Kamis, 22 Juli 2010

[daarut-tauhiid] Menggapai Qunut Dalam Shalat

http://www.dakwatuna.com

Menggapai Qunut Dalam Shalat

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA


"Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dalam keadaan qunut".
(Al-Baqarah: 238)

Salah satu bentuk pemeliharaan seseorang terhadap shalatnya adalah
menunaikannya dengan penuh qunut kepada Allah swt. Qunut dalam arti
khusyu' dan konsentrasi penuh kepada Allah swt. Sedangkan realisasi
qunut dalam shalat adalah tercapainya buah dari shalat, yaitu "Dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar". (Al-Ankabut: 45), serta mencapai
kebahagiaan dan keberuntungan seperti yang dijanjikan Allah dalam
firman-Nya, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya". (Al-Mu'minun: 1-2).
Dan memang shalat yang paling utama seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw adalah dengan "thulul qiyam" (berdiri yang lama).
Bahkan pernah dalam salah satu shalat Rasulullah, dalam satu rakaat
beliau membaca surah Al-Baqarah, An-Nisa' dan Ali Imran. Dan para
mufassirin banyak yang memahami ayat "Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dalam keadaan qunut" dalam arti thulul qiyam.

Berdasarkan pembacaan dan penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an
yang berbicara tentang konsep "qunut" ini, maka dari 13 ayat yang
ditemukan, hanya ayat di atas yang dikaitkan dengan perintah shalat.
Sedangkan ayat-ayat yang lain berbicara dalam konteks ubudiyah yang
umum. Dikaitkannya qunut dengan shalat dalam ayat di atas menurut
sebagian mufassirin mengisyaratkan bahwa shalat adalah sarana yang
paling utama bagi seseorang untuk menunjukkan ketaatan kepada Allah.
Sehingga dalam shalat, seseorang harus mampu melepaskan diri dari
kesibukan lain, karena shalat sendiri adalah sebuah kesibukan, seperti
yang dapat dipahami dari hadits Abdullah bin Mas'ud, "Sesungguhnya
dalam shalat itu ada kesibukan". (H.R. Muttafaqun Alaih). Karena
esensi qunut dalam shalat adalah khusyu' kepada Allah dan konsentrasi
mengingat-Nya. Demikianlah berdasarkan sebab nuzulnya, ayat ini turun
untuk mengingatkan keadaan shalat mereka sebelum ini yang biasa
berbicara di tengah melaksanakan shalat, bahkan membicarakan berbagai
keperluan yang mereka hadapi. Maka dengan turunnya ayat ini , mereka
mengetahui bahwa di dalam shalat tidak boleh ada kesibukan lain selain
mengingat Allah, khusyu' kepada-Nya dan konsentrasi penuh untuk
mengingat-Nya.

Secara makna, "qunut" bisa dipahami dalam berbagai pengertian. Menurut
bahasa, qunut berarti taat dalam segala sesuatu. Dalam Mu'jam
Maqayisul Lughah, Ibnu Zakaria memahami asal arti qunut menurut bahasa
adalah taat, namun kemudian kata ini digunakan untuk menunjuk pada
setiap istiqamah di jalan agama yang diridhai Allah swt. Lebih jelas
Imam At-Thabari menegaskan bahwa setiap kata qunut dalam Al-Qur'an
tidak lain artinya adalah taat. Namun Ibnu Qutaibah dalam Ta'wil
Musykil Al-Qur'an memperluas makna qunut kepada arti berdiri yang
lama, doa, shalat, menahan diri dari berbicara, pengakuan akan
ubudiyah Allah dan ketaatan kepada-Nya. Sehingga dalam konteks bahasa,
qunut bisa tampil dalam berbagai amal; orang yang istiqamah dalam
shalatnya adalah orang yang qanit. Orang yang senantiasa berdoa tanpa
jemu adalah orang yang qanit dalam berdoa. Dan orang yang
memperpanjang berdiri saat shalat adalah cermin dari orang yang qanit
dalam shalatnya.

Dalam konteks fikih, qunut berarti setiap bacaan dalam shalat yang
mengandungi pujian kepada Allah dan doa munajat kepada-Nya, seperti
qunut dalam shalat witir menurut Hanafiyah dan qunut nazilah. Manakala
qunut dalam konteks akhlaq adalah sikap tawadhu' dan rendah hati. Dan
begitu seterusnya. Qunut bisa direalisasikan dalam keseluruhan
aktivitas ibadah kita dan memang itulah yang diinginkan oleh Allah swt
dari setiap pengabdian kita yang tulus kepada-Nya.

Dalam konteks pembahasan tentang qunut, dua orang yang diabadikan oleh
Allah dalam Al-Qur'an adalah Ibrahim yang mewakili laki-laki dan
Maryam yang mewakili wanita. Keduanya tampil dengan sikap qunut (taat)
yang totalitas kepada Allah dalam semua amal ibadahnya.

Nabi Ibrahim dipuji oleh Allah dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Ibrahim
adalah seorang umat yang dapat dijadikan teladan dalam kepatuhannya
kepada Allah dan seorang yang hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang
mensyukuri nikmat-nikmat Allah". (An-Nahl: 120). Bahkan ketaatan Nabi
Ibrahim as dalam ayat ini digambarkan menyamai ketaatan satu umat
(ummatan qanitan). Betapa hanya Ibrahim yang mampu membuktikan
ketaatannya yang paripurna kepada Allah, meskipun ia harus menyembelih
putranya yang sangat dicintainya. Ibrahim juga siap meninggalkan
keluarganya di tengah padang pasir yang tandus dan gersang karena
sikap qunutnya kepada Allah yang totalitas.

Begitu juga dengan Maryam. Wanita shalihah ini diabadikan namanya oleh
Allah sebagai contoh terbaik dalam hal ketaatan kepada Allah. Bahkan
ketaatannya mampu menyamai ketaatan laki-laki yang taat (minal
qanitin). "Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara
kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh
(ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan
Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang qanit."
(At-Tahrim: 12). Keutamaan tersebut Allah berikan karena ia mampu
memenuhi perintah Allah, "Hai Maryam, qunut (taat)lah kepada Tuhanmu,
sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku'" (Ali Imran: 43)

Ketika Al-Qur'an berbicara tentang ciri-ciri istri yang shalihah yang
mendapat pujian dan penghargaan Allah, sifat pertama yang disebutkan
adalah sifat qunutnya (qanitah) "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)". (An-Nisa': 34)

Hal yang menarik dari pembicaraan tentang sifat qunut, bahwa Al-Qur'an
justru banyak menyebut keutamaan sifat ini dalam konteks keutamaan
wanita. Seakan-akan ini sebuah isyarat bahwa kaum wanita dituntut
lebih untuk bersikap demikian. Atau memang secara fitrah, kaum wanita
lebih mudah untuk menunjukkan sifat ini jika mereka mampu melepaskan
diri dari keinginan dan gemerlap duniawi yang menjadi perhiasan
mereka. Maka ketika beberapa istri Rasulullah saw memiliki keinginan
duniawi seperti lazimnya para wanita yang lain dan mereka mengadukan
permintaannya itu kepada Rasulullah, Allah segera mengingatkan mereka
dan memberi jaminan bahwa kelak jika Rasulullah menceraikan mereka,
beliau akan mendapatkan ganti wanita-wanita yang qanitah juga."Jika
Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti
kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang
beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang
berpuasa, yang janda dan yang perawan". (At-Tahrim: 5). Dan jika
sebaliknya, mereka mampu menunjukkan sifat qunut yang sempurna, maka
Allah akan memberi mereka pahala dua kali lipat. "Dan barang siapa di
antara kamu sekalian (istri-istri nabi) tetap taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan
kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang
mulia". (Al-Ahzab: 31)

Betapa tinggi kedudukan sifat qunut, sampai Allah swt menyatakan bahwa
seluruh makhluk-Nya yang berada di langit dan di bumi juga serentak
menunjukkan qunutnya kepada Allah, Sang Khaliq mereka. Allah
menegaskan sikap mereka dalam firman-Nya, "Mereka (orang-orang kafir)
berkata, "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada
di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.
(Al-Baqarah: 116), dan firman-Nya yang lain, "Dan kepunyaan-Nyalah
siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya
tunduk". (Ar-Rum: 26)

Imam Ath-Thabari memahami sikap qunut dari seluruh ciptaan Allah
selain manusia adalah ketundukan dan kepatuhan mereka terhadap seluruh
perintah Allah, serta pengakuan (ikrar) mereka atas keesaan Allah swt.
Dari sini, sudah semestinya manusia berfikir bahwa ketika semua
makhluk Allah yang tidak berakal senantiasa dalam keadaan qunut dan
tunduk kepada-Nya, maka manusia yang dianugerahi kelebihan akal oleh
Allah, semestinya mampu menunjukkan sikap demikian, bahkan melebihi
qunut makhluk yang lain. Dan itulah pujian Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang senantiasa dalam keadaan siap dan tunduk kepada
seluruh aturan Allah dalam semua bidang kehidupan, "(Apakah kamu hai
orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran." (Az-Zumar: 9)

http://www.dakwatuna.com/2007/menggapai-qunut-dalam-beribadah/


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: