Jumat, 22 Oktober 2010

[daarut-tauhiid] (Mungkin) Kecil Bagi Kita, Besar Baginya...

 

Seratus lima puluh ribu itu nilai yang besar atau kecil? jika itu ditanyakan kepada para pembaca tulisan ini di internet, dugaan saya sebagian besar akan menjawab relatif kecil atau setidaknya mudah didapat. Asumsi saya sederhana saja, jika kebanyakan para pembaca adalah pegawai kantoran, setidaknya uang senilai seratus lima puluh ribu bukan hal sulit untuk memerolehnya. Tidak perlu bicara soal penghasilan masing-masing, untuk beli pulsa saja sebagian kita menghabiskan lebih dari nilai tersebut.

Seratus lima puluh ribu, ada yang menghabiskannya membeli pulsa, bisa untuk sebulan, sepekan atau bahkan ada yang perharinya mencapai angka segitu. Ada yang merogoh uang di kantongnya lebih dari harga itu untuk sekali makan di rumah makan mewah, atau untuk makan bertiga di rumah makan padang, juga sekali makan. Uang senilai itu juga ada yang menggunakannya untuk membeli sepatu barunya yang sebenarnya belum waktunya diganti. Seratus lima puluh ribu juga dihabiskan banyak pemilik mobil untuk mengisi hampir full tangki bensinnya. Dan bagi Anda pengguna internet, seratus lima puluh ribu juga senilai berlangganan internet satu bulan.

Sebagian kita bisa berpenghasilan seratus lima puluh ribu perpekan, perhari, ada yang penghasilannya seratus lima puluh ribu per setengah hari, atau bahkan nilai itu bisa didapatnya per jam? Ya pasti ada, yang lebih dari itu pun saya yakin ada. So, bagi sebagian kita, terutama pembaca tulisan ini di internet, saya menduga uang senilai seratus lima puluh ribu itu relatif mudah didapat. Maafkan jika saya terlalu menggeneralisir, sebab bisa saja sebagian Anda mengaku tidak punya uang sebesar itu, atau uang seratus lima puluh ribu sama dengan uang saku kuliah sebulan, dan tetap saja ada yang menganggap seratus lima puluh ribu itu nilai yang besar. "Jangankan seratus lima puluh ribu, sepuluh ribu aja kalau lagi nggak punya uang ya terasa besar...," seorang teman saya menimpali.

Sudahlah, sementara ini kita sepakati saja dulu bahwa sebagian besar dari kita cukup mudah untuk mendapatkan uang sebesar itu, terutama pada saat menerima transferan penghasilan di rekening masing-masing. Seorang teman saya yang lain berpendapat, "ya saya biasa membayar zakat bulanan lebih dari itu". Sahabat saya yang lain juga bilang, "Anak saya saja uang sakunya lebih dari itu," atau kenalan saya lainnya mengatakan bahwa penghasilan pembantunya lebih dari itu.

Begini sahabat,

Pagi ini saya mendapatkan sebuah pesan singkat dari seseorang yang meminta bantuan karena terjepit masalah hutang di Bank Keliling, dan si penagih hutang sudah menunggunya di rumah untuk segera melunasinya, tentunya sambil mengancam. Ia merasa terjepit dan tidak tahu harus kemana mencari pinjaman.

kesan pertama mendapat pesan singkat tersebut, beruntung di hati saya tetap berpihak pada kepedulian. "Saya harus membantunya, apapun masalahnya," itu yang pertama terbetik. Saya membalas pesannya dengan kalimat singkat, "Saya masih tugas di Manokwari, ada yang bisa saya bantu?" kadang saya suka merasa selalu sok heroik, kata-kata "ada yang bisa saya bantu?" tidak bermakna saya selalu bisa membantu. Kadang, ketika pertanyaan tersebut terbentur dengan permintaan pertolongan yang nyata-nyata berat bagi saya, kadang membuat saya bingung.

Tetapi soal bagaimana membantu itu urusan belakang, yang penting orang merasa tenang dulu mendapatkan balasan, "ada yang bisa saya bantu?". Coba bayangkan Anda dalam kondisi sangat memerlukan pertolongan seseorang, disaat tidak ada satupun yang memerhatikan Anda, tiba-tiba ada yang berkata, "Ada yang bisa saya bantu?" secercah harap seketika terbit saat mendengar kata tersebut. Semangat memberikan harapan inilah yang saya coba lakukan setiap kali ada "permintaan" seperti itu.

Lalu bagaimana bila saya nyata-nyata tidak bisa membantu. Aha, saya merasa tenang selama ini karena saya tidak pernah sendirian. Saya selalu merasa senang untuk berbagi ladang amal seperti ini, dan pada saat bersamaan orang-orang dekat di sekitar saya, sahabat-sahabat saya justru merasa senang setiap kali saya melemparkan kesempatan berbagi seperti ini.

Tetapi maaf sahabat, untuk kesempatan berbagi kali ini saya ambil semuanya buat saya. Bukan karena saya sombong, apalagi merasa kaya raya. Semula memang saya merasa ragu dan sempat bertanya, "Ibu tahu nomor saya dari mana?" Ia langsung menyebut nama seorang ustadz yang saya kenal, "Ustadz... yang merekomendasikan agar saya menghubungi bapak," ujarnya. Baiklah, kalau datangnya dari ustadz tersebut, insha Allah saya percaya.

Kenapa saya ambil kesempatan berbagi ini, karena ternyata bantuan yang diminta menurut saya masih dalam kategori "bisa diupayakan", sehingga saya berjanji membantunya. Seratus lima puluh ribu, itu yang diharapkannya. Duh, saya kira besarnya akan membuat saya gugup tak bisa bicara, ternyata "hanya" senilai itu. Langsung saya minta bantuan teman di Jakarta untuk segera mentransfer ke rekening wanita itu. "Nanti di Jakarta saya ganti..." pesan singkat saya ke teman itu.

Saya menunggu kabar dari Jakarta apakah sudah ditransfer uang tersebut, sebab ada yang lebih menunggu dengan harap cemas. "Ya Allah pak, sudah bisa saya ambil belum pak bantuan dari bapak..." giliran saya yang dibuat panik dan harus menghubungi teman di Jakarta. Tidak berapa lama kemudian, saya mengabarinya bahwa transfer sudah dilakukan. Dia bersukur sejadinya di SMS, "Alhamdulillah pak biar Allah yang membalasnya, bapak sudah menolong kami. Tetangga yang dekat saja tidak membantu... subhanallah, keajaiban itu masih ada. Terima kasih..."

Menurut pengakuannya, ia berhutang sekitar enam ratus ribu dan sudah meminta bantuan ke beberapa lembaga zakat ia ia kenal. Ia menyebut dua nama lembaga zakat, namun hanya bisa membantu separuhnya. Sisanya ia usahakan sendiri dan karena tidak tahu lagi harus kemana mencari sisanya, sampailah ia mengirim pesan ke saya dengan alur yang saya ceritakan diatas.

Kembali ke soal seratus lima puluh ribu. Ada yang baginya nilai itu sangatlah besar dan tak tahu bagaimana memerolehnya. Tidak sedikit yang harus memeras darah membanting tulang untuk mendapatkan uang senilai itu, ada yang harus mengambil resiko terlalu besar untuk uang seratus lima puluh ribu. Bahkan ada pula yang rela menggadaikan keimanannya untuk uang sebanyak itu.

Baginya, amatlah besar uang senilai itu. Tetapi tidak bagi sebagian kita. Saat kita begitu mudah menggelontorkan sejumlah itu ke kasir rumah makan, ke penjual pulsa, ke penjaga toko sepatu, baju, jilbab, kepada petugas pom bensin, atau untuk mentraktir teman yang sebenarnya juga punya cukup uang untuk membeli makan sendiri. Disaat itu juga ada yang menahan pilu, mengerang, menjerit tak tahu lagi kemana mencari makanan untuk sekadar mengganjal perut yang kosong sejak kemarin, untuk meredakan tangis anak-anaknya di rumah.

Saya, selalu merasa bersukur masih terus mendapat kesempatan seperti ini. Tidak pernah saya berpikir ini penipuan atau bukan, sepanjang saya meyakini bahwa saya memang harus menolongnya, maka saya yakini juga selalu ada jalan untuk memberi pertolongan. Sekali lagi, bukan karena saya sok pahlawan, apalagi merasa kaya raya. Sungguh saya menikmati keadaan hati saya tatkala bisa membantu meringankan beban seseorang. Saya yakin Anda juga begitu. Tenang, saya akan selalu membagi kesempatan berbagi seperti ini, meskipun saya yakin kesempatan selalu ada dan menghampiri sahabat. Ya kan? (gaw)

Bayu Gawtama
Programme Director - ACT
http://actforhumanity.or.id
0852 190 68581

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: