Aku Pilih Allah
Oleh: Asfuri Bahri, Lc
________________________________
dakwatuna.com – Wahai ayahanda, kalau bukan karena surga, tentu aku
akan lebih mendahulukanmu (Sa'ad bin Khaitsumah)
Kata-kata itu terlontar dari seorang anak kepada ayahnya. Ungkapan itu
bukanlah bentuk ketidaksopanan anak terhadap orang tuanya. Itulah
ungkapan keimanan akan sebuah keyakinan terhadap sebuah pilihan yang
besar di sisi Allah.
Kemenangan besar selalu didahului oleh kemenangan-kemenangan kecil.
Dalam sejarah kemenangan kaum muslimin di medan pertempuran, terdapat
pernik-pernik kisah kemenangan yang dialami masing-masing individunya.
Kemenangan mengatasi hawa nafsu, ketakutan, kegamangan, kemenangan
menghadapi tekanan dan teror keluarga dan masyarakat, kemenangan dari
sisi moral, dan kemenangan menata hati menjadikan niat perjuangannya
hanya untuk mendapat karunia Allah. Bahkan kemenangan-kemenangan kecil
itu menjadi prasyarat bagi turunnya kemenangan besar.
Kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar, misalnya. Didahului oleh
kemenangan individunya dalam mengatasi diri dan hawa nafsunya sendiri.
Adanya tanafus (kompetisi) dalam mengejar kemenangan akhirat. Hingga
Allah, melalui para malaikat-Nya, terlibat langsung dalam pertempuran
besar itu. Dan tentu malaikat tidak akan turun kalau mereka (para
sahabat) tidak layak mendapatkan pertolongan itu. Sesungguhnya
kemenangan kecil inilah inti kemenangan.
Ada yang tercecer dari kisah sukses perang Badar. Di sebuah rumah di
Madinah terdapat dialog indah antara Khaitsumah bin Al-Harits dengan
anaknya, Sa'ad. Bertemakan tentang tantangan yang dihadapi Islam yang
berasal dari orang-orang jahiliyah dan Yahudi.
Tiba-tiba Khaitsumah menghentikan dialognya dan memasang kedua
telinganya untuk memperhatikan sayup-sayup suara dari kejauhan.
Sia-sia, kedua telinga rentanya tidak sanggup menangkap suara itu.
Serta-merta ia pun meminta putranya untuk mengendus berita dari suara
sayup itu. Untuk kemudian menyampaikannya kepada sang Bapak.
Sa'ad segera berhambur keluar merespon permintaan bapaknya. Dan tidak
lama setelah itu ia kembali dengan wajah berseri-seri menuju tempat
penyimpanan senjatanya. Pedangnya segera dikalungkan ke pundaknya dan
bersiap-siap keluar. Khaitsumah terbengong-bengong menyaksikan ulah
anaknya yang diperintahkan untuk mencari berita itu. Ternyata Sa'ad
lupa menyampaikan berita kepada ayahnya.
Khaitsumah bangkit dari duduknya dan menghadang jalan anaknya.
"Anakku, aku yang memerintahkanmu untuk mencari berita. Eh, tiba-tiba
kamu sekarang mengenakan senjata dan hendak pergi tanpa menyampaikan
kepadaku tentang apa sesungguhnya yang terjadi."
Dengan merasa bersalah terhadap sikapnya Sa'ad berkata, "Maaf ayah,
seruan Rasulullah membuatku sibuk sendiri dan melupakanmu. Beliau
menyerukan kepada kita untuk berangkat perang. Aku pun segera
menyambut seruan beliau, ayahanda."
Khaitsumah terdiam sejenak lalu berkata, "Sebentar, anakku. Apakah
menurutmu, kamu lebih layak untuk berangkat bersama Rasulullah
daripada diriku? Aku, demi Allah, sangat berhasrat untuk berangkat
bersama beliau ke medan tempur. Di samping itu, di rumah ini harus ada
orang laki-laki yang menjaga para wanita, ibu dan saudari-saudarimu.
Kamulah yang menjaga mereka, Sa'ad. Dan biarlah aku yang berangkat
bersama Rasulullah."
"Tidak ayah. Tidak ada yang bisa membuatku duduk-duduk di sini tanpa
terlibat dalam pertempuran bersama Rasulullah. Kalau ayah ingin
keluar, berangkat saja. Ada Allah yang menjaga wanita-wanita di rumah
ini."
Sang Ayah yang tua renta itu pun terus meminta kepada anaknya,
"Anakku, aku ini sudah tua. Sementara kamu masih banyak memiliki
kesempatan untuk berangkat bersama Rasulullah. Perang kali ini kiranya
bukan perang terakhir bersama Rasulullah. Utamakan aku dulu yang
pergi, Sa'ad. Dan kamu yang menjaga para wanita kita."
Sa'ad diam sejenak lalu ia berkata kepada ayahnya, "Ayahanda. Tidak
ada keinginanku di dunia ini kecuali aku selalu mengutamakan engkau.
Kali ini tidak, ayahanda. Ini masalah surga. Demi Allah, kalau bukan
surga, tentu aku lebih mengutamakan engkau."
Dialog pun berlangsung tanpa ada ujung pangkal. Panah-panah
argumentasi saling dilepaskan untuk mengalahkan yang lain. Namun
semuanya berseliweran tanpa menemui sasarannya. Lalu pada akhirnya
anak panah Sa'ad yang berhasil mengenai sasarannya dan Khaitsumah yang
mengalah. Sa'ad memeluk ayahnya dan mengucapkan selamat tinggal kepada
keluarganya.
Setelah itu hari-hari berlalu hampa tanpa kehadiran Sa'ad di rumah
Khaitsumah. Orang tua itu tak henti-hentinya berdoa untuk putranya
agar dikaruniai syahadah atau kemenangan.
Beberapa hari kemudian berita tentang kecamuk perang Badar tersebar di
mana-mana; kemenangan yang dicapai, harta rampasan perang, dan
orang-orang yang gugur sebagai syuhada. Di antaranya berita tentang
gugurnya Sa'ad putra Khaitsumah.
"Inna lillahi wa inna ilahai raji'un. Kamu membenarkan Allah, hai
Sa'ad, maka Allah pun membenarkanmu. Aku berharap kiranya kamu
mendapatkan surga."
Kejujuran iman kepada Allah yang melahirkan pembenaran terhadap semua
janji-Nya. Tidak ada keraguan. Tidak hendak menunda mendapatkan janji
itu. Tidak boleh ada yang menghalangi mendapatkan janji itu. Meskipun
ayah sendiri yang selama ini ia telah banyak mengalah dalam urusan
dunia, sebagai bakti seorang anak kepada orang tuanya.
"Demi Allah, kalau bukan surga, tentu aku lebih mengutamakan engkau."
Kejujuran iman melahirkan rasa rindu yang membuncah begitu kuat
terhadap surga. Ia menjadi energi besar yang dengannya seseorang dapat
mengatasi segala rintangan, sebesar apapun dan sedekat apapun.
Betapa perlunya kita menata hati dan menghadapkannya kepada Allah
semata. Saat kita beramal, berkata, bahkan diam. Janji-janji Allah
selalu terngiang di balik setiap amal hingga memacu laju dan
menguatkan tekad. Karena seorang mukmin selalu menjadikan kalkulasi
ukhrawi sebagai motivasi amalnya.
As-Shidqu ma'a Allah (jujur kepada Allah) senantiasa kita butuhkan
dalam menghadapi berbagai kondisi. Sifat ini yang membuat seorang
mukmin senantiasa komitmen terhadap janjinya kepada Allah. Di waktu
mudah dan lapang ia tidak terlena dengan berbagai kemudahan itu dan
meninggalkan jiddiyah dalam amal. Di waktu sempit dan susah, konflik
dan fitnah, ia juga tetap tegar di jalan Allah setia dengan
komitmennya untuk memberikan loyalitasnya kepada Allah, Rasul, dan
orang-orang beriman. Wallahu A'lam
http://www.dakwatuna.com/2007/aku-pilih-allah/
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar