Selasa, 27 Juli 2010

[daarut-tauhiid] Kalo Terpaksa Bertransaksi Ribawi?

 

Sebelum membahas tentang transaksi riba yang terpaksa (terpaksa punya
rekening di bank konvensional, asuransi konvensional, dll), mari kita
mantapkan dulu kengerian kita terhadap riba :)

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda, "Jauhilah
tujuh hal yang merusak." Ada yang bertanya, "Ya Rasulullah, apa
tujuh hal itu?" Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam
bersabda, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan harta anak yatim, makan
riba, lari dari medan pertempuran dan menuduh berzina wanita-wanita yang
terjaga (dari berzina) yang lalai dan beriman."
(HR. Muslim)

Dari hadis ini jelas bahwa riba adalah dosa besar, karena dikelompokkan
dengan syirik, membunuh, zina, dan lainnya.

Allah azza wa jallan berfirman,
فَإِنÙ' Ù„ÙŽÙ…Ù' تَفÙ'عَلُوا
فَأÙ'ذَنُوا بِحَرÙ'بٍ مِنَ
اللَÙ`هِ وَرَسُولِهِ
"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu…." (QS.
Al-Baqarah: 279)

Ayat ini menjelaskan bahwa, berani bertransaksi riba berarti belagu,
berani perang melawan Allah dan Rasul-Nya.

"(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan
ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya
sendiri."
(HR. Ath-Thabrany dan lainnya serta dishahihkan oleh al-Albani)

Hadis ini sudah sangat jelas.

"Satu dirham riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sementara ia
tahu, lebih berat daripada 36 pelacur" (HR. Ahmad, disebutkan dalam
Naylul Authar)

Hadis ini menerangkan bahwa dosa riba walaupun hanya satu dirham
(sekitar 30ribu rupiah), adalah lebih berat dari dosa 36 pelacur. Itu
baru 1 dirham, gimana klo transaksi yg menghasilkan riba ratusan dirham?

Trus, gimana klo bertransaksi ribawi tp g ngambil ribanya?

Klo pun g ngambil ribanya (bunga tabungan misalnya), ya tetep aja
nolongin perusahaan ribawi, untuk menjalankan bisnisnya, menambah
untungnya, bahkan mengembangkan bisnis ribawinya.

Allah azza wa jallan berfirman,
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى
الإثÙ'مِ وَالÙ'عُدÙ'وَانِ
وَاتَÙ`قُوا اللَÙ`Ù‡ÙŽ إِنَÙ`
اللَÙ`Ù‡ÙŽ شَدِيدُ
الÙ'عِقَابِ
"..dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya." (QS. Al-Maidah: 2)

Dan diriwayatkan dari Jabir radhiallahu `anhu,
"Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam telah melaknat pemakai
riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau
mengatakan, "Mereka itu sama saja"
(HR. Muslim)

Jadi, nolongin bisnis ribawi, sama aja dosanya dg nolongin terjadinya
dosa besar, nolongin mereka yang berperang melawan Allah dan Rasul-Nya,
nolongin seseorang menzinai ibunya, dan nolongin 36 pelacur untuk
melacur.

Lha, klo terpaksa gimana? (baru masuk tema nih ^_^;)

Memang dalam hukum Islam keterpaksaan membolehkan yang terlarang. Ada
kaidah, "adh-dharurat tubihul mahzhurat", alias "keadaan
darurat membolehkan yang dilarang". Namun keterpaksaan tersebut
tetap dibatasi, seperti dalam firman Allah azza wa jalla,

فَمَنِ اضÙ'طُرَÙ` غَيÙ'رَ
بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا
إِثÙ'Ù…ÙŽ عَلَيÙ'هِ إِنَÙ`
اللَÙ`Ù‡ÙŽ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"…Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa, sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
Al-Baqarah: 173)

Jadi keterpaksaan harus dibalut dengan "tidak menginginkannya"
dan "tidak melampaui batas".

"Tidak menginginkannya" berarti hatinya menolak, resah, dan ia
tidak bernikmat-nikmat dengan keterpaksaan tersebut. Mumpung punya
asuransi (ribawi) trus menikmatinya sebanyak-banyaknya adalah hal yg
perlu diperhatikan. Memakai sebatas premium yg telah dibayar mgkn ga
papa, tapi selebihnya adalah riba. "Terpaksa punya" dan "terpaksa
memakai" adalah 2 posisi berbeda, maka pastikan dulu di mana posisi
kita.

Adapun "tidak melampaui batas" berarti hanya melanggar sesuai
dengan keterpaksaannya. Yang hanya terpaksa punya 1 rekening bank ribawi
atau asuransi ribawi, maka tidak terpaksa untuk memiki rekening kedua.
Yang hanya terpaksa punya rekening bank (ribawi) A, maka tidak terpaksa
untuk mempunyai rekening bank (ribawi) B. Begitu seterusnya. Dan setiap
keterpaksaan akan ditanyai di akhirat.

Tapi, bank syariah katanya juga g murni syariah?

Nanya atau nyari alesan? :) Setidakmurni-tidakmurninya bank syariah,
masih jauh lebih ribawi bank konvensional. So, yang mana yang seharusnya
dipilih seorang muslim?

Di atas itu semua, mari berdoa untuk keterbebasan dari riba.

"Apabila telah nampak zina dan riba di sebuah kampung, maka sungguh
mereka telah menghalalkan adzab Allah (kepada mereka -penj) "
(HR. Al-Hakim dan ath-Thabrani dishahihkan oleh al-Albani)

Wallahu a'lam
Wallahul-musta'an

Syaikhul_Muqorrobin@JKT
http://muqorrobin.multiply.com

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: