Menyampaikan Suatu Bahasa
Manusia adalah mahluk yang paling lama beradaptasi dengan lingkungan. Untuk bisa berjalan dan berbicara manusia memerlukan waktu berbulan bulan. Interaksi pertama seorang bayi dengan ibunya dimulai dengan bahasa gerak (tubuh), selang beberapa lama kemudian sianak berinteraksi dengan budaya setempat, belum ada kebenaran pada saat itu yang ada masih sekedar penalaran dan hal ini tidak jauh berbeda dengan hewan sehingga ada yang mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal.
"Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana". (QS 14:4)
Harus kita akui bahwa bahasa kaumnya Rasulullah bukanlah bahasa ibu kita, sehingga asupan informasi yang akan disampaikan tidak bisa langsung di benturkan dengan budaya setempat karena hal itu tidak akan melahirkan sebuah kesadaran melainkan sekedar kelatahan. Banyak yang bertanya apakah kebenaran itu bahasanya atau kandungan yang terdapat dalam bahasa tersebut ? selain itu apakah cermin kebenaran yang disampaikan melibatkan produk budaya dari si penyampai kebenaran atau sebenarnya cukup di tinjau dari ahlak si penyampai ? lalu apakah berita yang sampai ke kita yang notabane nya bukan bahasa ibu benar-benar adalah berita yang sesungguhnya dimaksudkan oleh sang penyampai berita ?
Teringat dahulu sewaktu masih sekolah sebuah permainan mendengar dan menyampaikan informasi, dimana satu kelompok terdiri dari 7 orang dan orang pertama di bisiki satu sampai dua baris kalimat. Orang pertama kemudian meneruskan informasi pada orang ke dua dan begitu seterusnya sampai orang ke tujuh. Ketika orang ke tujuh menyampaikan informasi yang didengarnya ternyata banyak terdapat distorsi (ketidak sesuaian) kata awal dan hal ini juga terjadi pada kelompok lain.
Bahasa verbal selain sangat efektif juga sangat sensitif didalam menyampaikan informasi. Apa yang kita dengar kemudian kita sampaikan tanpa di telaah terlebih dahulu terkadang bisa meresahkan orang lain, bahkan sebuah kejujuran jika disampaikan dengan cara yang kurang baik maka akan berubah menjadi sebuah keburukan, sebagai contoh ketika seorang istri menanyakan masakannya yang sebenarnya kita rasakan kurang enak maka istilah "sampaikanlah sesuatu dengan jujur walau sangat menyakitkan " kurang begitu tepat pada posisi ini, mungkin kata-kata seperti " kok ada yang kurang dari biasanya yah... wah kayaknya ibu lupa nyobain dulu nich " bisa lebih menenangkan atau kata-kata lain yang lebih menyejukkan hati tanpa harus berbohong.
Menilai suatu kalimat tidak melulu di lihat dari teks yang tertulis atau yang terdengar secara lahiriah tetapi bisa jadi ada makna yang terkandung didalamnya yang kita kurang mengerti , sama seperti ketika malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama dengan berkata " Iqra" , apa yang hendak di baca oleh Rasulullah apakah malaikat Jibril membawa sesuatu yang bisa di baca , tentu tidak karena Rasulullah tidak bisa membaca. Namun demikian penyingkapan makna lah yang dilakukan malaikat jibril kepada Rasulullah walau pada kenyataannya sekarang ini tidak semua orang sanggup memaknai kalimat yang terkandung didalam Al Qur'an dan Hadist.
Salam
David
[Non-text portions of this message have been removed]
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar