Senin, 21 Februari 2011

[daarut-tauhiid] Perhatikanlah Aku!

 

Perhatikanlah Aku!




Oleh Anung Umar

sumber : eramuslim.com
==================
Ia terperangah dengan SMS yang dibacanya. Entah bagai mendapatkan
durian runtuh atau justru tertimpa runtuhan durian. "Akhi, ana akhwat..
umur 23 tahun.. tinggi.. ativitas.. Apakah antum berminat menikah
dengan ana?" Sedang mimpikah ia? Padahal siang itu matahari sangat terik
dan cuaca sedang panas-panasnya. Meskipun tidak sepanas di gurun, namun
suhu ketika itu sangat mendukung bagi seseorang untuk sulit memejamkan
mata.

Tanpa bersorak dan tanpa pula berjingkrak-jingkrak, ia balas SMS itu
sekaligus menanyakan identitas si pengirim sms itu. Setelah berlalu
beberapa waktu, entah berapa minggu atau bulan, usut punya usut, selidik
punya selidik, akhirnya terkuaklah identitas si pengirim SMS yang
sebenarnya. Ia ternyata istrinya sendiri! Ada apa dengan istrinya?

'Makar' apa yang ingin ia lakukan terhadap suaminya sendiri? Padahal
suaminya seorang yang saleh, baik din dan akhlaknya (dan hanya Allahlah
yang lebih berhak menilainya, saya tidak bermaksud mendahului Allah
dalam memberikan tazkiyah terhadap seorang pun). Ia juga penuntut ilmu
syar'i di suatu universitas dan seorang hafizh Al-Quran 30 Juz, meskipun
saya tidak tahu berapa hafalannya yang tersisa setelah menikah.

Dengan kondisinya seperti itu, ditambah padatnya rutinitas dia
sehari-hari antara belajar dan mengajar, sangat kecil-menurut saya-
peluang baginya untuk 'ngelirik-lirik'. Kalau begitu, apa yang mendorong si istri 'merelakan' suaminya untuk 'menduakannya'?
Ia memang seorang mahasiswa, bukan PNS atau pengusaha atau orang yang
memiliki profesi lain yang 'menjanjikan' dari segi finansial. Akan
tetapi, bukan berarti ia suami yang tidak bertanggungjawab. Setiap bulan
ia tetap memberi nafkah yang ia peroleh dari hasil mengajar
kecil-kecilan dan tunjangan dari kampus kepada istri dan satu anaknya
yang ada di kampung. Lantas, mengapa si istri 'berharap' suaminya
'melirik' kepada wanita lain?

Kalau diperhatikan dari hari-hari sebelumnya, selalu ada 'peperangan'
sengit antara mereka berdua di HP. Kalau hari ini 'gencatan senjata',
besoknya ada 'pertempuran' lagi. Demikianlah. Itu terjadi hampir setiap
hari. Sampai-sampai ia bertanya kepada saya, "Apa ana cerain aja dia
ya?" Saya sarankan ia agar berkonsultasi saja dengan ustadz.

Datanglah ia ke salah seorang ustadz. Ia ceritakan seluruh
masalahnya. Setelah konsultasi, saya tanya apa yang dinasehatkan ustadz
kepadanya. Ia menjawab, "Kata ustadz, intinya sih, itu karena dia kurang
(maaf) dibelai aja." Dibelai? Apa korelasinya antara cekcok dengan
belaian? Saya tidak yakin dengan saran itu. Saya meragukannya!

Suatu hari ketika sedang membongkar isi lemari buku di rumah, saya menemukan sebuah buku berjudul Mars And Venus On A Date
karya John Gray, Ph.D. Entah buku siapa itu, apakah milik orang tua
atau kakak. Pandangan saya tiba-tiba melekat di hal. 396 pada judul Mengapa Wanita Membutuhkan Pria.

Di situ penulis menyebutkan perbedaan wanita di masa lalu dan zaman
sekarang. Bila di masa lalu seorang wanita benar-benar membutuhkan
perlindungan pria dan dukungan fisik darinya, sedangkan sekarang, wanita
dapat mengurus dirinya sendiri (ini menurut penulis, mungkin
berdasarkan kebiasaan wanita barat, seperti wanita karier), maka
kebutuhannya pun berubah.

Penulis berkata, "Wanita tidak lagi membutuhkan pria terutama untuk
kelangsungan hidup dan perlindungan, melainkan untuk kenyamanan
emosional dan mengemong. Semakin wanita 'tidak' membutuhkan pria dalam
arti tradisional, semakin butuhlah dia akan perhatian dan kasih sayang
pria yang bersifat romantis…Seluruh pemikiran wanita dalam tiga puluh
tahun terakhir ini telah berubah secara dramatis. Roman merupakan hal
yang paling utama."

Pikir saya, inikah korelasi antara "belaian" dengan percekcokan itu?
Mungkin saja. Karena dari sisi finansial si istri tidak terlalu
'bergantung' dengan teman saya itu. Ia juga bekerja di kampungnya
(tentunya di tempat yang tidak banyak percampurbauran antara pria dan
wanita).

Lalu pandangan saya terpaku lagi di hal. 403 pada judul Penyebab Kemurungan Yang Berbeda.
Penulis menyebutkan, "Penyebab utama kemurungan pada wanita adalah
merasa terisolasi. Ketika seorang wanita sedang dalam keadaan paling
tidak bahagia, itu adalah ketika wanita merasa bahwa ia harus
mengerjakan segala-galanya sendiri dan tidak seorang pun yang
mendampinginya. Perasaan dibebani tanggung jawab untuk diri sendiri dan
untuk orang lain ini menjadi sumber kemurungan."

Lalu di di halaman berikutnya penulis menyebutkan, "Ironisnya bagi
pria adalah sebaliknya.
Ketika seorang pria merasa bahwa ia
bertanggungjawab untuk dirinya sendiri, ia merasa besar hati tentang
dirinya. Ketika ia merasa dapat melayani orang lain, ia semakin merasa
besar hati tentang dirinya…Pria senang bila bisa membantu dan
'dimanfaatkan' oleh wanita. Sebaliknya, wanita menjadi sedih bila dia
terlalu banyak 'dimanfaatkan'."

Saya berpikir lagi, mungkinkah ini korelasi antara "belaian" dan
percekcokan itu? Sangat mungkin. Si istri mungkin MERASA seluruh beban
tanggung jawab rumah tangga di antaranya membesarkan buah hatinya,
ditanggung dia sendiri, tanpa ada perhatian suami.

Dan kemungkinan itu makin mendekati kebenaran. Sebab, sebagaimana
dikabarkan teman itu kepada saya, setelah ia menyelesaikan studinya lalu
berkumpul kembali dengan istrinya, 'dua faksi' yang selama ini
bertikai, ternyata bisa rukun dan hidup tentram lagi.
Dan tentunya, tak
ada lagi setelah itu 'pertempuran' sengit di HP dan tak ada pula "sms
kejutan" yang menawarkan pernikahan.

Benarlah apa yang dikatakan ustadz tadi. Konflik yang menimpanya
bermuara dari kurangnya "belaian", kurangnya perhatian, atau merasa
kurang diperhatikan!

Bisa jadi, -wallahu a'lam- sebab itu pulalah mengapa Nabi kita صلى
الله عليه وسلم dengan padatnya aktivitas beliau dalam mengurus umat,
bila usai shalat Ashr, meluangkan waktu untuk menemui istri-istrinya.
Beliau menyempatkan diri untuk mengecup istrinya sebelum menunaikan
shalat di masjid. Beliau juga berkumpul dengan para istrinya setiap
malam di rumah istri tempat beliau bergilir. Semua itu agar
mengharmoniskan hubungan beliau dengan mereka, agar mereka merasa
diperhatikan dan tidak diacuhkan!

Mungkin itulah yang perlu dipahami oleh para suami. Sebab jika
seorang istri merasa kurang mendapatkan perhatian dari suaminya, bisa
saja muncul darinya sesuatu yang 'aneh bin ajaib' demi mewujudkan
keinginannya: "perhatikanlah aku!". Entah dengan mengirim "sms kejutan"
atau seperti yang dialami salah satu kerabat saya.

Suatu hari istrinya mengeluh sakit perut. Ia muntah-muntah dan
terkena semacam diare. Akhirnya si suami membawanya ke rumah sakit.
Setelah diperiksa beberapa lama, ternyata tidak ditemukan penyakit apa
pun, seluruh badannya normal. Padahal kelihatannya lemah lunglai
istrinya itu.

Seorang suster bertanya dengan penuh keheranan kepada si suami,
apakah ada masalah sebelumnya. Si suami menjawab bahwa tidak ada masalah
apa-apa, hanya saja ia baru berkumpul bersama istri dan anaknya setelah
beberapa bulan belakangan disibukkan dengan pekerjaan di luar kota.
"Oh, itu mungkin masalahnya, Pak!" demikian komentar suster.

Walhasil, seorang suami memang harus tahu kebutuhan istrinya. Selalu
memberikan perhatian serta sabar dalam meladeni tingkah lakunya yang
mungkin saja bisa membuat manyun mulut, dahi berkerut, atau
malah sakit perut. Itulah konsekuensi pernikahan. Bukan hanya
"manis-manisnya" saja yang dirasakan, yang "pahit" pun perlu dicicipi.
Makanya itulah ibadah, perlu pengorbanan dan kesabaran!

Jakarta, 15 Rabi'ulawwal 1432/18 Februari 2011

anungumar.wordpress.com

====================

**SURYATI**
Gd. Pascasarjana FEUI
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Lt. 2
Kampus UI
Depok

Telp : 78849152-53
Fax : 78849154
Email : y4t12002@yahoo.com, suryati06@ui.ac.id

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: