Senin, 11 April 2011

[daarut-tauhiid] Hubungan Jarak Jauh

 

Hubungan Jarak Jauh




Oleh bidadari_Azzam


====================
Bukannya mengompori untuk bertambah khawatir, namun tulisan ini
bermaksud mengingatkan pada diri sendiri untuk senantiasa menjaga tim
yang kompak, yaitu keluarga kita nan sakinah. Mencegah adalah selalu
lebih baik dari pada mengobati, menjaga izzah keluarga selalu lebih baik dari pada memperbaiki segaris noktah.

Cerita tentang Pak Hasan, ikhwan yang sholeh, berkarir bagus
namun tetap sederhana dan bersahaja, tapi harus nge-kos sendirian di
Jakarta si kota macet. Istrinya punya karir lain di kota tetangga,
sekitar 3 atau 4 jam dari Jakarta, sang istri bersama dua anak mereka
selalu menjaga keceriaan keluarga, meskipun Pak Hasan hanya bisa
berkumpul seminggu sekali atau kadang-kadang hanya tiga kali dalam
sebulan.

Yang namanya hubungan jarak jauh, komunikasi yang terjalin pasti tak
selengket saat berdekatan. Apalagi kalau masing-masing pihak teramat
sibuk, yang kemudian frekuensi jadwal saling telpon atau 'video-call-an'
juga berkurang. Itulah yang terjadi pada Pak Hasan dan sang istri. Yang
selanjutnya dikarenakan meremehkan suasana mesra itulah, maka perlahan
tapi berterusan, datanglah godaan demi godaan sebagai pengganggu
keutuhan keluarga.

Godaan awal adalah dari anak kos si induk semang Pak Hasan, gadis
yang rajin membantu membersihkan kamarnya itu sesekali melirik dan
tersenyum kecil yang selanjutnya bersikap 'menggoda iman'. Namun Pak
Hasan berusaha terus menguatkan hatinya, ia pun makin berupaya memerangi
godaan, setiap ada waktu cuti dan weekend, kalau dia tak bisa pulang ke kota keluarganya, maka sang istri dan anak-anak yang berlibur ke Jakarta.

Tapi namanya juga godaan, makin tinggi ranting berbunga, makin
kencang angin menghembuskan sepoinya. Anak-anak kian berkembang, anak
Pak Hasan makin sibuk, ada banyak kegiatan di akhir minggu. Juga
istrinya, makin harus bijak mengatur pengeluaran rumah tangga, tidak
bisa jor-joran mengeluarkan dana ke Jakarta melulu. Pak Hasan
pun tak punya celah untuk pindah ke bagian lain di kantornya, misalnya
jika pindah ke divisi lain, maka pindah ke kota keluarga. Begitu pun
sang istri, dia merasa harus bertahan dengan kondisi sedemikian,
istrinya tak dapat pindah kerja pula ke Jakarta, pun tak mau mengalah
untuk resign sehingga berkumpul dengan suami.

Yah, setiap rumah tangga punya rahasia perusahaan masing-masing,
punya prioritas tujuan masing-masing, maka punya jalan bahtera
masing-masing, yang orang lain hanya dapat menjadi pengamat amatiran
saja, melihat dari kejauhan tanpa perlu mencari detail urusan rahasia
keluarga tersebut.

Suatu kali, Pak Hasan pindah kos-an, kemungkinan beliau menghindari
godaan yang lebih dahsyat dari anak si empunya rumah tersebut.

Namun di lain waktu, tiba-tiba terdengar berita bahwa Pak Hasan dan istrinya akan bercerai. Waduh, what's wrong?
Berita seperti itu pasti menyedihkan. Semua orang dekat mereka sangat
iba, dan merasa tak rela jika keluarga mereka tak utuh lagi. Sedikit
demi sedikit terkuaklah cerita pengakuan Pak Hasan yang dulu sempat
dimuat di surat kabar kota tersebut, bahwa akhirnya ada godaan lain yang
menjerumuskannya pada perzinahan.
Naudzubillahi minzaliik.

Dalam cerita beliau, suatu hari sepulang kerja, ia dan rekan-rekan
kantornya yang semuanya pria, pulang bersama dalam satu mobil milik
seorang teman. Mereka berenam, rencananya akan mencari warung makan,
barulah pulang ke rumah masing-masing. Tapi, saat kemacetan parah
sekali, mobil susah jalan, seusai hujan deras, banjir dimana-mana.
Mereka sudah kelaparan, makanya segera mencari warung makan terdekat,
dan warung makan tersebut ternyata jaraknya sangat dekat dengan 'panti
pijat langganan' teman-temannya.

Seumur hidupnya, baru kali itu Pak Hasan memasuki panti pijat,
mereka berenam menikmati teh hangat disana usai makan malam. Entahlah
ada unsur kesengajaan atau tidak, yang jelas satu-satunya pria yang
belum pernah kesana di antara enam orang tersebut, hanyalah Pak Hasan.
Dan dengan kenyamanan suasana yang diciptakan di ruangan tersebut,
satu-persatu temannya berpisah-pisah ruangan, diurusi oleh
perempuan-perempuan 'tukang pijat', Pak Hasan ikut disiapkan dan
ditraktir 'pijatan' oleh salah satu teman. Tak usahlah terlalu jauh
membayangkannya, malam itu, benteng pertahanan diri Pak Hasan hancur
lebur, ia ikut terseret 'kenikmatan pijat plus-plus' sebagaimana
teman-temannya.

Dan peristiwa seperti itu pun akhirnya "jadi langganan", yang tadinya
seorang Hasan adalah sosok suami yang menjaga pandangan, menjaga mata,
lisan, dan indera lainnya, ternyata dapat berbalik menjadi pelanggan
setia di panti pijat tersebut.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, "Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada
hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan
bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang
pendusta, dan orang miskin yang sombong," (HR.Muslim).

Salah satu dosa besar yang mengerikan, Pak Hasan sudah memahami hal
itu, maka ia pun terbuka diri mengakui perbuatannya tatkala memiliki
waktu yang tepat untuk bercerita dengan sang istri. Hingga gelegar
pengakuan itu membuat sang istri menginginkan perceraian, perih.

Kita tak perlu membahas rumah tangga mereka lebih jauh, tapi hikmah
yang bisa kita petik adalah kekompakan suami istri memang harus selalu
ada dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kekompakan itu tak hanya
seminggu sekali, tak cuma menikmati weekend, tak hanya belanja bareng, namun harus ada di setiap suasana, terutama suasana menge-charge ruhiyah.

Adalah sosok Mas Angga, yang pernah beberapa kali harus dinas berbeda
kota atau beda negara dengan kota tempat tinggal keluarga, sedari awal
menikahi istrinya, ia ajak untuk 'kompak bersama', "Saya gak mau kita pisah-pisah, dinda… terpisah dua dapur, dua tempat, apalagi pisah dengan anak-anak…", ujarnya,
maka sang istri harus berpindah kuliah beberapa kali, Mas Angga lebih
rela menghabiskan uang untuk ongkos pesawat ketika istrinya harus sibuk
ujian atau menyelesaikan urusan kuliah. Mas Angga juga pernah harus
berada tiga setengah bulan di Afrika, sementara sang anak dan istri di
Bangkok, dan Mas Angga menelepon setiap hari, bahkan tiga kali sehari,
bagaikan jadwal minum obat. Ada saja hal yang diobrolkan, serasa sulit
menutup gagang telepon saking beratnya berjauhan dari keluarga.

Ketika ada perusahaan yang 'memaksanya' meninggalkan keluarga lebih
lama hingga dua tahun dengan 'hanya' dijadwalkan pulang per-tiga bulan,
maka Mas Angga rela resign dari perusahaan tersebut, meskipun
diiming-imingi bonus nominal yang banyak. Rezeki Allah SWT Maha Luas,
masih banyak perusahaan yang memiliki peraturan lebih manusiawi, masih
ada pengusaha yang professional bekerja sama dengan karyawan-karyawan
meskipun berbeda bangsa. Bahkan pernah suatu kali saat berjauhan, Mas
Angga ngotot menelepon sang istri sampai 'missed-call' 79 kali, ia sangat khawatir kenapa hp itu tak diangkat. Padahal ternyata hp tersebut di-silent
tak sengaja oleh sang balita. Perhatian yang kecil seperti itu
sangatlah bermakna, setiap rumah tangga suatu waktu mengalami ujian
hubungan jarak jauh ini. Dan lagi-lagi, tak masalah berapa kali kita
diuji akan frekuensi waktu tak bersua, namun yang bermasalah adalah jika
kekompakan berkomunikasi itu mulai luntur.

Tatkala lunturnya kekompakan berkomunikasi, pasti godaan-godaan
datang, dan inilah pintu setan yang hadir dalam suatu rumah tangga.
Kalaupun suami dan istri terbiasa meluruskan niat dan menata hati setiap
saat, terbiasa sholat berjama'ah dan saling melayani di berbagai momen,
namun ketika berjauhan dengan tahap datangnya godaan itu, ada
pihak-pihak lain yang memanfaatkan situasi, yang pada saat itu justru
sinyal-sinyal cinta pasutri malah bisa makin memudar. Bagaikan
perceraian yang telah terjadi pada Bik Inem yang TKW di negeri jiran,
ex-suaminya bertani di kampung halaman, di tanah sunda. Tak menyangka
alasannya sama dengan banyak kisah TKW lain, sang suami berselingkuh
dengan tetangga sendiri tatkala sering bersama-sama di sawah, bahkan
uang tabungan Bik Inem yang menurut laporan telah dibelikan bahan
bangunan buat renovasi rumah mereka, ternyata raib dipergunakan untuk
hal lain.

Acungan jempol buat ummahat senior-senior saya, ada yang rela menunda kuliah lanjutan bea-siswanya, ada yang resign
dari perusahaan tempatnya meniti karir, demi prioritas keluarga,
mendukung penuh sang suami ketika harus mengais nafkah di negeri lain,
dalam tugas berat memimpin rumah tangga.

Satu nasehat penting yang selalu disematkan pada ceramah di acara resepsi pernikahan kita, Bahwa Allah ta'ala mengingatkan, "Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan."(QS. At-Tahrim [66]:6).

Suami adalah pakaian bagi sang istri, begitu pun sebaliknya, istri
merupakan pakaian bagi suaminya. Penutup aurat, perhiasan diri serta
sumber ketentraman dan kesenangan berumah tangga adalah makna fungsi
pakaian tersebut. Maka, jagalah pakaianmu, teman…

Wallohu 'alam bisshowab.

  ==============sumber : eramuslim.com

**SURYATI**
Gd. Pascasarjana FEUI
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Lt. 2
Kampus UI
Depok

Telp : 78849152-53
Fax : 78849154
Email : y4t12002@yahoo.com, suryati06@ui.ac.id

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: