Selasa, 20 Agustus 2013

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3745

1 New Message

Digest #3745

Message

Mon Aug 19, 2013 8:18 am (PDT) . Posted by:

"Yons Achmad" freelance_corp

Kudeta Mesir, Aktivisme dan Intelektual Muslim kita

Kudeta atas Presiden Mursi (ikhwanul Muslimin) di Mesir telah membangkitkan
solidaritas muslim diberbagai negara, termasuk Indonesia. Beragam aksi
solidaritas muslim ditunjukkan dengan menggelar aksi demonstrasi menentang
kudeta Mesir yang berujung pada pembantaian pendukung Mursi, juga
penggalangan dana oleh berbagai lembaga sosial seperti Domper Duafa, PKBU,
ACT, LKC dll.

Tentu saja usaha demikian perlu kita apresiasi. Sambil yang terpentung
sebenarnya politisi partai Islam (PAN, PKS, PKB, PBB) melobi presiden
untuk ambil sikap tegas. Sayang dalam level ini politisi partai Islam kita
masih mandul. Belum bisa meyakinkan presiden SBY untuk bertindak tegas
mengutuk kudeta militer Mesir sekaligus mengambil peran dan kontribusi
aktif.

Kasus Mesir ini, bagi kita tentu menjadi studi kasus berharga bagi masa
depan umat Islam di negeri ini. Kita harus melihat berbagai sisi, mengambil
beragam hikmahnya. Tak melulu hanya emosi sesaat membela habis-habisan
Mursi tanpa mau ambil pusing memikirkan bagaimana kasus ini di kontekskan
dalam bacaan keIndonesiaan kita yang beragam agama, suku dan kharakter ini.

Dalam perang wacana, kita melihat bagaimana yang menonjol, khususnya
dilakukan oleh kalangan terpelajar kita, lebih banyak heboh dan berisik,
terutama di media sosial semacam Facebook atau Twitter. Sebuah gejala
aktivisme, yang penting bergerak tanpa memikirkan sebab-sebab yang mungkin
terjadi. Misalnya sibuk memposting gambar-gambar jenazah pro Mursi yang
meninggal (tewas). Kita juga mesti hati-hati dengan gaya aktivisme semacam
ini, sebab sangat mungkin bisa dijadikan argumen bagi aktivis-aktivis Islam
pemula untuk melakukan tindakan anarkis seperti melakukan pengeboman,
atas dasar sesama muslim di Mesir yang dibantai tanpa perikemanusiaan.
Mungkin kekhawatiran ini terlihat naïf dan mengada-ada, tapi mungkin saja
bisa terjadi.

Nah, atas dasar inilah kita perlu mengubah tradisi aktivisme (heboh dan
berisik) yang hanya sekedar modal semangat membela sesama muslim, tapi
tanpa strategi dan memikirkan efek jauh ke depan yang bakal terjadi. Kita
harus mengubah tradisi aktivisme menjadi intelektualisme. Membangun wacana,
membangun opini, narasi yang mencerahkan, tenang, tajam, dan dalam. Untuk
sampai ke tahap ini tentu saja obyektifitas membaca dan menganalisis dari
berbagai sisi diperlukan, tidak hanya subjektifitas melihat satu sisi saja,
atas dasar misalnya membela karena dengan dengan afiliasi atau hubungan
samara politik. Misal kedekatan politik antara PKS dan Ikhwanul muslimin
yang menjadikan aktivis partai Ini membela habis-habisan.

Dalam kasus Mesir, kita bisa melihat bahwa Islamfobia masih menghinggapi
kelompok-kelompok disana. Termasuk kaum sekuler, militer dan akademisi
(ulama). Kelompok sekuler begitu naïf, justru membela militer yang
membantai rakyat mesir, sebuah sejarah penghianatan demokrasi dan HAM yang
selama ini mereka agung-agungkan. Sementara kaum akademisi dan ulama
Al-Azhar juga tidak tegas mengutuk militer dan bahkan ada beberapa yang
bersikap diam dengan alasan tidak mau ikut campur dalam urusan politik dan
perebutan kekuasaan. Dan Mesir sampai saat ini masih bergolak, entah sampai
kapan akan berakhir.

Berangkat dari kasus Mesir ini benar-benar menjadi pelajaran berharga bagi
kita, bagaimana kaum muslim negarawan baik dari kalangan Islamis maupun
nasionalis tidak terjebak pada semata-mata perebutan kekuasaan, bagaimana
kemampuan menahan diri dan tidak ngotot merebut kembali kekuasaan
dikedepankan. Kita punya contoh yang baik mulai dari Natsir, Hamka, Gus
Dur, Amien Rais, tokoh yang bisa menahan diri, tidak memaksakan diri untuk
menggunakan massanya. Mereka, tokoh-tokoh ini benar-benar bisa menjadi
contoh bagaimana bersikap legowo saat didhalimi, bukan karena tak mampu
melawan, tapi untuk meminimalisir korban yang jatuh lebih banyak lagi
korban dari umat Islam.

Sekali lagi, penting bagi kaum terdidik di negeri ini lebih mengedepankan
intelektualisme bukan sekedar aktivisme yang heboh dan berisik. Intelektual
muslim kita perlu membaca kasus Mesir dari berbagai sisi. Mengembangkannya
menjadi argumen-argumen tentang masa depan (umat) Islam di negeri ini.
Umat terbesar yang tidak berdiri sendiri, tapi bergandengan dan bertetangga
dengan beragam penduduk yang berlainan agama dan keyakinan.

Begitu juga, tidak mengedepankan "Islamisme" yang hanya symbol, slogan dan
menjadikan Islam semata-mata upaya meraih dukungan politik. Tapi, sikap
yang tenang, dan bisa memperkenalkan Islam lewat ide dasarnya seperti
penghargaan terhadap kemanusiaan, keadilan, cinta kasih atas seluruh alam
membangun kebaikan, persaudaraan serta kesejahteraan. Tugas intelektual
kita adalah memastikan semua itu bisa berjalan di negeri ini. Memastikan
Islam bisa berjalan seiring dengan demokrasi. Tidak gampang dan butuh
kesabaran memang. Tapi, inilah jalan perjuangan dakwah yang sebenarnya (YA)

http://wasathon.com/editorial/view/2013/08/19/kudeta-mesir-aktivisme-dan-intelektual-muslim-kita

Tidak ada komentar: