dalam darah dan temperamennya."
> Alhasil, tulis Pramoedya Ananta Toer dalam *Jejak Langkah* yang merupakan
> salah satu roman dalam Tetralogi Pulau Buru, sesederhana apapun cerita yang
> dibuat, ia mewakili pribadi individu atau bahkan bangsanya.
>
>
>
> Jadi, salahkah menjadi epigon?
>
>
>
> *Maybe yes, maybe no*.
>
>
>
> *Ya*, menjadi epigon adalah salah apabila kita melakukan kesalahan
> sebagaimana salahnya bayi yang menolak menjadi dewasa. Ia selamanya kerdil
> dalam bayang-bayang orang-orang besar. Seperti kata Mochtar Lubis, lagi-lagi
> dalam *Sastra dan Tekniknya*, bahwa orang hanya menulis apabila ada sesuatu
> dalam jiwanya yang mendesak-desak, memaksanya mengambil alat tulis dan
> menulis. Jika orang mengarang karena ikut-ikutan atau sekadar meniru karena
> ingin terkenal atau masyhur maka orang yang demikian pastilah dari semula
> tidak akan berhasil menjadi pengarang. Sang *epigon primitif* ini tak akan
> pernah mengungguli para pengarang aslinya.
>
>
>
> *Tidak*, menjadi epigon tidak salah apabila kita memperlakukan masa peniruan
> yang entah sekian tahun lamanya itu sekadar sebagai masa *pendadaran*, masa
> awal pembelajaran yang tentu saja waktunya pun tidak mungkin selamanya.
> Anggap saja fase menjadi epigon itu sekadar fase ketika kita mulai menaiki
> bahu-bahu raksasa agar kita dapat melihat dunia dengan sudut pandang yang
> lebih luas. Hingga akhirnya tibalah saatnya tumbuh sayap-sayap keberanian
> kita untuk melompat dan terbang lebih tinggi. Dan bebaslah kita, seperti
> bebasnya ekor cecak yang masih sanggup bergerak-gerak sendiri ketika
> terputus dari tubuh inangnya. Jika kita berani mandiri seperti—sebuah contoh
> yang sangat minimalis--ekor cecak maka kita adalah para *epigon
> kreatif*yang berhak punya sayap-sayap keberanian sebagaimana berhaknya
> bayi tumbuh
> gigi sebagai tanda berjalannya proses kedewasaan yang lumrah.
>
>
>
> Sayap-sayap keberanian itu sendiri tak mungkin tumbuh tanpa--dalam formula
> untuk menjadi pengarang atau penulis yang baik menurut William Faulkner—99%
> disiplin dan 99% kerja. "Jangan sibuk berusaha menjadi lebih baik dari para
> pengarang yang lebih dahulu tapi cobalah menjadi lebih baik dari dirimu
> sendiri," pesan sang sastrawan peraih Nobel Sastra dari Perancis ini.
>
>
>
>
>
> *Epilog*
>
>
>
> Sahabat, demikianlah ketujuh langkah awal *free writing* fiksi. Ini hanyalah
> rangkuman bebas dan bukan sebuah dogma yang wajib diimani. Karena tak ada
> salah dan benar dalam teori kreatif sastra. Namun tak ada salahnya belajar
> dari perasan ilmu pengetahuan, pengalaman dan penelitian orang lain
> bukan? Karena
> kita semua,tak kenal penulis yunior atau senior, sejatinya adalah
> pembelajar. Maka bebaskan diri untuk terus belajar dan nikmati proses jatuh
> bangun dalam kepenulisan dengan berbekalkan dua kata: *Tetap Semangat!*
>
>
>
> Semoga bermanfaat.
>
>
>
>
>
> *Situs penulisan yang direkomendasikan*
>
> www.rumahdunia.net, situs resmi milik komunitas Rumah Dunia asuhan Gola Gong
>
> www.penulislepas.com, situs kepenulisan milik komunitas Penulislepas.com
>
> www.rayakultura.net, situs kepenulisan asuhan Naning Pranoto, seorang
> pengarang senior
>
>
>
> *Buku kepenulisan yang direkomendasikan*
>
> *How To be A Smart Writer* karya Afifah Afra
>
> *Menulis Itu Gampang* karya Arswendo Atmowiloto
>
> *Yuk, Menulis Cerpen Yuk* karya Muhammad Diponegoro
>
> *Teknik Mengarang* karya Mochtar Lubis
>
> *Sastra dan Tekniknya* karya Mochtar Lubis
>
> *Proses Kreatif* karya Pamusuk Erneste
>
> *Berguru Kepada Sastrawan Dunia* karya Josiph Novakovich
>
> *Menulis Secara Populer* karya Ismail Marahimin
>
>
>
>
>
>
>
> * *
>
> * *
>
> * *
>
> * *
>
> * *
>
> * *
>
> * *
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --
> -"A long journey begins with one small step" (Chinese proverb)
> Nursalam AR
> Translator, Writer & Writing Trainer
> 0813-10040723
> 021-92727391 (esia)
> E-mail: salam.translator@...
> YM ID: nursalam_ar
> http://nursalam.multiply.com
>

2a.

Re: [catcil] I Don't Need It

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Tue Apr 7, 2009 4:57 am (PDT)



Ah, tulisan yang menggelitik sekali, Fey. Mulai dari lukisan komunikasi
kalian berdua yang terbata-bata, itu saja sudah menarik. Ditambah filosofi
sang mentor tentang "kebutuhan", jadilah tulisan sederhana yang membuat aku
membacanya ulang. Sayang....kurang panjang euy,hehe...

Btw, di kampusmu ada mahasiswa Melayu atau Malaysia, Fey? Hati-hati
menggunakan kata "butuh" dengan mereka ya. Karena bisa sangat berbeda
artinya:).

Thx for sharing,

Nursalam AR

2009/4/7 febty febriani <inga_fety@yahoo.com>

>
> *I DON'T NEED IT*
>
> *Febty Febriani
> *
>
>
> Hari itu ruangan di labku sepi. Teman-teman lab yang lain, mulai jarang
> menampakkan batang hidungnya di lab. Mungkin juga karena hari-hari panjang
> libur kuliah menjelang musim semi akan mulai datang. Bagi teman-teman labku,
> sepertinya, libur menjelang musim semi ini, adalah penyegaran untuk
> mengumpulkan semangat untuk kembali bertempur dengan serangkaian
> kesibukan-kesibukan seorang mahasiswa saat musim gugur nanti. Bahkan, untuk
> mahasiswa S1 dan S2 yang sudah menyelesaikan tugas akhir mereka, mulai
> merancang perjalanan ke luar negeri.
>
>
> Aku berada di tempat dudukku. Sebuah meja dan kursi yang sebenarnya
> diperuntukkan untuk pertemuan lab, antara mahasiswa dan sensei. Tapi, apalah
> daya, labku udah hampir penuh orang, juga bersamaan dengan sedemikian
> banyaknya peralatan komputer dan buku-buku yang semakin menyesakkan ruangan
> dengan ukuran sekitar 5x5 meter itu.
>
>
> Pusing sendiri ternyata tidak enak. Program yang kupandangi sejak tadi
> tidak menemukan jawabannya. Aku mengerti konsep dasarnya, tapi
> menerjemahkannya dalam bahasa program ternyata aku masih perlu lebih
> mengulik lebih dalam. Biasanya kalau sudah berada pada kondisi seperti ini,
> aku lebih suka bertanya dengan tutorku, seorang mahasiswa S2 yang ditugasi
> sensei untuk mengajariku tentang penelitian yang akan aku kerjakan.
>
>
> Alhamdulillah hari itu dia datang. Sebenarnya, kadang terbersit perasaan
> malu karena sangat sering aku bertanya. Bukan apa-apa, dia menjawab dengan
> sederhana setiap pertanyaanku, tidak sesulit bayanganku. Tapi, kalau aku
> malu bertanya, aku akan semakin sesat dijalankan?
>
>
> Berkomunikasi dengan tutorku berarti berkomunikasi dengan terengah-engah.
> Dia terbata-bata jika berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sedangkan aku
> berbahasa Jepang sangat jauh dari lancar. Karena itu, biasanya, berdiskusi
> dengan dia mestilah menggunakan alat bantu kamus. Kadang jenuh juga
> berhadapan dengan kondisi seperti ini. Tapi, kalau aku mengeluh terus karena
> *language barrier, *kapan akan selesainya penelitianku?
>
>
> Mungkin karena dia juga merasakan capeknya saat berkomunikasi denganku
> dalam bahasa Jepang, dia mulai menggunakan sepatah dua patah kata bahasa
> Inggris saat menerangkan logika sebuah algritma. Dan, akhirnya, kita berdua
> membuat sebuah kesepakatan. Dia akan mengajariku *programming *dan
> menerangkannya dalam bahasa Inggris, dan aku akan membenarkan
> pengucapan-pengucapan kalimat-kalimat bahasa Inggrisnya. Simbiosis
> mutualisme antara kami berdua mulai berjalan. Bahkan lebih dari itu, dia
> mulai tidak segan-segan untuk membenarkan pengucapan kalimat-kalimat bahasa
> Jepangku yang kadang keluar dari koridor *grammar * yang baik dan benar*.*
>
>
> Juga hari itu. Dia menjawab pertanyaanku dalam bahasa Inggris. Dan
> akhirnya, mulailah dia bercerita.
>
>
> "*Fety-san, sekarang aku lagi belajar bahasa Inggris. Biasanya
> mendengarkan pelajaran bahasa Inggris lewat radio NHK*". ungkapnya di
> tengah-tengah pelajaran *programming*ku. Dia bercerita dalam bahasa
> Inggris.
>
>
> "*Oh yah?*", aku *surprais* mendengarnya. Mungkin ini juga termasuk
> persiapannya untuk meneruskan ke program doktor tahun depan. Di saat tahun
> ini, teman-teman angkatannya mulai mencari pekerjaan, dia lebih fokus dengan
> penelitiannya di bidang pengolahan data gempa (*Di Jepang, mencari
> pekerjaan dilakukan setahun sebelum kelulusan sehingga sesudah wisuda
> kelulusan, yang biasanya dilakukan bulan April, semua lulusan baik S1, S2
> atau S3, sudah mulai bekerja*).
>
>
> "*Kenapa radio? Bukannya di televisi NHK juga ada siaran berita dalam
> bahasa Inggris* *setiap jam 9 malam"*, tanyaku.
>
>
> "*Di rumah kami tidak ada TV*", jawabnya.
>
>
> *Hmm, menarik nih*, batinku. *Tentu bukan karena alasan keluarganya tidak
> mampu membeli TV*, itu yang terlintas di pikiranku saat itu.
>
>
> "*Kenapa tidak ada TV*", tanyaku. Mungkin pertanyaan retoris. Tapi aku
> ingin bertanya alasan keluarganya tidak memiliki TV di rumah.
>
>
> "*Kami tidak butuh TV*", jawaban sederhana itu mampu membuatku terkejut.
> *Tidak memiliki TV karena tidak butuh?*, tanya batinku lagi, bertanya pada
> diri sendiri.
>
>
> Salut. Sebuah pilihan yang dipilih dengan sadar. Bukan karena
> keterpaksaan. Memutuskan memiliki sesuatu berdasarkan tingkat kebutuhan.
> Kalau memang tidak butuh, mengapa harus memiliki. Juga dengan TV.
>
>
> Dan, aku teringat dengan suasana di Indonesia. Hampir semua rumah
> menjadikan TV sebagai kebutuhan pokok, sesuatu yang kepemilikannya menempati
> rangking teratas, setelah pemenuhan kebutuhan pokok. Dan kadang, acara TV
> menemani mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Bahkan,
> beberapa asistem rumah tangga di Indonesia, menjadikan TV sebagai senjata
> ampuh untuk menenangkan dan menghilangkan tangis anak-anak asuhannya.
>
>
> Sepertinya kita memang harus memulai berfikir tentang acara menonton TV.
> Dan mulai mengajari anak-anak untuk memutuskan menonton sebuah tayangan atau
> tidak dengan sebuah pertanyaan: *butuhkah kita menonton tayangan itu*? Dan
> kalau kita memang tidak butuh, mengapa tidak kita matikan saja TV kita dan
> melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Itu saran seorang Miran Risang Ayu
> dalam bukunya, Cahaya Rumah Kita. Karena TV, kadang juga bisa menjadi musuh
> untuk perkembangan jiwa generasi bangsa.
>
>
> @spring, March 2009
>
> ~ http://ingafety.wordpress.com ~
>
>
>

--
-"A long journey begins with one small step" (Chinese proverb)
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
021-92727391 (esia)
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply.com
2b.

Re: [catcil] I Don't Need It

Posted by: "febty febriani" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Tue Apr 7, 2009 1:13 pm (PDT)



makasih mas nur, menulisnya di tengah 'ruwet' sendiri. paling tidak bisa menjernihkan hati, dan pikiran:D:D
di cari dulu bahan-bahannya yah, ntar bisa ditulis ulang.

~ http://ingafety.wordpress.com ~

________________________________
From: Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Cc: inga_fety@yahoo.com
Sent: Tuesday, April 7, 2009 8:57:06 PM
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] [catcil] I Don't Need It

Ah, tulisan yang menggelitik sekali, Fey. Mulai dari lukisan komunikasi kalian berdua yang terbata-bata, itu saja sudah menarik. Ditambah filosofi sang mentor tentang "kebutuhan", jadilah tulisan sederhana yang membuat aku membacanya ulang. Sayang....kurang panjang euy,hehe...

Btw, di kampusmu ada mahasiswa Melayu atau Malaysia, Fey? Hati-hati menggunakan kata "butuh" dengan mereka ya. Karena bisa sangat berbeda artinya:).

Thx for sharing,

Nursalam AR

2009/4/7 febty febriani <inga_fety@yahoo.com>

I
DON'T NEED IT
Febty Febriani

Hari
itu ruangan di labku sepi. Teman-teman lab yang lain, mulai jarang
menampakkan batang hidungnya di lab. Mungkin juga karena hari-hari
panjang libur kuliah menjelang musim semi akan mulai datang. Bagi
teman-teman labku, sepertinya, libur menjelang musim semi ini, adalah
penyegaran untuk mengumpulkan semangat untuk kembali bertempur dengan
serangkaian kesibukan-kesibukan seorang mahasiswa saat musim gugur
nanti. Bahkan, untuk mahasiswa S1 dan S2 yang sudah menyelesaikan
tugas akhir mereka, mulai merancang perjalanan ke luar negeri.

Aku
berada di tempat dudukku. Sebuah meja dan kursi yang sebenarnya
diperuntukkan untuk pertemuan lab, antara mahasiswa dan sensei. Tapi,
apalah daya, labku udah hampir penuh orang, juga bersamaan dengan
sedemikian banyaknya peralatan komputer dan buku-buku yang semakin
menyesakkan ruangan dengan ukuran sekitar 5x5 meter itu.

Pusing
sendiri ternyata tidak enak. Program yang kupandangi sejak tadi tidak
menemukan jawabannya. Aku mengerti konsep dasarnya, tapi
menerjemahkannya dalam bahasa program ternyata aku masih perlu lebih
mengulik lebih dalam. Biasanya kalau sudah berada pada kondisi
seperti ini, aku lebih suka bertanya dengan tutorku, seorang
mahasiswa S2 yang ditugasi sensei untuk mengajariku tentang
penelitian yang akan aku kerjakan.

Alhamdulillah
hari itu dia datang. Sebenarnya, kadang terbersit perasaan malu
karena sangat sering aku bertanya. Bukan apa-apa, dia menjawab dengan
sederhana setiap pertanyaanku, tidak sesulit bayanganku. Tapi, kalau
aku malu bertanya, aku akan semakin sesat dijalankan?

Berkomunikasi
dengan tutorku berarti berkomunikasi dengan terengah-engah. Dia
terbata-bata jika berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sedangkan aku
berbahasa Jepang sangat jauh dari lancar. Karena itu, biasanya,
berdiskusi dengan dia mestilah menggunakan alat bantu kamus. Kadang
jenuh juga berhadapan dengan kondisi seperti ini. Tapi, kalau aku
mengeluh terus karena language barrier, kapan
akan selesainya penelitianku?

Mungkin
karena dia juga merasakan capeknya saat berkomunikasi denganku dalam
bahasa Jepang, dia mulai menggunakan sepatah dua patah kata bahasa
Inggris saat menerangkan logika sebuah algritma. Dan, akhirnya, kita
berdua membuat sebuah kesepakatan. Dia akan mengajariku programming dan menerangkannya dalam bahasa
Inggris, dan aku akan membenarkan pengucapan-pengucapan
kalimat-kalimat bahasa Inggrisnya. Simbiosis mutualisme antara kami
berdua mulai berjalan. Bahkan lebih dari itu, dia mulai tidak
segan-segan untuk membenarkan pengucapan kalimat-kalimat bahasa
Jepangku yang kadang keluar dari koridor grammar yang baik dan benar.

Juga hari itu. Dia menjawab pertanyaanku dalam bahasa Inggris. Dan
akhirnya, mulailah dia bercerita.

"Fety-san,
sekarang aku lagi belajar bahasa Inggris. Biasanya mendengarkan
pelajaran bahasa Inggris lewat radio NHK".
ungkapnya di tengah-tengah pelajaran programmingku.
Dia bercerita dalam bahasa Inggris.

"Oh
yah?", aku surpraismendengarnya. Mungkin ini juga termasuk persiapannya untuk meneruskan
ke program doktor tahun depan. Di saat tahun ini, teman-teman
angkatannya mulai mencari pekerjaan, dia lebih fokus dengan
penelitiannya di bidang pengolahan data gempa (Di Jepang,
mencari pekerjaan dilakukan setahun sebelum kelulusan sehingga
sesudah wisuda kelulusan, yang biasanya dilakukan bulan April, semua
lulusan baik S1, S2 atau S3, sudah mulai bekerja).

"Kenapa
radio? Bukannya di televisi NHK juga ada siaran berita dalam bahasa
Inggrissetiap jam 9
malam", tanyaku.

"Di
rumah kami tidak ada TV",
jawabnya.

Hmm,
menarik nih, batinku. Tentu
bukan karena alasan keluarganya tidak mampu membeli TV,
itu yang terlintas di pikiranku saat itu.

"Kenapa
tidak ada TV", tanyaku.
Mungkin pertanyaan retoris. Tapi aku ingin bertanya alasan
keluarganya tidak memiliki TV di rumah.

"Kami
tidak butuh TV", jawaban
sederhana itu mampu membuatku terkejut. Tidak memiliki TV
karena tidak butuh?, tanya
batinku lagi, bertanya pada diri sendiri.

Salut.
Sebuah pilihan yang dipilih dengan sadar. Bukan karena keterpaksaan.
Memutuskan memiliki sesuatu berdasarkan tingkat kebutuhan. Kalau
memang tidak butuh, mengapa harus memiliki. Juga dengan TV.

Dan, aku teringat dengan suasana di Indonesia. Hampir semua rumah
menjadikan TV sebagai kebutuhan pokok, sesuatu yang kepemilikannya
menempati rangking teratas, setelah pemenuhan kebutuhan pokok. Dan
kadang, acara TV menemani mulai dari bangun tidur hingga menjelang
tidur kembali. Bahkan, beberapa asistem rumah tangga di Indonesia,
menjadikan TV sebagai senjata ampuh untuk menenangkan dan
menghilangkan tangis anak-anak asuhannya.

Sepertinya
kita memang harus memulai berfikir tentang acara menonton TV. Dan
mulai mengajari anak-anak untuk memutuskan menonton sebuah tayangan
atau tidak dengan sebuah pertanyaan: butuhkah kita menonton
tayangan itu? Dan kalau kita
memang tidak butuh, mengapa tidak kita matikan saja TV kita dan
melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Itu saran seorang Miran
Risang Ayu dalam bukunya, Cahaya Rumah Kita. Karena TV, kadang juga
bisa menjadi musuh untuk perkembangan jiwa generasi bangsa.

@spring, March 2009
~ http://ingafety.wordpress.com ~

--
-"A long journey begins with one small step" (Chinese proverb)
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
021-92727391 (esia)
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply.com

3a.

Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKI

Posted by: "Faris Milik-Mu" faris_indo@yahoo.com   faris_indo

Tue Apr 7, 2009 4:59 am (PDT)



Terima kasih semuanya. Semoga bisa sharing tentang cerita di balik karya itu. Semoga juga mau dibaca, hehe. Untuk yang nggak sempat ngeklik di blog, isinya sbb:

FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut
Islam.

 

Kata Pengantar: HM. Said Budairy

 

Endorsment beberapa tokoh:

 

"Sebuah karya unik
tentang dua disiplin keilmuan yang terlihat berjauhan, namun dapat dipadukan
secara menarik oleh penulis. Pemahamannya yang mendalam tentang syari´ah dan
pengalamannya sebagai jurnalis menjadi modal besar karya tulis ini."

 

Prof Dr Moh Ali
Aziz, M.Ag.

Guru Besar Ilmu
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

"Bahasan tentang
berbagai aturan dan etika media ini menarik karena mengambil sudut pandang
berbeda, dan baru pertamakalinya digunakan oleh pengamat dan penulis media
massa. Berbagai contoh yang disajikan, dari isu pornografi hingga ghibah, kabar bohong, dan amplop
wartawan, membuat kajian ini terasa berpijak ke bumi, karena hal-hal itu kita
hadapi dan kita alami sehari-hari."

 

Sirikit Syah

Pendiri dan Aktivis Lembaga Konsumen Media (Media Watch)

 

 

"Buku ini intinya
menjelaskan bahwa nilai-nilai universal seperti kejujuran (dalam konteks ini
kejujuran dalam menyajikan fakta peristiwa oleh wartawan) adalah selaras dengan
Islam. Penulis sekaligus mengkritisi praktik pers umum yang bebas nilai dalam
menjalankan kebebasan pers."

 

Dr Muhammad Baharun

 Mantan Wartawan Tempo dan Pemateri Diklat
Jurnalistik

 

 

"Sebuah upaya
terpuji dari seorang yang memahami, sekaligus pelaku, agar karya jurnalistik
sesuai dengan tuntunan Allah. Penulis dapat menyajikannya secara akurat, obyektif,
komparatif, dan aplikatif."

 

KH Abdurrahman Navis

Wakil Katib Syuriah
PWNU dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim

 

"Buku ini tak hanya
menjelaskan tentang pentingnya dakwah bil qalam bagi kaum Muslimin, tapi
juga memberikan batasan mana yang `halal´ dan `haram´ dalam dunia jurnalistik.
Dalam kondisi dunia pers yang kini sering kehilangan kendali, buku ini layak
jadi panduan."

 

Hepi Andi Bastoni

Pemimpin Redaksi
Majalah al-Mujtama´

 

ISI BUKU:

 

 

Dustur Ilahi

Pengantar Penerbit

Kata Pengantar: H.M.
Said Budairy

Prawacana

 

Pendahuluan

Bab I

Kebebasan Pers dalam
Islam

I. Pentingnya Kebebasan Pers

II. Kebebasan Pers Menurut Islam: Bukan
Hanya Hak, Tapi Wajib

Kebebasan Berpikir

Ijtihad Menjadi
Salah Satu Dalil Syar'i

Kebebasan Menyatakan Pendapat

      Wartawan Ber-Amar Makruf Nahi Munkar?

      Dakwah bukan Hanya Ceramah

III. Membatasi Kebebasan Pers:
Menghormati Kebebasan Orang Lain

 

Bab II

Konsep Dasar Kerja Pers

I.                  
Mengklasifikasi Sumber Berita

Klasifikasi Jenis Berita

Titik Persamaan Dunia Kehakiman dan Pers

Jumlah Saksi dalam Beberapa Jenis Berita

Berita yang Menyangkut Kepentingan Umum,
seperti Keamanan Negara

II.               
Membekali Kerja dengan Kejujuran

III.            
Menyempurnakan Kejujuran dengan Akurasi

IV.             
Obyektif dalam Menjelaskan Kejadian

V.                
Mematuhi Aturan dan Etika Umum (Kode Etik)

Rincian KEWI

Fikih Islam dan Aturan Umum

Amplop Wartawan dalam Tinjauan Fikih

Hak Cipta dalam Tinjauan Fikih

 

Bab III

Larangan dalam
Pemberitaan

I.                  
Melakukan atau Mengekspos Kebohongan

Bohong yang
Diperbolehkan

II.               
Merugikan Nama Baik Seseorang

Bahaya Ghibah

Ada Ghibah
yang Diperbolehkan

Prinsip-Prinsip
yang Harus Dilakukan dalam 'Kebolehan Ghibah'

Menuduh Zina dengan Tanpa Menyebut Nama

Hukum Hinaan Menurut Syariat

Hukum Menghina Allah SWT

Hukum Menghina Rasulullah SAW

Hukum Menghina Nabi, Selain Nabi Muhammad SAW

Hukum Menghina Para Istri Nabi Muhammad SAW

Hukum Menghina Sahabat Nabi

Hukum Menghina Agama

Hukum Menghina Para Pemimpin

Hukum Menghina Orang Islam

Hukum Menghina Orang yang Sudah Meninggal Dunia

 

I.                  
Rahasia yang oleh Syariat dilarang untuk diekspos

II.               
Rahasia yang Diminta untuk tidak Diekspos (off the
record)

III.            
Informasi yang Dituntut untuk Dirahasiakan

Larangan Menyembunyikan Informasi

Hukum Spionase (Tajassus)

IV.             
Menyebarkan Kerusakan

a.      Berita
Kriminal dalam Tinjauan Syari'ah

1.                     
Kondisi Pertama (Sebelum Pembuktian dari Pihak Pengadilan)

2.                    
Kondisi Kedua (Setelah Pembuktian dari Pihak Pengadilan)

Dekriminalisasi oleh Pers

b.      Delik
Pornografi Menurut Kajian Fikih

Perjalanan Panjang
UU Pornografi

Antara Seni, Alasan
Ekonomi dan Moral

Fikih Membahas
Pornografi

 

 

Bab IV

Fikih Islam dan
Regulasi Pers Indonesia:

Sebuah Perbandingan

 

Devinisi Kejahatan dan Klasifikasinya

Pembagian Pertama

Pembagian Kedua

 

Devinisi Sanksi dan Klasifikasinya

Pembagian Pertama

Pembagian Kedua

Ta´zir

Penutup

Daftar Pustaka

 

-------------------------

 

Ukuran sedang, soft copy, Rp. 30.000,-

Jumlah Halaman: 180 halaman

 

-------------------------

 

Terima kasih,

Salam,

Faris Khoirul Anam

 

3b.

Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKI

Posted by: "WORD SMART CENTER" wordsmartcenter@yahoo.com   wordsmartcenter

Tue Apr 7, 2009 5:35 am (PDT)



Assalamu'alaikum Wr Wb

Luar biasa!
Membaca daftar isinya,
saya sudah tertarik
apalagi membacanya langsung

kang faris
kapan nih, kami di Mesir
melahap buku lezat ini?

mudah2an
banyak buku Fikih --kepenulisan-- lahir

selamat ya

wassalamu'alaikum wr wb

udo yamin majdi

=======================================

--- On Tue, 4/7/09, Faris Milik-Mu <faris_indo@yahoo.com> wrote:
From: Faris Milik-Mu <faris_indo@yahoo.com>
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam]
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Date: Tuesday, April 7, 2009, 11:56 AM

Terima kasih semuanya. Semoga bisa sharing tentang cerita di balik karya itu. Semoga juga mau dibaca, hehe. Untuk yang nggak sempat ngeklik di blog, isinya sbb:

FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut
Islam.

 

Kata Pengantar: HM. Said Budairy

 

Endorsment beberapa tokoh:

 

"Sebuah karya unik
tentang dua disiplin keilmuan yang terlihat berjauhan, namun dapat dipadukan
secara menarik oleh penulis. Pemahamannya yang mendalam tentang syari´ah dan
pengalamannya sebagai jurnalis menjadi modal besar karya tulis ini."

 

Prof Dr Moh Ali
Aziz, M.Ag.

Guru Besar Ilmu
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

"Bahasan tentang
berbagai aturan dan etika media ini menarik karena mengambil sudut pandang
berbeda, dan baru pertamakalinya digunakan oleh pengamat dan penulis media
massa. Berbagai contoh yang disajikan, dari isu pornografi hingga ghibah, kabar bohong, dan amplop
wartawan, membuat kajian ini terasa berpijak ke bumi, karena hal-hal itu kita
hadapi dan kita alami sehari-hari."

 

Sirikit Syah

Pendiri dan Aktivis Lembaga Konsumen Media (Media Watch)

 

 

"Buku ini intinya
menjelaskan bahwa nilai-nilai universal seperti kejujuran (dalam konteks ini
kejujuran dalam menyajikan fakta peristiwa oleh wartawan) adalah selaras dengan
Islam. Penulis sekaligus mengkritisi praktik pers umum yang bebas nilai dalam
menjalankan kebebasan pers."

 

Dr Muhammad Baharun

 Mantan Wartawan Tempo dan Pemateri Diklat
Jurnalistik

 

 

"Sebuah upaya
terpuji dari seorang yang memahami, sekaligus pelaku, agar karya jurnalistik
sesuai dengan tuntunan Allah. Penulis dapat menyajikannya secara akurat, obyektif,
komparatif, dan aplikatif."

 

KH Abdurrahman Navis

Wakil Katib Syuriah
PWNU dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim

 

"Buku ini tak hanya
menjelaskan tentang pentingnya dakwah bil qalam bagi kaum Muslimin, tapi
juga memberikan batasan mana yang `halal´ dan `haram´ dalam dunia jurnalistik.
Dalam kondisi dunia pers yang kini sering kehilangan kendali, buku ini layak
jadi panduan."

 

Hepi Andi Bastoni

Pemimpin Redaksi
Majalah al-Mujtama´

 

ISI BUKU:

 

 

Dustur Ilahi

Pengantar Penerbit

Kata Pengantar: H.M.
Said Budairy

Prawacana

 

Pendahuluan

Bab I

Kebebasan Pers dalam
Islam

I. Pentingnya Kebebasan Pers

II. Kebebasan Pers Menurut Islam: Bukan
Hanya Hak, Tapi Wajib

Kebebasan Berpikir

Ijtihad Menjadi
Salah Satu Dalil Syar'i

Kebebasan Menyatakan Pendapat

      Wartawan Ber-Amar Makruf Nahi Munkar?

      Dakwah bukan Hanya Ceramah

III. Membatasi Kebebasan Pers:
Menghormati Kebebasan Orang Lain

 

Bab II

Konsep Dasar Kerja Pers

I.                  
Mengklasifikasi Sumber Berita

Klasifikasi Jenis Berita

Titik Persamaan Dunia Kehakiman dan Pers

Jumlah Saksi dalam Beberapa Jenis Berita

Berita yang Menyangkut Kepentingan Umum,
seperti Keamanan Negara

II.               
Membekali Kerja dengan Kejujuran

III.            
Menyempurnakan Kejujuran dengan Akurasi

IV.             
Obyektif dalam Menjelaskan Kejadian

V.                
Mematuhi Aturan dan Etika Umum (Kode Etik)

Rincian KEWI

Fikih Islam dan Aturan Umum

Amplop Wartawan dalam Tinjauan Fikih

Hak Cipta dalam Tinjauan Fikih

 

Bab III

Larangan dalam
Pemberitaan

I.                  
Melakukan atau Mengekspos Kebohongan

Bohong yang
Diperbolehkan

II.               
Merugikan Nama Baik Seseorang

Bahaya Ghibah

Ada Ghibah
yang Diperbolehkan

Prinsip-Prinsip
yang Harus Dilakukan dalam 'Kebolehan Ghibah'

Menuduh Zina dengan Tanpa Menyebut Nama

Hukum Hinaan Menurut Syariat

Hukum Menghina Allah SWT

Hukum Menghina Rasulullah SAW

Hukum Menghina Nabi, Selain Nabi Muhammad SAW

Hukum Menghina Para Istri Nabi Muhammad SAW

Hukum Menghina Sahabat Nabi

Hukum Menghina Agama

Hukum Menghina Para Pemimpin

Hukum Menghina Orang Islam

Hukum Menghina Orang yang Sudah Meninggal Dunia

 

I.                  
Rahasia yang oleh Syariat dilarang untuk diekspos

II.               
Rahasia yang Diminta untuk tidak Diekspos (off the
record)

III.            
Informasi yang Dituntut untuk Dirahasiakan

Larangan Menyembunyikan Informasi

Hukum Spionase (Tajassus)

IV.             
Menyebarkan Kerusakan

a.      Berita
Kriminal dalam Tinjauan Syari'ah

1.                     
Kondisi Pertama (Sebelum Pembuktian dari Pihak Pengadilan)

2.                    
Kondisi Kedua (Setelah Pembuktian dari Pihak Pengadilan)

Dekriminalisasi oleh Pers

b.      Delik
Pornografi Menurut Kajian Fikih

Perjalanan Panjang
UU Pornografi

Antara Seni, Alasan
Ekonomi dan Moral

Fikih Membahas
Pornografi

 

 

Bab IV

Fikih Islam dan
Regulasi Pers Indonesia:

Sebuah Perbandingan

 

Devinisi Kejahatan dan Klasifikasinya

Pembagian Pertama

Pembagian Kedua

 

Devinisi Sanksi dan Klasifikasinya

Pembagian Pertama

Pembagian Kedua

Ta´zir

Penutup

Daftar Pustaka

 

------------ --------- ----

 

Ukuran sedang, soft copy, Rp. 30.000,-

Jumlah Halaman: 180 halaman

 

------------ --------- ----

 

Terima kasih,

Salam,

Faris Khoirul Anam

 











3c.

Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKI

Posted by: "Zubair Awwam" zubair_ibnu_awwam@yahoo.com   zubair_ibnu_awwam

Tue Apr 7, 2009 5:37 am (PDT)



selamat ya akhi Faris

wah, senang banget akhirnya bukunya terbit juga

hebat euy

sukses selalu ya!

amin

ila liqo

piss, luv and laugh

tabe!

wassalam

Fiyan Arjun

http://sebuahrisalah.multiply.com

id ym:paman_sam2

fb:bujangkumbang@yahoo.co.id

--- On Tue, 4/7/09, Faris Milik-Mu <faris_indo@yahoo.com> wrote:

From: Faris Milik-Mu <faris_indo@yahoo.com>
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam]
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Date: Tuesday, April 7, 2009, 11:56 AM

Terima kasih semuanya. Semoga bisa sharing tentang cerita di balik karya itu. Semoga juga mau dibaca, hehe. Untuk yang nggak sempat ngeklik di blog, isinya sbb:

FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut
Islam.

 

Kata Pengantar: HM. Said Budairy

 

Endorsment beberapa tokoh:

 

"Sebuah karya unik
tentang dua disiplin keilmuan yang terlihat berjauhan, namun dapat dipadukan
secara menarik oleh penulis. Pemahamannya yang mendalam tentang syari´ah dan
pengalamannya sebagai jurnalis menjadi modal besar karya tulis ini."

 

Prof Dr Moh Ali
Aziz, M.Ag.

Guru Besar Ilmu
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

 

 

"Bahasan tentang
berbagai aturan dan etika media ini menarik karena mengambil sudut pandang
berbeda, dan baru pertamakalinya digunakan oleh pengamat dan penulis media
massa. Berbagai contoh yang disajikan, dari isu pornografi hingga ghibah, kabar bohong, dan amplop
wartawan, membuat kajian ini terasa berpijak ke bumi, karena hal-hal itu kita
hadapi dan kita alami sehari-hari."

 

Sirikit Syah

Pendiri dan Aktivis Lembaga Konsumen Media (Media Watch)

 

 

"Buku ini intinya
menjelaskan bahwa nilai-nilai universal seperti kejujuran (dalam konteks ini
kejujuran dalam menyajikan fakta peristiwa oleh wartawan) adalah selaras dengan
Islam. Penulis sekaligus mengkritisi praktik pers umum yang bebas nilai dalam
menjalankan kebebasan pers."

 

Dr Muhammad Baharun

 Mantan Wartawan Tempo dan Pemateri Diklat
Jurnalistik

 

 

"Sebuah upaya
terpuji dari seorang yang memahami, sekaligus pelaku, agar karya jurnalistik
sesuai dengan tuntunan Allah. Penulis dapat menyajikannya secara akurat, obyektif,
komparatif, dan aplikatif."

 

KH Abdurrahman Navis

Wakil Katib Syuriah
PWNU dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim

 

"Buku ini tak hanya
menjelaskan tentang pentingnya dakwah bil qalam bagi kaum Muslimin, tapi
juga memberikan batasan mana yang `halal´ dan `haram´ dalam dunia jurnalistik.
Dalam kondisi dunia pers yang kini sering kehilangan kendali, buku ini layak
jadi panduan."

 

Hepi Andi Bastoni

Pemimpin Redaksi
Majalah al-Mujtama´

 

ISI BUKU:

 

 

Dustur Ilahi

Pengantar Penerbit

Kata Pengantar: H.M.
Said Budairy

Prawacana

 

Pendahuluan

Bab I

Kebebasan Pers dalam
Islam

I. Pentingnya Kebebasan Pers

II. Kebebasan Pers Menurut Islam: Bukan
Hanya Hak, Tapi Wajib

Kebebasan Berpikir

Ijtihad Menjadi
Salah Satu Dalil Syar'i

Kebebasan Menyatakan Pendapat

      Wartawan Ber-Amar Makruf Nahi Munkar?

      Dakwah bukan Hanya Ceramah

III. Membatasi Kebebasan Pers:
Menghormati Kebebasan Orang Lain

 

Bab II

Konsep Dasar Kerja Pers

I.                  
Mengklasifikasi Sumber Berita

Klasifikasi Jenis Berita

Titik Persamaan Dunia Kehakiman dan Pers

Jumlah Saksi dalam Beberapa Jenis Berita

Berita yang Menyangkut Kepentingan Umum,
seperti Keamanan Negara

II.               
Membekali Kerja dengan Kejujuran

III.            
Menyempurnakan Kejujuran dengan Akurasi

IV.             
Obyektif dalam Menjelaskan Kejadian

V.                
Mematuhi Aturan dan Etika Umum (Kode Etik)

Rincian KEWI

Fikih Islam dan Aturan Umum

Amplop Wartawan dalam Tinjauan Fikih

Hak Cipta dalam Tinjauan Fikih

 

Bab III

Larangan dalam
Pemberitaan

I.                  
Melakukan atau Mengekspos Kebohongan

Bohong yang
Diperbolehkan

II.               
Merugikan Nama Baik Seseorang

Bahaya Ghibah

Ada Ghibah
yang Diperbolehkan

Prinsip-Prinsip
yang Harus Dilakukan dalam 'Kebolehan Ghibah'

Menuduh Zina dengan Tanpa Menyebut Nama

Hukum Hinaan Menurut Syariat

Hukum Menghina Allah SWT

Hukum Menghina Rasulullah SAW

Hukum Menghina Nabi, Selain Nabi Muhammad SAW

Hukum Menghina Para Istri Nabi Muhammad SAW

Hukum Menghina Sahabat Nabi

Hukum Menghina Agama

Hukum Menghina Para Pemimpin

Hukum Menghina Orang Islam

Hukum Menghina Orang yang Sudah Meninggal Dunia

 

I.                  
Rahasia yang oleh Syariat dilarang untuk diekspos

II.               
Rahasia yang Diminta untuk tidak Diekspos (off the
record)

III.            
Informasi yang Dituntut untuk Dirahasiakan

Larangan Menyembunyikan Informasi

Hukum Spionase (Tajassus)

IV.             
Menyebarkan Kerusakan

a.      Berita
Kriminal dalam Tinjauan Syari'ah

1.                     
Kondisi Pertama (Sebelum Pembuktian dari Pihak Pengadilan)

2.                    
Kondisi Kedua (Setelah Pembuktian dari Pihak Pengadilan)

Dekriminalisasi oleh Pers

b.      Delik
Pornografi Menurut Kajian Fikih

Perjalanan Panjang
UU Pornografi

Antara Seni, Alasan
Ekonomi dan Moral

Fikih Membahas
Pornografi

 

 

Bab IV

Fikih Islam dan
Regulasi Pers Indonesia:

Sebuah Perbandingan

 

Devinisi Kejahatan dan Klasifikasinya

Pembagian Pertama

Pembagian Kedua

 

Devinisi Sanksi dan Klasifikasinya

Pembagian Pertama

Pembagian Kedua

Ta´zir

Penutup

Daftar Pustaka

 

------------ --------- ----

 

Ukuran sedang, soft copy, Rp. 30.000,-

Jumlah Halaman: 180 halaman

 

------------ --------- ----

 

Terima kasih,

Salam,

Faris Khoirul Anam

 











3d.

Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKI

Posted by: "Faris Milik-Mu" faris_indo@yahoo.com   faris_indo

Tue Apr 7, 2009 7:42 pm (PDT)



Wa'alaikum salam.
Kapan dan bagaimana ya? Hehe. Yang pasti kalau antum semua sudah mudik ke tanah air :-) Bagaimana kabarnya Ust Udo?
 
Salam,
Faris

--- On Tue, 4/7/09, WORD SMART CENTER <wordsmartcenter@yahoo.com> wrote:

From: WORD SMART CENTER <wordsmartcenter@yahoo.com>
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam]
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Date: Tuesday, April 7, 2009, 5:09 AM

Assalamu'alaikum Wr Wb

Luar biasa!
Membaca daftar isinya,
saya sudah tertarik
apalagi membacanya langsung

kang faris
kapan nih, kami di Mesir
melahap buku lezat ini?

mudah2an
banyak buku Fikih --kepenulisan- - lahir

selamat ya

wassalamu'alaikum wr wb

udo yamin majdi

============ ========= ========= =========

--- On Tue, 4/7/09, Faris Milik-Mu <faris_indo@yahoo. com> wrote:

From: Faris Milik-Mu <faris_indo@yahoo. com>
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Buku Baru Faris Khoirul Anam [FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam]
To: sekolah-kehidupan@ yahoogroups. com
Date: Tuesday, April 7, 2009, 11:56 AM

Terima kasih semuanya. Semoga bisa sharing tentang cerita di balik karya itu. Semoga juga mau dibaca, hehe. Untuk yang nggak sempat ngeklik di blog, isinya sbb:

FIKIH JURNALISTIK - Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam.
 
Kata Pengantar: HM. Said Budairy
 
Endorsment beberapa tokoh:
 
"Sebuah karya unik tentang dua disiplin keilmuan yang terlihat berjauhan, namun dapat dipadukan secara menarik oleh penulis. Pemahamannya yang mendalam tentang syari´ah dan pengalamannya sebagai jurnalis menjadi modal besar karya tulis ini."
 
Prof Dr Moh Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar Ilmu Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya
 
 
"Bahasan tentang berbagai aturan dan etika media ini menarik karena mengambil sudut pandang berbeda, dan baru pertamakalinya digunakan oleh pengamat dan penulis media massa. Berbagai contoh yang disajikan, dari isu pornografi hingga ghibah, kabar bohong, dan amplop wartawan, membuat kajian ini terasa berpijak ke bumi, karena hal-hal itu kita hadapi dan kita alami sehari-hari."
 
Sirikit Syah
Pendiri dan Aktivis Lembaga Konsumen Media (Media Watch)
 
 
"Buku ini intinya menjelaskan bahwa nilai-nilai universal seperti kejujuran (dalam konteks ini kejujuran dalam menyajikan fakta peristiwa oleh wartawan) adalah selaras dengan Islam. Penulis sekaligus mengkritisi praktik pers umum yang bebas nilai dalam menjalankan kebebasan pers."
 
Dr Muhammad Baharun
 Mantan Wartawan Tempo dan Pemateri Diklat Jurnalistik
 
 
"Sebuah upaya terpuji dari seorang yang memahami, sekaligus pelaku, agar karya jurnalistik sesuai dengan tuntunan Allah. Penulis dapat menyajikannya secara akurat, obyektif, komparatif, dan aplikatif."
 
KH Abdurrahman Navis
Wakil Katib Syuriah PWNU dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim
 
"Buku ini tak hanya menjelaskan tentang pentingnya dakwah bil qalam bagi kaum Muslimin, tapi juga memberikan batasan mana yang `halal´ dan `haram´ dalam dunia jurnalistik. Dalam kondisi dunia pers yang kini sering kehilangan kendali, buku ini layak jadi panduan."
 
Hepi Andi Bastoni
Pemimpin Redaksi Majalah al-Mujtama´
 
ISI BUKU:
 
 
Dustur Ilahi
Pengantar Penerbit
Kata Pengantar: H.M. Said Budairy
Prawacana
 
Pendahuluan
Bab I
Kebebasan Pers dalam Islam
I. Pentingnya Kebebasan Pers
II. Kebebasan Pers Menurut Islam: Bukan Hanya Hak, Tapi Wajib

Kebebasan Berpikir
Ijtihad Menjadi Salah Satu Dalil Syar'i

Kebebasan Menyatakan Pendapat
      Wartawan Ber-Amar Makruf Nahi Munkar?
      Dakwah bukan Hanya Ceramah
III. Membatasi Kebebasan Pers: Menghormati Kebebasan Orang Lain
 
Bab II
Konsep Dasar Kerja Pers
I.                   Mengklasifikasi Sumber Berita
Klasifikasi Jenis Berita
Titik Persamaan Dunia Kehakiman dan Pers
Jumlah Saksi dalam Beberapa Jenis Berita
Berita yang Menyangkut Kepentingan Umum, seperti Keamanan Negara
II.                Membekali Kerja dengan Kejujuran
III.             Menyempurnakan Kejujuran dengan Akurasi
IV.              Obyektif dalam Menjelaskan Kejadian
V.                 Mematuhi Aturan dan Etika Umum (Kode Etik)
Rincian KEWI
Fikih Islam dan Aturan Umum
Amplop Wartawan dalam Tinjauan Fikih
Hak Cipta dalam Tinjauan Fikih
 
Bab III
Larangan dalam Pemberitaan
I.                   Melakukan atau Mengekspos Kebohongan
Bohong yang Diperbolehkan
II.                Merugikan Nama Baik Seseorang
Bahaya Ghibah
Ada Ghibah yang Diperbolehkan
Prinsip-Prinsip yang Harus Dilakukan dalam 'Kebolehan Ghibah'
Menuduh Zina dengan Tanpa Menyebut Nama
Hukum Hinaan Menurut Syariat
Hukum Menghina Allah SWT
Hukum Menghina Rasulullah SAW
Hukum Menghina Nabi, Selain Nabi Muhammad SAW
Hukum Menghina Para Istri Nabi Muhammad SAW
Hukum Menghina Sahabat Nabi
Hukum Menghina Agama
Hukum Menghina Para Pemimpin
Hukum Menghina Orang Islam
Hukum Menghina Orang yang Sudah Meninggal Dunia
 
I.                   Rahasia yang oleh Syariat dilarang untuk diekspos
II.                Rahasia yang Diminta untuk tidak Diekspos (off the record)
III.             Informasi yang Dituntut untuk Dirahasiakan
Larangan Menyembunyikan Informasi
Hukum Spionase (Tajassus)
IV.              Menyebarkan Kerusakan
a.      Berita Kriminal dalam Tinjauan Syari'ah
1.                      Kondisi Pertama (Sebelum Pembuktian dari Pihak Pengadilan)
2.                     Kondisi Kedua (Setelah Pembuktian dari Pihak Pengadilan)
Dekriminalisasi oleh Pers
b.      Delik Pornografi Menurut Kajian Fikih
Perjalanan Panjang UU Pornografi
Antara Seni, Alasan Ekonomi dan Moral
Fikih Membahas Pornografi
 
 
Bab IV
Fikih Islam dan Regulasi Pers Indonesia:
Sebuah Perbandingan
 
Devinisi Kejahatan dan Klasifikasinya
Pembagian Pertama
Pembagian Kedua
 
Devinisi Sanksi dan Klasifikasinya
Pembagian Pertama
Pembagian Kedua
Ta´zir
Penutup
Daftar Pustaka
 
------------ --------- ----
 
Ukuran sedang, soft copy, Rp. 30.000,-
Jumlah Halaman: 180 halaman
 
------------ --------- ----
 
Terima kasih,
Salam,
Faris Khoirul Anam
 

4.

Suara Hati Seorang Anak (Untuk Ibu yang Tak Pernah Punya Waktu Untuk

Posted by: "MIAU IMA" yory_2008@yahoo.com   yory_2008

Tue Apr 7, 2009 5:00 am (PDT)



komentarnya:

terimakasih

Terinspirasi dari salah seorang murid :
Ibu hari ini aku menunggu kepulanganmu,tak bisakan kau sisakan waktu buatku, walau hanya sebentar saja? tidak bisa nak, hari ini Ibu mungkin pulang larut malam. ntar aja ya setelah ada waktu, bukankah ini semua buat kamu juga. begitulah katamu setiap waktu ibumengapa ibu tak pernah menghiraukan akukatamu kau ingin membahagiakan akuaku bahagia bila ada ibuaku bahagia bila ibu menemani akumobil, rumah, tabungan yang telah kau berikan padakusudah melebihi batassemua kebutuhan sudah kau penuhisekarang yang aku inginkan adalah ibu bersamakumendengarkan ceritaku........

Ibu, ada seorang laki-laki suka padakuakupun suka padanyanamun aku bingungkatanya kami tak boleh "bersama" sebelum menikahtapi semua teman-temanku melakukannya dan menganggapnya sebagai hal yang biasaku tanya padamu pun, Ibu tak pernah menghiraukannyamenganggap ini masalah sepeledan terus sibuk, hingga seolah-olah dunia ini hanya berisi itu dan itupadahal dunia ini penuh warna
Ibu akhirnya aku melakukannyawalau akhirnya aku tahu itu salahnamun di saat ku mencari jati diri kau tak ada bersamakumaafkan aku Ibu, jika akhirnya aku membuat papa terkena serangan jantungaku hanyalah korban dari keegoisan ibu

Get your new Email address!
Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
5.

(cactcil) CINTA HANYA DIMILIKI SEKALI

Posted by: "Zubair Awwam" zubair_ibnu_awwam@yahoo.com   zubair_ibnu_awwam

Tue Apr 7, 2009 5:34 am (PDT)





CINTA
HANYA DIMILIKI SEKALI

Fiyan
Arjun
http://sebuahrisalah.multiply.comid ym:paman_sam2fb:bujangkumbang@yahoo.co.id

Kalau kau ingin dicintai, cintailah orang lain dan jadilah
orang yang dapat dicintai. -Benjamin Franklin-

"Bagaimana hubungan kamu sama cewek itu, Yan?!"

"Sudah tidak usah dipikir lagi. Ingat cinta kalau tidak
dikejar Ia tidak akan datang sendiri dan cinta hanya bisa dimiliki sekali. Jika
terlambat hempaslah sudah. Kalau begitu kamu sudah bilang belum kalau kamu itu...,"
ujar kawanku lagi suatu siang  menggantung
pertanyaannya di langit-langit warung tenda makan disaat ia ingin mentraktir aku
makan gratis di sebuah warung tenda.

Dengan cekatan kawanku itu menanyakan hubunganku dengan
seseorang-yang pernah aku beritahu sebelumnya kepadanya.

Aku hanya tersenyum sipu. Malu-malu kucing untuk
menjawabnya. Merah dadu wajahku berubah saat 
itu. Terlebih ekor mata minusku masih menjajaki daftar menu pesanan yang
sudah ada di tangan untuk aku pesan.

"Lho, kok diam! Berarti masih dong sama, Dia!" godanya lagi.

Aku semakin mati kutu. Ibarat aku main catur aku sudah kena skak
dari kawanku itu! Aku kalah dalam permainan. Tak bisa berbohong. Apalagi untuk
menghindar dari pertanyaannya.

Lucu memang!

Tapi itulah yang terjadi!

Aku semakin tak bisa berkutik lagi untuk mengatakan yang
semestinya tidak aku katakan kepada kawanku itu.

***

Ya, membicarakan orang terdekat bagiku sama saja
membicarakan tentang anugerah Tuhan-yang bernama cinta. Cinta. Ya, cinta memang
tak pernah habis untuk diperbincangkan. Di mana pun, kapan pun dan bagaimana
pun bentuk rupa cinta itu selalu ada di sana.
Tumbuh subur di setiap hati para pecintanya. Ibarat air zam-zam yang tak pernah
kering walau sering digunakan oleh umat manusia di belahan dunia. Terus mengalir
dan tak lekang oleh waktu.

Begitu juga aku jika membicarakan cinta seperti aku
menceritakan drama tragis hidup sebuah hikayat sepasang kekasih. Sepasang anak
manusia yang menanam rindu berat-yang berakhir dengan lagu sedih setiap para
pecinta yang mendengarnya. Sebuah hikayat kisah-kasih antara Qais dan Laila.
Sebuah kisah tragis sepasang anak manusia yang begitu memendam gelora asmara dan berakhir
dengan kepiluan yang meraja. Tumpah ruah dengan penuh keharuan.

Begitu juga aku terhadap orang yang menurutku sangat
istimewa.. Dia-lah kekasih yang tak pernah dianggap.

Ya, Dia-lah orang-yang sudah aku kenal setahun lalu yang
telah banyak menambal lubang di hati ini yang telah bocor dikarenakan
ketidaktahuanku terhadap cinta sesungguhnya. Dia-lah kekasih yang tak pernah
dianggap itu.

Bukan itu saja bahkan pernah aku lupakan dalam diriku saat
ini. Karena aku tak mau terlalu berharap Dia mau mencintaiku. Begitu juga aku..
Aku tak ingin menyakiti hatinya bila nanti aku terlalu lebih dekat dengannya
dan akhirnya aku hanya bisa melukai hatinya atas ketidakberanian untuk
mengatakan yang sejujurnya. Bahwa aku sangat mencintainya....

***

Memang  kedengarannya
sangat sentimentil bahkan melankolis. Entahlah, atau karena suasananya hingga
aku larut di dalamnya. Atau, jangan-jangan aku ini tipe-tipe yang
termasuk kategori pria romantis-dan yang sering dicari-cari oleh kaum Hawa.
Entahlah, tapi aku rasa seromatis apa pun lelaki bila tak ada seorang yang
patut dicintai itu percuma saja. Sebaliknya betapa pun cantik paras rupa
seorang wanita tanpa pendamping hidup layaknya perahu tanpa nahkodanya.
Terombang-ambing di tengah buritan. Hempas dihantam riak ombak. Halnya, seperti
yang dikatakan kawanku siang itu. Yang memang benar adanya.

."Ingat cinta kalau tidak dikejar Ia tidak akan datang
sendiri dan cinta hanya bisa dimiliki sekali. Jika terlambat hempaslah sudah."

Hmm...Ternyata itu memang benar adanya.

Halnya ketika aku ingin mencoba menjalin sebuah hubungan
bernama penyatuan dua hati dengan ciptaan Tuhan yang bernama makhluk Tuhan yang
paling lembut hatinya.

Ya, lagi-lagi Dia-lah orangnya. Dia-lah kekasih yang tak
pernah dianggapnya oleh aku itu. Sayangnya disaat aku ingin  melakukan sesuatu yang dianggap legal oleh
agama tiba-tiba onak dan duri menghalangi jalanku.

Aku tersendat.

Terseok-seok.

Melangkah dengan tak pasti.

Dan itu tak pernah aku ketahui sebelumnya.

Hingga aku terus berupaya mengejarnya. Tapi lagi-lagi aku
tak mampu untuk menghindari onak dan duri itu. Karena, onak dan duri itu tak
lain adalah ketidaksetujuan kakak-kakak perempuanku untuk aku memiliki orang
yang selama setahun ini aku kenal itu.

Aku yang mendengar itu lagi-lagi  tak bisa berkutik. Hanya bisa pasrah apa yang
dikatakan oleh orang-orang terdekatku. Halnya seperti aku terkena skak
dalam permainan catur. Tak bisa membela diriku. Apalagi mendengarkan alasanku.

Akhirnya, aku pun tahu kenapa mereka tak menyetujuiku. Karena
faktor perbedaan usialah yang-begitu amat dianggap penting bagi mereka. Hingga
mereka memberikan alasan seperti itu kepadaku. Walau bagiku masalah usia tak
penting bagiku saat ini. Namun aku juga tak mau egois dengan apa yang dikatakan
oleh mereka, orang-orang terdekatku. Bukankah mereka juga saudara-saudara
kandungku. Toh, biar bagaimana pun aku masih membutuhkan mereka ketika nanti
aku mengakhiri masa lajangku. Dan tentu saja bukan dengannya. Dengan orang
sangat istimewa selama setahun aku kenal.. Namun walau pun begitu aku pun sudah
senang mengenal cinta Dia. Cinta yang pernah Dia torehkan dalam  hatiku dengan kebaikannya serta ketulusannya
mengenal diriku lebih dekat.

Oh tuhan tolonglah aku/Janganlah kau biarkan diriku/Jatuh cinta kepadanya.

Sebab andai itu terjadi/Akan ada hati yang terluka/Tuhan tolong diriku. (Tuhan Tolong-Derby).

Kampung Rawa, 05 April 2009

Specially to someone di Tanah Minang, Medan.

Janganlah kau gusar akan ciptaanNya. Aku selalu
mendoakanmu.

Aku bukan orang yang seperti kau katakan.
Ingat itu, okay!

6a.

Re: [Ruang Baca] Let's Talk About... (sebuah resensi)

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Tue Apr 7, 2009 7:15 am (PDT)



Alhamdulillah.. terima kasih banyak, Mbak Retno
Suatu kehormatan bagiku sebagai orang pertama yang meresensi buku Mbak
Retno, Mbak Ain, dan Mbak Sinta yang menginspirasi ini.

Buat teman-teman yang lain, datang ya ke cara bedah bukunya tanggal 19 april
mendatang! ^_^

Salam
Lia

On 4/3/09, Bu CaturCatriks <punya_retno@yahoo.com> wrote:
>
> duh, manisnya resensi ini mbak lia.
> buku sederhana kami rasanya bahkan tidak bercerita dgn cara seindah mbak
> lia menuliskan resensi ini, mbak lia.
> terima kasih ya, utk berkenan membaca & menuliskan review indah ini.
> it means a lot to me :)
>
> salam,
>
> -retno-
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com<sekolah-kehidupan%40yahoogroups.com>,
> Lia Octavia <liaoctavia@...> wrote:
> >
> > Judul buku : *Let's Talk About… - Kumpulan
> > Kisah Inspiratif*
> >
> > Penulis : Retnadi Nur'aini, Airin Nisa,
> > Shinta Anita Sari
> >
> > Tebal : 191 halaman
> >
> > Genre : Chicken soup – non fiksi
> >
> > Penerbit : Halaman Moeka Publishing
> >
> > Cetakan : Pertama, Februari 2009
> >
> > ISBN : 978-979-19351-0-4
> >
> >
> >
> > Resensi oleh : Lia Octavia
> >
> >
> >
> >
> >
> > *Ketika Para Sahabat Berbincang*
> >
> >
> >
> >
> >
> > No man is an island - Dalam kehidupan ini, tidak ada seorang pun yang
> dapat
> > hidup sendiri. Karena manusia pada hakekatnya adalah mahluk sosial.
> Selalu
> > ada orang-orang yang mengelilingi dan menjadi bagian dalam runtutan
> kisah,
> > sejarah, dan perjalanan hidup seseorang. Menjadikan setiap peristiwa
> penuh
> > canda dan tawa, juga duka dan air mata. Peristiwa-peristiwa yang
> > mendewasakan seseorang dari hari ke hari. Peristiwa-peristiwa penuh
> hikmah.
> > Demikian juga yang dialami Retno, Ain, dan Shinta. Ketiga sahabat yang
> > sedang berbincang-bincang di dalam buku ini.
> >
> >
> >
> > Apa saja yang dibicarakan ketiga sahabat ini ketika mereka sedang
> bertemu?
> > Perbincangan yang santai sembari minum kopi di sebuah kafe, misalnya,
> tentu
> > saja dengan meminggirkan topik-topik yang berat dan membuat kening
> berkerut.
> > Apakah bergosip membicarakan info terkini mengenai bintang film
> kesayangan?
> > Tidak. Mereka tidak bertukar ramalan cuaca, apakah hari ini akan cerah
> atau
> > hujan. Mereka juga tidak membicarakan apa model pakaian yang sedang
> > ngetrend. Tidak sama sekali. Mereka berbincang mengenai esensi dari
> > persahabatan, keluarga, cinta dan pernikahan, serta keajaiban-keajaiban
> yang
> > terjadi dalam hidup. Hikmah-hikmah di balik berbagai fenomena kehidupan
> yang
> > dialami.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang persahabatan*
> >
> >
> >
> > Sahabat bukanlah orang yang selalu membenarkan tindakanmu, namun sahabat
> > adalah orang yang senantiasa menuntunmu untuk melakukan tindakan yang
> benar.
> > Pada merekalah berbagai kisah dimulai. Seperti bagaimana mereka bertemu,
> > berinteraksi, dan melewati hari-hari. Bukan sebuah hal yang mudah untuk
> > saling mengerti dan memahami, namun juga bukan hal yang sulit untuk
> dijalani
> > oleh Retnadi Nur'aini, Citra, Ain, Yena, dan Shinta.
> >
> >
> >
> > Dalam tujuh tahun usia persahabatan mereka, telah terangkai kisah
> bagaimana
> > mereka bertemu, bertengkar, lalu bertengkar lagi, namun kemudian
> > masing-masing berusaha belajar untuk saling memahami bahwa kekurangan
> yang
> > satu adalah kelebihan yang lainnya. Bagaimana sebuah sms atau chatting
> yang
> > sederhana dapat merubah segalanya. Mengharukan, kocak, ringan. Pengalaman
> > yang mungkin telah dialami banyak orang, namun sedikit sekali yang bisa
> > menghargai, merawat, dan memupuk benih hingga menjadi pohon persahabatan
> > yang rindang dan kokoh. Dalam kisah-kisah persahabatan mereka yang
> > sederhana, mereka telah menemukan inti dari arti persahabatan itu
> sendiri.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang keluarga*
> >
> > * *
> >
> > Orang pertama yang diperbincangkan adalah ibu. Ibu yang merupakan sekolah
> > pertama bagi ketiga sahabat ini, tak ayal lagi merupakan sosok yang
> sangat
> > dicintai dan dihormati. Dari ibu lah, mereka belajar tentang cinta,
> > kesetiaan, pengorbanan, dan bagaimana mengenal Sang Penciptanya. Dan dari
> > ibu juga, mereka belajar memupuk mimpi akan masa depan mereka, bagaimana
> > menjadi orang tua yang baik; ibu bagi anak-anak mereka kelak.
> >
> >
> >
> > Mereka juga berbincang tentang orang tua yang seringkali mereka tidak
> > mengerti atas sikap dan tindakan mereka. Berusaha mengerti mengapa orang
> tua
> > melarang anak gadisnya pergi hingga larut malam. Berusaha memahami
> > kekhawatiran mereka. Berusaha menempatkan pandangan mereka pada sisi
> sebagai
> > orang tua. Tak pelak lagi, melalui kisah-kisah yang mereka alami bersama
> > orang tua, mereka belajar dan berlatih untuk menjadi orang tua yang baik
> > kelak.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang cinta dan keluarga*
> >
> >
> >
> > Cinta selalu menarik untuk diperbincangkan. Seribu satu kisah cinta yang
> > dialami seakan tak ada habisnya untuk diceritakan. Tentang mencintai,
> > pelajaran cinta pertama, pengkhianatan, impian, pengharapan, dan
> pernikahan.
> > Ketiga sahabat ini berbagi pengalaman saat jatuh cinta, saat membangun
> mimpi
> > dan harapan, juga bagaimana mereka mempersiapkan diri menuju gerbang
> > pernikahan. Semua ketakutan dan kekhawatiran yang dialami
> > perempuan-perempuan muda, tercurah di dalam kisah-kisah mereka. Belajar
> > mengenal cinta dan hakekat cinta itu sendiri. Cinta memang tak pernah
> > berhenti bicara hingga manusia itu mengenal siapa dirinya sendiri.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang keajaiban-keajaiban dalam hidup*
> >
> >
> >
> > Setiap peristiwa selalu mengubah segalanya. Yang semula statis menjadi
> > dinamis. Yang semula diam menjadi bergerak. Yang semula murid menjadi
> guru.
> > Ketiga sahabat ini berbincang mengenai keajaiban yang mereka alami saat
> > bersedekah, saat menjahitkan baju pada seorang penjahit sederhana, bahkan
> > saat melakukan rutinitas kegiatan di pagi hari. Kejadian-kejadian yang
> biasa
> > menjadi luar biasa ketika diperbincangkan. Pelajaran yang hanya didapat
> dari
> > sekolah kehidupan. Airin Nisa dan Shinta menuliskan beberapa puisi indah
> > mereka pada bagian ini.
> >
> >
> >
> >
> >
> > ******
> >
> > Buku yang berisi kisah-kisah inspiratif ini ditulis oleh tiga sahabat
> yaitu
> > Retnadi Nur'aini, Airin Nisa, dan Shinta Anita.
> >
> >
> >
> > Retnadi Nur'aini atau Retno lahir di Jakarta, 6 Mei 1984.
> Tulisan-tulisannya
> > telah dimuat di Republika Ahad, Parents Guide, Kawanku, Femina, dll. Ia
> > gemar menulis, melukis, dan membuat kolase. Lulusan Komunikasi Massa
> > Universitas Indonesia tahun 2006 ini kini tinggal bersama Catur Sukono,
> > suaminya, di Ciawi.
> >
> >
> >
> > Airin Nisa lahir di Singapura, 23 Januari 1985. Lulusan jurusan ilmu
> > komunikasi Universitas Indonesia tahun 2002 itu kini berprofesi sebagai
> > Konsultan Public Relations di sebuah perusahaan swasta. Menulis adalah
> > hobinya sejak dibangku sekolah dasar.
> >
> >
> >
> > Shinta Anita lahir di Jakarta, 19 April 1984. Kegemaran menulis
> > mempertemukannya dengan Ain dan Retno dalam redaksi majalah jurusan
> > Komunikasi Universitas Indonesia. Sempat bekerja di sebuah agen
> perjalanan
> > khusus TKI di Korea Selatan, kini Shinta tinggal di Singapura bersama
> > keluarga kecilnya dan terus menulis.
> >
> >
> >
> > Seluruh kisah-kisah yang terangkum dalam buku ini adalah kisah-kisah
> ringan
> > dan segar serta inspiratif yang mereka perbincangkan dan mereka bagi
> bersama
> > saat bersantai, sambil minum kopi atau makan kudapan. Cerita yang telah
> > menjadi bagian dari hidup mereka bertiga dimana melalui kisah-kisah yang
> > mereka perbincangkan inilah mereka menjadi dewasa dan bijak dalam
> memaknai
> > hidup.
> >
> >
> >
> >
> >
> > Jakarta, 2 April 2009 at 11.00 p.m.
> >
> > Dipersembahkan untuk Mbak Retno, Mbak Ain, Mbak Shinta, dengan penuh
> cinta…
> >
> >
> > http://mutiaracinta.multiply.com
> >
> >
> >
> >
> > *******
> >
>
>
>
6b.

Re: [Ruang Baca] Let's Talk About... (sebuah resensi)

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Tue Apr 7, 2009 7:18 am (PDT)



Mbak Fety, kami memang kangen sekali padamu. Namun mengingat Mbak Fety yang
sedang berjuang menuntut ilmu, biarlah rasa kangen kami tertumpah
lewat media internet dan insya Allah buku-buku baru dari teman-teman yang
lain juga menunggumu pulang ke tanah air ^_^

Salam
Lia

On 4/3/09, inga_fety <inga_fety@yahoo.com> wrote:
>
> setelah berfikir bagaimana mendapatkan buku ini, dan meminta mbak ugik
> pesenin, akhirnya mbak ugik yang baik hati dan tidak sombong memberikan
> hadiah untukku bukunya Retno dkk :):)
> tapi, membacanya mesti nunggu balik ke Indo dulu, gpp deh setidaknya
> resensi dari mbak lia cukup mengurangi rasa penasaran.
>
> yang selalu ketinggalan dengan buku-buku baru,
> fety
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com<sekolah-kehidupan%40yahoogroups.com>,
> Lia Octavia <liaoctavia@...> wrote:
> >
> > Judul buku : *Let's Talk About… - Kumpulan
> > Kisah Inspiratif*
> >
> > Penulis : Retnadi Nur'aini, Airin Nisa,
> > Shinta Anita Sari
> >
> > Tebal : 191 halaman
> >
> > Genre : Chicken soup – non fiksi
> >
> > Penerbit : Halaman Moeka Publishing
> >
> > Cetakan : Pertama, Februari 2009
> >
> > ISBN : 978-979-19351-0-4
> >
> >
> >
> > Resensi oleh : Lia Octavia
> >
> >
> >
> >
> >
> > *Ketika Para Sahabat Berbincang*
> >
> >
> >
> >
> >
> > No man is an island - Dalam kehidupan ini, tidak ada seorang pun yang
> dapat
> > hidup sendiri. Karena manusia pada hakekatnya adalah mahluk sosial.
> Selalu
> > ada orang-orang yang mengelilingi dan menjadi bagian dalam runtutan
> kisah,
> > sejarah, dan perjalanan hidup seseorang. Menjadikan setiap peristiwa
> penuh
> > canda dan tawa, juga duka dan air mata. Peristiwa-peristiwa yang
> > mendewasakan seseorang dari hari ke hari. Peristiwa-peristiwa penuh
> hikmah.
> > Demikian juga yang dialami Retno, Ain, dan Shinta. Ketiga sahabat yang
> > sedang berbincang-bincang di dalam buku ini.
> >
> >
> >
> > Apa saja yang dibicarakan ketiga sahabat ini ketika mereka sedang
> bertemu?
> > Perbincangan yang santai sembari minum kopi di sebuah kafe, misalnya,
> tentu
> > saja dengan meminggirkan topik-topik yang berat dan membuat kening
> berkerut.
> > Apakah bergosip membicarakan info terkini mengenai bintang film
> kesayangan?
> > Tidak. Mereka tidak bertukar ramalan cuaca, apakah hari ini akan cerah
> atau
> > hujan. Mereka juga tidak membicarakan apa model pakaian yang sedang
> > ngetrend. Tidak sama sekali. Mereka berbincang mengenai esensi dari
> > persahabatan, keluarga, cinta dan pernikahan, serta keajaiban-keajaiban
> yang
> > terjadi dalam hidup. Hikmah-hikmah di balik berbagai fenomena kehidupan
> yang
> > dialami.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang persahabatan*
> >
> >
> >
> > Sahabat bukanlah orang yang selalu membenarkan tindakanmu, namun sahabat
> > adalah orang yang senantiasa menuntunmu untuk melakukan tindakan yang
> benar.
> > Pada merekalah berbagai kisah dimulai. Seperti bagaimana mereka bertemu,
> > berinteraksi, dan melewati hari-hari. Bukan sebuah hal yang mudah untuk
> > saling mengerti dan memahami, namun juga bukan hal yang sulit untuk
> dijalani
> > oleh Retnadi Nur'aini, Citra, Ain, Yena, dan Shinta.
> >
> >
> >
> > Dalam tujuh tahun usia persahabatan mereka, telah terangkai kisah
> bagaimana
> > mereka bertemu, bertengkar, lalu bertengkar lagi, namun kemudian
> > masing-masing berusaha belajar untuk saling memahami bahwa kekurangan
> yang
> > satu adalah kelebihan yang lainnya. Bagaimana sebuah sms atau chatting
> yang
> > sederhana dapat merubah segalanya. Mengharukan, kocak, ringan. Pengalaman
> > yang mungkin telah dialami banyak orang, namun sedikit sekali yang bisa
> > menghargai, merawat, dan memupuk benih hingga menjadi pohon persahabatan
> > yang rindang dan kokoh. Dalam kisah-kisah persahabatan mereka yang
> > sederhana, mereka telah menemukan inti dari arti persahabatan itu
> sendiri.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang keluarga*
> >
> > * *
> >
> > Orang pertama yang diperbincangkan adalah ibu. Ibu yang merupakan sekolah
> > pertama bagi ketiga sahabat ini, tak ayal lagi merupakan sosok yang
> sangat
> > dicintai dan dihormati. Dari ibu lah, mereka belajar tentang cinta,
> > kesetiaan, pengorbanan, dan bagaimana mengenal Sang Penciptanya. Dan dari
> > ibu juga, mereka belajar memupuk mimpi akan masa depan mereka, bagaimana
> > menjadi orang tua yang baik; ibu bagi anak-anak mereka kelak.
> >
> >
> >
> > Mereka juga berbincang tentang orang tua yang seringkali mereka tidak
> > mengerti atas sikap dan tindakan mereka. Berusaha mengerti mengapa orang
> tua
> > melarang anak gadisnya pergi hingga larut malam. Berusaha memahami
> > kekhawatiran mereka. Berusaha menempatkan pandangan mereka pada sisi
> sebagai
> > orang tua. Tak pelak lagi, melalui kisah-kisah yang mereka alami bersama
> > orang tua, mereka belajar dan berlatih untuk menjadi orang tua yang baik
> > kelak.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang cinta dan keluarga*
> >
> >
> >
> > Cinta selalu menarik untuk diperbincangkan. Seribu satu kisah cinta yang
> > dialami seakan tak ada habisnya untuk diceritakan. Tentang mencintai,
> > pelajaran cinta pertama, pengkhianatan, impian, pengharapan, dan
> pernikahan.
> > Ketiga sahabat ini berbagi pengalaman saat jatuh cinta, saat membangun
> mimpi
> > dan harapan, juga bagaimana mereka mempersiapkan diri menuju gerbang
> > pernikahan. Semua ketakutan dan kekhawatiran yang dialami
> > perempuan-perempuan muda, tercurah di dalam kisah-kisah mereka. Belajar
> > mengenal cinta dan hakekat cinta itu sendiri. Cinta memang tak pernah
> > berhenti bicara hingga manusia itu mengenal siapa dirinya sendiri.
> >
> >
> >
> > *Berbincang tentang keajaiban-keajaiban dalam hidup*
> >
> >
> >
> > Setiap peristiwa selalu mengubah segalanya. Yang semula statis menjadi
> > dinamis. Yang semula diam menjadi bergerak. Yang semula murid menjadi
> guru.
> > Ketiga sahabat ini berbincang mengenai keajaiban yang mereka alami saat
> > bersedekah, saat menjahitkan baju pada seorang penjahit sederhana, bahkan
> > saat melakukan rutinitas kegiatan di pagi hari. Kejadian-kejadian yang
> biasa
> > menjadi luar biasa ketika diperbincangkan. Pelajaran yang hanya didapat
> dari
> > sekolah kehidupan. Airin Nisa dan Shinta menuliskan beberapa puisi indah
> > mereka pada bagian ini.
> >
> >
> >
> >
> >
> > ******
> >
> > Buku yang berisi kisah-kisah inspiratif ini ditulis oleh tiga sahabat
> yaitu
> > Retnadi Nur'aini, Airin Nisa, dan Shinta Anita.
> >
> >
> >
> > Retnadi Nur'aini atau Retno lahir di Jakarta, 6 Mei 1984.
> Tulisan-tulisannya
> > telah dimuat di Republika Ahad, Parents Guide, Kawanku, Femina, dll. Ia
> > gemar menulis, melukis, dan membuat kolase. Lulusan Komunikasi Massa
> > Universitas Indonesia tahun 2006 ini kini tinggal bersama Catur Sukono,
> > suaminya, di Ciawi.
> >
> >
> >
> > Airin Nisa lahir di Singapura, 23 Januari 1985. Lulusan jurusan ilmu
> > komunikasi Universitas Indonesia tahun 2002 itu kini berprofesi sebagai
> > Konsultan Public Relations di sebuah perusahaan swasta. Menulis adalah
> > hobinya sejak dibangku sekolah dasar.
> >
> >
> >
> > Shinta Anita lahir di Jakarta, 19 April 1984. Kegemaran menulis
> > mempertemukannya dengan Ain dan Retno dalam redaksi majalah jurusan
> > Komunikasi Universitas Indonesia. Sempat bekerja di sebuah agen
> perjalanan
> > khusus TKI di Korea Selatan, kini Shinta tinggal di Singapura bersama
> > keluarga kecilnya dan terus menulis.
> >
> >
> >
> > Seluruh kisah-kisah yang terangkum dalam buku ini adalah kisah-kisah
> ringan
> > dan segar serta inspiratif yang mereka perbincangkan dan mereka bagi
> bersama
> > saat bersantai, sambil minum kopi atau makan kudapan. Cerita yang telah
> > menjadi bagian dari hidup mereka bertiga dimana melalui kisah-kisah yang
> > mereka perbincangkan inilah mereka menjadi dewasa dan bijak dalam
> memaknai
> > hidup.
> >
> >
> >
> >
> >
> > Jakarta, 2 April 2009 at 11.00 p.m.
> >
> > Dipersembahkan untuk Mbak Retno, Mbak Ain, Mbak Shinta, dengan penuh
> cinta…
> >
> >
> > http://mutiaracinta.multiply.com
> >
> >
> >
> >
> > *******
> >
>
>
>
6c.

[Catcil] 5 Menit Untuk 5 Tahun

Posted by: "reza dynasti" namaku_dyn@yahoo.com   namaku_dyn

Tue Apr 7, 2009 2:59 pm (PDT)



Dibaca dari Blog: dyn01.wordpress.com
Lebih nyaman baca dari blognya.

Terinspirasi dari lagu Cokelat untuk Indonesia, "5 Menit Untuk 5 Tahun".
Mana
pernah terpikir bahwa PEMILU bisa jadi titik tolak untuk menentukan
segalanya. Menentukan nasib rakyat banyak, menentukan kesejahteraan
Indonesia mau dibawa kemana, menetukan keadilan yang akan kita -rakyat
Indonesia- dapatkan untuk setiap kewajiban yang telah kita lakukan (ya
bayar pajak, ya mentaati peraturan lalu lintas, ya banyak deh...).
Menetukan siapa pemimpin yang akan mewakili kita di dewan sana. PEMILU
adalah penentuan dimana kita akan memilih setan atau manusia yang akan
duduk menjadi pemimpin kita.
Ga mau bayangin deh kalau yang akan duduk di gedung dewan itu adalah mbak kunti, mas genderuwo, om pocong, tante suster ngesot, tuyul, dan berbagai jenis setan yang kerjaannya cuma tidur doang kalau lagi rapat, meleknya cuma malam-malam. Ga kuat buka mata kalau udah siang. Cape deh!
Ga mau bayangin kalau yang nanti menempati posisi wakil rakyat yang mewakili, yang
katanya akan menyalurkan aspirasi kita adalah orang-orang yang cuma
gila jabatan, yang cuma duit melulu yang ada di kepalanya, yang cuma
ingin mencari prestise semata. Mau dibawa kemana Indonesia yang sudah
porak-poranda kaya begini kalau orang-orang yang mengurusnya jenis yang
kayak begini semuanya. Kiamat untuk Indonesia kayaknya bakalan dipercepat, daripada negara lain.
Nah,
9 April 2009 sudah di depan mata. Jangan disia-siakan hak pilihnya.
Kita sudah terlalu pintar untuk diam saja, untuk berpikir pilihan kita
tidak akan membawa perubahan apa pun. Tidak! Sama sekali tidak. Masih
ada orang-orang yang peduli dengan kita, masih ada yang akan
memperjuangkan hak kita sebagai rakyat Indonesia. Maka buka mata, buka
telinga, dan buka hati. Cari siapakah mereka yang akan memperjuangkan
nasib kita, rakyat Indonesia, nasib Indonesia tercinta.
GOLPUT
memang sebuah pilihan. Tapi GOLPUT adalah memilih untuk membiarkan
orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk memimpin bangsa kita.
GOLPUT adalah memilih untuk terdzalimi kembali untuk 5 tahun mendatang. Sungguh kita yang melakukan penentuan semuanya sekarang.

5 menit untuk 5 tahun.Jangan sia-siakan hak pilih anda. Konsekuensi anda tidak memilih adalah
konsekuensi berbahaya untuk menghancurkan INDONESIA. Tidak GOLPUT untuk
Indonesia yang lebih baik. Harapan itu masih ada!!!
Sungguh, HARAPAN ITU MASIH ADA.
Jangan menyerah dulu. Tangan kita yang menetukan segalanya sekarang.

Berbagi foto Flickr dengan teman di dalam Messenger. Jelajahi Yahoo! Messenger yang serba baru sekarang! http://id.messenger.yahoo.com
7.

(Artikel) Cara Membuat eBook EXE

Posted by: "Wahyudi" wahyudi@cei.com.sg

Tue Apr 7, 2009 5:11 pm (PDT)



EXE- adalah program eksekusi yang terdiri dari beberapa file HTML. Jadi
ebook format EXE ini menyerupai dengan desain website. Untuk membuat ebook
format EXE ini anda bisa mendownload templatenya dari link berikut,
Template Ebook EXE.
Kemudian anda tinggal menuliskan artikel yang akan anda buat sebagai ebook
di template tersebut, dan tambahkan link navigasi untuk menghubungkan
semua halaman. Setelah anda menyelesaikan naskah dalam format HTML,
langkah selanjutnya adalah mengcompile file HTML tersebut menjadi file
single dengan menggunakan COMPILER. Sebagai catatan Ebook format EXE ini
hanya bisa dibuka di computer dengan OS Windows. Tapi tidak bisa dibuka
pada Macintosh.
Di bawah ini adalah compiler-compiler ebook EXE yang cukup populer.
Compiler-compiler ini harganya mulai dari US$30 hingga Ratusan US$. Tapi
sebagai percobaan anda bisa menggunakan versi trial, GRATIS.
Bagaimana langkah selanjutnya klik link berikut :
http://duniaebook.wordpress.com/2009/04/04/cara-mudah-membuat-ebook-exe/
Wahyudi
FounderMilis PenulisEbook ( PenulisEbook@yahoogroups.com )
Owner www.TokoEbook.Com dan www.TokoEbook.Biz (Penerbit Ebook & Toko Ebook
Indonesia)
Owner www.DuniaEbook.wordpress.com (Ebook Dunia Masa Depan)
=======================================================================

Nama baru untuk Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan
@rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
8a.

Re: (catatan kaki) Just Usul

Posted by: "Jonru" jonrusaja@gmail.com   j0nru

Tue Apr 7, 2009 5:12 pm (PDT)



Pertanyaannya ini kok mirip pertanyaan yang beberapa waktu lalu
diajukan ke milis FLP?

Memang, saya juga sering bingung karena banyak orang yang mengira
kalau FLP itu sama dengan penerbit Lingkar Pena, sama dengan SK, sama
dengan penulislepas.com, dan entah sama dengan apa lagi.

Bahkan banyak pula orang yang mengira bahwa Sekolah-Menulis Online
(SMO) yang saya kelola adalah bagian dari FLP.

Walah walah... :)

Di milis FLP, saya sudah menjawab pertanyaan ini. Saya mengatakan
bahwa FLP dan Penerbit Lingkar Pena itu masih dalam satu payung
yayasan yang sama, tapi secara organisasi tentu berbeda.

Jadi, kalau dikatakan "Penerbit Lingkar Pena" adalah milik FLP, maka
perlu disampaikan bahwa anggapan ini keliru besar.

Mohon untuk tidak menghubung-hubungkan hal-hal yang tidak berhubungan :)

Mungkin selama ini terlihat berhubungan, karena banyak personilnya yang sama.

Sebagai contoh:
Mas Nursalam adalah pengurus FLP, mantan ketua SK, dan aktif di
PenulisLepas.com.

Tapi ini bukan berarti FLP, SK dan PenulisLepas.com itu saudara kembar :)

--
Thanks dan wassalam

Jonru
Penulis Buku "Menerbitkan Buku Itu Gampang!" (MBIG)
http://www.MenerbitkanBukuItuGampang.com/

Founder PenulisLepas.com & BelajarMenulis.com
http://www.penulislepas.com/v2
http://www.belajarmenulis.com/

Telp: 0852-1701-4194 / 021-9829-3326
YM: jonrusaja

Belajar Menulis Jarak Jauh, Kapan Saja di Mana Saja, Berlaku Internasional
=====>>> http://www.SekolahMenulisOnline.com

Personal blog:
http://www.jonru.net
http://jonru.multiply.com

2009/4/4 Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>:
> Maksudnya apa ya?SK ya SK,FLP ya FLP.Lain rumah,cuma tetanggaan:p.
> Mungkin ini usul yang bagus,asal tidak salah alamat dan tidak salah
> artikulasi,hehe..
> On 4/3/09, ahmad ade <ahmadade@rocketmail.com> wrote:
>> Hmmmm sori dimorrriii.
>> Tanya dan usul : SK (editing dr FLP) sepertinya ada banyak penulis, dah
>> gitu punya Pub house nya ndiri lg. Kenapa para penulis nggak nerbitin di
>> rumah sendiri PH yg dah ada aj? khan mayan sisanya bisa jd kas/tabungan.
>>
>> Gitu juga dg iklan2, klo 10%/transaksi  dr iklan yg masuk, masuk ke kas,
>> khan jadi masuk ke kas tho? mayaaannn ^_^

9.

(catcil) Pengertian Kualitas Nafs

Posted by: "agussyafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Tue Apr 7, 2009 9:26 pm (PDT)



Pengertian Kualitas Nafs

By: Prof. Dr Achmad Mubarok MA

Al-Quran menegaskan bahwa pada dasarnya nafs diciptakan Allah SWT dalam keadaan sempurna. Sebagai perangkat dalam (rohani) manusia, nafs dicipta secara lengkap, diilhamkan kepadanya kebaikan dan keburukan agar ia dapat mengetahuinya.

Dan (demi) jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. al-Syams / 91:7-11).

Nafs adalah al-jawhar atau substansi yang menyebabkan manusia berbeda kualitasnya dengan makhluk yang lain, yakni yang menyebabkan manusia maupun menggagas, berfikir dan merenung, kemudian dengan gagasan dan pikirannya itu manusia mengambil keputusan, an dengan pikirannya itu manusia juga dapat menangkap rambu-rambu dan simbol-simbol yang membuatnya harus memilih jalan mana yang harus ditempuh.

Menurut al-Quran, nafs memiliki kemerdekaan dan memiliki peluang apakah kemudian cenderung kepada kebaikan dan alergi kepada keburukan atau sebaliknya, bergantung kepada faktor-faktor yang mempngaruhinya. Faktor terpenting dalam hal ini adalah bagaimana manusia mengendalikan kodrat fitriahnya, tabiat individualnya serta daya responnya terhadap lingkungan sebelum melakukan suatu perbuatan.

Menurut al-Quran, nafs memiliki kemerdekaan untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, dan dengan alat bantu yang tersedia, memungkinkannya memilih jalan atau mengubah keputusan, sehingga suatu nafs memutuskan untuk memilih jalan yang menuju kepada martabat takwa, dan di waktu yang lain menyimpang ke jalan yang sesat.

Dalam surat al-Isra / 17:15 disebutkan:

Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah SWT, maka sesungguhnya ia telah berbuat bagi keselamatan dirinya, dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya ia tersesat (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain dan Kami tidak mengazab sebelum kami mengutus seorang rasul.

Sejalan dengan kemerdekaan yang diberi oleh Allah SWT, nafs juga diberi tanggung jawab dan otonomi. Seperti dijelaskan ayat diatas, bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan Tuhan tidak akan memberi azab sebelum terlebih dahulu memberi rambu-rambu yang harus dipatuhi melalui rasulnya. Kemrdekaan dan tangung jawab nafs itu diberikan sedemikian rupa hingga tuhan mengingatkan bahwa Dia mengetahui sisi dalam yang disembunyikan manusia. Surat Qaf / 50:16 menyebutkan bahwa apa yang dibicarakan oleh nafs yang tidak mendengar oleh panca indra manusia, diketahui oleh Allah SWT.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya (QS. Qaf / 50:16).

Kualitas nafs seseorang bisa meningkat dan bisa menurun, dan hal ini berkaitan dengan sistem yang melibatkan jaringan tabiat dan fitrah manusia. Kualitas nafs yang telah dibentuk pada seseorang membentuk sistem pengendalian oleh tiap-tiap individu, sehingga seseorang kuat dan yang lain ada yang lemah dalam menghadapi godaan yang datang dari luar. Hal ini diisyaratkan oleh al-Quran surat al-Naziat / 79:40-41:

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya sorgalah tempat tingglnya.

Surat al-Hasyr / 59:9 juga menghubungkan kualitas nafs dengan tingkat kecintaan kepda harta benda.

dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang-orang yang beruntung.

Fisik manusia, meski genetikanya sehat, tetapi proses kehamilannya, kelahiran dan lingkungan hidup selanjutnya mempengaruhi tingkat kesehatannya. Demikian juga kesehatan nafs, meskipun pada dasarnya ia ciptaan Allah SWT dalam keadaan sempurna seperti yang disebut dalam surat al-Syams / 91:7-8, tetapi pemeliharaan dan pemupukannya seperti yang diisyaratkan dalam surat al-Naiat / 79:40, surat al-Hasyr / 59:9, dan surat al-Syams / 91:9-10 di atas, melahirkan tingkatan nafs yang berbeda-beda pada tiap orang. Pada orang dewasa yang berakal, tingkatan nafs disebut dalam al-Quran dalam beberapa tingkatan, seperti al-Nafs al-Ammarah, al-Nafs al-Lawwamah dan al-Nafs al-Muthmainnah. Sedangkan pada anak-anak yang belum mukallaf, al-Quran menyebut nafs untuk mereka dengan nama nafs zakiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan jiwa yang suci.

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii

--
Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU) Minggu, tanggal 17 Mei 2009, di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sud-Tim, Ciledug. TNG. Program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU)' mengajak. 'Mari, hindari penggunaan kantong plastik berlebihan, bawalah kantong belanja sendiri. Sebab Kantong plastik jenis polimer sintetik sulit terurai- Bila dibakar, menimbulkan senyawa dioksin yang membahayakan- Proses produksinya menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.' Mari kirimkan dukungan anda pada program 'Amalia Cinta Bumi' (ACIBU) melalui http://agussyafii.blogspot.com atau sms 087 8777 12431


10.

[Ruang Kantor][Catcil]Hak atas Suatu Ekspresi

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Tue Apr 7, 2009 10:03 pm (PDT)



*Hak atas Suatu Ekspresi *

Senin kemarin, jadwalnya Kepala Cabang (KC) saya untuk berkunjung sekaligus
mengikuti pengajian pekanan. Saya cukup maklum ketika beliau hanya beberapa
kali dalam satu pekan mengunjungi cabang dimana tempat saya bekerja. Beliau
dijuluki dengan sebutan Kepala Cabang yang berpoligami, artinya satu kepala
cabang membawahi dua kantor cabang. Beliau juga disibukkan dengan berbagai
agenda. Tapi hal tersebut tidak menjadi alasan untuk beliau mengetahui
perkembangan cabang dan juga kinerja bahkan karakter dari anak buahnya.

Sore itu, setelah saya menjadi guru pengganti Matematika kelas 6SD (dan
sungguh ini menjadi wisata rohani untuk saya) dikarenakan salah satu guru
berhalangan hadir, saya langsung menemui rekan kerja saya yang diamanahi
sebagai keuangan cabang. Beliau bercerita, dua kali Kepala Cabang saya
bertanya mengenai perubahan yang terjadi dengan saya.

Sempat saya terdiam beberapa lama.

Rekan saya berkata, bahwa KC saya itu menanyakan masalah apa yang saya
hadapi sekarang, dan beliau mengira ini dikarenakan salahnya, beliau
khwatir ada kesalahan dalam kepemimpinannya terhadap saya, dan saya menjadi
tak nyaman sehingga ekspresi saya hari itu menjadi berbeda.

Ah, saya sangat bersyukur mempunyai pimpinan yang tahu betul dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dengan anak buahnya. Sempat suatu waktu KC
saya mengakui bahwa dalam urusan pekerjaan saya orang yang cukup berani
mengemukakan hal-hal yang tidak saya sukai secara gambling, karena saya
berfikir apapun harus dikomunikasikan. Itulah salah satu esensi dari kinerja
team. Dan beliau juga cukup tahu bahwa saya termasuk orang yang sering
bercanda. Namun ekspresi saya hari itu menjadi pertanyaan untuknya.

Salahkah menjadi orang yang ekspresif?

Setidaknya akhir2 ini saya sering ditanya apa yang sedang terjadi dengan
diri saya. Saya cukup menjawabnya dengan senyuman. Pernah suatu waktu saya
membuat topeng di wajah saya. Tapi toh akhirnya terbaca juga dengan satu
kalimat pernyataan dari seorang teman "mata lu gak pernah bisa bohong Nia".

Saya akhirnya berfikir bahwa orang lain berhak atas suatu ekspresi di wajah
kita, karena sejatinya kita ditakdirkan hidup secara berjamaah. Tidak
sendiri. Jadi wajar saja ketika orang lain menanyakan ekspresi-ekspresi di
wajah saya.

Jika perubahan ekspresi itu terjadi di wajah saya, seorang Nia yang biasanya
'jumpalitan' menjadi seorang yang lebih 'diam' maka fahamilah bahwa saya
hanya tidak rela PERUBAHAN menunggu saya terlalu lama. Artinya bahwa saya
membutuhkan waktu untuk merenung, bukan disebabkan oleh si A, si B, atau si
C. apalagi Mr. KC

Sungguh, padaNya saya belajar banyak hal… tentang banyak kesalahan dan
teguran lewat banyak kejadian. Saya yakin Dia tidak akan menjadikan sesuatu
terjadi tanpa sebuah pengajaran. Mungkin disanalah letak pentingnya sebuah
pembelajaran.

Musik pengiring : alunan biolanya PadaMu Ku Bersujud (Afgan) yang terngiang
ditelinga.

Haha.. jadi inget jawaban keuangan cabang kepada mr. KC "mungkin gara2
komputernya kesamber petir Pak.." hihi.. hmmmmm.. mungkin..
11.

(catcil) Indahnya Kebaikan

Posted by: "agussyafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Tue Apr 7, 2009 11:12 pm (PDT)



Indahnya Kebaikan

By: agussyafii

Tumbuh besar dilingkungan orang-orang yang penuh cinta membuat saya begitu mudah memahami indahnya kebaikan, seperti kemaren saya menerima tamu yaitu sahabat-sahabat saya yang berkunjung ke kantor seolah tiada henti, Mbak Maya yang hadir di siang hari untuk sekedar bertegur sapa. Kunjungan Mbak Yessy, seorang teman yang sudah lama tidak pernah bertemu. Malam hari saya bertemu dengan Kang Herry dengan untaian kasih sayang untuk Hana, putri saya yang tercinta. Itulah indahnya kebaikan buat saya.

Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Syam / 91:8 bahwa manusia secara fitri diciptakan Allah SWT dengan memiliki perangkat untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, dan surat al-Balad / 90:10, menyebutkan bahwa kepada manusia diberi peluang untuk memilih satu di antara dua jalan hidup yang telah disediakan, jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Untuk itu, pada setiap manusia terdapat faktor-faktor penggerak untuk menuju ke dua jalan itu. Jika penggerak atau motif kepada kejahatan bersumber dari hawa nafsu yang digelitik oleh waswas setan untuk segera mencari jalan pemuasannya, maka penggerak kepada kebaikan sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai motif yang diorganisir oleh aql dan qalb.

Meskipun manusia telah memiliki potensi kebaikan, tetapi penggerak kepada kebaikan tidak muncul dari ruang kosong, melainkan dari pengalaman perjalanan hidup seseorang, dari budaya di mana orang itu hidup, dan dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing orang. Orang yang berada dalam lingkungan maksiat tanpa ada stimulus kebaikan yang mengimbanginya, maka penggerak kepada keburukan akan lebih subur pada orang itu. Sebaliknya orang yang hidup di tengah lingkungan yang sehat dan baik, dan ia sendiri menempuh cara hidup yang baik seperti yang dilakukan oleh orang lain, maka penggerak kepada kebaikan akan muncul dan terpelihara. Dalam lingkungan yang kondusif pada kebaikan, akal dan qalb dapat mengorganisir tuntutan berbagai dorongan psikologis dalam dirinya untuk diarahkan sesuai dengan iklim psikologis di mana orang itu hidup.

Orang yang mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, jika dorongan kepada kejahatan (negatif)-nya yang lebih dominan, maka dorongan psikologis yang berkembang pada orang itu adalah motif balas dendam. Sedangkan bagi orang yang potensi kebaikan (positif)-nya lebih kuat, ketika mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, maka dorongan psikologis yang tumbuh dalam dirinya adalah motif untuk membela sesama orang tertindas.

Orang yang memiliki motif balas dendam, tingkah lakunya destruktif dan tidak terkendali, dan kepuasannya tercapai jika melihat lawannya menderita. Sedang orang yang tingkah lakunya tetap terkendali dan pemuasannya bukan pada melihat kekalahan lawan, tetapi pada kemampuan mengendalikan diri menahan amarah dan tidak bertindak destruktif sehinga meraih kemenangan dengan cara memuliakan orang lain sekalipun itu musuh atau orang yang paling dibencinya dimuka bumi ini. dalam bahasa jawa apa juga filosofi 'ngeluruk tanpo bolo-menang tanpo ngasorake.

Muncul dan suburnya penggerak atau motif kepada kebaikan juga berhubungan dengan cara hidup. Jika seseorang menempuh jalan hidup yang sesat, jauh dari petunjuk agama, maka penggerak kepada kebenaran terhalang pertumbuhannya, tetapi jika jalan hidupnya mengikuti petunjuk agama, beriman dan melakukan amal saleh, maka seperti yang diisyaratkan surat Yunus / 10:9, potensi iman yang ada di dalam hatinya mendesak dan mempengaruhinya untuk melakukan kebaikan.

Sesungguhnya orang-orang beriman dan melakukan amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Allah mereka karena imannya. (QS. Yunus / 10:9).

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa antara motif dan perbuatannya terdapat hubungan saling isi mengisi. Motif kepada kebaikan yang merespons dengan perbuatan baik, akan menyuburkan motif kepada kebaikan. Sebaliknya amal saleh yang dilakukan terus-menerus juga akan menumbuhkan motif-motif baru kepada kebaikan. Seperti orang yang melakukan kemaksitan dapat tenggelam dalam lumpur kemaksiatan, sehingga ia tidak bisa bangkit kembali, maka terbang melayang-layang di langit kebajikan akan memperluas wilayah dan memperkuat daya jelajah dorongan kepada kebajikan.
Sejalan dengan itu, Rasullah pernah mengatakan bahwa menempuh jalan ilmu akan memudahkan seseorang mencapai sorga.

Orang yang berbahagia adalah orang yang merespons secara positif dorongan psikologis kepada kebaikan yang ada dalam dirinya, selanjutnya ia merasa tenang dengan pilihannya, patuh kepada perintah Allah SWT dan melakukan secara maksimal perbuatan kebajikan. Orang-orang yang mencapai tingkatan ini diterangkan oleh al-Qur'an dalam surat al-Tawbah / 9:112.

Mereka adalah orang yang bertaubat, yang beribadat, yang bertahmid, yang mengembara, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar, ada yang memelihara hukum-hukum Allah. Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin itu (QS. al-Tawbah).

Wassalam,
agussyafii

--
Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU) Minggu, tanggal 17 Mei 2009, di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. Program 'Amalia Cinta Bumi (ACIBU)' mengajak. 'Mari, hindari penggunaan kantong plastik berlebihan, bawalah kantong belanja sendiri. Sebab Kantong plastik jenis polimer sintetik sulit terurai- Bila dibakar, menimbulkan senyawa dioksin yang membahayakan- Proses produksinya menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.' Mari kirimkan dukungan anda pada program 'Amalia Cinta Bumi' (ACIBU) melalui http://agussyafii.blogspot.com atau sms 087 8777 12431


Recent Activity
Visit Your Group
Dog Groups

on Yahoo! Groups

discuss everything

related to dogs.

Group Charity

Citizen Schools

Best after school

program in the US

All-Bran

Day 10 Club

on Yahoo! Groups

Feel better with fiber.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: