Kamis, 29 Juli 2010

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3143

Messages In This Digest (11 Messages)

Messages

1a.

Re: [PENERBITAN] Kami Memburu Naskah Potensial yang Bisa Dijual

Posted by: "Imam Suyudi" pekalian@yahoo.com   pekalian

Wed Jul 28, 2010 4:16 pm (PDT)



Yth. Pak Anwar, keponakan saya kelas II SMP punya naskah cerita dan sangat bermimpi bisa diterbitkan yang saya membacanya, mungkin tidak terlalu mempersoalkan profitnya. Apakah Pak Anwar bisa membantu minimal memberitahu saya dimana ada penerbit yang berkenan menerimanya untuk diterbitkan atau mungkin Pak Anwar sendiri bisa bantu?Demikian dan makasih banyak.
Salam jabat erat
Imam Suyudi

--- On Mon, 7/26/10, Anwar Holid <wartax@yahoo.com> wrote:

From: Anwar Holid <wartax@yahoo.com>
Subject: [sekolah-kehidupan] [PENERBITAN] Kami Memburu Naskah Potensial yang Bisa Dijual
To: "pegiatpendulum" <pegiatpendulum@yahoogroups.com>
Date: Monday, July 26, 2010, 6:59 AM

 

[PENERBITAN]

Kami Memburu Naskah Potensial yang Bisa Dijual

---Anwar Holid

Kalau diberi kesempatan, naskah seperti apa yang akan kamu terbitkan? Jawabannya: aku mau menerbitkan semua buku yang aku inginkan.

Mimpi! Kenyataan tak semudah itu. Penerbit merupakan lembaga bisnis yang bertaruh dengan uang. Ia berhitung untung-rugi. Setiap penerbit punya selera dan ketentuan sendiri. Jujur, penerbit manapun lebih suka menerbitkan naskah yang sudah dijamin biaya produksinya---misal oleh penulis sendiri, pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan---daripada harus menerbitkan naskah yang pasarnya belum jelas, butuh energi, dan biaya besar untuk balik modal. Kecenderungan ini terbukti dari banyaknya naskah pesanan, padahal editor sudah kerap memberi tahu bahwa naskahnya tidak layak dan teknik penulisannya payah. Tapi karena penerbit pasti mendapat untung tanpa perlu susah-susah menjualnya, naskah itu tetap harus terbit, bahkan kerap dirayakan dengan gegap gempita.

Buku yang terbit kadang-kadang tak ada hubungannya dengan naskah baik atau buruk. Sering penerbit hanya butuh naskah laku, yang langsung bisa meyakinkan bakal mendatangkan uang, menghasilkan bonus, terjual ratusan ribu kopi, dan memasarkannya dengan semangat. Mau naskah sebagus apa pun, semulia apa pun, kalau dinilai tak mendatangkan untung tak bakal diterbitkan. Kalau terpaksa diterbitkan, entah oleh penerbit profesional atau self-publishing, hasilnya sama saja: buku itu menumpuk bertahun-tahun, sebelum akhirnya akan dikilo ke tempat loak. Naskah bagus bisa berbeda dengan naskah laku, dan itu merupakan misteri bagi semua pemain industri perbukuan, meski penerbit terus berusaha menaklukannya.

Banyak buku yang dilecehkan sebagian pembaca ternyata laris di pasar, jadi bestseller, dicetak puluhan kali, mendatangkan untung miliaran rupiah bagi penerbit dan penulis. Penerbit kerap lebih tertarik dengan naskah yang punya potensi jadi bestseller daripada naskah yang dianggap baik. Untuk mendapat naskah bestseller penerbit bahkan berani menyewa penulis dan membayar kontan. Orang boleh saja menghina-hina sebuah buku rendah mutunya, kosong isinya, ditulis biasa saja, bahkan mungkin merupakan pseudosains utak-gatik-gatuk, tapi kalau buku itu laku, silakan gigit jari orang yang menghina-hina itu. Setiap buku laris pasti bakal ada susulannya; penerbit lain sangat ingin mendapat naskah sejenis itu. Penerbit selalu mencari momen bestseller, bagaimanapun caranya.

Kalau begitu, naskah seperti apa yang bisa terbit? Jawabannya jelas naskah yang bakal laku bila jadi buku. Jawaban ini bisa sangat beragam bentuknya, sebab penerbit punya pernyataan bisnis masing-masing---bahkan bisa tak malu-malu mengkhianati pernyataan itu. Contoh: ada penerbit yang berafiliasi dengan Islam malah menerbitkan buku tentang seorang Yahudi yang dianggap menghancurkan dunia Islam. Kenapa penerbit ini mau menerbitkannya? Karena dia ingin memetik keuntungan dari buku itu.

Naskah yang bisa menarik perhatian penerbit biasanya punya ciri sebagai berikut:

1/ Ditulis dengan rapi. Ini syarat mutlak. Selera editor biasanya langsung rusak bila melihat naskah yang terlalu banyak salah eja. Bila seleranya rusak, dia akan lebih kesulitan lagi menemukan permata dalam naskah itu. Wah, bukankah memperbaiki dan memoles kesalahan naskah itu tugas editor? Benar. Tapi penulis harus menolong diri sendiri dulu. Penulis dilarang membebankan persoalan elementer ini pada editor. Di sinilah pentingnya penulis harus berusaha mengetik secara disiplin dan akurat, kalau bisa tanpa kesalahan satu pun.

2/ Subjek (isi) tulisan itu jelas. Penulis mestinya mengusung ide tertentu yang fokus. Ia mau bicara apa? Bagaimana cara dia menyampaikan pemikiran? Kalau bertele-tele, banyak menyertakan hal irelevan, malah membuat kabur persoalan, editor bisa langsung menolak naskah itu atau mencorat-coretnya. Kalau cara penyampaiannya kurang greget, sementara ide ceritanya biasa, naskah itu akan mudah diabaikan. Sebaliknya, meski ide ceritanya biasa, namun disampaikan secara unik, atraktif, dengan sudut pandang menarik, kemungkinan besar naskah itu masih tetap bisa memikat. Isi naskah merupakan perhatian utama editor, sebab pada dasarnya itulah yang akan ia kemas menjadi buku yang bisa dijual, bisa ditawarkan kepada calon pembaca.

Jonathan Karp, seorang editor berpengalaman di Amerika Serikat, menyatakan: "Kami akan mati-matian berusaha menerbitkan buku yang luar biasa, karya penulis yang memiliki perspektif unik, otoritasnya diakui, dan mampu menarik perhatian orang. Karya yang bisa menjelaskan mengenai budaya kita. Ia mesti bisa menerangi, menginspirasi, memancing emosi pembaca, sekaligus menghibur. Pendapat, otoritas, maupun subjek buku itu harus tunggal, istimewa, luar biasa."

Noor H. Dee, editor di LPPH, berpendapat bahwa sebuah naskah pantas diterbitkan bila memiliki nilai kebaruan dan keunikan. Pembaca juga harus bisa mendapatkan manfaat dari naskah tersebut. "Saya lebih memilih naskah yang sedang hip (digemari) di pasaran, sebab trend pasar juga jadi pertimbangan saya," demikian ujarnya.

3/ Punya nilai lebih atau keunggulan yang bisa ditonjolkan. Ini berguna bila subjek bahasan penulis serupa dengan penulis lain, atau topik itu sudah dibahas banyak buku lain. Apa yang ditawarkan naskah ini, misalnya apa rahasia yang belum terungkap penulis lain, temuan baru, efektivitas, bahkan hal-hal sepele yang mungkin bisa diunggulkan sebagai nilai jual.

Contoh kasus: Isi Outliers (Malcolm Gladwell) kalau dilihat-lihat sangat klise, berisi pandangan manusia tentang kesuksesan. Buku motivasional atau how-to sudah membicarakannya dari banyak sisi. Tapi kenapa Outliers tetap bisa menonjol secara luar biasa dan jadi bestseller gila-gilaan? Bisa jadi karena dua hal: (1) teknik penulisannya hebat dan lincah sekali. (2) cara berpikir Gladwell unik dan cara dia menarik kesimpulan mengejutkan.

Carol Meyer dalam The Writer's Survival Manual menyebut ada tujuh faktor yang sering jadi pertimbangan editor dalam meloloskan naskah, yaitu:

1/ Apa naskah ini cocok dengan buku-buku terbitan sebelumnya? Apa penerbit pernah sukses dengan buku seperti ini? Kalau tidak, apa ada celah baru yang masuk akal untuk menerbitkan naskah ini? Bagaimana menjualnya?

2/ Apa subjek buku itu akan bisa dia edit dengan nyaman? Kalau harus outsource, apa biayanya terjangkau?

3/ Apa editor punya waktu untuk mengeditnya?

4/ Apa naskah itu ditulis dengan baik?

5/ Bagaimana kompetisi naskah sejenis di pasar?

6/ Apa subjek naskah itu sedang populer, membuka subjek baru, atau punya kemungkinan melahirkan trend baru?

7/ Apa penerbit sanggup membiayai ongkos produksinya?

****

Tak ada yang suci di dunia penerbitan. Sebuah naskah bisa terbit karena belasan alasan dan kondisinya macam-macam. Apalagi naskah apa pun bisa dipoles dan direvisi. Bahkan kerap terjadi naskah yang sebenarnya belum layak pun bisa dipaksa terbit bila ada pihak yang menginginkan atau mau membiayainya. Ingatlah buku-buku buruk yang pernah kita baca. Standarnya ialah asal naskah itu memenuhi syarat tertentu, masuk kategori cukup (tidak memalukan bila diterbitkan), bisa diupayakan, ada sesuatu yang ingin dikejar, maka naskah itu niscaya bakal terbit.

Sederhananya, bila editor menilai bahwa naskah yang dibacanya sudah cukup bagus, cukup yakin bahwa naskah itu punya nilai jual, ia akan meloloskan dan mengusulkan untuk diterbitkan. Kalau naskah disiapkan dengan baik, itu sudah cukup untuk menjadi bahan buku yang memadai. Perkara bestseller, siapa yang tahu. Banyak buku bestseller kualitas isinya biasa saja. Ada buku yang isinya bermutu tapi tak laku. Secara umum, Dari dulu buku bestseller itu tipikalnya sama: penulisannya populer, isinya mudah dipahami, cukup "ringan" waktu dibaca, menggugah (inspirasional), memberi wawasan yang segar, simpel, berorientasi pasar, bisa memenuhi selera umum seluas mungkin.

Kalau Anda mau menulis buku yang berpeluang jadi bestseller, menulislah secara populer dan informal. Pelajarilah cara menulis yang efektif-efisien. Belajarlah dari buku laris, bergurulah pada penulis, instruktur menulis, atau penerbit yang tergila-gila pada buku bestseller.

Salah satu faktor bestseller ialah karena buku itu ditulis oleh seorang ahli di bidang tertentu dan dia mampu menggunakan keahlian atau wawasannya sebagai basis untuk meyakinkan pembaca, bukan untuk pamer pengetahuan atau justru menonjol-nonjolkan betapa tinggi ilmunya. Alasan ini mungkin masih kabur. Konkretnya: carilah naskah karya seorang ahli di bidang tertentu, ditulis secara populer, banyak memiliki insight, dan segar, mungkin ia bakal mudah jadi buku bestseller.

Fakta ada banyak naskah yang awalnya ditolak puluhan editor, gagal diterbitkan penerbit tertentu, namun begitu diterima dan diterbitkan pihak lain ternyata mendapat pengakuan hebat di mana-mana, dikritik habis-habisan, atau akhirnya jadi bestseller mestinya membuka mata dan menyemangati penulis bahwa naskah yang baik itu pasti layak diterbitkan dan punya nilai jual. Karena itu teruslah menulis dan berkarya.

Keep your hand moving.[]

Anwar Holid bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis. Buku barunya yang akan terbit ialah Keep Your Hand Moving (GPU, Juli 2010). Blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com.

KONTAK: wartax@yahoo.com | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141

2.

(FWD) : Surat untuk Anak-anak Muda Indonesia

Posted by: "yudhi mulianto" yudhi_sipdeh@yahoo.com   yudhi_sipdeh

Wed Jul 28, 2010 4:20 pm (PDT)





Surat untuk Anak-anak Muda Indonesia
Dari : Anies Baswedan
Hal : Indonesia Mengajar

Saya menulis khusus pada Anda dengan sebuah keyakinan bahwa kita bersama
bisa saling dukung demi kemajuan republik dan bangsa kita. Saya yakin
karena sejarah sudah membuktikan bahwa Republik ini berdiri, tumbuh,
berkembang dan maju seperti sekarang karena ditopang oleh anak-anak muda
yang tecerdaskan, tangguh dan energik seperti Anda.

Hari ini kondisi kita jauh lebih maju daripada saat kita menyatakan
merdeka. Saat republik berdiri, angka buta huruf adalah 95%. Saya
membayangkan betapa beratnya beban para pemimpin republik muda di waktu
itu. Mereka harus menggerakan kemajuan dari nol, dari nol besar. Puluhan
juta rakyatnya sanggup berjuang dalam revolusi kemerdekaan, tapi tidak
sanggup menuliskan namanya sendiri. Hari ini melalui kerja kolektif
seluruh bangsa, kita berhasil memutarbalikan hingga tinggal 8% yang buta
huruf. Tidak banyak bangsa besar di dunia yang dalam waktu 60 tahun bisa
berubah sedrastis ini.

Itu prestasi kolosal, dan kita boleh bangga. Tapi daftar masalah yang
belum terselesaikan masih panjang. Melek huruf adalah langkah awal.
Langkah berikutnya adalah akses yang merata, akses untuk setiap anak pada
pendidikan berkualitas. Pendidikan berkualitas adalah kunci mengkonversi
dari kemiskinan dan keterbelakangan menjadi kemajuan, menjadi bangsa yang
cerdas, adil dan makmur.

Garda terdepan dalam soal pendidikan ini adalah guru. Di balik
kompleksitas perdebatan yang rumit dan panjang soal sistem pendidikan,
soal kurikulum, soal ujian dan semacamnya, berdiri para guru. Mereka
bersahaja, berdiri di depan anak didiknya; mereka mendidik, merangsang dan
menginspirasi. Dalam himpitan tekanan ekonomi, mereka hadir di hati
anak-anak Indonesia. Hati mereka bergetar setiap melihat anak-anak itu
menjadi orang di kemudian hari. Setiap ucapan terima kasih adalah tanda
atas pahala guru-guru ini. Mereka adalah profesi terpercaya, pada pundak
guru-guru ini kita titipkan persiapan masa depan republik ini.

Hari ini kita berhadapan dengan masalah: variasi kualitas guru dan
distribusi guru. Menghadapi masalah ini kita bisa berkeluh kesah,
menyalahkan negara dan menuding pemerintah. Atau kita gulungkan lengan
baju dan berbuat sesuatu. Saya mengajak kita semua untuk turun tangan.
Libatkan diri kita untuk mempersiapkan masa depan republik. Untuk kita,
untuk masa depan anak-anak kita dan untuk melunasi janji kemerdekaan:
mencerdaskan kehidupan bangsa.

Saat ini saya dan banyak kawan seide sedang mengembangkan program
Indonesia Mengajar, yaitu sebuah inisiatif dengan misi ganda: pertama,
mengisi kekurangan guru berkualitas di Sekolah Dasar, khususnya di daerah
terpencil; dan kedua menyiapkan lulusan perguruan tinggi untuk jadi
pemimpin masa depan yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan kedekatan
dengan rakyat kecil di pelosok negeri.

Kami mengundang putra-putri terbaik republik ini untuk menjadi Pengajar
Muda, menjadi guru SD selama 1 tahun. Satu tahun berada di tengah-tengah
rakyat di pelosok negeri, di tengah anak-anak bangsa yang kelak akan
meneruskan sejarah republik ini. Satu tahun berada bersama anak-anak di
dekat keindahan alam, di pesisir pulau-pulau kecil, di puncak-puncak
pegunungan dan di lembah-lembah hijau yang membentang sepanjang
khatulistiwa. Saya yakin pengalaman satu tahun ini akan menjadi bagian
dari sejarah hidup yang tidak mungkin bisa Anda lupakan: desa terpencil
dan anak-anak didik itu akan selalu menjadi bagian dari diri Anda.

Di desa-desa terpencil itu para Pengajar Muda akan menorehkan jejak,
menitipkan pahala; bagi para siswa SD disana, alas kaki bisa jadi tidak
ada, baju bisa jadi kumal dan ala kadarnya tapi mata mereka bisa berbinar
karena kehadiran Anda. Anda hadir memberikan harapan. Anda hadir
mendekatkan jarak mereka dengan pusat kemajuan. Anda hadir membuat anak-anak
SD di pelosok
negeri memiliki mimpi. Anda hadir membuat para orang-tua di desa-desa
terpencil ingin memiliki anak yang terdidik seperti anda. Ya,
ketertinggalan adalah baju mereka sekarang, tapi Anda hadir merangsang
mereka untuk punya cita-cita, punya mimpi. Mimpi adalah energi mereka untuk
meraih baju baru
di masa depan. Kemajuan dan kemandirian adalah baju anak-anak di masa
depan. Anda hadir disana, di desa mereka, Anda hadir membukakan pintu
menuju masa depan yang jauh lebih baik.

Sebagai Pengajar Muda, Anda adalah role model, Anda menjadi sumber
inspirasi. Kita semua yakin, mengajar itu adalah memberi inspirasi.
Menggandakan semangat, menyebarkan harapan dan optimisme; hal-hal yang
selama ini terlihat defisit di pelosok negeri ini.

Bukan hanya itu, selama 1 tahun para Pengajar Muda ini sebenarnya akan
belajar. Pengalaman berada di pelosok Indonesia, tinggal di rumah rakyat
kebanyakan, berinteraksi dekat dengan rakyat. Menghadapi tantangan mulai
dari sekolah yang minim fasilitas, desa tanpa listrik, masyarakat yang
jauh dari informasi sampai dengan kemiskinan yang merata; itu semua adalah
wahana tempaan, itu pengembangan diri yang luar biasa. Anda dibenturkan
dengan kenyataan republik ini. Anda ditantang untuk mengeluarkan seluruh
potensi energi Anda untuk mendorong kemajuan. Satu tahun ini menjadi
leadership training yang luar biasa. Sukses itu sering bukan karena
berhasil meraih sesuatu, tetapi karena Anda berhasil menyelesaikan dan
melampaui tantangan dan kesulitan. Setahun Anda berpeluang membekali diri
sendiri dengan resep untuk sukses.

Apalagi, kita semua tahu bahwa: You are a leader only if you have
follower. Keberhasilan Anda menjadi leader di hadapan anak-anak SD adalah
pengalaman leadership yang kongkrit. Biarkan anak-anak itu memiliki Anda,
mencintai Anda, menyerap ilmu Anda, mengambil inspirasi dari Anda. Anda
mengajar selama setahun, tapi kehadiran Anda dalam hidup mereka adalah
seumur hidup, dampak positifnya seumur hidup.

Sesudah satu tahun menjadi Pengajar Muda, Anda bisa meniti karir di
berbagai bidang. Anda memulai karir dengan bobot pengalaman dan nilai
kepemimpinan yang luar biasa. Saya sering tekankan: your high GPA will get
you a job interview, but your leadership gets you the bright future.
Setahun menjadi Pengajar Muda tidak akan membuat Anda terlambat
dibandingkan kawan-kawan yang tidak menjadi Pengajar Muda.
Perusahaan-perusaha an, institusi masyarakat dan lembaga pemerintahan semua
akan memandang Anda sebagai anak-anak muda yang cerdas, berpengalaman,
kreatif, berkepemimpinan kuat, konstruktif dan grounded. Mereka sangat
mencari anak-anak muda seperti itu. Mereka akan membuka lebar pintunya
bagi kehadiran Pengajar Muda.

Sejak awal bulan Juni 2010 Gerakan Indonesia Mengajar membuka peluang bagi
bakat-bakat muda terbaik bangsa seperti Anda, dari berbagai disiplin ilmu
dan dari dalam negeri maupun dari luar negeri, untuk menjadi Pengajar
Muda. Sarjana yang direkrut oleh Gerakan Indonesia Mengajar hanyalah best
graduate, sarjana-sarjana terbaik: berprestasi akademik, berjiwa
kepemimpinan, aktif bermasyarakat, kemampuan yang komunikasi baik.

Sebelum berangkat, Anda akan dibekali dengan pelatihan yang komplit
sebagai bekal untuk mengajar, untuk hidup dan untuk berperan di pelosok
negeri. Selama menjadi Pengajar Muda, Anda akan mendapatkan gaji yang
memadai dan kompetitif dibandingkan kawan Anda yang bekerja di sektor
swasta. Anda akan dibekali dengan teknologi penunjang selama program dan
jaringan yang luas untuk memilih karier sesudah selesai mengabdi sebagai
Pengajar Muda. Selama menjadi Pengajar Muda, Anda tidak akan dibiarkan
sendirian. Kami akan hadir dekat dengan Anda.

Seselesainya program ini, Anda meniti karier sebagai anak-anak terbaik
bangsa. Dalam beberapa tahun kedepan, Anda menjadi garda terdepan
Indonesia di era globalisasi baik di sektor swasta maupun publik. Kelak
Anda menjadi pemimpin di bidang masing-masing dengan kompetensi kelas
dunia dan ditopang pemahaman mendalam tentang bangsa sendiri. One day you
become world class leader, but grounded and strong roots in the heart of
the nation. Suatu saat mungkin Anda menjadi CEO, menjadi guru besar,
menjadi pejabat tinggi atau yang lainnya, saat itu di posisi apapun, Anda
selalu bisa mengatakan bahwa "Saya pernah hidup di desa terpencil dan
mengabdi untuk bangsa ini"; hari ini kita bisa dengan mudah menghitung
berapa banyak kalangan sipil yang sanggup mengatakan kalimat itu.

Di atas segalanya, program ini menawarkan kesempatan untuk setahun
mengajar, seumur hidup menginspirasi anak bangsa. Setahun menempa diri,
seumur hidup memancarkan gelora kepemimpinan.

Saya menggugah, sekaligus menantang Anda. Saya mengajak Anda untuk
bergabung bersama Indonesia Mengajar. Menjadi bagian dari ikatan untuk
membangun Indonesia kita.

Salam hangat,
Anies Baswedan
anies.baswedan@...

Pendaftaran Pengajar Muda dan info lebih jauh di www.indonesiamengajar.org
(deadline pendaftaran 30 Juli 2010).

3.

[Maklumat] Update tanggal 29 Juli 2010 (pkl 7.20 wib) : Menghitung H

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Wed Jul 28, 2010 5:19 pm (PDT)



*bREaKING nEWS!!!*

*Kursi peserta kurang 9** orang aja, MOnggo yang mau daftar!!! Yang sudah
Daftar Harap segera transfer ya, demi kelancaran acara tersebut ;)
*

*
*

*Sahabat SK di mana pun berada, yuk meriahkan kembali Milad SK ke-IV dengan
kebersamaan dan manisnya kekeluargaan. untuk info lebih lengkapnya silahkan
baca maklumat dari ketua SK (Dani Ardiansyah) dan beberapa info tambahan,
sebagai berikut:*

***

Sahabat SK, tidak lama lagi SK jelang miladnya yang ke IV, ibarat seorang
anak, harusnya dia sudah pandai berlari. Begitu juga SK, pun masih lara-lari
ditempat, SK sudah 4 tahun berdiri. Tentu saja, selain lewat tangan dingin
founder SK, ini juga berkat kehadiran sahabat SK selama ini.

So, untuk ikut menyemarakkan peringatan milad SK yang ke-IV, yang insyaallah
akan tetap diselenggarakan pada tanggal 31 Juli - 1 Agustus 2010 di Hotel
Newstart Trawas Mojokerto, Jawa Timur, yang pastinya sudah disiapkan
berbagai macam acara seru oleh Panitia dari tim SK Jatim yang dikomandoi
oleh Pak Suhadi,mari kita berkontribusi dengan mendaftarkan diri sebagai
peserta.

FYI, biaya pendaftaran untuk acara ini adalah Rp 85.000/orang. / Wooow,
murah bukan? (belum termasuk ongkir, eh transportasi) . Dengan fasilitas :

- Menginap 1 (satu) malam
- Makan 3 kali dengan menu buffet ala Newstart.
- Mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Milad Eska ke IV di Newstart
Trawas, Jatim
- Untuk anak-anak dibawah 10 th free charge, selama tidak membuka piring
saat makan.
- Untuk anak-anak diatas 10 th, dikenakan biaya makan saja Rp.
15.000/pax.

Karena jarak yang ditempuh lumayan jauh, maka sahabat SK dari luar Jatim
yang ingin mengikuti acara ini akan dikordinir oleh PJ masing-masing wilayah
:

Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi PJnya :
Divin. So yg mau ikutan harap daftar ke Divin segera. Tempat terbatas.

Bandung, Cicaheum, Ledeng Kebon Kalapa, Kenek, eh PJnya Kang Hadian. So,
sila langsung kontak-kontak.

Sumatra, Medan dan sekitarnya PJnya
Hariyanti Tahir. So yg mau ikutan harap daftar ke Mbak Anty segera. Tiket
diskon terbatas.

Untuk para PJ, harap segera mengupdate status facebooknya, eh.. data peserta
yang menjadi tanggung jawab masing-masing wilayahnya.

Divin
Kang Hadian
Mbak Anty

Silakan membuka pendaftaran, dan merembukkan dengan cara apa para peserta
dari luar Jatim bisa sampai ke TKP.

Batas akhir pendaftaran adalah tgl 20 Juli 2010, cap Pos!

Jika ada yang belum jelas, silakan kontak PJ masing-masing di YM :

*Divin : divin_nahb_dn (HP **085693765775** )
Anty : anty_th (HP 081372568907 )
Hadian : co_bdg_ganteng eh, salah ini yg bener hadian_kasep (022-601534) *

Ini dulu informasi sementara. Jika sakit masih berlanjut segera hubungi
dokter.

Terimakasih,

Dani Ardianysah

Ketua SK

***

*INFO TAMBAHAN:*

*Kaos SK *

*Kaos untuk acara SK dapat dilihat design bagian depan dari attachment yg
terlampir. kaos berwarna putih dan berlengan pendek.*

*HARGA *:
untuk peserta milad 4 => *20.000*
untuk warga SK yang tidak datang milad 4 => *40.000*

*Pendaftaran dan Transfer* (*Rp. 85.000* + *20.000* bagi yang memesan kaos,
belum termasuk transportasi luar Surabaya, silahkan berembuk dengan
masing-masing PJ wilayah) diterima *paling lambat 26 Juli 2010* ke:

1. *BCA* atas nama *SUHADI*, no rekening 2581721163,

2.* Mandiri* atas nama *SUGEANTI MADYONINGRUM*, Cabang Wiyung no rek
142-000-499- 5139

3. *BNI Syariah* atas nama *Nia Robiatun*, no rekening 0161176550

*setelah transfer harap konfirmasi ke:*

1. Suhadi hp. 0812 1089865

2. Sugeanti (mba Ugik) hp. 0856 3434248

3. Nia Robie' hp. 08567583508

Update Peserta per 28 Juli 2010

*No. *

*Nama*

*Lokasi*

*Pesan Kaos*

*Pembayaran *

1

Mimin

JKT

1 ptg ok

ok

2

Asma Sembiring

BDG

1 ptg bayar ok

ok

3

Novi Khansa (cancel)

JKT

1 ptg bayar ok

4

Dyah Zakiati

JKT

1ptg ok

ok

5

Nia Robie'

JKT

1 ptng ok

ok

6

Dani Ardiansyah

JKT

1 ptg bayar ok

ok

7

Hadian

BDG

2 ptg bayar ok

ok

8

Teha Sugiyo

BDG

2 ptg bayar ok

ok

9

Diaz (dah di SBY, sambil dinas)

JKT

10

Istri + 2 anak (canceled)

JKT

11
aiera putri

Malang

12

wahyuningsih

Malang

13

Yon's Achmad (cancel)

JKT

4

Fiyan Arjun (cancel)

JKT

15

Divin Nahb (cancel)

JKT

1 ptg bayar ok

ok

16

Siwi +2 anak

SBY

1 ptg bayar ok

ok

17

Guruh

SBY

1 ptg bayar ok

ok

18

Ugik

SBY

ok

19

Wiwik

Sidoarjo

1 ptg bayar ok

ok

20

Lilik

Pasuruan

1 ptg bayar ok

ok

21

Rahma

Mojokerto

1 ptg bayar ok

ok

22

Dayat

Malang

1 ptg bayar

ok

23

Indah IP

SBY

1 ptg bayar

ok

24

Suami Indah IP + 2 anak

SBY

3 ptg bayar

ok

25

Pak Suhadi

Sidoarjo

bayar ok

ok

26

Istri P Suhadi + 3 anak

Sidoarjo

bayar ok

ok

27

Ario (cancel)

SBY

28

Anty Medan

Medan

1 ptg pesan

29

Dian Chaerani

BDG

30

Budi(Cancel)

Malang

1 ptg (pesan)

31

Lia Octavia (canceled)

Jkt

32

Evawani + 1 anak

Jkt

1 ptg ok

ok

33

Achie TM

Jogja

34

Suami Achie TM + 1 Anak

Jogja

35

Arief Akhir (hanya mesan kaos)

1 ptg pesan

36

Suami mba Dyah

JKT

1ptg

ok

37

Fauziyah

Malang

38

Masdar

Malang

39

mba Diah

Bandung

1 ptg byr ok

ok

40

April

SBY

i ptg bayar ok

ok

Siapa lagi Menyusul?? Ayo Daftar ;)

*1. Mohon maaf, mengingat panitia membatasi peserta hanya 40 orang dewasa
maka diharap untuk segera mendaftar mengingat jumlah seat yang masih tersisa
hanya 10 orang. *

*Ayoooo�segera mendaftar�*

* *

*2. Yang pesan kaos monggo langsung ke Pak Suhadi hp. 0812 1089865*

* *

*3. Terima kasih atas segala perhatiannya....Sukses dan Berkah Untuk
Milad Eska ke 4 ! *

_._,_.__

4.

Buku "Guru Inspiratif", Persembahan Guru & Rumah Ilmu Publishing unt

Posted by: "Rumah Ilmu Indonesia" rumahilmubandung@gmail.com   rezaervani

Wed Jul 28, 2010 6:09 pm (PDT)



Di tengah carut marutnya dunia pendidikan kita, ternyata masih banyak
pejuang-pejuang sejati yang tidak kenal menyerah. Mereka berusaha keras,
di tengah segala keterbatasan dan tantangan yang dihadapi, untuk
memberikan yang terbaik bagi putra-putri bangsa harapan masa depan
Indonesia.

Ada seorang kepala sekolah yang awalnya adalah tukang kebun. Ada seorang
guru yang juga mahasiswa magister pendidikan Fisika di sebuah
universitas Negeri, awalnya berjuang dengan menjadi kondektur Bus
Rembang - Jakarta. Dan banyak lagi mutiara-mutiara hebat yang hampir tak
tercatat oleh gegap gempita media nasional.

Buku "Guru Inspiratif" yang akan diterbitkan oleh Rumah Ilmu Indonesia
Publishing adalah upaya untuk mencatat sejarah guru-guru hebat itu.
Disusun oleh seorang jurnalis muda produktif, yang dulunya juga seorang
guru. Didesain dan digarap oleh seorang penggiat buku, yang juga dulunya
adalah seorang guru, buku ini diharapkan menjadi setitik penyegar di
tengah dahaga kita akan sosok guru yang mampu digugu dan ditiru.

"Guru Inspiratif" ... sebuah catatan hidup untuk negeri tercinta, insya
Allah diluncurkan secara resmi pada 17 Agustus 2010.

Judul :
Guru Inspiratif

Penulis :
Eko Prasetyo

Editor :
Eko Prasetyo
Bang Aswi

Layout :
Bang Aswi

Penerbit :
Rumah Ilmu Indonesia Publishing

Dimensi :
14 x 22 cm, 144 halaman

Harga :
Rp. 35.000,-

Pemegang Kartu Member Rumah Ilmu Indonesia :
Rp. 25.000,-
(Pemesanan disertakan nomor kartu member)

Anggota IGI dan PGRI :
Rp. 25.000,-
(Menyertakan scan kartu keanggotaan)

200 pemesan pertama :
Rp. 20.000,-
(Untuk pemesanan 100 eksemplar pertama mohon dialamatkan ke Rumah Ilmu
Indonesia Pusat)

(Harga Tidak Termasuk Ongkos Kirim)

Pemesanan Langsung :
Jakarta
SMS Centre : 021 9313 3469
Rumah Ilmu Indonesia Simpul Pusat :
Sulistiyani 0812 137 6664
email : info@rumahilmuindonesia.net

Distributor Jejaring Rumah Ilmu Indonesia
Jawa Barat :
Bogor : Lisda Fauziah Harahap 0813 811 37561
Bandung : Manik Mughni 0815 611 8440
Bandung : Rumah Ilmu Indonesia Simpul Jawa Barat : Adithia Rangga 085
221 499 669

Jawa Tengah :
Rumah Ilmu Indonesia Simpul Joglo Semar :
Setyo Purnomo 0815 770 4264
Imron Wijaya 085 727 286 039

Jawa Timur
Rumah Ilmu Indonesia Simpul Jawa Timur Utara (Surabaya - Sidoarjo dan
sekitarnya)
Eko Prasetyo : 085 648 580 852
Cak Anas 085 731 881 974

Pasuruan dan Sekitarnya
Ahmad Suhaifi 085 755 089 333

Rumah Ilmu Indonesia Malang Raya
Gatot Mulyono 0819 318 96280

Sumatera :
Perpustakaan Rumah Ilmu Indonesia Simpul Lampung
Dian Novitasari 0857 685 61832

Transfer Pemesanan Langsung
BNI no. 0196666408 a.n. Yayasan Rumah Ilmu Indonesia
5.

Satu Acara Menuai 4 Dosa

Posted by: "arya noor amarsyah arya" arnabgaizir@yahoo.co.id   arnabgaizir

Wed Jul 28, 2010 9:56 pm (PDT)





SATU ACARA MENUAI 4 DOSA

Banyak sekali acara infotainment yang ditayangkan tivi-tivi swasta. Masyarakat
kita sudah disuguhi 'sarapan' berupa gosip para selebritis. Teh dan kopi sore
hari disuguhi dalam bentuk rumor para pesohor.

Walhasil, barangkali pengetahuan masyarakat Indonesia banyak berisikan tentang
gosip-gosip selebritis. Mereka sampai hapal, tokoh selebritis siapa yang minggu
ini sedang ramai dibicarakan berbagai acara infotainment.

Jika pada minggu ini acara-acara infotainment ramai membicarakan seleb yang
hamil di luar nikah, maka masyarakat pun ikut ramai membicarakannya. Jika yang
ramai dibicarakan acara infotainment tentang seleb yang selingkuh, otomatis
masyarakat mengikuti arus ini.

Segala urusan yang masuk ranah privasi atau hal pribadi seseorang menjadi
konsumsi masyarakat umum. Seleb pulang kampung, pesohor rekreasi, makanan
kesukaan seleb dan sebagainya, kini telah menjadi pengetahuan umum masyarakat.
Termasuk hal-hal 'miring' dan yang 'tak sedap' didengar, juga menjadi santapan
masyarakat.

Membicarakan keberhasilan seorang seleb tidak menjadi masalah. Sebab bisa saja
masyarakat mengambil pelajaran dari keberhasilan seorang seleb. Masyarakat
menjadi tahu jatuh bangunnya seleb, menjadi tahu perjuangan dan bagaimana kiat
mempertahankan diri agar sukses.

Membahas kebaikan seleb pun juga bukan masalah. Masyarakat dapat mengambil sisi
positifnya. Karena kini seleb menjadi idola, bisa jadi bakti sosial dan
sumbangan seorang seleb terhadap masyarakat yang terkena gempa dapat menjadi
contoh masyarakat luas. Masyarakat menjadi ikut tergerak untuk menyumbangnya,
karena melihat idolanya telah melakukan.

Tapi lain hal dengan pembahasannya terkait dengan aib seorang seleb. Karena
bila acara infotainment kerap membahas aib seleb, sudah tentu masyarakat pun
menjadi 'latah' ikut membicarakannya.

Bagaimana ya kira-kira sikap seleb yang aibnya dibicarakan orang banyak? Untuk
menjawab pertanyaan ini, coba pertanyaan ini diarahkan ke diri kita sendiri?
Bagaimana bila aib kita dibicarakan oleh orang banyak? Bagaimana kondisi orang
tua, istri, suami, anak-anak, kakak dan adik setelah aib kita tersebar secara
umum? Kemudian menjadi pembicaraan orang banyak, bagaimana?

Tentu saja, kita tidak ingin aib diri digunjingkan orang banyak. Bukan hanya
diri ini saja yang menjadi malu. Orang tua, suami/istri, anak-anak, kakak dan
adik ikut pula menanggung malu. Bahkan bisa jadi, para tetangga akan ikut
menjadi malu. Sebab mereka mendengar komentar, "Ooo si A yang tinggal di daerah
Z itu ya?" Mereka yang tinggal di daerah Z ikut menjadi malu.

Bukan aib saja yang dibicarakan dalam acara infotainment. Reporter infotainment
akan terus mengejar berita yang telah tersebar. Dia akan mencari tahu kebenaran
berita yang telah tersebar. Kalau perlu dengan cara melontarkan pertanyaan
bernada memata-matai.

Sementara itu para penonton yang mendengar pertanyaan sang reporter, ikut
berpikir dan berspekulasi. Bahkan mungkin saja mereka berprasangka buruk pada
si seleb. Yang paling parah, jika kasus yang digosipkan berkaitan dengan
selingkuh, interpretasi penonton tertuju pada sebuah kesimpulan. Kesimpulan
bahwa si seleb telah melakukan perbuatan mesum alias berzina. Padahal
kesimpulan ini belum dilengkapi oleh fakta saksi.

Ternyata acara infotainment dapat memicu kondisi yang tidak sehat dalam
masyarakat. Pembicaraan masyarakat menjadi tidak bermutu. Karena mereka
memperbincangkan aib orang lain. Masyarakat juga menjadi sering berprasangka
buruk, bahkan menuduh orang berbuat zina. Reporter acara infotainment menjadi
terjebak pada kondisi yang selalu memata-matai orang lain.

Padahal Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka , karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS Al-Hujuraat
(49):12)

Menuduh orang berbuat zina juga merupakan perbuatan yang
dibenci Allah

Allah berfirman, "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang
yang fasik," (an-Nuur: 4).

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la`nat di dunia
dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika), lidah, tangan
dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka
kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut
semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allahlah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan
(segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).(QS An-Nuur (24):23-25)

Di dalam kitab 'ash-Shahihain' (Shahih al-Bukhari dan
Muslim), dari hadits Abu Hurairah, bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Jauhilah
tujuh perkara yang mencampakkan Para sahbat bertanya, "Apakah ketujuh perkara
itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab, "Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan
syari'at, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan
pertempuran, dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang
terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya,"

arnabgaizir.blogspot.com
arnab20.multiply.com

6a.

(Cerpen) Mencari Bakat

Posted by: "rahmad nurdin" rahmad.aceh@gmail.com   rahmadsyah_tcc

Wed Jul 28, 2010 10:59 pm (PDT)



Cerpen Mencari Bakat

Aku harus temukan bakatku! Ini tekadku sekarang. Sudah bulat. Tidak bisa
diganggu gugat dan ditunda lagi. Cukup sudah 20 tahun aku hidup tanpa tahu
apa bakatku.

Tekadku ini bermula ketika aku menonton pertandingan karate Sarah, teman
kampusku. Aku berdecak kagum melihat kepiawaiannya saat tanding. Dulu aku
tak menduga gadis manis yang imut-imut itu adalah atlet karate. Saat tahu,
aku benar-benar berdecak kagum. Bukan hanya karena ia seorang karateka
profesional, tapi juga karena ternyata ia sudah menekuni bidang ini bahkan
sejak ia belum bisa membaca. Umur 5 tahun! Kaget aku mendengarnya. Katanya,
ayahnya juga seorang karateka dan sejak umur 5 tahun itulah ayahnya
mengajarinya karate. �Setelah dijalanin, ternyata karate emang enak dan gue
ngerasa banget emang bakat gue disitu� ujarnya saat itu. Oo..aku hanya bisa
ber-o panjang. �Dan kalau kita tekunin bidang yang emang bakat kita, pasti
kita berhasil deh!� tambahnya lagi. Begitu ya. Jadi, kalau udah bakat
jalaninnya bakal gampang dan gampang berhasil juga. Padahal dari dulu aku
lebih suka memperhatikan orang lain daripada diriku, apa kesukaan mereka,
keahliannya, dan macam-macam lainnya. Tapi ucapan Sarah menggetarkanku.

Aku pegang ucapan Sarah itu dan bertekad akan mencari apa bakatku
sebenarnya. Dari dulu, aku tak pernah fokus terhadap satu bidang. Saat TK,
ada lomba mewarnai aku ikut, ada lomba melukis juga ikut, lomba baca puisi,
peragaan busana sampai lomba sholat berjamaah aku ikuti. Saat SD juga sama.
Tapi, prestasi yang aku capai dalam bidang-bidang tersebut juga biasa saja.
Paling-paling juara harapan atau paling hebat juara III, tidak pernah
menembus juara I. �Yah...anak saya memang nggak bakat lukis bu...� itu
ucapan ibu kepada Tante Mia, ibunya Mayang temanku, yang aku ingat saat
mengantarku ikut lomba lukis dulu waktu aku kelas 3 SD di Taman Mini. Saat
itu aku tidak menang sedangkan Mayang berhasil menggondol sebuah piala emas
besar bertuliskan �Juara I�. Saat itu aku hanya cengar-cengir saja. Wajar
saja Mayang menang. Sejak TK, ia memang sudah sering menang perlombaan
serupa. Waktu aku ke rumahnya, piala nya banyak sekali dan memang mayoritas
dari hasil lomba melukis. Orangtua Mayang juga sangat mendukung anaknya
dengan membelikan peralatan lukis yang bagus-bagus dan memasukannya ke
sanggar lukis ternama.

Jadi aku tidak menang karena aku tidak berbakat. Jadi aku santai saja.
Mungkin memang bakatku tidak disitu. Pasti di tempat lain. Itu pikirku saat
itu. Dan sampai sekarang, 10 tahun sejak peristiwa perlombaan itu, aku masih
belum menemukan dimana bakatku. Kata orang bakat itu musti dicari. Kalau tak
dicari, takkan ditemukan. Maka, perjalananku mencari bakat dimulai.

Aku pernah mencoba menyanyi. Iseng-iseng ikut lomba karaoke saat 17
Agustusan di daerah rumahku. Sebelum tampil, nyaliku sedikit ciut karena
peserta lain benar-benar memiliki suara yang aduhai. Saat giliranku tiba,
aku makin deg-degan. Lagu dimulai. Aku mulai menyanyi perlahan. Aku merasa
suaraku seperti suara kodok. Namun, aku tetap memaksakan diri tersenyum dan
menyanyi karena di bawah panggung sana keluargaku memberiku semangat sambil
bertepuk tangan. Sampai tiba pada bagian reff lagu, nada pada bagian itu
cukup tinggi. Saat latihan pun, aku kadang kesulitan mencapai nada tersebut.
Apalagi sekarang dalam suasana grogi dan dilihat banyak orang.
Dan....hiiik...akhirnya aku tak berhasil mencapai nada tinggi tersebut.
Suaraku seperti orang yang tercekik dan seketika itu pula para penonton riuh
menertawakanku. Cukup sudah menyanyi! Tak ada bakat disana!

Setelah peristiwa yang menjatuhkan harga diriku tersebut, aku benar-benar
yakin bakatku bukan pada seni. Mungkin olahraga. Ya! Olahraga! Akhirnya
mendaftarlah aku di tempat latihan karate Sarah. Dengan harapan mungkin
disinilah bakatku. Walaupun aku pemula dan Sarah sudah jauh tingkatannya
diatasku tapi aku tak peduli. Aku latihan tiga kali seminggu. Senin, Rabu,
dan Jum�at. Awalnya aku bersemangat karena ini pertama kalinya aku ikut
latihan bela diri seperti ini. Namun, lama-lama aku kelelahan sendiri.
Latihan tiga kali seminggu dan sampai malam membuat kondisi fisikku drop.
Belum lagi setiap pulang latihan badanku pasti pegal dan ngilu-ngilu. Duh!
Bukannya bakat yang ditemukan, malah habis uang untuk beli balsem!

Setelah itu aku mau mencari bakat yang tidak membuat fisikku sakit. Aku mau
mencoba menulis. Ini karena Mia, teman sekampusku, yang sering sekali
menulis. Ia sering menulis apa saja. Cerpen, puisi, ataupun artikel yang
kemudian dipajang di mading kampus atau dikirimkannya ke majalah-majalah.
Menulis tidak akan membuat badanku ngilu-ngilu seperti latihan karate. Maka
aku mau mencobanya.
�Mi, nulis susah gak sih?� tanyaku suatu ketika pada Mia.
�Nggak kok. Coba aja dulu. Nulis puisi kek atau apa gitu�
�Lo awalnya kenapa tertarik nulis?� tanyaku lagi.
�Iseng aja sih awalnya. Eh, ternyata keterusan. Lagipula gue orangnya gak
bakat ngomong. Gak bisa gue ngomong di depan orang banyak gitu. Jadi, gue
lebih baik nulis. Mungkin bakat gue gak di ngomong, tapi di nulis� jelasnya.
Oh...bakat lagi. Makin mantap aku menulis. Mungkin disinilah bakatku
ditemukan.

Enam bulan kemudian aku berhenti menulis. Bukan...bukan karena badanku jadi
pegal-pegal atau karena ditertawakan orang. Tapi aku kesal. Habis, ketika
sedang semangat-semangatnya menulis aku bisa menulis sampai tiga buah puisi
setiap harinya. Setiap minggu bisa menghasilkan satu artikel dan cerpen.
Namun, setiap yang aku kirim ke majalah tidak pernah dimuat. Mading-mading
kampus pun tak mau menerima. Kurang ilmiah katanya. Huh...padalah sudah
semangat dan susah payah begini. Kalau bakat nggak mungkin ditolak, pikirku
instan. Jadi, tinggalkan menulis.

Bakatku pasti ada di suatu tempat dan telah memanggil-manggilku meminta
untuk ditemukan sejak 20 tahun yang lalu. Tapi entah mengapa aku tidak
pernah mendengar panggilan itu. Sayup-sayup nya pun tak pernah. Mungkin
bakatku bersembunyi mengharap aku mencari dan menemukannya. Tapi karena
sekian lama tak kucari-cari jangan-jangan ia bosan memanggilku. Hingga
sampai sekarang ia sampai lupa keluar dari persembunyiannya. Duh...apa
memang begitu ya?
Pikiranku itu membuatku malas untuk mencari tahu lagi bakatku. Sudahlah,
lupakan bakat. Jalani saja semuanya tanpa bakat. Toh, 20 tahun ini aku masih
bisa hidup tanpa bakat. Sekarang, aku kembali lagi kepada kesukaanku yang
dulu, memperhatikan orang-orang yang sudah atau sedang berusaha mencari
bakat mereka. Aku makin senang memperhatikan Sarah yang makin cinta dengan
karatenya, makin sering membaca tulisan-tulisan Mia, dan memperhatikan
sikap-sikap serta kesukaan teman-temanku yang lain.
Kebiasaanku mengamati orang ternyata membuatku cukup mendalami karakteristik
seseorang. Makin lama, makin mudah bagiku untuk menganalisa mereka. Hal ini
tanpa disadari membuatku tahu bakat-bakat terpendam mereka. Menyedihkan
memang mengetahui bakat orang lain namun tak bisa menemukan bakat diri
sendiri. Tapi biarlah, daripada capek memikirkan bakat sendiri lebih baik
mengamati orang lain.
�Kalau aku lihat, bakatmu memang bukan di bidang menyanyi Ras� aku berujar
sewaktu aku sedang bersama Laras, teman sejurusanku, di kantin.
Saat itu Laras sedang mempertanyakan mengapa hobi menyanyinya tak kunjung
membuatnya berhasil. Setiap lomba yang diikutinya tak pernah menang.
�Padahal aku suka sekali menyanyi lho� ujarnya waktu itu.
�Yang aku lihat, kamu lebih berbakat di akting, bermain teater sepertinya
cocok untukmu� tambahku.
�Masa sih? Lo tau darimana?� tanyanya heran.
�Gue inget waktu kita SMA dulu lo pernah main drama kan, akting lo bagus.
Trus juga gue liat suara lo bisa membantu lo�
�Iya sih. Kadang gue juga ngerasa gitu. Tapi gue gak pede aja. Gak yakin gue
bisa. Kalo nyanyi kan emang udah dari dulu gue hobi. Walau kaga
menang-menang�

Dan setelah percakapan kami itu, beberapa hari kemudian ia mendaftarkan diri
pada sebuah klub teater fakultas. Beberapa bulan kemudian, aku dengar dia
mengalami kemampuan pesat. Ia anak baru namun sering mendapat peran utama
setiap tampil. Ternyata hobi menyanyinya membantunya dalam teknik berbicara
dalam teater. Suaranya lantang dan pengucapannya jelas.

�Ternyata suara gue emang bukan buat nyanyi kali yah. Lebih oke kalo gue
pake buat teater� ujarnya beberapa bulan kemudian.
Setelah masalah Laras, aku makin suka menganalisa kemampuan seseorang.

�Gak papa kamu gak jago statistik, kamu tuh oke banget di marketing� saranku
pada Siska suatu waktu saat dia curhat tentang nilai statistiknya yang
selalu bisa ditunjukkan hanya dengan jari di satu tangan.
�Gue liat lo gak suka hitungan. Lo lebih suka berhubungan dengan manusia
daripada angka. Cara lo berbicara bisa mempengaruhi orang lain� tambahku.

Siska manggut-manggut mungkin sambil berpikir �iya juga yah�. Setelah Siska,
aku bertemu dengan Randy yang kulihat sangat berbakat bermain alat-alat
musik. Jiwa musiknya kental sekali terlihat. Namun, bakatnya sering ia
lupakan seiring kesibukan tugas kuliah. Padahal ia sungguh pemain musik yang
sangat berbakat. Aku juga sempat berbincang dengan Galih, yang kuliahnya
sering berantakan dan terlupakan, bahwa ia sebenarnya luar biasa berbakat
dalam sepakbola.

Setelah teman-teman kuliahku, aku juga sering menganalisa bakat-bakat dari
murid-muridku di bimbel yang aku ajar. Awalnya hanya beberapa orang yang
suka curhat padaku, tapi lama kelamaan menyebar dan hampir semuanya sering
minta pendapatku ketika memilih jurusan untuk kuliah nanti.

�Kamu suka sekali membuat cerpen dan puisi, ditambah kecintaan kamu pada
budaya Prancis, aku pikir kamu cocok di sastra, sastra Prancis mungkin�
saranku pada seorang muridku.

�Kamu kan sering dimintai curhat dengan teman-temanmu, saran-saran kamu pun
mereka anggap adalah saran yang terbaik. Psikologi aku rasa cocok� saranku
pada murid kedua.

�Wah...kamu suka sekali baca koran kan? Kalau dengar kamu bicara, kepedulian
kamu akan masa depan perekonomian Indonesia sangat besar. Ditambah nilai
ekonomi kamu yang bisa dibilang sempurna dan kamu suka sekali berasumsi.
Hmm..ilmu ekonomi� saranku pada murid yang lainnya.

Dan begitulah. Akhirnya aku lebih sering menggali apa bakat-bakat terpendam
orang lain dan berusaha meyakinkan mereka bahwa mereka mampu di bidang itu.
Sampai suatu saat seorang temanku bertanya, �Kalo lo sendiri bakatnya apa?�.
Aku hanya senyum-senyum mesem.

6 tahun kemudian.
------------------------
Pekerjaanku cukup menyenangkan. Ditambah dalam pekerjaan ini aku bisa
bertemu banyak orang dan menganalisa mereka. Aku bekerja di bagian talent
agent sebuah stasiun televisi swasta. Setelah sebelumnya aku bekerja di
bagian HRD, dimana aku bisa menganalisa kemampuan dan minat dari seseorang,
sekarang aku dipindah di bagian talent agent.
Setelah sekian lama aku mencari bakatku dengan melukis, menyanyi, menulis,
bahkan sampai karate akhirnya aku menemukan bakatku yang sudah bersembunyi
sekian lama tersebut. Ternyata bakatku tidak perlu dicari seperti orang yang
mencari jarum dalam jerami. Karena sebenarnya jerami-jerami itulah bakatku.
Ia sudah ada sejak lama hanya aku tidak menyadarinya. Akhirnya aku tau
bakatku: pencari bakat!

Sumber : www.women.multiply.com

*MAU TAU APA BAKAT ANDA
?*<http://rahmadsyahnlp.blogspot.com/2010/07/unlock-your-talent.html>

--
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Mind-Therapist
www.facebook.com/rahmadsyahI YM ; rahmad_aceh
6b.

Re: (Cerpen) Mencari Bakat

Posted by: "jurnalcahaya@yahoo.com" jurnalcahaya@yahoo.com   jurnalcahaya

Wed Jul 28, 2010 11:12 pm (PDT)



Hahaha,nice piece lho. Sy smp skarang jg masih suka bingung apa bakat sy sebenarnya. Tp alhamdulillah sy pcaya sukses=10% bakat + 90% kerja keras. Seandainya bs ktmu mas rahmad,sy mau dianalisis jg ya! Tfs.
Powered by Telkomsel BlackBerry�

-----Original Message-----
From: rahmad nurdin <rahmad.aceh@gmail.com>
Sender: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Date: Wed, 28 Jul 2010 22:57:57
To: <sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
Reply-To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Subject: [sekolah-kehidupan] (Cerpen) Mencari Bakat

Cerpen Mencari Bakat

Aku harus temukan bakatku! Ini tekadku sekarang. Sudah bulat. Tidak bisa
diganggu gugat dan ditunda lagi. Cukup sudah 20 tahun aku hidup tanpa tahu
apa bakatku.

Tekadku ini bermula ketika aku menonton pertandingan karate Sarah, teman
kampusku. Aku berdecak kagum melihat kepiawaiannya saat tanding. Dulu aku
tak menduga gadis manis yang imut-imut itu adalah atlet karate. Saat tahu,
aku benar-benar berdecak kagum. Bukan hanya karena ia seorang karateka
profesional, tapi juga karena ternyata ia sudah menekuni bidang ini bahkan
sejak ia belum bisa membaca. Umur 5 tahun! Kaget aku mendengarnya. Katanya,
ayahnya juga seorang karateka dan sejak umur 5 tahun itulah ayahnya
mengajarinya karate. �Setelah dijalanin, ternyata karate emang enak dan gue
ngerasa banget emang bakat gue disitu� ujarnya saat itu. Oo..aku hanya bisa
ber-o panjang. �Dan kalau kita tekunin bidang yang emang bakat kita, pasti
kita berhasil deh!� tambahnya lagi. Begitu ya. Jadi, kalau udah bakat
jalaninnya bakal gampang dan gampang berhasil juga. Padahal dari dulu aku
lebih suka memperhatikan orang lain daripada diriku, apa kesukaan mereka,
keahliannya, dan macam-macam lainnya. Tapi ucapan Sarah menggetarkanku.

Aku pegang ucapan Sarah itu dan bertekad akan mencari apa bakatku
sebenarnya. Dari dulu, aku tak pernah fokus terhadap satu bidang. Saat TK,
ada lomba mewarnai aku ikut, ada lomba melukis juga ikut, lomba baca puisi,
peragaan busana sampai lomba sholat berjamaah aku ikuti. Saat SD juga sama.
Tapi, prestasi yang aku capai dalam bidang-bidang tersebut juga biasa saja.
Paling-paling juara harapan atau paling hebat juara III, tidak pernah
menembus juara I. �Yah...anak saya memang nggak bakat lukis bu...� itu
ucapan ibu kepada Tante Mia, ibunya Mayang temanku, yang aku ingat saat
mengantarku ikut lomba lukis dulu waktu aku kelas 3 SD di Taman Mini. Saat
itu aku tidak menang sedangkan Mayang berhasil menggondol sebuah piala emas
besar bertuliskan �Juara I�. Saat itu aku hanya cengar-cengir saja. Wajar
saja Mayang menang. Sejak TK, ia memang sudah sering menang perlombaan
serupa. Waktu aku ke rumahnya, piala nya banyak sekali dan memang mayoritas
dari hasil lomba melukis. Orangtua Mayang juga sangat mendukung anaknya
dengan membelikan peralatan lukis yang bagus-bagus dan memasukannya ke
sanggar lukis ternama.

Jadi aku tidak menang karena aku tidak berbakat. Jadi aku santai saja.
Mungkin memang bakatku tidak disitu. Pasti di tempat lain. Itu pikirku saat
itu. Dan sampai sekarang, 10 tahun sejak peristiwa perlombaan itu, aku masih
belum menemukan dimana bakatku. Kata orang bakat itu musti dicari. Kalau tak
dicari, takkan ditemukan. Maka, perjalananku mencari bakat dimulai.

Aku pernah mencoba menyanyi. Iseng-iseng ikut lomba karaoke saat 17
Agustusan di daerah rumahku. Sebelum tampil, nyaliku sedikit ciut karena
peserta lain benar-benar memiliki suara yang aduhai. Saat giliranku tiba,
aku makin deg-degan. Lagu dimulai. Aku mulai menyanyi perlahan. Aku merasa
suaraku seperti suara kodok. Namun, aku tetap memaksakan diri tersenyum dan
menyanyi karena di bawah panggung sana keluargaku memberiku semangat sambil
bertepuk tangan. Sampai tiba pada bagian reff lagu, nada pada bagian itu
cukup tinggi. Saat latihan pun, aku kadang kesulitan mencapai nada tersebut.
Apalagi sekarang dalam suasana grogi dan dilihat banyak orang.
Dan....hiiik...akhirnya aku tak berhasil mencapai nada tinggi tersebut.
Suaraku seperti orang yang tercekik dan seketika itu pula para penonton riuh
menertawakanku. Cukup sudah menyanyi! Tak ada bakat disana!

Setelah peristiwa yang menjatuhkan harga diriku tersebut, aku benar-benar
yakin bakatku bukan pada seni. Mungkin olahraga. Ya! Olahraga! Akhirnya
mendaftarlah aku di tempat latihan karate Sarah. Dengan harapan mungkin
disinilah bakatku. Walaupun aku pemula dan Sarah sudah jauh tingkatannya
diatasku tapi aku tak peduli. Aku latihan tiga kali seminggu. Senin, Rabu,
dan Jum�at. Awalnya aku bersemangat karena ini pertama kalinya aku ikut
latihan bela diri seperti ini. Namun, lama-lama aku kelelahan sendiri.
Latihan tiga kali seminggu dan sampai malam membuat kondisi fisikku drop.
Belum lagi setiap pulang latihan badanku pasti pegal dan ngilu-ngilu. Duh!
Bukannya bakat yang ditemukan, malah habis uang untuk beli balsem!

Setelah itu aku mau mencari bakat yang tidak membuat fisikku sakit. Aku mau
mencoba menulis. Ini karena Mia, teman sekampusku, yang sering sekali
menulis. Ia sering menulis apa saja. Cerpen, puisi, ataupun artikel yang
kemudian dipajang di mading kampus atau dikirimkannya ke majalah-majalah.
Menulis tidak akan membuat badanku ngilu-ngilu seperti latihan karate. Maka
aku mau mencobanya.
�Mi, nulis susah gak sih?� tanyaku suatu ketika pada Mia.
�Nggak kok. Coba aja dulu. Nulis puisi kek atau apa gitu�
�Lo awalnya kenapa tertarik nulis?� tanyaku lagi.
�Iseng aja sih awalnya. Eh, ternyata keterusan. Lagipula gue orangnya gak
bakat ngomong. Gak bisa gue ngomong di depan orang banyak gitu. Jadi, gue
lebih baik nulis. Mungkin bakat gue gak di ngomong, tapi di nulis� jelasnya.
Oh...bakat lagi. Makin mantap aku menulis. Mungkin disinilah bakatku
ditemukan.

Enam bulan kemudian aku berhenti menulis. Bukan...bukan karena badanku jadi
pegal-pegal atau karena ditertawakan orang. Tapi aku kesal. Habis, ketika
sedang semangat-semangatnya menulis aku bisa menulis sampai tiga buah puisi
setiap harinya. Setiap minggu bisa menghasilkan satu artikel dan cerpen.
Namun, setiap yang aku kirim ke majalah tidak pernah dimuat. Mading-mading
kampus pun tak mau menerima. Kurang ilmiah katanya. Huh...padalah sudah
semangat dan susah payah begini. Kalau bakat nggak mungkin ditolak, pikirku
instan. Jadi, tinggalkan menulis.

Bakatku pasti ada di suatu tempat dan telah memanggil-manggilku meminta
untuk ditemukan sejak 20 tahun yang lalu. Tapi entah mengapa aku tidak
pernah mendengar panggilan itu. Sayup-sayup nya pun tak pernah. Mungkin
bakatku bersembunyi mengharap aku mencari dan menemukannya. Tapi karena
sekian lama tak kucari-cari jangan-jangan ia bosan memanggilku. Hingga
sampai sekarang ia sampai lupa keluar dari persembunyiannya. Duh...apa
memang begitu ya?
Pikiranku itu membuatku malas untuk mencari tahu lagi bakatku. Sudahlah,
lupakan bakat. Jalani saja semuanya tanpa bakat. Toh, 20 tahun ini aku masih
bisa hidup tanpa bakat. Sekarang, aku kembali lagi kepada kesukaanku yang
dulu, memperhatikan orang-orang yang sudah atau sedang berusaha mencari
bakat mereka. Aku makin senang memperhatikan Sarah yang makin cinta dengan
karatenya, makin sering membaca tulisan-tulisan Mia, dan memperhatikan
sikap-sikap serta kesukaan teman-temanku yang lain.
Kebiasaanku mengamati orang ternyata membuatku cukup mendalami karakteristik
seseorang. Makin lama, makin mudah bagiku untuk menganalisa mereka. Hal ini
tanpa disadari membuatku tahu bakat-bakat terpendam mereka. Menyedihkan
memang mengetahui bakat orang lain namun tak bisa menemukan bakat diri
sendiri. Tapi biarlah, daripada capek memikirkan bakat sendiri lebih baik
mengamati orang lain.
�Kalau aku lihat, bakatmu memang bukan di bidang menyanyi Ras� aku berujar
sewaktu aku sedang bersama Laras, teman sejurusanku, di kantin.
Saat itu Laras sedang mempertanyakan mengapa hobi menyanyinya tak kunjung
membuatnya berhasil. Setiap lomba yang diikutinya tak pernah menang.
�Padahal aku suka sekali menyanyi lho� ujarnya waktu itu.
�Yang aku lihat, kamu lebih berbakat di akting, bermain teater sepertinya
cocok untukmu� tambahku.
�Masa sih? Lo tau darimana?� tanyanya heran.
�Gue inget waktu kita SMA dulu lo pernah main drama kan, akting lo bagus.
Trus juga gue liat suara lo bisa membantu lo�
�Iya sih. Kadang gue juga ngerasa gitu. Tapi gue gak pede aja. Gak yakin gue
bisa. Kalo nyanyi kan emang udah dari dulu gue hobi. Walau kaga
menang-menang�

Dan setelah percakapan kami itu, beberapa hari kemudian ia mendaftarkan diri
pada sebuah klub teater fakultas. Beberapa bulan kemudian, aku dengar dia
mengalami kemampuan pesat. Ia anak baru namun sering mendapat peran utama
setiap tampil. Ternyata hobi menyanyinya membantunya dalam teknik berbicara
dalam teater. Suaranya lantang dan pengucapannya jelas.

�Ternyata suara gue emang bukan buat nyanyi kali yah. Lebih oke kalo gue
pake buat teater� ujarnya beberapa bulan kemudian.
Setelah masalah Laras, aku makin suka menganalisa kemampuan seseorang.

�Gak papa kamu gak jago statistik, kamu tuh oke banget di marketing� saranku
pada Siska suatu waktu saat dia curhat tentang nilai statistiknya yang
selalu bisa ditunjukkan hanya dengan jari di satu tangan.
�Gue liat lo gak suka hitungan. Lo lebih suka berhubungan dengan manusia
daripada angka. Cara lo berbicara bisa mempengaruhi orang lain� tambahku.

Siska manggut-manggut mungkin sambil berpikir �iya juga yah�. Setelah Siska,
aku bertemu dengan Randy yang kulihat sangat berbakat bermain alat-alat
musik. Jiwa musiknya kental sekali terlihat. Namun, bakatnya sering ia
lupakan seiring kesibukan tugas kuliah. Padahal ia sungguh pemain musik yang
sangat berbakat. Aku juga sempat berbincang dengan Galih, yang kuliahnya
sering berantakan dan terlupakan, bahwa ia sebenarnya luar biasa berbakat
dalam sepakbola.

Setelah teman-teman kuliahku, aku juga sering menganalisa bakat-bakat dari
murid-muridku di bimbel yang aku ajar. Awalnya hanya beberapa orang yang
suka curhat padaku, tapi lama kelamaan menyebar dan hampir semuanya sering
minta pendapatku ketika memilih jurusan untuk kuliah nanti.

�Kamu suka sekali membuat cerpen dan puisi, ditambah kecintaan kamu pada
budaya Prancis, aku pikir kamu cocok di sastra, sastra Prancis mungkin�
saranku pada seorang muridku.

�Kamu kan sering dimintai curhat dengan teman-temanmu, saran-saran kamu pun
mereka anggap adalah saran yang terbaik. Psikologi aku rasa cocok� saranku
pada murid kedua.

�Wah...kamu suka sekali baca koran kan? Kalau dengar kamu bicara, kepedulian
kamu akan masa depan perekonomian Indonesia sangat besar. Ditambah nilai
ekonomi kamu yang bisa dibilang sempurna dan kamu suka sekali berasumsi.
Hmm..ilmu ekonomi� saranku pada murid yang lainnya.

Dan begitulah. Akhirnya aku lebih sering menggali apa bakat-bakat terpendam
orang lain dan berusaha meyakinkan mereka bahwa mereka mampu di bidang itu.
Sampai suatu saat seorang temanku bertanya, �Kalo lo sendiri bakatnya apa?�.
Aku hanya senyum-senyum mesem.

6 tahun kemudian.
------------------------
Pekerjaanku cukup menyenangkan. Ditambah dalam pekerjaan ini aku bisa
bertemu banyak orang dan menganalisa mereka. Aku bekerja di bagian talent
agent sebuah stasiun televisi swasta. Setelah sebelumnya aku bekerja di
bagian HRD, dimana aku bisa menganalisa kemampuan dan minat dari seseorang,
sekarang aku dipindah di bagian talent agent.
Setelah sekian lama aku mencari bakatku dengan melukis, menyanyi, menulis,
bahkan sampai karate akhirnya aku menemukan bakatku yang sudah bersembunyi
sekian lama tersebut. Ternyata bakatku tidak perlu dicari seperti orang yang
mencari jarum dalam jerami. Karena sebenarnya jerami-jerami itulah bakatku.
Ia sudah ada sejak lama hanya aku tidak menyadarinya. Akhirnya aku tau
bakatku: pencari bakat!

Sumber : www.women.multiply.com

*MAU TAU APA BAKAT ANDA
?*<http://rahmadsyahnlp.blogspot.com/2010/07/unlock-your-talent.html>


--
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Mind-Therapist
www.facebook.com/rahmadsyahI YM ; rahmad_aceh

6c.

Re: (Cerpen) Mencari Bakat

Posted by: "rahmad nurdin" rahmad.aceh@gmail.com   rahmadsyah_tcc

Wed Jul 28, 2010 11:29 pm (PDT)



Kok bisa sama pemahaman nya ya...
Saya pribadi sangat meyakini, yang namanya BAKAT itu adalah hasil
PEMBENTUKAN dari Latihan dan Lingkungan. sementara bawaan itu hanya sedikit
pengaruhnya. nah yang paling penting adalah kita menyadari, apa yang
menghambat dan mengekang Bakat dalam diri kita ini...
--
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Mind-Therapist
www.facebook.com/rahmadsyahI YM ; rahmad_aceh

2010/7/28 <jurnalcahaya@yahoo.com>

>
>
> Hahaha,nice piece lho. Sy smp skarang jg masih suka bingung apa bakat sy
> sebenarnya. Tp alhamdulillah sy pcaya sukses=10% bakat + 90% kerja keras.
> Seandainya bs ktmu mas rahmad,sy mau dianalisis jg ya! Tfs.
>
> Powered by Telkomsel BlackBerry�
> ------------------------------
> *From: * rahmad nurdin <rahmad.aceh@gmail.com>
> *Sender: * sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> *Date: *Wed, 28 Jul 2010 22:57:57 -0700
> *To: *<sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
> *ReplyTo: * sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> *Subject: *[sekolah-kehidupan] (Cerpen) Mencari Bakat
>
>
>
> Cerpen Mencari Bakat
>
> Aku harus temukan bakatku! Ini tekadku sekarang. Sudah bulat. Tidak bisa
> diganggu gugat dan ditunda lagi. Cukup sudah 20 tahun aku hidup tanpa tahu
> apa bakatku.
>
> Tekadku ini bermula ketika aku menonton pertandingan karate Sarah, teman
> kampusku. Aku berdecak kagum melihat kepiawaiannya saat tanding. Dulu aku
> tak menduga gadis manis yang imut-imut itu adalah atlet karate. Saat tahu,
> aku benar-benar berdecak kagum. Bukan hanya karena ia seorang karateka
> profesional, tapi juga karena ternyata ia sudah menekuni bidang ini bahkan
> sejak ia belum bisa membaca. Umur 5 tahun! Kaget aku mendengarnya. Katanya,
> ayahnya juga seorang karateka dan sejak umur 5 tahun itulah ayahnya
> mengajarinya karate. �Setelah dijalanin, ternyata karate emang enak dan gue
> ngerasa banget emang bakat gue disitu� ujarnya saat itu. Oo..aku hanya bisa
> ber-o panjang. �Dan kalau kita tekunin bidang yang emang bakat kita, pasti
> kita berhasil deh!� tambahnya lagi. Begitu ya. Jadi, kalau udah bakat
> jalaninnya bakal gampang dan gampang berhasil juga. Padahal dari dulu aku
> lebih suka memperhatikan orang lain daripada diriku, apa kesukaan mereka,
> keahliannya, dan macam-macam lainnya. Tapi ucapan Sarah menggetarkanku.
>
> Aku pegang ucapan Sarah itu dan bertekad akan mencari apa bakatku
> sebenarnya. Dari dulu, aku tak pernah fokus terhadap satu bidang. Saat TK,
> ada lomba mewarnai aku ikut, ada lomba melukis juga ikut, lomba baca puisi,
> peragaan busana sampai lomba sholat berjamaah aku ikuti. Saat SD juga sama.
> Tapi, prestasi yang aku capai dalam bidang-bidang tersebut juga biasa saja.
> Paling-paling juara harapan atau paling hebat juara III, tidak pernah
> menembus juara I. �Yah...anak saya memang nggak bakat lukis bu...� itu
> ucapan ibu kepada Tante Mia, ibunya Mayang temanku, yang aku ingat saat
> mengantarku ikut lomba lukis dulu waktu aku kelas 3 SD di Taman Mini. Saat
> itu aku tidak menang sedangkan Mayang berhasil menggondol sebuah piala emas
> besar bertuliskan �Juara I�. Saat itu aku hanya cengar-cengir saja. Wajar
> saja Mayang menang. Sejak TK, ia memang sudah sering menang perlombaan
> serupa. Waktu aku ke rumahnya, piala nya banyak sekali dan memang mayoritas
> dari hasil lomba melukis. Orangtua Mayang juga sangat mendukung anaknya
> dengan membelikan peralatan lukis yang bagus-bagus dan memasukannya ke
> sanggar lukis ternama.
>
> Jadi aku tidak menang karena aku tidak berbakat. Jadi aku santai saja.
> Mungkin memang bakatku tidak disitu. Pasti di tempat lain. Itu pikirku saat
> itu. Dan sampai sekarang, 10 tahun sejak peristiwa perlombaan itu, aku masih
> belum menemukan dimana bakatku. Kata orang bakat itu musti dicari. Kalau tak
> dicari, takkan ditemukan. Maka, perjalananku mencari bakat dimulai.
>
> Aku pernah mencoba menyanyi. Iseng-iseng ikut lomba karaoke saat 17
> Agustusan di daerah rumahku. Sebelum tampil, nyaliku sedikit ciut karena
> peserta lain benar-benar memiliki suara yang aduhai. Saat giliranku tiba,
> aku makin deg-degan. Lagu dimulai. Aku mulai menyanyi perlahan. Aku merasa
> suaraku seperti suara kodok. Namun, aku tetap memaksakan diri tersenyum dan
> menyanyi karena di bawah panggung sana keluargaku memberiku semangat sambil
> bertepuk tangan. Sampai tiba pada bagian reff lagu, nada pada bagian itu
> cukup tinggi. Saat latihan pun, aku kadang kesulitan mencapai nada tersebut.
> Apalagi sekarang dalam suasana grogi dan dilihat banyak orang.
> Dan....hiiik...akhirnya aku tak berhasil mencapai nada tinggi tersebut.
> Suaraku seperti orang yang tercekik dan seketika itu pula para penonton riuh
> menertawakanku. Cukup sudah menyanyi! Tak ada bakat disana!
>
> Setelah peristiwa yang menjatuhkan harga diriku tersebut, aku benar-benar
> yakin bakatku bukan pada seni. Mungkin olahraga. Ya! Olahraga! Akhirnya
> mendaftarlah aku di tempat latihan karate Sarah. Dengan harapan mungkin
> disinilah bakatku. Walaupun aku pemula dan Sarah sudah jauh tingkatannya
> diatasku tapi aku tak peduli. Aku latihan tiga kali seminggu. Senin, Rabu,
> dan Jum�at. Awalnya aku bersemangat karena ini pertama kalinya aku ikut
> latihan bela diri seperti ini. Namun, lama-lama aku kelelahan sendiri.
> Latihan tiga kali seminggu dan sampai malam membuat kondisi fisikku drop.
> Belum lagi setiap pulang latihan badanku pasti pegal dan ngilu-ngilu. Duh!
> Bukannya bakat yang ditemukan, malah habis uang untuk beli balsem!
>
> Setelah itu aku mau mencari bakat yang tidak membuat fisikku sakit. Aku mau
> mencoba menulis. Ini karena Mia, teman sekampusku, yang sering sekali
> menulis. Ia sering menulis apa saja. Cerpen, puisi, ataupun artikel yang
> kemudian dipajang di mading kampus atau dikirimkannya ke majalah-majalah.
> Menulis tidak akan membuat badanku ngilu-ngilu seperti latihan karate. Maka
> aku mau mencobanya.
> �Mi, nulis susah gak sih?� tanyaku suatu ketika pada Mia.
> �Nggak kok. Coba aja dulu. Nulis puisi kek atau apa gitu�
> �Lo awalnya kenapa tertarik nulis?� tanyaku lagi.
> �Iseng aja sih awalnya. Eh, ternyata keterusan. Lagipula gue orangnya gak
> bakat ngomong. Gak bisa gue ngomong di depan orang banyak gitu. Jadi, gue
> lebih baik nulis. Mungkin bakat gue gak di ngomong, tapi di nulis� jelasnya.
> Oh...bakat lagi. Makin mantap aku menulis. Mungkin disinilah bakatku
> ditemukan.
>
> Enam bulan kemudian aku berhenti menulis. Bukan...bukan karena badanku jadi
> pegal-pegal atau karena ditertawakan orang. Tapi aku kesal. Habis, ketika
> sedang semangat-semangatnya menulis aku bisa menulis sampai tiga buah puisi
> setiap harinya. Setiap minggu bisa menghasilkan satu artikel dan cerpen.
> Namun, setiap yang aku kirim ke majalah tidak pernah dimuat. Mading-mading
> kampus pun tak mau menerima. Kurang ilmiah katanya. Huh...padalah sudah
> semangat dan susah payah begini. Kalau bakat nggak mungkin ditolak, pikirku
> instan. Jadi, tinggalkan menulis.
>
> Bakatku pasti ada di suatu tempat dan telah memanggil-manggilku meminta
> untuk ditemukan sejak 20 tahun yang lalu. Tapi entah mengapa aku tidak
> pernah mendengar panggilan itu. Sayup-sayup nya pun tak pernah. Mungkin
> bakatku bersembunyi mengharap aku mencari dan menemukannya. Tapi karena
> sekian lama tak kucari-cari jangan-jangan ia bosan memanggilku. Hingga
> sampai sekarang ia sampai lupa keluar dari persembunyiannya. Duh...apa
> memang begitu ya?
> Pikiranku itu membuatku malas untuk mencari tahu lagi bakatku. Sudahlah,
> lupakan bakat. Jalani saja semuanya tanpa bakat. Toh, 20 tahun ini aku masih
> bisa hidup tanpa bakat. Sekarang, aku kembali lagi kepada kesukaanku yang
> dulu, memperhatikan orang-orang yang sudah atau sedang berusaha mencari
> bakat mereka. Aku makin senang memperhatikan Sarah yang makin cinta dengan
> karatenya, makin sering membaca tulisan-tulisan Mia, dan memperhatikan
> sikap-sikap serta kesukaan teman-temanku yang lain.
> Kebiasaanku mengamati orang ternyata membuatku cukup mendalami
> karakteristik seseorang. Makin lama, makin mudah bagiku untuk menganalisa
> mereka. Hal ini tanpa disadari membuatku tahu bakat-bakat terpendam mereka.
> Menyedihkan memang mengetahui bakat orang lain namun tak bisa menemukan
> bakat diri sendiri. Tapi biarlah, daripada capek memikirkan bakat sendiri
> lebih baik mengamati orang lain.
> �Kalau aku lihat, bakatmu memang bukan di bidang menyanyi Ras� aku berujar
> sewaktu aku sedang bersama Laras, teman sejurusanku, di kantin.
> Saat itu Laras sedang mempertanyakan mengapa hobi menyanyinya tak kunjung
> membuatnya berhasil. Setiap lomba yang diikutinya tak pernah menang.
> �Padahal aku suka sekali menyanyi lho� ujarnya waktu itu.
> �Yang aku lihat, kamu lebih berbakat di akting, bermain teater sepertinya
> cocok untukmu� tambahku.
> �Masa sih? Lo tau darimana?� tanyanya heran.
> �Gue inget waktu kita SMA dulu lo pernah main drama kan, akting lo bagus.
> Trus juga gue liat suara lo bisa membantu lo�
> �Iya sih. Kadang gue juga ngerasa gitu. Tapi gue gak pede aja. Gak yakin
> gue bisa. Kalo nyanyi kan emang udah dari dulu gue hobi. Walau kaga
> menang-menang�
>
> Dan setelah percakapan kami itu, beberapa hari kemudian ia mendaftarkan
> diri pada sebuah klub teater fakultas. Beberapa bulan kemudian, aku dengar
> dia mengalami kemampuan pesat. Ia anak baru namun sering mendapat peran
> utama setiap tampil. Ternyata hobi menyanyinya membantunya dalam teknik
> berbicara dalam teater. Suaranya lantang dan pengucapannya jelas.
>
> �Ternyata suara gue emang bukan buat nyanyi kali yah. Lebih oke kalo gue
> pake buat teater� ujarnya beberapa bulan kemudian.
> Setelah masalah Laras, aku makin suka menganalisa kemampuan seseorang.
>
> �Gak papa kamu gak jago statistik, kamu tuh oke banget di marketing�
> saranku pada Siska suatu waktu saat dia curhat tentang nilai statistiknya
> yang selalu bisa ditunjukkan hanya dengan jari di satu tangan.
> �Gue liat lo gak suka hitungan. Lo lebih suka berhubungan dengan manusia
> daripada angka. Cara lo berbicara bisa mempengaruhi orang lain� tambahku.
>
> Siska manggut-manggut mungkin sambil berpikir �iya juga yah�. Setelah
> Siska, aku bertemu dengan Randy yang kulihat sangat berbakat bermain
> alat-alat musik. Jiwa musiknya kental sekali terlihat. Namun, bakatnya
> sering ia lupakan seiring kesibukan tugas kuliah. Padahal ia sungguh pemain
> musik yang sangat berbakat. Aku juga sempat berbincang dengan Galih, yang
> kuliahnya sering berantakan dan terlupakan, bahwa ia sebenarnya luar biasa
> berbakat dalam sepakbola.
>
> Setelah teman-teman kuliahku, aku juga sering menganalisa bakat-bakat dari
> murid-muridku di bimbel yang aku ajar. Awalnya hanya beberapa orang yang
> suka curhat padaku, tapi lama kelamaan menyebar dan hampir semuanya sering
> minta pendapatku ketika memilih jurusan untuk kuliah nanti.
>
> �Kamu suka sekali membuat cerpen dan puisi, ditambah kecintaan kamu pada
> budaya Prancis, aku pikir kamu cocok di sastra, sastra Prancis mungkin�
> saranku pada seorang muridku.
>
> �Kamu kan sering dimintai curhat dengan teman-temanmu, saran-saran kamu pun
> mereka anggap adalah saran yang terbaik. Psikologi aku rasa cocok� saranku
> pada murid kedua.
>
> �Wah...kamu suka sekali baca koran kan? Kalau dengar kamu bicara,
> kepedulian kamu akan masa depan perekonomian Indonesia sangat besar.
> Ditambah nilai ekonomi kamu yang bisa dibilang sempurna dan kamu suka sekali
> berasumsi. Hmm..ilmu ekonomi� saranku pada murid yang lainnya.
>
> Dan begitulah. Akhirnya aku lebih sering menggali apa bakat-bakat terpendam
> orang lain dan berusaha meyakinkan mereka bahwa mereka mampu di bidang itu.
> Sampai suatu saat seorang temanku bertanya, �Kalo lo sendiri bakatnya apa?�.
> Aku hanya senyum-senyum mesem.
>
> 6 tahun kemudian.
> ------------------------
> Pekerjaanku cukup menyenangkan. Ditambah dalam pekerjaan ini aku bisa
> bertemu banyak orang dan menganalisa mereka. Aku bekerja di bagian talent
> agent sebuah stasiun televisi swasta. Setelah sebelumnya aku bekerja di
> bagian HRD, dimana aku bisa menganalisa kemampuan dan minat dari seseorang,
> sekarang aku dipindah di bagian talent agent.
> Setelah sekian lama aku mencari bakatku dengan melukis, menyanyi, menulis,
> bahkan sampai karate akhirnya aku menemukan bakatku yang sudah bersembunyi
> sekian lama tersebut. Ternyata bakatku tidak perlu dicari seperti orang yang
> mencari jarum dalam jerami. Karena sebenarnya jerami-jerami itulah bakatku.
> Ia sudah ada sejak lama hanya aku tidak menyadarinya. Akhirnya aku tau
> bakatku: pencari bakat!
>
> Sumber : www.women.multiply.com
>
> *MAU TAU APA BAKAT ANDA ?*<http://rahmadsyahnlp.blogspot.com/2010/07/unlock-your-talent.html>
>
>
> --
> RAHMADSYAH
> Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Mind-Therapist
> www.facebook.com/rahmadsyahI YM ; rahmad_aceh
>
>
>
7a.

Re: [LONCENG] Met Milad bu Guru

Posted by: "anty th" anty_th@yahoo.com   anty_th

Wed Jul 28, 2010 11:46 pm (PDT)



Mbak endah kannnnnnnnnnnnnnnnnnnn
^_^

met milad bun bun

salam sayank
anty thahir

8a.

Re: [MILAD SK 4- update 28 Juli 2010 -pkl. 10:15]

Posted by: "anty th" anty_th@yahoo.com   anty_th

Wed Jul 28, 2010 11:46 pm (PDT)



Hiks hiks ...
dipiiinnnnn .....
nopi....

salam chayank slalu ....

9a.

Re: Bls: [sekolah-kehidupan] [MILAD SK 4- update 27 Juli 2010 -pkl.

Posted by: "anty th" anty_th@yahoo.com   anty_th

Wed Jul 28, 2010 11:48 pm (PDT)



Smoga Allah segera memberi kesembuhan ya mbak
biar sang buah hati dapat kembali tersenyum ceria
ingin kenal ma mbk eva

salam kenal
anty thahir

Recent Activity
Visit Your Group
Group Charity

Food Bank

Feeding America

in tough times

Stay on top

of your group

activity with

Yahoo! Toolbar

Drive Traffic

Sponsored Search

can help increase

your site traffic.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.

Tidak ada komentar: