Rabu, 28 Januari 2009

[daarut-tauhiid] Rintihan dari Reruntuhan



SAVE PALESITNA JALUR GAZA

 
Rintihan dari Reruntuhan

Rintihan dari Reruntuhan
Butuh US$ 2 miliar untuk membangun kembali Gaza. Setumpuk persoalan menghadang.
Ketika keluarga Samir al-Sultan berhamburan lari dari rumah, mereka lupa ­menutup pintu depan. Panik. Yang ada di otak mereka saat itu hanyalah lari. Lari dan lari, demi menyelamatkan selembar nyawa mereka dari amuk­an roket yang dihamburkan tank-tank Merkava Israel, pada awal Januari lalu.

Pintu itu tak pernah lagi tertutup. Rumah tiga lantai di Kota Gaza yang mulai dibangun Sultan, 52 tahun, sejak 37 tahun lalu itu sekarang tinggal tumpukan puing dan pecahan kaca. Nasib rumah Samir serupa dengan ribuan rumah di Jalur Gaza lainnya yang remuk-redam oleh 22 hari serbuan berbagai mesin perang Israel.

Selama 19 hari dalam pelarian, keluarga Sultan pindah tempat tiga kali. Pertama, mereka pindah ke rumah salah satu putrinya. Namun lagi-lagi serbuan tank Merkava membuat mereka ­lin­tang-pukang ke salah satu sekolah yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Kami diberi tahu, di tempat itu kami akan terlindung," kata Intisar al Sultan, istri Samir. Namun justru di tempat ini salah satu putra mereka, Abdullah, 20 tahun, tewas dihajar roket Israel.

Pekan lalu, Samir, istrinya, beserta putra-putri, menantu, dan cucunya masih mengenakan pakaian yang sama dengan saat lari dari rumah, terdampar di salah satu sekolah lain milik PBB. "Kami tak tahu lagi harus ke mana," kata Intisar. Israel menghancurkan semua milik keluarga Sultan. "Mereka tak menyisakan apa pun. Tak ada pohon. Tak ada ternak. Tak pula pakaian. Kami tak punya apa pun."

Cerita Sultan itu juga terjadi pada Mansur Abu Khalil, warga Jabaliyah Timur, kota kecil empat kilometer arah utara Kota Gaza. Sembilan puluh persen bangunan di wilayah ini rata dengan tanah.

Kepada Tempo di Gaza, Jumat pekan lalu, dia mengatakan istri dan tiga anaknya tewas dihajar roket Israel.

Pagi itu, ketika Mansur berangkat bekerja di sebuah toko perkakas di Pasar Jabaliyah, istrinya sedang membersihkan rumah dari debu bom. Anak-anaknya sempat makan satu meja. "Putri sulung saya, Hanna Abu Khalil, masih mengenakan baju tidur. Ia sibuk memin­dahkan makanan dari dapur ke meja makan," Mansur mengisahkan. "Itu terakhir saya melihat mereka bernyawa."

Tatkala pulang ke rumah petangnya, Mansur hanya menemui reruntuhan rumahnya dan juga semua bangunan di sekitarnya. Ketiga anaknya tewas terkubur puing. Sekarang Mansur bertahan hidup di gubuk kecil di atas tanah bekas rumahnya tanpa air bersih, tanpa listrik, tanpa pekerjaan. Ia tak jarang pindah ke tenda pengungsian yang tak jauh dari rumahnya untuk bisa merasakan tidur lebih nyenyak.

Kala malam tiba, dia meringkuk melawan suhu membeku dalam gelap. "Kami sudah biasa hidup beratapkan langit dan tanpa penerangan," ujarnya. Toko perkakas elektronik tempat dia bekerja juga sudah tak bersisa ditembak pesawat F-16. "Kami tak akan meninggalkan tanah ini, apa pun yang terjadi," kata Mansur.

Merujuk pada penaksiran biro statistik Palestina, serangan roket Israel meluluh-lantakkan 4.100 rumah dan bangunan milik pemerintah serta merusak 17 ribu bangunan lain. Akibat invasi 22 hari itu, 1.500 pabrik, 20 masjid, dan 31 gedung keamanan di Gaza turut ringsek.

Sir John Holmes, salah satu petinggi Badan PBB untuk Misi Kemanusiaan, mengaku terguncang setelah melihat kerusakan sistematis di Gaza. Menurut Holmes, PBB mesti menuntut Israel membayar semua kerusakan di Gaza. "Saya sangat terkejut," kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon di muka reruntuhan kantor badan PBB di Gaza.

Untuk menegakkan kembali rumah-rumah yang rata tanah, Hamas bermurah hati mengulurkan bantuan. Taher El-Nono, juru bicara Hamas di Gaza, menjanjikan akan mengucurkan duit US$ 35 juta hingga US$ 40 juta pada tahap pertama. Mereka yang rumahnya sepenuhnya roboh akan mendapat US$ 5.000, sementara yang hanya sebagian rumahnya rusak akan memperoleh separuhnya.

Uluran tangan Hamas itu rupanya malah membuat Israel waswas. Mereka takut, berdasarkan pengalaman setelah menyerang Hizbullah di Libanon pada 2006, bantuan itu akan memperkuat pengaruh Hamas. Salah seorang penasihat Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengatakan, pemerintah Israel sedang merancang cara untuk "menyelundupkan" bantuan ke Gaza. Jalan ­memutar ini ditempuh supaya kredit pembangunan kembali Gaza tak sepenuhnya diklaim Hamas.

Membangun kembali Gaza tak akan semudah dan secepat saat meruntuhkannya. Sejumlah soal sudah menghadang di depan mata. Yang paling dekat jelas soal duit. PBB memperkirakan pemulihan Gaza perlu dana US$ 2 miliar. Belum jelas benar dari mana uang itu bisa diperoleh. Seorang pejabat Uni Eropa sudah memastikan, selama Gaza masih dikuasai Hamas, tidak akan ada kiriman bantuan dari mereka.

Demi mengirit anggaran, menurut Christopher Gunnes, juru bicara Badan PBB untuk Bantuan Kemanusiaan, mereka terpaksa mengutamakan merenovasi rumah yang masih bisa ditempati. Rumah yang runtuh total mesti menunggu.

Kalaupun uang sudah di tangan, begitu sulit menemukan semen dan pasir di Gaza. Satu-satunya jalur distribusi barang ke Gaza adalah melalui lorong-lorong bawah tanah yang tembus ke Mesir. "Semua barang, dari Viagra sampai diesel, masuk ke Gaza lewat lorong ini," ujar salah seorang pemilik lorong.

Sekarang perdagangan dalam lorong ini tersendat akibat serangan Israel. Karena langka, harga bahan bangunan melambung tinggi. Uang US$ 5.000 dari Hamas tak lagi banyak berarti, karena untuk membangun rumah sederhana saja paling tidak butuh US$ 100 ribu.

Masalah rumit yang juga akan mengganjal adalah siapa yang akan bertanggung jawab mengelola pemulihan Gaza. Hamas yang menguasai Gaza selama ini jarang sekali akur dengan faksi Fatah yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas.

"Rekonstruksi selalu menjadi isu tawar-menawar dari semua pihak," ujar Ghassan Khatib, mantan anggota kabinet Otoritas Palestina. Pagi-pagi, Saeb Erekat, negosiator Otoritas Palestina, sudah mengingatkan Hamas. "Tak akan ada uang yang dikirim ke Gaza selama belum ada kesepakatan dalam pemerintahan," kata Erekat.

Namun Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, membantah kabar tentang keengganan negara Arab menyalurkan bantuan ke Gaza selama Hamas berkuasa. "Tak ada soal. Kami akan membangun sekolah dan fasilitas lain secepatnya," kata Moussa. Bantuan itu akan dikucurkan lewat PBB.

Di antara potret buram masa ­depan Gaza itu, tak hanya keluh kesah yang tersisa di antara puing-puing. "Gaza, di atas semua kerusakan dan sakit ini, tetap hidup," kata Samir, pemilik toko pakaian di Kota Gaza. Setelah me­nyingkirkan segala reruntuhan di muka tokonya, Rabu pekan lalu, Samir kembali membuka gerai bajunya. Di toko sebelah, hanya dalam tempo satu jam, buah di keranjang Hamed sudah ludes terjual.

Dan tak semuanya mati setelah hujan roket dari helikopter Apache atau tank Merkava milik Israel. "Israel sudah menghancurkan rumah kami, membakar ladang kami dan membunuh saudara-saudara kami, tapi tak pernah bisa mematahkan semangat kami," kata Amir, pegawai pemerintah. "Gaza akan bangkit dari reruntuhan."

Sapto Pradityo (Washington Post, Al Jazeera), Akbar Pribadi Brahmana Aji (Kota Gaza)

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/01/26/LU/mbm.20090126.LU129375.id.html

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Find helpful tips

for Moderators

on the Yahoo!

Groups team blog.

Special K Group

on Yahoo! Groups

Join the challenge

and lose weight.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: