Sabtu, 31 Januari 2009

[daarut-tauhiid] Ajari Aku Mencintai Mereka

Ajari Aku Mencintai Mereka


oleh Ani Bowolaksono


Suatu
hari di pemondokan haji di Mekkah, terlihat seorang laki-laki berusia
60 tahunan sedang asyik berkirim-kiriman SMS. "Dari siapa tho, Mas? Asyik betul dari tadi SMS-an. Cucu ya?" tanya teman sepemondokannya sambil tersenyum.


"Ndak, dari si bungsu." jawabnya masih asyik dengan telepon genggamnya.


"Biasanya anak perempuan itu perhatian  ya. Saya lihat Mas tiap malam
asyik ber-SMS ria." Lanjut teman yang lain. Kali ini yang ditanya
mengangkat sejenak wajahnya dari telepon genggamnya.


"Anakku lanang kabeh kok."
katanya sambil tersenyum. "Si bungsu ini memang perhatian sekali dengan
kami. Walau jauh, tak pernah sedikitpun mengurangi perhatiannya." Ada
nada haru dalam ucapannya sambil membayangkan sang pengirim SMS.

Lain waktu si pengirim SMS ini sedang berada di ruangan kerjanya di
salah satu laboratorium universitas. Sedang asyik bekerja tiba-tiba
suara seorang laboran memecahkan konsentrasinya. "Telepon dari Ibu,
Pak." katanya sambil melongok dari balik lemari. Inti percakapan
telepon itu, ibunda memintanya datang untuk membetulkan kompor! Tak
dibantah permintaan ibunda. Tak dipikirkannya juga resiko kemacetan
menuju wilayah barat Jakarta ini dari Depok. Tak dimintanya juga ibunda
mencari orang lain untuk membetulkan benda itu. "Iya Bu… insya Allah
selepas Bowo jaga ujian, langsung ke
Kebun Jeruk." janjinya. "Jangan
lupa ya, Dek. Ibu jadi nggak bisa masak nih, kompornya tidak menyala." katanya menegaskan. Hmmm… dia dipanggil Dek Bowo, itulah panggilan kesayangan di rumah. Panggilan Dek, menunjukkan urutan kelahiran dalam keluarganya.
***
Ada lagi hal menarik yang menujukkan kedekatan hubungan ibu dan anak
ini. Saat ia bertugas menjadi pembimbing praktik lapangan mahasiswa.
Ayah dan Ibunda mengantarkannya sampai lokasi keberangkatan. Dicium
tangan ayahnya, lalu ibunya. Cuup… Cuuup… Muaaaaahh!
Ibunda kemudian mendaratkan ciuman di pipi ananda. Tak dipedulikannya
tatapan takjub mahasiswanya dari dalam bus melihat pemandangan itu.
Lebih baik malu dilihat mahasiswa, daripada membuat sakit hati ibunda.
Ini sudah jadi kebiasaan sejak kecil. Apa salahnya menyenangkan
hatinya, begitu pikirnya.

Selain pandai menyenangkan hati, si bungsu selalu meminta restu
keduanya untuk keputusan penting dalam hidup. Ada anjuran dari
instansinya, agar staf pengajar melanjutkan studi ke luar negeri.
Dicobanya beberapa aplikasi, namun sayang, tak ada yang berhasil.
Dipikirkan apa kekurangannya, rasa-rasanya semua persyaratan sudah
dipenuhi dengan baik. Saat wawancara pun tak ada masalah. Didiskusikan
hal ini dengan sang istri. "Mas, sudah bilang ibu belum tentang hal
ini?"

Ia berpikir keras. "Sudah." katanya pasti. "Maksudnya, tanya
betul-betul apakah Ibu berkenan jika mas belajar ke luar." lanjut
istrinya.


Plak!! Ditepuk dahi menyadari kekhilafannya. "Iya, betul.
Belum tanya ibu berkenan atau tidak. Saya hanya memberitahu, mau
melamar beasiswa." katanya sambil manggut-manggut. "Ibu mungkin
keberatan selama ini, karena konsekuensinya kita akan jauh darinya."
katanya dengan suara pelan.

Jawaban ibunda terjawab keesokan hari. Dipandang anak bungsunya
dengan seksama. Sebuah episode berat terbayang menggelayut wajah
ibunda. "Dek…. Ibu ridho kok kalau Dek Bowo mau sekolah ke
luar…" katanya tercekat. Lalu diam. Terlihat buliran air mata menganak
sungai di pipinya. "Tapi… tapi… kalau misalnya kesempatan itu
didapat…," kalimatnya terputus. " Jangan sampai menjauhkan kita ya, Dek." katanya tak kuasa menahan tangis. Meledaklah tangisnya. "Huuu... Huuu… Dek Bowo
itu yang paling tahu kesenangan dan kesusahan Bapak Ibu." cetusnya
dengan berlinang air mata. Demi mendengar itu, diambilnya tangan
ibunda. Diciumnya tangan yang sudah penuh guratan ini dengan takzim.
"Saya berjanji Bu, insya Allah walaupun jauh akan selalu menghubungi
Ibu sama sering ketika Bowo berada di Depok." janjinya sambil menahan
linangan air mata.

Dan… Ajaib! Kali ini berhasil! Ridho Allah berada dalam keridhoan
orangtua terbukti. Maka dimulailah babak baru keluarga kecil Bowo di
Negeri Matahari Terbit.
***
Ya Allah, Ku berterima kasih telah Engkau berikan seorang suami yang
begitu mencintai kedua orang tuanya. Dia telah mengajariku bagaimana
menghujani cinta dan perhatian terutama bagi ibunda, dimana di telapak
kakinya surga-Mu berada. Semoga kecintaan kami dan kecintaan kedua
orang tua kami, mendekatkan kepada cinta-Mu. Amiin.

Okayama, 27 Muharam 1430 H

anibowo@yahoo.co.jp
sumber : eramuslim.com
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: