Senin, 25 April 2011

[daarut-tauhiid] Bagaimana Cara Membuat Stasiun TV yang Dapat Bertahan Lama?

 

Assalamu'alaikum wr wb,

Pembangunan Stasiun TV Islam sebagai alat dakwah/syiar Islam guna membina ummat Islam dengan tontonan yang mendidik amat diperlukan. TV ini bisa mendidik ummat Islam sehingga paham dengan ajaran Islam untuk kemudian diamalkan.

Sayang sekali TV Islam semacam itu nyaris tak ada. Yang ada justru TV yang banyak berisi Sinetron yang memamerkan dada, paha, dan adegan seks. Begitu pula iklan-iklan TV yang jorok yang bisa ditonton anak-anak di rumah-rumah.

Banyak stasiun-stasiun TV Swasta yang bangkrut meski modalnya puluhan bahkan ratusan milyar rupiah. Contohnya Lativi yang dibeli pihak lain hingga berubah nama jadi TVOne, Global TV dari kelompok Muslim yang akhirnya jadi gerbangnya MTV, dan sebagainya.

Sebaliknya, TV-TV Komunitas yang modalnya cuma puluhan juta rupiah seperti Grabag TV, PalTV, dan sebagainya tetap bertahan meski sudah 7 tahun lebih berdiri:

http://grabagtv.blogspot.com/2009/07/profil-grabag-tv.html

Ini karena mereka mendirikan stasiun TV dengan semangat "jihad", amatir/kecintaan atau hobbiest. Jadi dengan modal seadanya, mereka bisa bertahan.

Bahkan TATV yang awalnya cuma TV Komunitas yang didirikan oleh Gereja, berkembang jadi TV Lokal yang menjangkau propinsi Jawa Tengah.

DAAI TV yang didirikan Yayasan Tzu Chi (Budha) dari TV Lokal di Medan, kemudian Depok, sekarang bisa jadi TV Nasional yang menyiarkan tontonan yang baik dan bermoral serta bisa dinikmati pemirsa lintas agama:

http://id.wikipedia.org/wiki/Da_Ai_TV

Penulis saat berkunjung ke MQTV di 1 April 2007
Sebaliknya MQTV seperti ulasan blogger di bawah justru bangkrut dengan 60 karyawan penuh yang harus digaji. Sewaktu saya kesana, saya dapat info pendapatan mereka dari iklan sekitar Rp 80 juta/bulan. Satu jumlah yang cukup besar. Namun karena jumlah karyawannya beserta manager dan direktur ada 60 orang, jumlah segitu tidak bisa menutupi dana operasionalnya. Oleh karena itu tahun 2008 bangkrut.

Namun jika MQTV beroperasi dengan pendekatan TV Komunitas yang sarat dengan semangat dakwah dan jihad di mana tenaganya mayoritas melakukan karena semangat dakwah/jihad/hobi, niscaya MQTV juga bisa bertahan dan berkembang sebagaimana Grabag TV, PalTV, dan TATV.

Rp 80 juta/bulan sudah cukup untuk menggaji 5 orang karyawan tetap yang jadi motor MQTV sebesar @ Rp 5 juta/bulan. Nanti mereka inilah yang menggarap komunitas seperti Majelis Ta'lim, Remaja Mesjid, dsb untuk mengisi acaranya. Dengan biaya operasional Rp 25 juta/bulan, maka total pengeluaran hanya Rp 50 juta/bulan. Maka pendapatan Rp 70 juta/bulan pun sudah memberi keuntungan Rp 20 juta/bulan.

Jika operator TV Islam memakai pendekatan Dakwah/Jihad, insya Allah TV Islam akan bertahan lama sebagaimana GrabagTV/PalTV/TATV. Sebaliknya jika memakai pendekatan profesional/bisnis di mana tiap pekerja berharap mendapat makan dari situ, maka TV tersebut tidak akan bertahan lama.

Ada pun Production House (PH) MQTV biar berjalan sendiri. PH ini dengan keuntungannya bisa membantu MQTV.

Sebetulnya jika ummat Islam (Tokoh Islam, Ulama, Aghniya) bersatu dan bisa membuat TV dengan strategi operasional yang baik, niscaya ummat Islam akan bisa membuat stasiun TV yang bertahan lama sebagaimana TATV dan DAAI TV. Yang penting cerdas dan niat yang lurus lillahi ta'ala. Bukan asal-asalan dan oportunis untuk mendapat kekayaan pribadi.

Di Balik Kolaps-nya MQ TV

Baru-baru ini harian Surya memuat headline sangat sangat, TV Aa Gym Bangkrut. Itu ditulis besar-besar dan sangat menyolok. Menurut berita Surya ini, MQTV bangkrut sehingga harus mem-PHK 60 dari 63 karyawannya. Untuk membayar pesangon bagi 60 karyawan itu, manajemen MQTV mencari pinjaman senilai 1 miliar rupiah. (Surya, 21 Oktober 2008).

Saya tertarik mengomentari kasus ini, sebab dulu pernah menjadi orang MQ, kerja di bawah manajemen MQ, sejak awal 2002 sampai pertengahan 2003. Sekitar Juni 2003 saya keluar dari MQ dan memilih usaha mandiri, sampai saat ini. Sebagai mantan orang MQ saya pernah melihat pertumbuhan MQTV, dan disini ada hikmah berhargayang ingin disampaikan.

Setelah keluar dari MQ saya tidak lagi berkunjung atau mampir-mampir kesana. Tetapi kalau kebetulan bertemu teman-teman sekantor dulu, kita tetap saling tegur sapa, ramah-tamah, kadang ngobrol. Pendek kata, masalah keluar dari MQ adalah masalah pribadi saya, sedangkan pertemanan dengan teman-teman tetap dipelihara (meskipun tidak intensif lagi). Padahal berulang-kali teman-teman meminta saya mampir kesana, kalau ada waktu. Terus terang saya segan, sebab khawatir nanti dikira "ingin meminta jatah kerjaan atau proyek". Nah, kesan seperti itu sangat saya khawatirkan.

Suatu saat, ketika sedang berjalan di kawasan Geger Kalong, saya bertemu teman lama, Mas Hadi namanya. Beliau ini teman baik selama saya di MQ. Beliau sedikit memaksa saya masuk ke warung nasi, dan kami berbincang-bincang disana. Seperti biasa, beliau tanya bagaimana keadaan saya, begitu pula saya juga menanyakan keadaan dia. Lebih penting lagi, "Bagaimana perkembangan MQ sekarang?" tanya saya. Ternyata setelah sekian lama saya keluar, MQ mengalami perkembangan-perkembangan. Mas Hadi sendiri pindah dari Divisi MQ Publikasi menjadi Sekretaris MQ Corporation (perusahaan induk MQ).

Selain, dia juga bercerita bahwa sekarang MQTV bukan lagi production house (PH), tetapi sudah menjadi sebuah stasiun TV mandiri. Mendengar informasi itu saya takjub, sekaligus merasa penuh keheranan. "Lho, sekarang jadi stasiun TV, bukan PH lagi?" Mas Hadi mengiyakan.

Seketika saya merasa prihatin. Menurut saya, ketika MQTV berubah menjadi stasiun TV, bukan lagi PH, hal itu merupakan langkah tergesa-gesa. Ketika MQTV baru sebatas PH yang memproduksi acara-acara ceramah, filler (potongan acara pendek-pendek), atau hiburan humor keluarga Muslim, hal itu sudah bagus, sudah optimal sesuai kapasitasnya. Tetapi kalau mau maju ke level stasiun TV, ia merupakan lompatan yang terlalu-terlalu jauh. Bisnis PH paling putaran dananya miliaran (misal di bawah 15 miliar untuk setiap 1 paket acara). Tetapi stasiun TV itu triliunan atau ratusan miliar dana dibutuhkan.

Seperti anak kecil yang tadinya punya uang 10 ribu. Dengan uang itu dia bisa membeli permen, kerupuk, snack, kacang, kue, dan sebagainya. Tetapi ketika dia masuk sebuah hypermarket seperti Makro misalnya, maka uang 10 ribu itu menjadi tidak ada artinya. Apa yang bisa didapat dari uang 10 ribu? Untuk level jajanan warung, uang senilai itu sudah bagus, tetapi untuk hypermarket jelas tidak cukup.

Dalam level PH, MQTV sudah bagus, tetapi untuk masuk stasiun TV amat sangat besar dana yang dibutuhkan. Konon untuk membangun TransTV, Chaerul Tanjung harus merogoh duit senilai 900 miliar. Kemarin, untuk membeli Lativi kemudian diubah menjadi TVOne, Erick Tohir dan kawan-kawan butuh dana 1,3 triliun. Level dananya besar, triliunan.

Banyak TV-TV dengan modal cekak akhirnya kolaps, atau guncang. Misal, dulu ANTV nyaris kolaps gara-gara tidak kuat membiayai operasional TV-nya. Padahal ANTV tadinya lebih banyak jualan MTV. TPI juga begitu. Tadinya dia bermain di TV edukasi, tetapi akhirnya berubah total jadi TV hiburan, dangdut mania, sinetron, lawak, dll. TV7 terpaksa harus mau sahamnya dibeli oleh TransTV, sehingga sekarang menjadi Trans7. Begitu pula TV milik Abdul Latif (pemilik Pasaraya Grande), Lativi, juga akhirnya dijual ke Erick Tohir dan kawan-kawan, sekalian dengan hutang-hutangnya.

Secara riil, bisnis stasiun TV itu sangat-sangat mahal. Untuk satu unit kamera saja, harganya bisa ratusan juta, bisa miliaran. Untuk fasilitas studio, editing, mixing, hardware, administrasi, dst. sangat memakan biaya. Bahkan operasional sehari-hari saja butuh dana besar. Ishadi SK, datuknya urusan TV di Indonesia, dalam sebuah seminar di Bandung, dia pernah mengakui bahwa manajemen TV cenderung bersikap pragmatis (cari untung). Alasannya, kata dia, "Sebab bisnis TV itu padat modal."

Baca selengkapnya di:
http://islamicbroadcasting.wordpress.com/2011/04/21/bagaimana-cara-membuat-stasiun-tv-yang-dapat-bertahan-lama/

===
Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
http://media-islam.or.id
Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscribe@yahoogroups.com
Paket Umrah 2011 mulai US$ 1.400:
hhttp://media-islam.or.id/2011/01/24/paket-umroh-2011-mulai-us-1-400

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___