Minggu, 22 Juni 2014

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3802

1 Message

Digest #3802
1
Republik Buto Cakil by "Teha Sugiyo" kembangpring049

Message

Sat Jun 21, 2014 11:41 pm (PDT) . Posted by:

"Teha Sugiyo" kembangpring049

REPUBLIK BUTO CAKIL
 
Oleh
Teha Sugiyo
 
  Azman Krida dalam Serat-seratanmelukiskan dialog antara Buto Cakil, saat bertemu
Arjuna di hutan wilayah kekuasaannya.  ButoCakil yang bertubuh kecil itu, sifat-sifatnya
sama sekali tak beda dengan bangsa raksasa: angkuh, congkak, sombong, dan
tak  punya tatakrama. Ketika Arjuna
lewat, dengan gerak cepat dia meloncat terbang turun dari batang pohon jumpalitan, pethakilan, petentang-petentengmenghadangnya.
"Siapakah kau dan apa
maksudmu datang ke tempat ini?" kata Cakil  tegas dengan suara cempreng melengking tinggi menghentikan langkah Arjuna.
"Siapakah kau dan apa
maksudmu menghentikan langkahku?" jawab Arjuna.
"Eeee... ba… bo….ba…
bo…, ditanya malah ganti bertanya! Aku adalah Cakil, ksatria dari kerajaan
Gondomayit! Hentikan langkahmu dan kembalilah! Ini perintah dari rajaku!"
kata Cakil.
"Aku adalah Arjuna, dan
aku tetap akan meneruskan perjalananku, apa pun yang terjadi, hai Buto Cakil!"
jawabnya.
"Ba… bo… ba… bo…
Arjunaaa…, pulanglah! Tak ada guna kau meneruskan perjalananmu! Kembali, atau
mati di tanganku!"Buto Cakil mulai bersiap, karena dia melihat Arjuna
pun juga bersikap sama.
"Dengan berat hati, aku
tak kan kembali Buto Cakil!" jawabnya.
Ketika Arjuna berhenti berkata-kata, Buto Cakil
telah meloncat menyerangnya dengan beringas. Arjuna yang telah bersiap
sebelumnya, dengan tenang dapat menghindari  serangan Buto Cakil. Ia menyerang balik. Sebuah
medan pertempuran yang mengerikan: saling serang, saling sikut, berloncatan,
dan sesekali terbang di antara pepohonan. Debu-debu  beterbangan, teriakan mengaduh, suara
benturan, dan kilat saling menyambar dari kedua laki- laki itu, menunjukkan
bahwa pertempuran semakin meningkat, hingga masing-masing telah mengeluarkan
senjatanya.
Saat menyerang dengan beringas, Cakil lupa akan
pengamanan dirinya. Dengan sekali gerak, Arjuna berhasil meraih tangan yang
menjulurkan kerisnya. Dengan sangat cepat dan tak terduga, tangan Cakil
berhasil diputar dan menancaplah keris itu ke tubuh tuannya sendiri. Cakil pun
gugur!
Gambaran komunikasi antara Buto Cakil dan Arjuna tak ubahnya dengan gambaran komunikasi yang
terjadi di republik ini, pada saat-saat menjelang pemilihan legislatif (pileg), beberapa waktu silam, dan kini
terjadi lagi saat-saat menjelang pemilihan presiden  (pilpres).
Komunikasi yang nadanya sarat dengan ancaman, saling menyerang, saling menjatuhkan,
saling mengritik, saling menyalahkan, saling  mengejek dan melecehkan itu telah merambah di
berbagai aspek kehidupan para pendukung capres. Hasil komunikasi negatif itu dapat
kita saksikan dalam berbagai hal mengenaskan, tidak hanya dalam perang
antarpendukung capres di media sosial, tetapi juga dalam kondisi lain seperti:
tawuran antarsekolah, gontok-gontokan dalam rapat legislatif, pelecehan
seksual, pembunuhan,  korupsi, dan
ambruknya nilai-nilai moral.  Komunikasi  semacam itu tentunya jauh dari kesantunan dan
peradaban.
Di kalangan generasi muda, kita mengenal
istilah-istilah alay (anak layangan,
anak lebay, suka melebih-lebihkan), ababil (abg labil), dengan berbagai
istilah komunikasi, baik melalui jejaring sosial maupun tatap muka. Generasi alay dan ababil itu berkarakter lemah: banyak mengeluh, reaktif, cepat
marah, posesif, impulsif, meledak-ledak, tergesa-gesa, dan selalu menunjukkan
rasa tidak aman.  Mereka masuk ke dalam perangkap
abadi, wabah AIDS, arogan, iri, dengki
dan serakah (Sumardianta).
 Canggihnya
media komunikasi dapat menjadi berkah sekaligus bencana. Berkah, jika
dimanfaatkan secara positif untuk peningkatan peradaban. Bencana jika
disalahgunakan untuk meniupkan hal-hal negatif.  Alat-alat komunikasi yang canggih itu dapat mendekatkan yang jauh dan
menjauhkan yang dekat. Perhatikan di berbagai tempat pertemuan anak muda atau
orang tua. Kalau mereka tidak sibuk bergosip, mereka pasti sibuk dengan
berbagai peranti canggih  yang
memiliki fungsi praktis spesifik dengan kegunaan tertentu (gadget). Di mana-mana sering kita lihat kaum muda saling
berkirim pesan pendek (sms), atau
berbicara seru melalui telepon genggam, sementara di dekatnya ada
teman-temannya yang juga sibuk sendiri-sendiri. Peranti canggih itu telah
membuat penggunanya "autis". Relasi
dengan orang-orang di dekatnya menjadi semakin hambar.
Bencana komunikasi itu diperparah dengan media
massa yang lebih menomorsatukan keuntungan daripada kesantunan. Berita-berita
di media massa seringkali didominasi berita negatif daripada berita-berita yang
mencerahkan. Televisi kita lebih banyak menayangkan tontonan yang vulgar, tidak
mendidik daripada tuntunan yang dapat membangun karakter kuat. Tragedi terbesar
zaman ini, timbul karena manusia ditipu habis-habisan oleh berbagai jargon,
slogan, dan mitos.  Proses penyadaran (konsientisasi) dirumuskan oleh  Paulo Freire sebagai "belajar  memahami pertentangan-pertentangan sosial
ekonomi serta mengambil  tindakan untuk
melawan unsur-unsur yang menindas dari situasi yang rawan konflik itu". Globalisasi
telah memerosotkan sumber daya alam maupun manusia, mengabaikan generasi
mendatang, memicu keputusasaan massa, melahirkan kepemimpinan egoistik,
menonjolkan sikap arogan dan gelojoh, menyulut bencana alam dan keresahan
sosial dan menimbulkan paranoia masif (Sumardianta, 2013).
Memang masih ada harapan. Di balik karut-marutnya
kondisi dan situasi yang tidak menyenangkan, kita masih mendapatkan keteduhan kabar-kabar
yang menghibur, seperti orang-orang yang dengan tulus dan rendah hati bergiat
dalam: Gerakan Indonesia Mengajar (Anies Baswedan),
Indonesia Menginspirasi (Ciptono Jayin), Sokola Rimba (Butet Manurung), Sekolah
Alam di berbagai  tempat  di Jawa maupun Sumatera, Sekolah Batutis Al
Ilmi Bekasi (Yudhis), Sekolah Pelopor (Rancaekek-Bandung), Gengsinya Rendah,
Malunya Tinggi (Nurdin Abdullah, Bupati Bantaeng), dan berbagai tokoh
menginspirasi yang diangkat dalam tayangan Kick Andy atau Mata Najwa.
"Komunikasi ternyata mirip dengan situasi penjualan. Sekitar
83% keberhasilannya ditentukan jika pembeli menyukai penjual. Kata kunci dari
menyukai adalah adanya rasa kesamaan di antara keduanya. Seseorang menyukai
orang lain jika ada sesuatu yang sama antara dirinya dengan diri orang lain
tersebut", kata Ronny F.Ronodirdjo  (2007).
Kita telah banyak menerima informasi tentang bagaimana
praktek komunikasi yang seharusnya. Kearifan lokal banyak memberikan
pembelajaran bagi kita bagaimana kita berkomunikasi secara santun, berkualitas
unggul. Mangkunegara I, dalam pertapaannya di Gunung Gambar, Gunung Kidul, setelah
berkomunikasi secara intens dengan Sang Khalik, mendapatkan ilham falsafah Tri
Dharma: rumangsa handarbeni, rumangsa hangrungkebi,
mulat salira hangrasa wani (merasa ikut memiliki, ikut merawat dan menjaga,
dan  instrospeksi, berani mengakui kekurangan
dan kesalahan). Inilah cahaya kebajikan, yang jika kita komunikasikan untuk
membangun  komunikasi
yang beradab dalam meningkatkan solidaritas kebangsaan, tentunya akan memancarkan aura positif.
Stephen Covey dengan Tujuh Kebiasaan yang Sangat Efektif mengajarkan,
dalam berkomunikasi sebaiknya kita menerapkan kebiasaan keempat dari tujuh
kebiasaan, yaitu pahami dulu orang lain, baru kita akan dipahami. Dale Carnegie
dengan 9 prinsip hubungan antarmanusia menjadikan  kita manusia lebih ramah jika menerapkan
prinsip-prinsip yang intinya berpusat pada orang lain. Kesadaran kita akan
adanya 5 (lima) pendorong kesuksesan ala Dale Carnegie akan membangun
kepercayaan kita kepada orang lain, selanjutnya bekerjasama dan memimpin dengan
amanah untuk membangun peradaban bangsa yang manusiawi. Lima pendorong itu
adalah: meningkatkan rasa percaya diri, berkomunikasi dengan santun, menjalin
relasi antarinsan lebih baik, menjadi pemimpin yang amanah dan mengelola stres.
So  what?
Gede Prama dalam
salah satu sesi pelatihannya, pernah mengajak salah seorang peserta yang
bertubuh tinggi besar, maju dan memeragakan bagaimana cara berkomunikasi secara
unggul. Dalam posisi berhadapan, mereka saling memegang tangan kanan kemudian
saling dorong. Dengan seluruh kekuatan mereka, akhirnya salah seorang menang.   Dalam peragaan itu, Gede Prama yang tumbang,
karena peserta yang dijadikan contoh tubuhnya lebih tinggi, besar dan kuat.
Kemudian, Gede Prama menyapa peserta itu dengan ramah dan bersalaman. Sambil
tetap memegang tangan kanan/bersalaman, Gede Prama dengan lembut meminta
peserta itu  untuk maju, mundur, ke kiri,
ke kanan dan seterusnya… Apa pun yang diminta, selalu diturutinya!
Jika Anda
mendorong, mencela, menghina, melecehkan, mengritik, mengomeli, menyalahkan dan
merendahkan orang lain, Anda pun akan mendapatkan hal yang sama. Jika Anda
berlaku santun, ramah, rendah hati, terbuka, maka apa pun yang Anda minta dari orang
lain akan dipenuhinya. Hukum dalam kehidupan adalah : siapa menabur, dia
menuai!
Setiap kali kita bertemu dengan orang lain yang
menyapa kita, "Apa kabar?" Kita cenderung menjawab, "Kabar baik!" Nah, apakah
kabar baik yang kita terima sepanjang hari ini untuk membangun peradaban dan
solidaritas bangsa, sudah kita sampaikan kepada dunia? Semoga!

Tidak ada komentar: