Rabu, 25 Agustus 2010

[daarut-tauhiid] Keagungan Isteri Seorang Mujahid

*Keagungan Isteri Seorang Mujahid*

Lelaki berumur enam puluh tahun itu memasuki rumahnya di Madinah. Nyaris tak
mengenali lagi rumah yang pernah ditinggalinya itu. Ia menemukan rumah itu,
saat menyusuri jalan-jalan di kota Madinah, yang sudah ramai.

Rumahnya yang sangat sederhana itu, pintunya agak terbuka, dan nampak
lengang. Lelaki itu meninggalkan rumahnya, tiga puluh tahun lalu, dan waktu
itu isterinya masih belia, dan menjelang melahirkan anak pertamanya.

Lelaki tua itu meninggalkan Medinah pergi berjihad ke negeri yang sangat
jauh. Ia berangkat bersama pasukan muslimin. Membuka Bukhara dan Samarkand,
dan sekitarnya, yang terletak di Asia Tengah. Begitu jauh perjalanan jihad
bersama pasukan muslimin, mengarungi samudera padang pasir, menembus
perjalanan beribu-ribu mil dari kota Madinah. Sungguh sangat luar biasa para
mujahidin itu. Kepergiannya dengan tekad dan tawakal kepada Allah Azza wa
Jalla.

Menjelang Isya' dengan kuda yang dituganginya itu, prajurit tua itu,
memasuki kota Madinah, yang masih ramai, dan melihat kehidupan yang tidak
berubah, sesudah ditinggalkannya selama tiga puluh tahun. Namun, ingatannya
yang tajam, akhirnya lelaki tua itu, menemukan rumahnya kembali, yang masih
tampak sederhana, dan didapati pintunya sedikit terbuka. Kegembiraan
menggelayut, dan merasa yakin bertemu dengan kembali dengan isterinya yang
lama ditinggalkan itu.

Si penghuni rumah melihat ada orang yang masuk rumahnya, maka lelaki yang
ada di atas, langsung melompat, dan turun sambil membentak lelaki tua yang
datang itu, "Engkau berani memasuki rumah dan menodai kehormatanku
malam-malam, wahai musuh Allah?". Si penghuni rumah mencengkeram leher
lelaki tua, seraya mengatakan, "Wahai musuh Allah, demi Allah aku takkan
melepaskanmu kecuali di muka hakim", sergahnya.

Lelaki tua yang baru datang itu berkata, "Aku bukan musuh Allah dan bukan
pernjahat. Ini rumah milikku, kudapati pintunya terbuka lalu aku masuk".
Lelaki tua itu melanjutkan, "Wahai saudara-saudara, dengarkanlah. Rumah ini
milikku, kubeli dengan uangku. Wahai kaum, aku adalah Farrukh. Tiadakah
seorang tetangga yang masih mengenali Farrukh yang tiga puluh tahun lalu
pergi berjihad fi sabilillah?"

Bersamaan itu, ibu si empunya rumah yang sedang tidur itu bangun oleh
keributan, lalu menengok dari jendela atas dan melihat suaminya sedang
bergulat dengan darah dagingnya sendiri. Lidahnya nyaris tak berucap. Dengan
nada yang kuat berseru, "Lepaskan .. lepaskan dia, Rabiah … lepaskan dia,
putraku, dia adalah ayahmu .. dia ayahmu … Saudara-saudara sekalian
tinggalkan mereka, semoga Allah memberkahi kalian. Tenanglah, Abu
Abdirrahman, dia putramu .. dua putramu .. jantung hatimu …

Lalu, Ar-Rabi'ah mencium tangan ayahnya. Orang-orang meninggalkan keduanya.
Setelah itu, isterinya Ummu Rabi'ah menyambut suaminya dan memberi salam.
Ummu Rabi'ah tak mengira bahwa ia akan bertemu kembali dengan suaminya yang
pergi berjihad selama tiga puluh tahun itu.

Saat-saat bahagia antara Farrukh dengan Ummu Rabi'ah, terkadang duduk
berdua, sambil bercerita keduanya selama berpisah tiga puluh tahun. Mereka
mendapatkan kebahagiaan kembali, keduanya dapat bertemu, meskipun sekarang
suaminya telah berumur enam puluh tahun. Namun, saat itu muncul kekawatiran
dari Ummu Rabi'ah tentang uang yang pernah dititipkan oleh suaminya dahulu,
dan ia harus menjaganya. Karena uang yang dititipkan suaminya itu, habis
untuk membiayai pedidikan putranya senilai 30.000 dinar. "Percayakah Farrukh
bahwa pendidikan putranya itu menghabiskan 30.000 dinar", gumam Ummu
Rabi'ah.

Selagi pikirannya mengelayut itu, tiba-tiba Farrukh, yang duduk disampingnya
itu berkata, "Aku membawa uang 4.000 dinar. Ambillah uang yang akut titipkan
kepadamu dahulu. Kita kumpulkan lalu kita belikan kebun atau rumah, dan akan
kita ambil sewanya", ucap Farrukh kepada Ummu Rabi'ah.

Pembicaraan terputus saat adzan datang. Farrukh bergegas menuju masjid,
seraya menanyakan, "Mana Ar-Rabi'ah?' Isterinya menjawab, "Dia sudah lebih
dahulu berangkat ke masjid. Saya kira engkau akan tertinggal shalat
berjama'ah". Dia segera shalat, dan sesudah itu pergi ke Rhaudah mutharah,
berdo'a di dekat makam Rasulullah, karena betapa rindunya dia dengan
Rasulullah.

Saat mau meninggalkan masjid, begitu ramai orang yang sedang mengelilingi
seorang ulama, yang belum pernah melihat sebelumnya. Mereka duduk melingkari
Sheik itu. Sampai tak ada tempat yang kosong untuk dapat berjalan. Farrukh
mengamati, ternyata orang-orang yang hadir, ada yang sudah lanjut usia,
anak-anak muda, mereka semua duduk sambil menghamparkan lututnya. Semuanya
menghadapkan pandangan kepada Sheikh.

Farrukh itu berusaha melihat wajah Sheikh yang luar biasa itu, tetapi tak
dapat, karena begitu banyaknya orang yang mengelilinginya. Sampai saat
majelis itu usai. Orang-orang meninggalkan masjid. Kemudian di tengah-tengah
suasana yang sudah mulai sepi itu Farrukh bertanya kepada salah seorang yang
masih tinggal di masjid itu.

Farrukh: "Siapakah Sheikh yang baru saja berceramah itu?"

Fulan: "Apakah anda bukan penduduk Madinah?"

Farrukh: "Saya penduduk Madinah".

Fulan: "Masih adakah di Madinah ini orang yang tak mengenal Sheikh yang
memberikan ceramah itu?"

Farrukh: "Maaf, saya benar-benar tidak tahu, karena saya sudah meninggalkan
kota ini sejak 30 tahun yang lalu, dan baru kemarin tiba"

Fulan: "Tidak apa. Duduklah sejenak, saya akan menjelaskannya. Sheikh yang
anda dengarkan ceramahnya itu adalah seorang tokoh tabi'in. Termasuk
diantara ulama yang paling terpandang, dialah ahli hadist di Madinah, fuqaha
dan imam kami, meksipun masih sangat muda". Majelisnya dihadiri oleh Malik
bin Anas, Abu Hanifah, An-Nu'man, Yahya bin Sa'id Al-Anshari, Sufyan Tsauri,
Abdurrahman bin Amru Al-Auza'I, Laits bin Sa'id dan lainnya".

Farrukh: "Tetapi anda belum menyebutkan namanya?"

Fulan: "Namanya adalah Ar-Rabi'ah Ar-Ra'yi".

Farrukh: "Namanya Ar-Rabi'ah Ar-Ra'yi?"

Fulan: "Nama aslinya Ar-Rabi'ah, tetapi para ulama dan pemuka Madinah biasa
memanggilnya Ar-Rabi'ah Ar-Ra'yi. Karena setiap menjumpai kesulitan tentang
nash dari Kitabullah yang tidak jelas, mereka selalu bertanya kepadanya".

Farrukh: "Anda belum menyebutkan nasabnya?"

Fulan: "Dia adalah Ar-Rabi'ah putra Farrukh yang memiliki kunyah (julukan)
Abu Abdurrahman. Tak lama dilahirkan setelah ayahnya meninggalkan Madinah
sebagai mujahid fi sabilillah, lalu ibunya memelihara dan mendidiknya.
Tetapi sebelum shalat tadi orang-orang ramai mengatakan ayahnya telah datang
kemarin malam."

Tiba-tiba meleleh air mata Farrukh, tanpa lawan bicaranya mengerti mengapa
Farrukh melelehkan air matanya.

Sesampai di rumah isterinya Ummu Rabi'ah melihat suaminya meneteskan air
matanya, dan bertanya kepada suaminya, Farrukh : "Ada apa wahai Abu
Abdirrahman?" Suaminya menjawab : "Tidak ada apa-apa. Aku melihat putraku
berada dalam kedudukan ilu dan kehormatan yang tinggi, yang tidak kulihat
pada orang lain", tukasnya.

Di ujung kehidupan itu, Ummu Rabi'ah bertanya kepada suaminya, "Menurutmu
manakah yang lebih engkau sukai, uang 30.000 dinar, atau ilmu dan kehormatan
yang telah dicapai putramu?". Farrukh menjawab : "Demi Allah, bahkan ini
lebih aku sukai dari pada dunia dan seisinya", ucapnya.

Begitulah kisah generasi Tabi'in yang penuh kemuliaan, dan peranan seorang
ibu yang ditinggal oleh suaminya berjihad ke negeri yang sangat jauh, selama
tiga puluh, dan dapat mendidik putranya menjadi seorang ulama besar dan
memiliki ilmu dan kehormatan yaitu Ar-Rabi'ah. Wallahu'alam.

http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/keagungan-isteri-seorang-mujahid.htm

8/22/2010 11:02 AM


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: