Kamis, 02 September 2010

[daarut-tauhiid] Sejarah Indonesia versi Mazhab Mansuriyah

 


Pada Rabu kemarin (19/5/2010) saya diamanahi untuk menjadi moderator
diskusi buku Api Sejarah (jilid 1 dan 2) karya Ahmad Mansur Suryanegara
yang diterbitkan Salamadani Publishing.

Buku bestseller yang dianugerahi sebagai karya nonfiksi terbaik versi
IKAPI DKI Jakarta 2010 ini dibahas dua pakar sejarah, yaitu
Dr.Sulasman, M.Hum dan Dr.Mumuh Muchsin Zakaria.

Ahmad Mansur Suryanegara selaku penulis buku Api Sejarah pun hadir
tepat pada waktunya Lebih dari 100 peserta, baik itu mahasiswa maupun
dosen serta umum memadati kursi Aula Al-Jamiah UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.

Diskusi buku yang digelar Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati bekejasama dengan
Salamadani Publishing Grafindo Media Pratama, ini sangat dialogis.

Sebelum diskusi, Setia Gumilar, S.Ag., M.Si, selaku ketua panitia dan
ketua jurusan SPI menyampaikan sambutannya. Dilanjutkan sambutan Dekan
Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung Prof.Dr.Agus Salim Mansur
yang tampak antusias dan berapi-api dalam mengomentari buku Api Sejarah.

Pada diskusi itu, Dr.Sulasman yang saat itu menjadi pembicara pertama
mengulas secara apik dan rinci dari sisi metodologi sejarah dan
historiografi.

Menurut Sulasman, Api Sejarah memiliki corak yang khas sehingga berbeda
dengan karya ilmiah sejarawan lainnya. Selain menyajikan sejarah Islam
di Indonesia yang lengkap dari pra kemerdekaan hingga masa sekarang,
juga menampilkan sejarah yang humanis versi Islam.

Penulisan sejarah yang digunakan Pak Mansur, menurut Sulasman,
menggabungkan struktur-struktur sejarah seperti tokoh, gagasan, dan
peristiwa.

"Dalam menulisnya pun Pak Mansur menggunakan metode berpikir terbalik.
Ia menuliskan kesimpulan dahulu kemudian menyajikan data-datanya.
Biasanya kan data dan fakta kemudian muncul kesimpulan. Tidak heran
jika karya ini bersifat ideologis dan subjektf," kata Dr.Sulasman.

Doktor sejarah lulusan Universitas Indonesia Jakarta ini memuji buku Api Sejarah sebagai karya yang berbeda dengan karya ilmiah.

"Bahasanya enak dibaca, penyajian materinya lengkap, dan
interpretasinya lain dari yang biasa. Mungkin bisa dikatakan meta
history karena Pak Mansur mampu melihat yang tak terlihat kasatmata,"
ujar dosen sejarah UIN Bandung ini.

Dengan nada bercanda Sulasman menyebut penulis buku Api Sejarah seperti
"dukun" yang mampu menghadirkan hal-hal yang "gaib" dari berbagai
peristiwa sejarah, khususnya perjuangan ulama dan santri.

Sedikit berbeda dengan komentar Dr.Mumuh Muhsin Zakaria, yang menjadi
pembahas kedua. Menurut pengajar ilmu sejarah di Pascasarjana
Universitas Padjajaran Bandung ini, buku Api Sejarah bisa disebut
memiliki mazhab tersendiri, yaitu mansuriyah.

"Buku Api Sejarah yang saya pahami tampak bagaimana Islamisasi sejarah
Indonesia dimunculkan sehingga keluar dari karya sejarah yang standar,
khususnya dalam metodologi sejarah," kata dosen sejarah Unpad ini.

Lulusan doktor sejarah di salah satu universitas Jerman ini juga
memberikan catatan kritis. Menurut Dr.Mumuh, pada buku Api Sejarah
terdapat ketidakjelasan antara opini penulis dengan kutipan atau
pengambilan sumber dan interpretasi penuls lebih dominan ketimbang data
dan fakta yang disajikan.

Meskipun secara metodologi lemah dan bahan yang digunakan dalam
penulisannya menggunakan sumber sekunder (bukan primer), tetapi
Dr.Mumuh juga mengakui kekuatan materi sejarah pada buku Api Sejarah
lengkap dan menyeluruh.

"Buku ini bagus karena sangat jarang ada buku sejarah yang laku dan
didiskusikan di berbagai tempat. Padahal, kita tahu bahwa pelajaran
sejarah sejak SD hingga perguruan tinggi tidak diminati. Kalau membaca
karya sejarah yang ditulis oleh pakar sejarah atau profesor tidak akan
betah lama membacanya. Beda dengan buku Pak Mansur ini, dibaca dan
dimiliki masyarakat awam. Saya mernyarankan kepada penerbit untuk
diajukan ke Muri," ujarnya sambil menengok ke moderator (saya) yang
mengangguk.

"Karena itu saya menyebut buku Api Sejarah ini bermazhab tersendiri,
mazhab mansuriyah," kata Dr.Mumuh yang diselingi senyum melanjutkan.

"Saya ingatkan kepada mahasiswa S1 dan S2 jurusan sejarah untuk tidak
menggunakan model buku Api Sejarah karena mazhab mansuriyah ini khas
Pak Mansur. Kalau pun tetap memakainya, pasti tidak akan lulus."

Dr.Mumuh juga menyoroti istilah "ulama" dan "santri" yang dibedakan
oleh penulis buku Api Sejarah dengan umat Islam. Padahal, keduanya sama
dengan masyarakat Islam Indonesia. Bahkan, Mumuh meyakini bahwa umat
Islam yang berjuang melawan penjajah bukan karena alasan agama semata,
tetapi ingin lepas dari penjajahan dan menjadi bangsa yang merdeka.

"Ini yang menjadi pertanyaan saya: mengapa Pak Mansur memunculkan
istilah ulama dan santri juga mengeksplisitkan label agama pada
penjajah. Misalnya Kerajdaan Kristen Belanda, seolah-olah perang agama
ketika berhadapan dengan pejuang Indonesia," tanya Dr Mumuh yang
membuat suasana diskusi menjadi sedikit tegang.

Nuansa serius yang digelorakan kedua pembicara sedikit mencair ketika
pembicara ketiga berbicara. Seperti biasa, dengan gaya khasnya Ahmad
Mansur Suryanegara yang merupakan penulis buku Api Sejarah (jilid 1 dan
2) menyemarakkan diskusi dengan sedikit guyonan sehingga suasana
kembali segar meski sudah menjelang shalat zuhur.

Menurut Pak Mansur—sebagai upaya mengomentari kedua pembiacara
sebelumnya—bahwa fakta sejarah tidak bisa dibaca seperti fakta yang
mati, tetapi harus dibaca sehingga hidup bukan sekadar mengandalkan
metodologi sejarah modern Barat yang tidak dapat membaca hakikat
dibalik fakta.

"Saya menggunakan teori yang diungkapkan al-Quran. Saya melakukan puasa
dan shalat sebelum menyusun dan menulis. Setiap saya disodorkan pada
peristiwa sejarah, pikiran dan hati saya menggerakkan pena untuk
menuliskan apa yang ada dibenak berkaitan dengan peristiwa sejarah yang
saya bahas," ungkap penulis buku Api Sejarah.

Selain metodologi dan proses kreatif, Pak Mansur juga memberikan
informasi bahwa ia akan menulis buku Api Sejarah jilid tiga dengan anak
judul konfigurasi sejarah yang di dalamnya akan lebih banyak membahas
teori, metodologi, filsafat sejarah, dan historiografi sejarah yang
digunakan dalam penulisan buku Api Sejarah. Mungkin bisa dibilang
sebagai upaya pertanggungjawaban intelektual Pak Mansur atas karyanya
yang banyak mendapat kritik dari akademisi sejarah.

Diskkusi yang dimulai dari jam 09.00 ini berakhir jam 13.30. Banyak
peserta diskusi yang tampaknya tidak puas sehingga ketika selesai
langsung berdialog dengan Pak Mansur. Tidak sedikit yang meminta tanda
tangan dari Pak Mansur.

Begitu juga tiga mahasiswa dari sembilan penanya dalam diskusi
mendapatkan tiga buku yang berjudul: Aliran-aliran dalam Islam (dua
buku) dan Tanda-Tanda Kiamat Mendekat.

Bagi saya, yang menjadi moderator, diskusi buku di UIN Bandung tersebut
sangat luar biasa karena membuka wawasan kesejarahan saya bahwa karya
sejarah yang beredar di masyarakat harus disikapi secara kritis.
Termasuk dengan sejarah Nabi Muhammad saw yang sampai kepada umat Islam
sekarang. Sudahkah kita bersikap kritis terhadap sejarah?

(AHMAD SAHIDIN, pekerja buku)

www.ahmadsahidin.wordpress.com

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: