Sabtu, 09 April 2011

[daarut-tauhiid] Kilauan Kisah Pengukir Sejarah

 

Kilauan Kisah Pengukir Sejarah

Beberapa tahun yang lalu pemerintah Mesir menghentikan penyebaran sebuah
buku. Bukan Ma'alim fit Thariq karya Sayyid Quthb, sebab kalau yang itu
semua orang sudah tahu. Buku yang dimaksud adalah sebuah buku yang
mengisahkan kepahlawanan sahabat Khalid bin Walid Pembredelan itu dilandasi
oleh ketakutan pemerintah terhadap pengaruh 'negatif' dari buku itu. Para
pemuda yang membaca buku itu menjadi begitu bersemangat melawan
ketidakadilan dan kesewenang-wenangan pemerintah yang sedang berkuasa saat
itu. Para pemuda itu tidak lagi mengenal rasa takut selain takut (baca:
khasyyah dan khauf) kepada Allah. Mereka semua ingin seperti Khalid bin
Walid. Gagah berani menghadapi musuh, teguh dalam memegang prinsip
kebenaran.

Jangan remehkan buku yang memuat kisah-kisah. Kiranya itu adalah pesan
penguasa Mesir waktu itu. Apalagi kisah-kisah nyata tentang kegigihan para
pendahulu dalam memegang prinsip.

Dan apa yang dialami oleh penguasa Mesir itu dialami pula oleh khalifah yang
berhadapan dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Semua ulama telah mengambil
rukhshah. Menghadapi fitnah dan siksaan yang ditimpakan oleh khalifah di
antara para ulama ada yang memilih menyembunyikan keyakinannya dan
menampakkan kekafiran secara terang-terangan. Ada juga yang menampakkan
kekafiran secara tawriyah, tidak terang-terangan. Saat ditanya apakah
al-Qur`an itu makhluk ataukah kalamullah mereka menjawab, "Allah menurunkan
empat kitab suci. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud." Mereka menjawab
ini sambil menunjuk jari telunjuk. "Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi
Musa." Lanjut mereka sambil menambahkan jari tengah atas jari telunjuk
memberi isyarat dua. "Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa." Mereka pun
menambahkan jari manis mengisyaratkan jumlah tiga. "Dan al-Qur`an diturunkan
kepada Nabi Muhammad." Mereka menambahkan jari kelingking memberi isyarat
empat. Lalu mereka berkata,"Satu, dua, tiga, empat ini adalah makhluk."
Jawab mereka sambil menunjukkan keempat jarinya. Mereka memaksudkan yang
makhluk adalah keempat jarinya, meskipun yang mendengamya mengira mereka
mengakui bahwa al-Qur`an dan kitab-kitab Allah yang lain adalah makhluk.
Itulah tawriyah.

Tinggal Imam Ahmad bin Hanbal yang bertahan. Tak ayal lagi beliau diseret
dan dimasukkan ke dalam penjara sambil menunggu persidangan. Di dalam
penjara Imam Ahmad didatangi oleh sahabat-sahabat dan murid-muridnya. Mereka
semua mengharap supaya Imam Ahmad mengambil rukhshah sehingga bisa
meneruskan kajian di masjid seperti biasanya. Mereka membawakan ayat dan
hadits-hadits yang membolehkan seorang muslim mengambil rukhshah, boleh
mengucapkan kata-kata kufur asalkan hatinya tetap berada di dalam iman di
saat nyawanya terancam.

Setelah semua orang menyajikan argumen masing-masing, giliran Imam Ahmad
menjawab. "Bagaimana dengan hadits Khabbab? " Semua terdiam membisu. Sebab
semua tahu yang dimaksud oleh sang Imam. Hadits Khabbab itu berbunyi: Dari
Khabbab bin al-Arat ia berkata, "Kami mengadu kepada Rasulullah shalallahu
alaihi wassalam saat beliau menjadikan kain selimut beliau sebagai bantal di
sisi ka'bah. Kami katakan kepada beliau, 'Mengapa engkau tidak memintakan
pertolongan (kepada Allah) bagi kami? Mengapa engkau tidak berdoa kepada
Allah untuk kami?' Beliau menjawab, 'Di antara umat sebelum kalian ada
seseorang yang digalikan lubang untuknya, lalu ia dimasukkan ke dalamnya,
diambillah sebilah gergaji, dan kepalanya pun digergaji di bagian tengahnya.
Namun hal itu tidak menyurutkannya dari memegang agamanya kuat-kuat. Lalu
diambillah sisir dari besi dan disisirkan pada kepalanya sehingga kulitnya
terkelupas dan tampaklah tengkorak kepalanya. Namun hal itu pun tidak
membuatnya bergeser dari agamanya. Demi Allah, bersabarlah, kalian, karena
Allah akan menyempurnakan agama ini sampai ada orang yang berjalan dari
Shan'a menuju Hadramaut, ia tidak takut akan sesuatu pun selain Allah atau
serigala yang hendak menerkam kambing-kambingnya. Sungguh, kalian tertalu
tergesa-gesa."'

Hadits Khabbab yang dimaksud memuat kisah keteguhan segelintir orang yang
disiksa karena mempertahankan agamanya. Dan tampaknya sang Imam hendak
meneladani orang yang dikisahkan oleh Rasulullah dalam hadits itu. Maka,
orang-orang pun pulang dengan tangan kosong. Mereka tinggal menunggu hari
eksekusi yang relah ditetapkan.

Hari itu datang. Khalifah telah mengumpulkan orang-orang di halaman
istananya. Untuk 'acara' eksekusi itu disiapkan tempat khusus sehingga
khalayak yang hadir dapat menyaksikan apa yang akan terjadi pada sang Imam.

Di dalam istana, Imam Ahmad yang dibawa menuju tempat khusus yang telah
disediakan sempat ditemui oleh salah seorang murid beliau, Imam al-Marwaziy.
"Wahai Ustadz, Allah telah berfirrnan, 'Janganlah kamu membunuh dirimu
sendiri!'(QS. an-Nisa': 29)

"Wahai Marwaziy, tengoklah keluar! Apa yang kamu lihat?" jawab Imam Ahmad.

Imam al-Marwaziy menuturkan, 'Aku lihat lautan manusia. Hanya Allah yang
tahu jumlahnya. Mereka semua membawa lembaran kertas dan pena. Mereka siap
menulis apa saja yang akan didengar keluar dari lisan sang Imam."

"Bagaimana menurutmu Marwaziy, haruskan aku menyesatkan mereka semua? Atau
tidak mengapa satu nyawa melayang hari ini asalkan mereka semua tidak
tersesat? Bagaimana?" tanya sang Imam retoris.

Imam al-Marwaziy memandang dari kejauhan saat Imam Ahmad ditanya pendapatnya
tentang al-Qur'an: apakah ia makhluk ataukah kalamullah.

Semua yang hadir terdiam membisu menunggu jawaban sang imam. Mereka telah
siap dengan kertas dan pena masing-masing. Dan mereka tidak perlu menunggu
waktu yang lama untuk mendengar jawaban sang Imam. Dengan tegas dan lantang
Imam Ahmad menjawab, "Al-Qur' an adalah kalamullah!"

Ribuan pena menggores kertas mencatat fatwa sang Imam yang teguh berpijak di
atas sunnah seiring cambukan pertama yang dilakukan oleh algojo khalifah
mendera tubuh Imam Ahmad yang lemah. Dalam pandangan Imam Ahmad siksa yang
menderanya belum ada apa-apanya dibandingkan siksaan yang dialami oleh
lelaki yang disebut Nabi dalam hadits Khabbab. Imam al-Marwaziy hanya bisa
diam dan berdoa kepada Allah saat menyaksikan tubuh lemah sang Imam dicambuk
tak kurang dari 40 kali oleh para algojo yang bergantian melakukannya.
Sampai tubuh lemah itu terkulai pingsan tanpa daya.

(d/p)

Sumber :

Ar-risalah No. 56 / Th. V Muharram 1427 H / Februari 2006 M

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: