*KH M Al Khaththath*
*Sekjen FUI*
Rabu, 6 April 2011, saya berkesempatan untuk menengok persidangan Ustadz Abu
Bakar Ba'asyir. Kakek tua berjubah putih itu tampak kalem dan pasrah,
meskipun semangatnya untuk menyampaikan kebenaran Islam di muka hakim tetap
semangat anak muda yang menggelora. Pekik takbir dari para santri dan
jamaah beliau yang bergema setiap kali beliau berbicara memang kerap
mengusik ketenangan para hakim.
Dalam konteks perjuangan tampaknya perlu para ulama, habaib, dan pimpinan
organisasi massa, orpol dan lembaga Islam sesekali menyempatkan hadir untuk
menengok persidangan dan bersilaturrahim dengan beliau sekaligus memberikan
dukungan moral.
Ustadz Abu, demikian sapaan akrab kyai yang menjadi sangat tenar karena
sejak kasus Bom Bali 1 tahun 2002 menjadi langganan pemberitaan media massa,
yakin tidak terlibat dengan kasus pelatihan militer anak-anak di Aceh.
Namun tuduhan terhadap beliau yang dilontarkan JPU adalah bahwa beliau
menjadi perancang pelatihan di Aceh sekaligus sebagai pendananya.
Akibatnya sidang "pengadilan" beliau menjadi kuat aroma rekayasanya. Paling
tidak, itu terjadi pada kasus persidangan yang mendengarkan keterangan para
saksi dengan teleconference padahal saksi sebenarnya bisa dihadirkan.
Lebih-lebih teleconference tersebut dilakukan antara persidangan di PN
Jaksel dengan Markas Brimob Kelapa Dua yang jaraknya hanya belasan kilo
meter.
Anehnya sebagian saksi teleconference diketahui oleh para pengacara bisa
nongol ke PN Jaksel. Maka wajar kalau para pengacara Ustadz Abu yakin bahwa
teleconference hanya proyek.
Di samping itu masih ada lagi hal-hal aneh yang terjadi selama persidangan.
Namun dalam persidangan hari Rabu itu, yakni mendengarkan keterangan saksi
ahli agama yang diajukan JPU, menurut saya cukup menarik.
Saksi ahli yang sehari-harinya seorang PNS dari Kementerian Agama dan
bertugas di bagian pengawasan makanan halal itu lumayan juga pengetahuannya
tentang tafsir. Hanya saja mungkin karena grogi, beliau sempat terbata-bata
dalam melafazhkan firman Allah SWT berkenaan dengan persiapan kekuatan
militer (I'dadul quwwah). Allah SWT berfirman:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu … (QS. Al Anfal 60).
Saksi ahli bidang agama tersebut tentu dihadirkan JPU untuk menyatakan bahwa
latihan militer anak-anak di Aceh bukanlah I'dad yang disyariatkan. Oleh
karena itu, dia membatasi I'dad dalam ayat tersebut dengan mengutip Tafsir
Ibnu Katsir bahwa persiapan kekuatan itu hanya pada peralatan perang (alatul
harb). Dan ketika ditanya oleh JPU tentang adakah ayat yang berbicara
tentang persiapan perang dengan menggunakan senjata api, saksi ahli itu
mengatakan tidak ada.
Benarkah Imam Ibnu Katsir membatasi bahwa persiapan perang itu sebatas alat
perang atau persenjataan?
Imam Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan: Kemudian Allah
SWT memerintahkan untuk mempersiapkan alat-alat perang (alatul harb) untuk
memerangi mereka sesuai kemampuan yang bisa dilakukan. "Persiapkanlah oleh
kalian semaksimal mungkin terhadap mereka berupa kekuatan dan kuda-kuda yang
tertambat" Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Uqbah bin Amir yang
berkata : aku mendengar Rasulullah saw. bersabda di atas mimbar: Persiapkanlah
oleh kalian kekuatan semaksimal mungkin untuk menghadapi mereka…Ketahuilah
bahwa kekuatan itu adalah "ar ramyu" Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah
"ar ramyu". Dalam Sahih Muslim kalimat tersebut diulang tiga kali.
Kata "ar ramyu" dalam hadits tersebut bisa diartikan panah, senjata mutakhir
pada waktu itu. Dan dengan melihat illat pada ayat tersebut yakni untuk
menakuti-nakuti musuh (irhabul aduw), maka penggunaan senjata api dan
senjata apapun yang efektif untuk menakut-nakuti musuh masuk dalam
pengertian ayat di atas.
Saksi Ahli tampaknya hanya membaca bagian awal tafsir Ibnu Katsir. Padahal
Imam Ibnu Katsir dalam menerangkan ayat tersebut juga mengutip hadits bahwa
Rasulullah saw. bersabda: "Memanahlah kalian dan mengendarailah, dan memanah
itu lebih baik daripada mengendarai" (Musnad Imam Ahmad Juz 4/144).
Jelaslah bahwa hadits ini menunjukkan perintah melakukan perbuatan atau
latihan memanah dan mengendarai kuda-kuda perang.
Selain itu, Imam An Nawawy dalam Syarah Muslim Juz 6/398 mengatakan bahwa
hadits "ala innal quwwata ar ramyu" menunjukkan keutamaan "ar ramyu" dan
penyerangan dengannya serta perhatian akan "ar ramyu" dengan niat jihad fi
sabilillah dan lain-lain yang dimaksudkan untuk latihan perang untuk
mendapatkan kemahiran dalam memainkan alat itu dan melatih anggota badan.
Jelaslah apa yang diterangkan oleh saksi ahli tersebut kurang memadai.
Namun ada yang menarik dari saksi Ahli, ketika ditanya apakah latihan
militer di Aceh oleh anak-anak yang disangka dengan teroris itu I'dad atau
teroris?. Saksi Ahli menyatakan tidak bisa menjawab. Artinya, beliau tidak
yakin bahwa itu aktivitas terorisme dan bukan I'dad. Wallahua'lam!
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar