Kamis, 31 Januari 2013

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3683

1 New Message

Digest #3683
1
(Opini) Menguatkan PKS by "Yons Achmad" freelance_corp

Message

Wed Jan 30, 2013 5:31 pm (PST) . Posted by:

"Yons Achmad" freelance_corp

Semalam saya memantau Twitter. Isinya sebagian besar menghujat PKS. Ya,
setelah presidennya, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dijadikan tersangka oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap "Sapi". Dalam
keterangan resminya, orang nomor satu dalam tubuh partai ini menghimbau
kepada kader-kadernya "kepada seluruh jajaran, kader dan seluruh pengurus
partai, Saya berharap para kader tetap menahan diri, terus berdoa, dan
menyerahkan semua urusan pada Allah SWT, dan terus berjuang agar negeri
kita ini bebas dari korupsi. Karena tindakan itu merugikan negara dan
menyengsarakan rakyat, dan pemberantasan korupsi itu sudah menjadi komitmen
PKS" (Sumber: Situs PKS.or.Id 30 Januari 2013 | 23:45 WIB). Semalam, saya
menahan diri untuk tidak berkomentar sambil merenung-renung tentang
bagaimana sebenarnya kita bersikap adil dalam kasus ini.

Pagi sebelum pukul enam saya meluncur ke kantor setelah sebelumnya sempat
membeli tiga Koran: Kompas, Republika, Tempo untuk melihat bagaimana media
cetak memberitakan kasus tersebut. Ternyata memang benar dugaan saya. Pada
halaman pertama Koran-koran tersebut semuanya berisi tentang berita Lufhfi
Hasan Ishaaq sebagai tersangka KPK. Di Republika dilengkapi dengan foto
sang tokoh yang tersenyum sambil melambai tangan, di Tempo sang tokoh berdiri
sambil memegang kepalanya. Tapi, agak mengejutkan, di Kompas yang dikenal
sebagai Koran yang dimiliki bukan orang Islam malah berbagi isu dengan
kasus narkoba Wanda Hamidah dan tidak disertai foto Lufhfi Hasan Ishaaq.
Wajar-wajar saya, tidak memberitakan dengan bombastis. Dari segi analisis
media, yang demikian perlu dilakukan pengkajian mendalam.

Tetapi, saya tak sedang ingin melakukan pengkajian politik media cetak
tersebut. Saya justru tertarik dengan arus informasi yang beredar di ranah
sosial media. Seperti yang saya sebutkan diatas, sebagian besar para
pengguna Twitter yang saya pantau menghujat habis-habisan PKS. Sementara,
kader-kader PKS sendiri cenderung bertahan, memang ada satu dua yang
memberikan argumentasi tentang kejanggalan-kejanggalan atas proses sang
tokoh dijadikan tersangka oleh KPK, tetapi isu itu tenggelam. Yang demikian
saya kira wajar, sebab publik memang saat ini cenderung lebih percaya KPK
daripada partai politik.

Lantas, bagaimana membaca arus informasi tersebut? Sejak semalam saya
merenung-renungkan hal ini, sampai saya akhirnya menemukan jalan pembacaan
yang saya kira adil. Saya kira, tanpa bermaksud sok bijak dan sok membela
PKS, kita mesti mendudukan perkara dengan akal sehat dan pikiran jernih. Untuk
sementara, (jika ada), kita perlu hapuskan dulu kebencian-kebencian pada
partai ini.

Saya juga begitu. Jujur saya kerap kesal dengan tingkah polah para elit
partai ini. Dengan gaya yang sok wah, rapat-rapat juga sekarang di
hotel-hotel mewah. Lagaknya benar-benar membuat dongkol. Kalau coba-coba
mengkritik, satu sematan yang sering dimunculkan dengan cap sebagai
"Barisan Sakit Hati". Sementara, kalau ada kader PKS yang berbuat salah,
mereka dengan enteng bilang "Kita Bukan Jamaah Malaikat". Yang demikian
bagi saya benar-benar menjengkelkan. Tapi, kekesalan saya itu akhirnya
memudar setelah saya beromantisme pada saat menjadi mahasiswa pada sebuah
perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah.

Jujur, saat menjadi mahasiswa selain saya belajar tentang pelajaran
"Sekuler" Ilmu Komunikasi, juga setiap seminggu sekali mendapatkan siraman
spiritual oleh guru-guru (murobi) saya di PKS. Guru-guru saya di PKS itu
sebagian besar memang dosen-dosen juga di kampus itu. Saya benar-benar
merasakan waktu itu, kalau guru-guru itu benar-benar tulus berbagi dan
membina anak-anak muda (pemuda) untuk bisa menjalankan Islam secara baik.
Tak melulu saya dan teman-teman mahasiswa lain waktu itu belajar di kampus,
tetapi juga diajak ke kampung-kampung, ke desa-desa juga untuk membina
orang-orang disana, berbagi dan belajar bersama bagaimana bisa memahami
Islam dengan baik dan menjalankannya, tak sekedar sebagai ilmu semata.

Selepas kampus, saya bekerja dan berkarya di Jakarta. Tidak aktif di PKS
lagi. Disinilah, di kota inilah saya melihat bagaimana elit-elit partai
benar-benar bobrok. Saya jarang sekali melihat orang-orang yang tulus.
Termasuk orang-orang PKS sendiri. Memang ini subyektifitas saya. Hingga
pada akhirnya saya tidak percaya lagi dengan yang namanya partai politik.
Bahkan partai Islam, partai yang mengaku sebagai partai dakwah macam PKS
sekalipun. Hingga, saat kasus yang menjerat presiden PKS ini menjadi berita
heboh di media, saya yang sekian lama berlepas diri dari partai ini kembali
memikir ulang tentang partai ini dan bagaimana seharusnya bersikap. Setelah
saya renung-renungkan, ada beberapa pemikiran tentang kasus ini:

*Pertama.* Saya membaca arus informasi di media baik elektronik, cetak
maupun online bahkan sosial media sebagian besar tidak adil dalam memandang
persoalan. Saya tak tahu kenapa banyak sekali orang dan media menghujat PKS
dengan begitu hebatnya, yang belum tentu juga presiden PKS tersebut terlibat
suap. Hal ini mengingatkan kasus Misbahun yang dinyatakan bersalah tapi
kemudian pengadilan resmi negeri ini menyatakan tidak bersalah dalam kasus
Bank Century. Memang, yang demikian wajar dengan alasan orang-orang sudah
muak dengan partai. Tapi, saya kira sebenci apapun kita terhadap sesuatu,
bersikap adil mesti dikedepankan. Agak normatif memang kedengarannya, tapi
sepertinya harusnya memang begitu.

*Kedua.* Saya kira, saya setuju dengan seorang teman yang mengatakan "Tak
perlu buru-buru menuduh dan tak perlu juga buru-buru mengelak. Semoga hukum
ditegakkan dengan benar." Saya pikir-pikir, kata-kata ini benar juga, agar
kita berhati-hati dengan persoalan yang masih remang-remang, belum jelas
benar tidaknya. Tapi, bagaimanapun juga, saya juga setuju ketika seorang
teman juga mengatakan bahwa apapun yang terjadi semua ini perlu menjadikan
instropeksi bagi partai Islam atau ormas-ormas Islam lainnya. Sebab nama
Islam memang dipertaruhkan. Ketika aktifis atau pegiat-pegiatnya melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan hukum, jelas nama baik Islam akan kebawa.

*Ketiga.* Justru kalau kita jeli, dalam soal strategi komunikasi, kasus ini
bisa menjadi semacam "Berkah" bagi PKS sendiri untuk melihat bagamana
publik, komunitas atau kelompok-kelompok memandang PKS. Saya lihat
sepintas, yang paling girang betul dengan berita presiden PKS dijadikan
tersangka adalah orang-orang liberal, kelompok-kelompok kiri. Juga (maaf)
kelompok dari komunitas muslim sendiri yang berseberangan dengan PKS (tak
perlu saya sebut organisasinya). Juga, orang-orang yang dulu pernah
bergabung di PKS tapi kecewa karena ada ketidakberesan dalam tubuh partai.
Kalau litbang PKS jeli memandang persoalan ini, justru bisa menjadi
informasi, database, survey gratis bagaimana publik memandang PKS. Untuk
selanjutnya instropeksi dan melakukan pembenahan secara menyeluruh demi
perbaikan ke depan.

Nah, dari ketiga pembacaan ini, saya kira hujat menghujat, apalagi sesama
muslim tidak ada gunanya. Walaupaun maaf saya juga sering melakukannya.
Termasuk saya sendiri juga sering kesal dengan partai ini. Tapi, sekali
lagi saya hanya sedang berusaha memandangnya secara adil sepanjang saya
bisa. Saya tak bermaksud membelanya secara buta, saya sendiri toh sekarang
bukan bagian dari PKS lagi. Tapi, hanya mencoba bersikap dewasa dalam
memandang persoalan ini. Saya percaya masih banyak orang bersih dalam tubuh
partai ini, dalam tubuh PKS. Jadi, saya kira langkah paling produktif
adalah kita perlu menguatkan PKS untuk melakukan langkah pembenahan, kalau
perlu pembersihan kalau ada kader partai yang terbukti kotor, bukan
menghujat dan menyerang habis-habisan. (Yons Achmad)

http://wasathon.com/opini_anda/read/menguatkan_pks/

Tidak ada komentar: