Kekuatan Sebuah Fatwa (Kilasan sederhana terhadap fatwa MUI terhadap larangan merokok)
Sesuatu yang bersifat relatif harus di simbolkan agar berubah menjadi nilai kuantitatif yang dengan nilai itu tingkat relatifitas bisa terukur. Dahulu, keadaan panas atau dingin belum bisa di modelkan sehingga rasa panas atau dingin setiap orang berbeda dengan orang lain sampai kemudian muncul suatu simbol untuk menggambarkan keadaan tersebut yang bernama Celcius dan tidak beberapa lama kemudian disusul dengan Fahreinheit. Relatifitas berubah menjadi kuantitas artinya kita mempunyai satu titik kesepakatan dalam masalah suhu udara.
Ilmu pengetahuan selalu berusaha menyederhanakan nilai menjadi suatu simbol atau model, jika tidak maka sebagai contoh sulit bagi para juri menilai kecantikan miss universe, karena cantik adalah relatif dan untuk itu di perlukan simbol berupa angka dalam standarisasi penilaian begitupula halnya dengan penilaian cita rasa atau tingkat kecerdasan seseorang dan sebagainya.
Imam Syafi'i sebagai pencetus kaidah ushul fiqih menyadari pentingnya sebuah standarisasi sehingga relatifitas penafsiran seseorang terhadap ayat-ayat Al Qur'an dan hadist Nabi bisa terarah, apalagi dalam masalah beribadah, dan pembuat standarisasi ini dikenal sebagai Mujtahid. Dan kita telah mengenal beberapa imam mujtahid, permasalahannya tidak setiap orang mengetahui bagaimana proses pengambilan dan penyimpulan yang melahirkan produk hukum tersebut sehingga ada sebagian orang yang menyangkal dan mencari pembenaran sendiri lewat Al Quran dan hadist terhadap hukum yang di pahaminya.
Ketika sebuah penilaian di jatuhkan maka akan ada akibat langsung yang bisa di rasakan, seperti hasil penilaian para juri maka akan ada yang kalah dan menang, hasil penilain guru maka akan ada yang naik dan tinggal kelas, hasil penilaian hakim maka akan ada yang di hukum dan ada yang di vonis bebas. Pertanyaannya apakah kita bisa menentang penilaian yang telah di jatuhkan ? Kita bisa saja tidak puas tetapi ketika sebuah nilai telah ditetapkan maka kita wajib menghormati dan menta'ati , karena jika setiap orang dibiarkan berfikir secara subjectif maka segala penilaian dan hukum yang bersifat objektif akan terabaikan. Lalu apa ujung dari semua itu ? tidak lain adalah pemenuhan sebuah kepuasan, namun demikian jikalah kehati-hatian masih bisa dijadikan pilihan maka hadist Rasulullah di bawah ini mungkin bisa jadi bahan renungan
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya)
Salam
David
[Non-text portions of this message have been removed]
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar