Senin, 24 September 2012

[daarut-tauhiid] menikmati proses

 

MENIKMATI PROSES

Oleh : Abdullah 

Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah
proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu Allah SWT yang menetapkan, tapi
bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam
aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat
dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah Allah SWT.

Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan
agamanya, sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka,
karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi
yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena Allah SWT dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap
terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika
dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti
bisa jadi syuhada.

Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu,
karena uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari Allah SWT dan semua
pasti mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari
untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi Allah SWT untuk
memusnahkan untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat
musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang
dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.

Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang
dilakukan adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita
selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang
lain yang terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang
bisnis benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita
penuhi. Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah
adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita.

Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan,
karena Allah SWT Maha Tahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri.
Kita sama sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita
dapatkan, tapi kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani.
Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siapa pun yang sedang bisnis bahwa
yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam
proses.

Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah
hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau
meninggal sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan
meninggal. Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu
pada diri, mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi
perut, kata Imam Ali, "Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka
derajat dia tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya".

Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal
tahu saja penjahat juga pikirannya hanya uang. Bagi kita kuliah adalah
suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih
meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya
adalah agar dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah
sebanyak mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.

Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu
kita jaga, ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan
ketika dapat kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat
penting. Dalam perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah,
mau kuliah, mau kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu
kita masih hidup ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup
ketika kursus selesai.

Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah,
selama kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda?
Tidak ada masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal
kebaikan. Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.

Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima
kenyataan bahwa yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita
sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan
tanggal, tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri
atau akan menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi,
tapi ingat bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik,
caranya sudah benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu
Allah SWT telah menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok. Atau sudah
daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap
untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk
berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini
merupakan nikmat dan pertolongan dari Allah SWT, karena kalau berangkat
haji belum tentu mabrur, mungkin Allah SWT tahu kapasitas keimanan dan
kapasitas keilmuan kita.

Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil,
karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut
perhitungan Allah SWT. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Suatu saat Allah SWT memberikan untung
satu milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena
setiap datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau
ilmu kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar,
datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas
pribadi kita yang bermutu sama dengan datangnya musibah.

Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi
petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista
dan hina karena kedudukannya. Ada orang yang terjerumus, bergelimang
maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya
mengakses tempat-tempat maksiat.

Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya
begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama.
Mulai dari mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan
peralatan yang pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan
sampai menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru
dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak
dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat
kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat
capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan
seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan
sekedar hasil, tapi proses.

Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah
prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah,
berbaring sulit, berdiri berat, jalan juga limbung, masya Allah.
Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati.
Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan
sekuat tenaga melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah
ditungguin, cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang
belajar, yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah
jajan saja, saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba
jatuh cinta.

Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus
anak itu tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau
menunggu anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita
dapatkan?

Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil
sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya,
ngadat-nya, dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses
mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan
keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya Allah
 tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita
dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. Wallahu a'lam
bish-shawab 
 

======sumber:eramuslim.com

**SURYATI**
Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi (PPIE)
Gd. Pascasarjana FEUI Lt. 2
Kampus UI Depok

Telp : 78849152-53
Fax : 78849154
Hp : 0821-14984055
Email : y4t12002@yahoo.com, suryati.BS@gmail.com

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: