Sabtu, 31 Januari 2009

[daarut-tauhiid] Aku Tahu Tuhan Sedang Mengujiku

Aku Tahu Tuhan Sedang Mengujiku


oleh Fiyan Arjun

Dua
minggu sudah aku menjadi orang rumahan kembali. Hal ini terjadi
terlepas sejak awal tahun—dan itu terjadi tahun 2009 ini. Sebuah tahun
dimana aku ingin sekali semua segala impianku terlaksana. Tapi itu
hanya tinggal asa yang tersisa sampai saat ini.


Itu semua terjadi lantaran tragedi—begitu aku menyembutnya. Hal itu
membuat aku terus meratap dengan keadaanku seperti sekarang. Menjadi
orang rumahan. Alias, pengangguran terselubung. Kenapa aku katakan
seperti itu? Ya, karena aku tidak seperti kebanyakan pengangguran yang
hanya berpaku tangan saja. Kalau aku ada saja yang dikerjakan. Entah,
itu menulis lalu aku kirim ke media masa (ya hitung-hitung mencari
pemasukan siapa tahu bisa jebol dan masuk di media massa. Baik itu
mengikuti lomba atau yang biasa-biasa saja. Tapi itu kalau jebol. Kalau
tidak jebol? Ya, aku hanya bisa pasrah dan ikhtiar saja) serta
bertanya-tanya kepada kawan-kawan apakah ada lowongan kerja atu tidak.
Pun itu aku harus menahan malu dan menerima dengan lapang dada bila ada
jawaban yang tidak sesuai dengan harapanku.

Dahulu sebelum tragedi itu terjadi—yang menurutku itu ketika awal
tahun ini atasanku—dimana tempat aku bekerja dulu. Aku menerima
keputusan yang tak dapat aku terima.
Atasanku memerintahkan diriku
untuk me-risgn-kan diri di tempat kerjaku saat itu. Ya, dikarenakan
keadaan perusahaan yang belum mendapatkan pemasukan lebih. Dan aku
bekerja di tempat itu baru berjalan dua setengah bulan. Yang menurut
masih sangat baru itu. Dan lagi-lagi aku hanya pasrah saa ketika
keputusan itu ditujukan kepadaku. Ternyata aku sedang diuji olehNya.

Dan juga aku menulis ini pun harus merental lebih dulu lalu kukirim
kemana saja. Agar aku bisa berbagi dengan yang lain. Entah apakah aku
dapat keprihatinan dari yang membacanya atau tidak. Atau, sebaliknya
mendapatkan cemoohan. Aku tak peduli dengan itu. Bagiku hanya satu
hanya ingin berbagi. Itu saja! Aku lakukan agar rasa penat dan
pikiranku yang labil ini bisa tersalurkan melalui tulisan. Maklum
bagiku satu-satunya mediator yang tepat adalah menulis. Walaupun aku
menulis tidak langsung menggunakan komputer apalagi laptop.
Paling-paling aku hanya menyimpannya dulu di hape jadulku untuk bisa
di-save lebih dulu. Kalau tidak ya di kertas buram yang sebisa aku
lakukan.


Semua itu aku lakukan karena aku tak ingin ide-ide atau gagasan yang
ada dibenak hilang begitu saja. Aku ingin mengikatnya dengan menulisnya
sesuai perkataan Imam Syafe'i. Ide itu bagai hewan buruan (liar) untuk
itu agar tidak lepas maka diikat. Itu yang sering aku ingat! Maklumlah
kegiatan menulis bagiku sudah mendarahdaging di tubuhku. Walau pun aku
tak seperti mereka (para penulis) yang begitu banyak dilimpahi
fasilitas yang mencukupi. Sedangkan aku komputer pun tak punya. Apalagi
laptop! Maka dari itu ketika aku harus ingin menulisnya aku hanya bisa
mengandalkan dua benda tersebut: hape jadulku dan kertas buram. Lalu
setelah itu aku merental ke tempat pengerentalan komputer. Itu pun bila
aku memilki rezeki lebih lalu aku bisa merentalnya. Kalau kantong
sakuku sedang tongpes. Alias, bokek, paling-paling jalan satu-satunya
menunggu dan menunggu rezekiNya (dengan cara menunggu tulisanku dimuat.
Menyedihkan ya?). Kalau tidak ya terpaksa aku hanya menyimpannya dengan
cara di tulis memakai dua benda tersebut. Itulah yang selama ini aku
lakukan! Sampai kapan Tuhan mengujiku?

Lagi-lagi Tuhan mengujiku kembali. Pun aku harus menerima itu lagi.
Ya, orangtuaku (ibu)—yang single parent itu terus saja meratapi
keadaanku. Kadang secara tak sengaja airmatanya mengalir hingga menjadi
anak sungai di pipi keriputnya ketika aku lihat sedang menangisi
keadaanku sekarang. Itu benar-benar membuat aku sangat terpukul. Bahkan
mengutuk diriku bahwa aku sebagai anak tak berguna. Tak dapat
membahagiakan orangtuanya. Itu yang kurasakan saat tragedi itu aku
terima. Hempas sudah impian yang akan kubangun nanti di masa depanku.
Entah apa yang dapat aku lakukan. Semua jalan (ikhtiar) sudah kulakukan
tapi hasilnya sungguh membuat tambah menyiksa. Apalah artinya bagiku
yang hanya mengantongi ijazah Diploma Satu kemana saja aku melamar
pekerjaan yang aku temui hanya menerima diatas ijazahku itu. Apakah aku
harus memaksa agar aku bisa terloloskan dalam melamar pekerjaan itu?
Bagiku itu sama saja membuat perkara. Mencari mati!


Melihat keadaan seperti aku jadi bingung dan entah kemana lagi
langkah gontaiku kuarahkan. Melihat keadaanku sekarang ini bukan
membuatku semakin legowo menerima ujianNya ini malah membuatku
terpuruk. Terlebih bila aku melihat orangtuaku (ibu) menangisi
keadaanku. Apa yang harus kulakukan? Sebagai anak tak bisa
membahagiakan orangtuanya. Tapi ini malah membuat dirinya nelangsa
ketika melihat keadaanku sekarang ini. Kadang bila aku tak sanggup aku
seri berkata sendiri dalam sujudku. "Tuhan, apakah aku pantas menerima
ujianMu itu…Kenapa aku yang Kau uji?
Kenapa bukan mereka yang
bergelimangan harta. Kenapa Tuhan? Kenapa Ya Rabbi?" Aku semakin tak
kuasa bila aku mengingat hal itu. Dan hanya bisa menangis dan menangis.
Lalu apa yang aku lakukan?


Akhirnya aku pun mengetahui hal itu semua. Dan benakku mulai bermain
tak karuan.
Hingga menghampiri hal—yang mungkin bagi sebagian orang
mengatakan bahwa aku ini pantas disebut sebagai orang pecundang atau
tak kuat menerima ujianNya. Lalu apa yang aku lakukan bila seandainya
daa diposisiku? Aku terus mencercaau kepadaNya. Ya, walau aku sering
melangkah ke tempat pengajian tapi apa yang aku dapatkan? Hanya nasehat
dan nasehat tanpa memberi praktek langsung. Entahlah. Mungkin jalan
terbaik untuk membuat aku tak pantas untuk hidup di dunia fana ini—yang
terkadang aku berpikir dan bergumam," enak kali ya loncat dari fly
over," pikirku menerawang jauh. Naudzumindzalik…

Namun aku bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Membalikan hati para
umatNya yang mengetahui hal itu dan aku pun membuang jauh-jauh niatan
itu. Andai itu kulakukan apa nanti kata dunia? Bisa-bisa aku menjadi
headline di surat kabar Lampu Merah. Bahwa ada mantan penulis yang tak
kuat menerima ujian Tuhan dan masuk di surat kabar. Biarlah semua aku
jalani untuk menghadapi ujian-Nya nanti jika datang kembali. Dan
ernyata Tuhan benar-benar masih mengujiku.*( fy)

sumber : eramuslim.com


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: