Dai Tak Mampu Berbahasa Arab
Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc
________________________________
Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz, alhamdulillah, saya termasuk di antara para aktivis dakwah
yang tetap bersemangat dalam menunaikan amanah Allah ini. Doakan ya,
Ustadz, agar saya bisa istiqomah. Namun, akhir-akhir ini ada masalah
yang mengganjal. Ada tetangga yang mempersoalkan kemampuan saya
memberikan materi Islam. Dia menanyakan bagaimana saya bisa membina
pengajian sementara saya tidak mengetahui ilmu-ilmu dasar syariat.
Misalnya, saya belum memahami ushul fiqih secara mendalam. Saya belum
menghafal banyak asbabun nuzul dan belum menguasai satu kitab tafsir
pun. Bahkan, yang paling mendasar yang dipersoalkan tetangga saya itu
adalah ketidakmampuan saya dalam berbahasa Arab.
Ustadz, setelah merenungkan pertanyaan tetangga saya itu, saya jadi
bingung. Sebenarnya sudah mampukah saya mengajarkan obyek dakwah
dengan ilmu-ilmu Islam. Terus terang, saya takut dengan ucapan Rasul
yang menyatakan bahwa Allah tidak menyukai orang berbicara sesuatu
mengatasnamakan firman-Nya. Saya takut saya salah menafsirkan ayat
Al-Qur'an atau hadits Rasul. Bagaimana menurut Ustadz?
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Syaifullah, Jakarta.
Jawaban:
Saudara Syaifullah di Jakarta dan pengunjung dakwatuna.com di mana pun
Anda berada, as-salamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh. Semoga
Allah swt. senantiasa memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat kepada
kita semua.
Masalah yang Anda hadapi adalah masalah yang juga dihadapi oleh banyak
para dai, murabbi, dan bahkan termasuk para ustadz. Anda tidak perlu
putus asa, lemah semangat, dan –na'udzubillah– berhenti dari
berdakwah. Sebab, bila hal ini terjadi, pertama, Anda akan kehilangan
kesempatan dan peluang untuk meraih keutamaan dakwah; dan yang kedua,
masyarakat akan banyak kehilangan para pembimbing, pembina, murabbi,
dan penegak amar ma'ruf nahi munkar. Na'udzubillah min dzalik.
Agar pembahasan terhadap masalah yang Anda hadapi menjadi jelas, saya
akan membahasnya dalam empat point: adakah syarat dalam berdakwah,
kewajiban menuntut ilmu, masalah penyatuan berbagai potensi dan
kemampuan umat untuk sukses dakwah, dan cerita tentang pengalaman
seorang dai.
Terkait dengan masalah pertama, Rasulullah saw. bersabda, "Ballighu
'anni walaw aayah, sampaikan dariku, walaupun satu ayat." (Hadits
shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari). Hadits ini menjelaskan bahwa
walaupun yang kita miliki "hanya" atau "baru" satu ayat, maka kita
telah terkena kewajiban untuk menyampaikan satu ayat itu.
Betul, memang orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar wajib dan
harus memiliki ilmu: ilmu tentang ma'ruf yang akan disampaikan, ilmu
tentang munkar yang akan dicegah, dan ilmu tentang orang yang menjadi
obyek dan target amar ma'ruf nahi munkar serta ilmu tentang amar
ma'ruf nahi munkar itu sendiri. Akan tetapi, yang dimaksud ilmu di
sini, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tidaklah seperti yang
Anda gambarkan dalam pertanyaan, akantetapi seperti yang disabdakan
Rasulullah saw. di atas. Yang perlu dicatat di sini adalah kita tidak
boleh menyampaikan sesuatu yang tidak kita ketahui atau yang kita
tidak ada ilmu terhadapnya.
Dan kita, sebagai seorang muslim atau muslimah, khususnya para dai dan
daiyah, murabbi-murabbiyah, dan para aktivis dakwah lainnya,
berkewajiban untuk menuntut ilmu, meningkatkan pemahaman kita, dan
menambah wawasan kita dalam rangka melaksanakan sabda Rasulullah saw.,
"Thalabul 'ilmi faridhatun 'ala kuli muslim, menuntut ilmu adalah
sesuatu yang fardhu bagi setiap muslim." [Ini hadits hasan
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al-Baihaqi). Dan juga dalam rangka
melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta'ala kepada Nabi Muhammad
saw. (dan juga kepada kita), "Waqul Rabbi zidni 'ilma, dan katakan
-wahai Muhammad- Ya Allah Rabbku, tambahkanlah akan ilmu pada diriku."
(Thaha: 114). Dan inilah masalah kedua yang telah saya janjikan untuk
saya bahas.
Oleh karena itu, wahai saudaraku Syaifullah, teruskan langkah Anda
dalam membina masyarakat. Tingkatkan ilmu dan pemahaman serta perluas
wawasan dengan banyak membaca dan berguru kepada para ahlinya.
Perlu kita ingat, kita sadari, dan kita ketahui bahwa Allah swt.
memberikan kemampuan yang berbeda antara satu orang dengan lainnya.
Ada orang yang berkemampuan mujtahid (mampu menggali secara langsung
nash-nash Al-Qur'an dan Al-Hadits). Ada yang berkemampuan menghafal
Al-Qur'an dan Al-Hadits tanpa mampu ber-ijtihad. Ada yang berkemampuan
orasi, ceramah, memberi mau'izhah walaupun ilmu dan wawasannya
"terbatas". Ada yang berkemampuan membina, mempengaruhi, dan mengajak
orang lain kepada kebaikan.
Kewajiban kita adalah menyatukan berbagai potensi itu semua demi
suksesnya tugas dan amanah dakwah ini. Bukan sebaliknya, membuat putus
asa dan jerih (takut) orang yang terjun dalam dunia dakwah. Jika kita
menemukan kekurangan pada seseorang itu, tugas kita-lah untuk
melengkapi dan menutup kekurangan tersebut, sehingga seluruh potensi
dan kemampuan umat bahu-membahu dalam hal ini.
Banyak sekali ayat, hadits, dan kejadian pada masa Nabi, sahabat, dan
salafus-shalih yang membenarkan hal ini. Salah satunya adalah kisah
seorang lelaki yang diceritakan dalam surat Yasin ayat 20. Al-Qur'an
mengisahkan tentang seorang lelaki yang bukan nabi, rasul, dan bukan
pula ulama, tapi hanya orang biasa (awam) yang terlibat aktif dalam
mendukung dakwah. Allah swt. menyanjung dan memberikan balasan surga
kepadanya.
Dan sebagai penutup jawaban ini, marilah kita simak sedikit dialog
yang dialami oleh seorang dai yang sedikit memberikan gambaran tentang
masalah yang Anda hadapi saat ini dan bagaimana sebaiknya seorang dai
bersikap.
Ini kisah seorang dai abad 20: Hasan Al-Banna. Ia hanya seorang guru
madrasah ibtidaiyah (SD). Suatu hari, selagi ia mengisi pengajian, ia
"dites" oleh sebagian hadirin dengan berbagai pertanyaan, maka ia
menjawab, "Wahai Saudaraku, saya ini bukan ulama. Saya hanyalah
seorang guru biasa yang hafal sebagian dari ayat-ayat Al-Qur'an,
sebagian hadits nabi, serta sebagian dari hukum-hukum agama yang aku
baca dari beberapa kitab, lalu saya berupaya mengajarkannya kepada
orang. Jika engkau membawaku keluar dari lingkup ini, berarti engkau
telah membuatku mengalami kesulitan. Siapa yang menjawab, 'tidak tahu'
sebenarnya ia telah memberikan jawabannya"
Selanjutnya ia berkata, "Namun, jika engkau menginginkan jawaban dan
pengetahuan yang lebih luas, maka tanyakanlah kepada selain diriku.
Tanyakan kepada para ulama yang ahli. Merekalah yang mampu memberikan
fatwa kepadamu mengenai apa yang engkau inginkan itu. Adapun saya,
hanya inilah kapasitas keilmuan yang saya miliki. Allah tidak
membebani seorang hamba melainkan sebatas kesanggupannya." (Memoar
Hasan Al-Banna, hal. 113)
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan taufiq dan hidayah kepada
kita semua. Amin.
http://www.dakwatuna.com/2008/dai-tak-mampu-berbahasa-arab/
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar