Rabu, 20 April 2011

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3374[1 Attachment]

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (5 Messages)

1.
How To Be A Mental-Preneur From: Ikhwan Sopa
2.
(no subject) From: Mied
3.
[00T] Fwd: Dicari editor freelance From: Nursalam AR
4.
Kenangan: Tentang Sebuah Hujan From: achmad hidayat
5a.
**(OOT) Test From: galih@asmo.co.id

Messages

1.

How To Be A Mental-Preneur

Posted by: "Ikhwan Sopa" ikhwan.sopa@gmail.com   ikhwansopa

Tue Apr 19, 2011 4:34 am (PDT)



Note ini terkait dengan status Facebook saya,

*"Rencana nulis note "Menerjuni Dunia Mental-Preneur". Mo sharing
pembelajaran dan observasi ane di sisi "entry strategy" dan "exit
strategy"-nya. Cukup banyak yang terjun tapi lupa rencana "exit", akhirnya
terkunci di spesialisasi, di positioning, atau tetap tinggal sebagai
karyawan orang lain, dan tak segera full entrepreneur."*

(Status di atas bukan sekedar provokasi atau intimidasi, melainkan - *setulus
mungkin* - lebih mendorong setiap kita untuk memberdayakan pilihan. Artinya,
mendalami dunia "mental-preneur" tetaplah *pilihan*. Dan saya meyakini,
bahwa setiap orang memilih pilihan terbaik bagi dirinya.

Pertanyaannya adalah, jika Anda sebenarnya menyukai dunia "mental-preneur",
TAPI, Anda menjadikannya sebagai sesuatu yang "sambilan". Sebenarnya, siapa
sih yang Anda "sambili"? Jika Anda menganggap ini sebagai profesi "nomor
dua" - siapa pula yang Anda nomor dua-kan? He...he...he... nothing personal.
No offense. Gak usah tersungging, siapa tahu, dengan terjun total, Anda
malah makin bahagia dan membahagiakan. Siapa tahu, Anda jadi "korban" saya
berikutnya.

Buat Anda yang tetap memilih "sambilan", that's fine. Saya sungguh tetap
menghargai dan mendukung Anda sepenuhnya. Saya tetap menghargai dan
menghormati pilihan dan profesi Anda. Saya pasti akan banyak belajar dari
Anda. Tulisan ini, kebetulan saja dipandang dari sudut entrepreneurship. Ini
pun, hanya dengan kacamata saya saja. Peace!

Dengan kata lain, tulisan ini cocok untuk Anda - *JIKA* - Anda berminat
terjun ke dunia "mental-preneur" secara total.)

Kata "*entrepreneur*" dan "*entrepreneurship*", berasal dari dua kata. Salah
satunya, kurang lebih berarti "*enter*" atau "*memasuki*". Dalam konteks
ini, "apa yang dimasuki" adalah sebuah wilayah "*baru*". Wilayah baru itu
sering diacu sebagai "bidang", "lahan", "bisnis", "enterprise", atau
"usaha". Dari situlah, entrepreneur dan entrepreneurship sering dipersamakan
dengan "wirausaha" atau "kewirausahaan". Menjadi enterpreneur, kurang lebih
adalah menjadi pengusaha di sebuah bidang dengan menjalankan sebentuk usaha
atau perusahaan.

Belakangan, bermunculan berbagai istilah yang diberi akhiran "preneur".
Biasanya, fenomena ini berkaitan dengan dua kelompok besar jenis usaha,
yaitu "barang" atau "jasa". Termasuk pula "*mental-preneur*" yang bisnisnya
adalah mental dan mentalitas manusia.

Sebagai sesuatu yang "*baru*", wilayah garapan seorang pengusaha bisa
merupakan wilayah yang sebenarnya "lama" tapi menjadi baru karena orang itu
baru pertama kali menjadi pengusaha dalam wilayah itu, misalnya perkebunan,
pertanian, konsultan dan sebagainya. Atau, ia memang benar-benar merupakan
wilayah baru yang diciptakan dengan kreatifitas dan antisipasi terhadap
kebutuhan pasar, sehingga selain bahwa ia adalah pengusaha yang baru,
wilayah itu sendiripun adalah wilayah baru.

Terkait dengan sesuatu yang "*baru*" inilah, biasanya entrepreneur atau
entrepreneurship, sangat berhubungan dengan faktor *risiko*. Ibarat sebuah
arena kolaborasi, kerjasama, saling mengisi, permainan, pertandingan, atau
bahkan peperangan dan apapun yang dapat kita sebut tentang wilayah baru ini,
apapun yang terjadi di dalam arena ini adalah fenomena proses untuk tampil
sebagai yang pertama, terbaik, atau berbeda.

Pemanasan untuk note ini ada di sini: Bagaimana Menerjuni Dunia Entrepreneur
- "Non-Mental-Preneur" - http://goo.gl/oNfVH.

Tidak dapat tidak, "*pertama*", "*terbaik*", atau "*berbeda*", jelas akan
melibatkan kompetisi (dalam cara yang baik atau dalam cara yang buruk).
Dengan kata lain, faktor risiko di dalam dunia bisnis adalah tentang
bagaimana menjadi "pemenang" di arena. Itu artinya, akan ada peluang untuk
menang atau kalah, berhasil atau gagal, timbul atau tenggelam, dan
seterusnya. Dalam konteks inilah, faktor risiko pengusaha menjadi erat
kaitannya dengan "*entry strategy*" dan "*exit strategy*".

Siapapun pengusaha, tak ingin menjadi kalah, gagal, atau tenggelam dan
kemudian "mati" di arena. Risiko terburuk ini, bisa dikurangi dengan
memperhitungkan dua hal, yaitu "entry strategy" dan "exit strategy".

"Entry strategy" diperlukan agar seseorang dapat masuk ke *dunia
barunya*dengan mulus, mudah diterima pasar, atau bahkan secepat
mungkin mencapai
tingkat penetrasi sampai ke lapisan target pasarnya. Target pasar atau
pilihan konsumen ini memang selalu dianggap penting, sebab akan sangat
membantu growth atau percepatan, pemantapan positioning, dan efisiensi biaya
demi efektif mencapai "pertama", "terbaik", atau "berbeda".

"Exit strategy" diperlukan agar seseorang dapat keluar dari *dunia
lamanya*dengan mulus, mudah diterima pasar (apakah pasar itu akan
ditinggalkan atau
bahkan dibawa ke dunia barunya), dan secepat mungkin mencapai tingkat
penetrasi sampai ke lapisan pasar berikutnya atau lapisan pasar baru yang
dibidiknya, atau bahkan secara ekstrem bidang usaha baru yang hendak
ditekuninya.

"Entry strategy" yang tidak tepat, akan berisiko melambatkan dan memboroskan
perjalanan. Jika sumber daya yang ada padanya tidak mendukung sampai batas
kuantitas dan jangka waktu tertentu, pelakunya akan "mati di arena". Begitu
pula, "exit strategy" yang tidak tepat akan berisiko "kematian di arena"
pula, karena di suatu titik, pelaku semestinya sudah bisa "keluar" dari sana
dengan sisa-sisa kekuatannya, hingga sisa kekuatan itu bisa ia gunakan untuk
membangun bisnis baru, tapi itu tidak bisa dilakukannya. Kedua risiko ini
adalah risiko terburuk para pengusaha. Padahal, filosofi dasar seorang
pengusaha adalah "*going concern*" alias maju terus pantang mundur. Sekali
pengusaha, tetap pengusaha.

Bagaimana kedua strategy di atas bisa diutilisasi di dalam dunia
"mental-preneur"?

*ENTRY STRATEGY*

Seorang pengusaha "non-mental", dapat berbagi keahlian dan pengalaman
entrepreneurshipnya, dengan berbagai bentuk seminar dan pelatihan. Terlebih
lagi, jika bisnisnya saat ini terbilang unik, menarik, dan dibutuhkan
produknya oleh masyarakat banyak. Gelaran ini, dapat dimulai dengan gratis
atau berbiaya. Dari sini, ia sebagai seorang pengusaha dapat memposisikan
diri sebagai sekedar "infopreneur" (pembicara, inspirator, atau motivator),
"social-preneur" dengan melibatkan masyarakat luas ke dalam bisnis tertentu
yang ia kuasai, atau bahkan menjadi "franchise-preneur" untuk bisnisnya yang
dianggap pantas diduplikasi seluas mungkin.

Seseorang bisa mengasah keahliannya di dalam profesi yang ia jalani, dengan
terus belajar dan berlatih, sampai suatu saat ia merasa cukup pantas untuk
menjadi pengusaha yang mandiri. Ia bisa membagi waktu kerjanya untuk mulai
"bertelur di keranjang yang lain" dengan menyambi pekerjaan yang akan
mengarahkannya menjadi seorang entrepreneur. Seorang profesional, bisa
menjadi nara sumber, pembicara, trainer sesuai bidangnya di berbagai tempat
di luar organisasi atau perusahaan di mana ia bekerja. Ia bisa melakukannya
di luar jam kerja atau ia bisa melakukannya dengan membuat kesepatakan
dengan atasan dan organisasi atau perusahaannya. Sambil berjalan, ia dapat
mengembangkan networking dan memupuk sumber daya.

Seseorang yang profesional, dapat pula memulai upayanya dengan menelurkan
produk-produk khusus yang mulai di-"branding" atas nama diri atau
"perusahaan masa depan"-nya. Produk khusus ini dapat berbentuk event, produk
jasa, sebuah buku, semata acara di radio atau televisi, atau rangkaian
tulisan di media massa. Produk-produk ini akan menarik perhatian pasar yang
menjadi targetnya. Sambil berjalan, ia juga dapat mengembangkan networking
dan memupuk sumber daya.

Seorang pengangguran, bahkan dapat memulainya dengan belajar sebanyak dan
sedalam mungkin tentang sesuatu dari guru atau mentor yang diinginkannya. Ia
dapat memulai dengan menjadi asisten, dengan menjadi associate, atau menjadi
trainee. Ketika ia merasa telah menguasai skill yang diinginkannya, ia dapat
mulai bergeser menjadi entrepreneur sepenuhnya. Bagaimana dengan sumber
dayanya untuk bertahan hidup? Jika ia mahasiswa, ia pasti masih disupport
oleh orang tuanya. Bagaimana jika ia adalah seorang pengangguran tanpa ada
yang menunjang kehidupannya? Ada seribu satu cara untuk bertahan hidup, dan
pada saat yang sama berjalan mengupayakan pergeseran diri menjadi seorang
entrepreneur.

Begitulah, ada banyak sekali "entry strategy" yang secara teknis dapat
ditempuh seseorang untuk memasuki dunia "mental-preneur". Apa yang penting
dari "entry stategy" dalam hal "mental-preneur" adalah faktor keberanian,
rasa percaya diri, dan keyakinan. Dengan kata lain, ini berhubungan dengan
passion dan misi kehidupan. Dengan kata lain, sedikit berbeda dari
"non-mental-preneur" yang modal dasarnya adalah "hard" (uang, keahlian
teknis, penguasaan pasar, produk, kantor, dan sebagainya), modal dasar untuk
menerjuni dunia "*mental-preneur*" adalah "*mental*" itu sendiri. Di
sinilah, perbedaan keduanya muncul, di antaranya dalam dua hal ini:

1. "*Grow with your customer*" adalah sesuatu yang *real*. Pelaku
"mental-preneur" benar-benar tumbuh bersama dengan customernya. Ia
memulainya dari diri yang masih kecil, dengan bisnis yang kecil, dengan
pasar yang kecil, dan kemudian sama-sama mengarah ke besar sejalan dengan
waktu. "Mental-preneur" tidak tumbuh berdasarkan skala ekonomisnya melainkan
mengikuti pertumbuhan ratingnya (rate fee-nya). Ia tidak tumbuh dengan
membesarkan "potongan kue"-nya di pasar, melainkan dengan menaikkan level
target pasarnya. Kecuali, yang bersangkutan sendiri lebih memilih menjadi
"mental-preneur" yang non premium alias "industrial".

2. "*Demand*" dalam "mental-preneur" adalah sesuatu yang perlu ditumbuhkan.
Bahkan, faktor inilah yang sedari awal memunculkan fenomena "mental-preneur"
menjadi sebentuk industri. Dan jika perlu, seorang "mental-preneur" justru
harus *menciptakan* dan kemudian *membesarkan* demand itu di pasar yang
menjadi targetnya. Dalam hal inilah, dikatakan bahwa modal dasar
"mental-preneur" adalah *keberanian, rasa percaya diri, keyakinan, dan misi
hidup*.

*EXIT STRATEGY*

"Exit strategy" dalam "mental-preneur" idealnya adalah kelanjutan dari
proses mental dari sang "mental-preneur" itu sendiri. Ia "keluar" dari
wilayah lamanya dalam rangka "*melanjutkan*" dan "*melengkapi*" pengalaman
atau keahliannya dengan faktor "*passion*". Ini sedikit berbeda dari
"non-mental-preneur" yang cenderung "keluar" - untuk masuk - ke wilayah
"baru" berbasis "demand" yang teridentifikasi di pasar yang menjadi
targetnya.

Dalam hal inilah, seorang pelaku "mental-preneur" yang tidak berorientasi
pada "grow with your customer" dan "demand creation" di atas, akan cenderung
terkunci di posisinya yang sekarang. Syukur, jika ia telah mencapai level
"pertama", "terbaik", atau "berbeda". Jika tidak, ia akan terjebak di dalam
industri yang mulai "*merah dan berdarah-darah*".

Orientasi pada "grow with your customer" dan "demand creation", akan
mendorong seorang "mental-preneur" memaksa dirinya untuk terus belajar
memahami, mendalami, dan menciptakan pasarnya sendiri. Dengan demikian, ia
akan tetap berada di track untuk menjadi yang "pertama", yang "terbaik",
atau yang "berbeda".

Dalam hal seorang "mental-preneur" masih berada di wilayah lama yang
"non-preneur" dan belum menjadi entrepreneur (masih karyawan orang lain atau
masih bekerja untuk orang lain), apa yang dapat dilakukannya adalah terus
mengembangkan "*mental-skill*"-nya sampai skill itu dapat diarahkan untuk *
menumbuhkan* atau *menciptakan* demand. Artinya, ia perlu "*menemukan*"
sesuatu, "*memperbaiki*" sesuatu, atau "*membedakan*" sesuatu.

*Note: Masih banyak sekali yang ingin saya sharing di note ini, dan masih
banyak sekali yang dapat kita diskusikan. Berhubung masih acak-acakan di
kepala saya, monggo, dikomentari dan didiskusikan.*

Semoga bermanfaat.

Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
Penulis buku "Manajemen Pikiran Dan Perasaan"
2.

(no subject)

Posted by: "Mied" mid_sirait@yahoo.com   mid_sirait

Tue Apr 19, 2011 7:49 am (PDT)

3.

[00T] Fwd: Dicari editor freelance

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Tue Apr 19, 2011 7:25 pm (PDT)



Dear all,

Mungkin ada yang berminat. Silakan ditindaklanjuti langsung ya:).
Semoga berhasil!

Tabik,

Nursalam AR

---------- Forwarded message ----------
From: Arifin Hakim <arifincirebon@gmail.com>
Date: Wed, 13 Apr 2011 06:37:18 +0700
Subject: [*Apresiasi-Sastra*] Fwd: Dicari editor freelance
To: baraya_sunda@yahoogroups.com, ppiindia@yahoogroups.com,
apresiasi-sastra@yahoogroups.com, darut-tauhid@yahoogroups.com,
ikapi@yahoogroups.com, mediacare@yahoogroups.com

Penerbit Buku Nuansa Cendekia bandung butuh editor Freelance untuk:

Naskah pendidikan, ekonomi, kimia, fisika, pertanian, kedokteran dan sains
secara umum.

Syarat. 1) menguasai bidang ilmu pengetahuan dasar di masing-masing bidang
tersebut. 2) Bahasa inggris secara mumpuni. 3) Latarbelakang pendidikan dan
pengalaman yang memadai. 4) Berdomisili di Bandung (untuk memudahkan
koordinasi). Diutamakan berpengalaman lebih dari 5 tahun mengedit buku.

Kirim CV secara lengkap beserta tarif normal yang biasa diterima Anda untuk
honorarium dengan hitungan per karakter atau per kata/word . Hanya mereka
yang terpilih yang akan dihubungi redaksi. CV lengkap dikirim melalui email
redaksi@nuansacendekia.com CC ke nuansa.cendekia@gmail.com

http://nuansacendekia.com <http://goog_1078198744>

http://nuansabuku.blogspot.com

--
Blog : www.nursalam.wordpress.com
Twitter : http://twitter.com/salamrahman
LinkedIn : http://id.linkedin.com/in/nursalam

*"We make a living by what we get, but we make a life by what we give." —
Norman MacEwan*

4.

Kenangan: Tentang Sebuah Hujan

Posted by: "achmad hidayat" cakdayat@gmail.com   dayat_xxx

Tue Apr 19, 2011 8:15 pm (PDT)



Desa. Apa yang ada di otakmu jika mendengar kata itu kawan. Sebuah daerah
terpencil, lengkap dengan pohon-pohon besar menancapi buminya? Atau sebuah
perkampungan kumuh, penduduk yang masih *ndeso*, lengkap dengan parade
anak-anak kecil berlarian mengejar capung di persawahan.? Apakah itu
diskripsi desa yang akan kau ceritakan pada anak-anakmu nanti kawan?

Atau jangan-jangan kau tidak pernah tahu apa itu desa kawan. Karena kau
mungkin memang tidak pernah punya kesempatan berkenalan denganya. Kau hanya
mengenali wajah desa dari sebuah foto buram, atau dari sekotak monitor hasil
karya peradaban modern.

Sebelum desa itu hanya bisa dinikmati dalam sebuah kenangan, dalam sebuah
keping CD, album foto, atau hanya dalam sebuah cerita-cerita para cerpenis,
novelis atau dongeng turun temurun. Dan yang pasti, Sebelum ingatanku juga
menguap tentang apa itu sebuah desa, aku ingin sedikit bernostalgia,
melompat jauh kebelakang, tentang cerita sebuah hujan. Desaku, aku rindu
kamu yang awam.

***

Di luar hujan masih turun, tidak deras, bukan juga hanya sebuah gerimis.
Tidak ada suara jangkrik, tidak pula terdengar suara kodok. Entah kemana
mereka, mungkin semuanya telah bertransmigrasi. Tergusur bangunan-bangunan
berjajar. tertindas oleh aspal-aspal berlubang.

Dulu, saat aku belum mengerti bahwa hujan itu adalah sebuah ramhat. Bahkan
mungkin aku juga belum sempat tahu bahwa ada doa yang harus dipanjatkan saat
langit mulai menurunkan rintiknya. Aku, atau lebih tepatnya kami anak desa,
sudah bisa belajar mensyukurinya. Dengan cara kami sendiri. Bersuka cita
menyambutnya, dengan telanjang dada, berlarian, membiarkan tetes-tetes
air leluasa
membasahi tiap jengkal tubuh. Bersorak gembira, menikmati *water boom
*ciptaanNYA.
Berlari lagi, bersorak lagi. Ahhh… hujan memang menyenangkan. Dulu,
setidaknya seperti itu.

Sekarang, entahlah. Saat diri ini sudah sepenuhnya mengerti, bahwa hujan itu
adalah sebuah nikmat yang harus disyukuri. Bahkan mungkin proses
terbentuknya hujan itu sudah hafal di luar kepala, kenapa terkadang bibir
ini lupa untuk sedikit saja tersenyum menyambutnnya. Jangankan berteriak
gembira, kadang malah umpatan yang keluar tidak sengaja. Ah, hujan memang
menggangu. Sekarang, setidaknya itu adanya yang sering dirasa.

Dulu, saat hujan datang tidak sendirian. Ketika deras airnya juga mengajak
angin untuk berdansa, itulah pertanda petualangan akan segera dimulai.

Beradu cepat dengan burung-burung di persawahan, mungkin ini salah satu
kenangan yang sepertinya akan susah untuk diulangi. Saat burung-burung
sudah mulai kedinginan, saat sayapnya sudah lelah menerjang angin yang
menggarang. Pelan-pelan kami mendekat, mengendap-endap penuh harap,
sergap!!! Dan adegan kejar-kejaranpun dimulai. Beramai-ramai berlarian di
pematang, ada yang menghadang, tak jarang saling berteriak lantang.

Sekarang, saat hujan turun bukan Cuma sebuah rintik. Ketika tetesanya
memancing angin semakin garang, itulah pertanda sumpah serapah akan lancar
mengalir.

Beradu cepat di jalanan, saling salip, beradu keras klakson, seperti ada
bahaya sedang mengejar. Teringat akan jemuran yang belum kering, akan motor
yang baru saja di cuci, akan rumah yang bocor, banjir. Cukuplah itu sebagai
pemantik ketidaksukaan kita akan sebuah hujan. Ahhh!!! di sini, sepertinya
hujan bukanlah sebuah nikmat yang pantas dinanti.

Dulu, saat hujan sudah berhenti meneteskan airnya. Kesenangan berikutnya
akan segera dimulai.

Byuuurrrr…..

Berlompatan ke sungai, menghanyutkan diri, hanya berbekal seonggok batang
pisang. Rafting, mungkin seperti itu kalian menyebutnya sekarang. Saat itu,
tak ada yang peduli dengan keruhnya air, atau mungkin kuman-kuman penyebab
gatal. Ta k ada. Semuanya tertawa, semuanya ceria.

Sekarang, saat hujan sudah mulai reda. Saat matahari sudah sedikit mau
menunjukkan sinarnya. Kadang sumpah serapah itu belum juga reda.

"andai saja tadi tidak hujan, mungkin aku tidak terlambat".

"mungkin karena kehujanan tadi kepalaku jadi pusing ya? "

Jika hujan itu memang sebuah nikmat, pantaskah keluar sumpah serapah saat
airnya membasahi rambut kita?
5a.

**(OOT) Test

Posted by: "galih@asmo.co.id" galih@asmo.co.id

Tue Apr 19, 2011 11:10 pm (PDT)

[Attachment(s) from galih@asmo.co.id included below]



Test
(Embedded image moved to file: pic12382.jpg)

Attachment(s) from galih@asmo.co.id

1 of 1 Photo(s)

Recent Activity
Visit Your Group
Share Photos

Put your favorite

photos and

more online.

Yahoo! Groups

Mental Health Zone

Find support for

Mental illnesses

Yahoo! Groups

Parenting Zone

Tips for a happy,

healthy home

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.

Tidak ada komentar: