Kamis, 22 Januari 2009

[daarut-tauhiid] KENAPA BISA JATUH SIH...?! (Seri Kelembutan Hati)

KENAPA BISA JATUH
SIH...?!

 

Jakarta, 17 Januari 2008

 

    Jakarta siang itu hujan cukup lebat
dan saya masih di sini menunggu hujan berhenti. Sambil menunggu itu terjadi saya
memutuskan untuk mengisi perut ini yang memenag kebetulan perlu diisi.  Dalam
perjalanan di salah satu sisi koridor mal itu, saya melihat sebuah kedai makan
dengan konsep daerah Jawa Barat - segera saya memasukinya dan rupanya seperti
beberapa rumah makan yang bernuansa sama seperti tempat makan ini dimana
pengunjung dipersilahkan untuk memilih lauk dan pauknya sendiri sebagai teman
nasi.

 

    Saya melihat-lihat keadaan sekitar
dan akhirnya memutuskan untuk memilih meja di pojok kedai ini untuk tempat saya
menyantapnya nanti. Seraya duduk di bangku plastik & meja dengan bahan yang
sama - dengan design minimalis berwarna kalem serta menunggu masakan pesanan
saya sedang dihangatkan, saya sempat memperhatikan sekeliling. Di sebelah kanan
depan saya duduk ada empat remaja - dua wanita dan sisanya pria entah mereka
pasangan kekasih atau bukan - saya tidak tertarik akan hal itu. Yang menarik
bagi saya adalah meja makan di tempat mereka penuh sesak, ada piring-piring, ada
berupa mangkuk, beberapa gelas, botol minuman, alat-alat makan, tempat sendok
dan garpu yang sekaligus tempat tisu serta sedotan, dudukan tempat nomor meja,
asbak dan dua buah bungkus roko.

 

    Tidak lama berselang keempat remaja
tersebut beranjak dari duduknya dan bergegas meninggalkan meja makan mereka.
"Wuiiih....berantakan sekali," gumam saya dalam hati. Sampah tisu berserakan
tidak saja di atas meja bahkan ada beberapa yang jatuh di lantai, ada bungkus
roko yang sengaja ditinggal pemiliknya karena mungkin sudah kosong yang tidak
lupa meninggalkan abunya yang tidak berhasil dibuang ke asbak, belum lagi
bercak-bercak kuah dari makanan yang jatuh di meja yang dipercantik bercak
cairan bening berbentuk lingkaran bekas gelas-gelas yang berisi minuman dingin.
Makin seru dengan bertebarannya piring serta mangkuk (atau apalah sebutannya)
tempat makanan disajikan yang dihiasi remeh makanan yang jatuh sekitar piring
dan mangkuk - menyumbangkan pemandangan yang padat dan berantakan.

 

    Bergegas seseorang pemuda dengan
memakai baju putih dan bercelana panjang hitam dengan membawa baki yang di
atasnya terdapat botol semprotan berisi cairan bening berbusa dan secarik kain
lap berwarna kuning menghampiri meja tersebut. Dengan cekatan dia menumpuk
piring dan mangkuk, mengangkat dan memindahkannya ke atas baki yang dia bawa
yang sebelumnya baki tersebut dikosongkan terlebih dahulu. Sebelum ditumpuk
menjadi satu, tiap piring & mangkuk tersebut dibersihkan dulu dari sisa-sisa
makanan yang tersisa dengan cara menyeka dengan tisu atau sendok dan
dikumpulkannya pada mangkuk paling atas dari tumpukan tersebut. Selesai dengan
peralatan makan, pemuda itu memunguti sampah tisu-tisu dan menjepit remeh-remeh
makanan di meja dengannya, menyeka bercak-bercak sisa minuman dingan dan makanan
yang tersebar di atas meja masih dengan menggunakan tisu tadi, mengangkat
gelas-gelas minumannya dan memindahkan ke atas baki.

 

    Memang sih itu tugasnya, tapi tidak
tahu kenapa saat itu saya merasa iba dengan pemuda tersebut. Kita memang bayar
bukan cuma makanannya saja tetapi juga pelayananya yang termasuk diantaranya
membersihkan "peninggalan-peninggalan" kita selesai menyantap makanan tersebut.
Namun apakah dengan begitu kita cukup tega meninggalkan bekas-bekas
makanan/minuman dan sampah-sampah begitu saja...???

 

    "Mas...mas," tiba-tiba terdengar
suara seorang ibu memanggil cukup keras dengan nada seperti yang butuh segera.
Saya segera mencari sumber suara tersebut dan rupanya pemuda yang di kantong
baju terselip benda segi empat bertuliskan "Trainee" tadi juga menoleh  mencari
panggilan tersebut. Mungkin karena posisi saya yang lebih leluasa memandang
sekitar memudahkan saya segera menemukan sumber suara tersebut sementara pemuda
tersebut masih pada posisi membungkuk dimana tangan kirinya menyeka meja dengan
lap yang sebelumnya disemprotkan cairan dari botol yang dibawanya dan tangan
kanannya memegang gelas sambil menjulurkannya dengan maksud meletakkannya di
meja disampingnya.

 

    Tiba-tiba...."PRANG" suara benda
terbuat dari kaca pecah. Semua pengunjung mengarah ke satu titik sumber suara
tersebut. Gelas yang dipegang pemuda tersebut jatuh, rupanya pada saat
meletakkan gelas tersebut pemuda itu tidak pas meletakkannya. Pantat gelas
tersebut tidak seluruhnya ada di atas meja, sehingga saat pegangannya dilepas
oleh pemuda itu, gelas menjadi miring dan akhirnya jatuh. Sebab kenapa tidak
diletakannya dengan benar gelas itu karena si pemuda tidak memperhatikan posisi
gelas tapi ia masih mencari asal suara yang memanggil "mas...mas" tadi. Secara
naluri, si pemuda merasa panggilan itu merupakan tanggung jawabnya dan dia akan
menunaikan tanggung jawabnya itu, karenanya dia terus mencari siapa yang
memanggilnya sehingga dia ceroboh dalam meletakan gelas tersebut.

 

    Dengan sigap pemuda itu memunguti
pecahan kaca satu per satu, namun belum sempat dia menyapu pecahan yang
kecil-kecil, terdengar suara wanita "Kenapa bisa jatuh sih ?" dengan nada
sedikit membentak. "Maaf bu, " jawab si pemuda. "Makanya diliat kalau naro
apa-apa, apa aman atau nga, jangan asal taro aja - gimana sih kamu ini," kata
wanita itu yang jika diperhatikan mungkin dia atasannya. "Ingat lo kamu masih
percobaan" lanjutnya sambil tangannya menunjuk ke pemuda tersebut kemudian
pergi. Saya (dan mungkin) beberapa pengunjung yang melihat "drama" tersebut
merasa kasihan, karena pemuda itu hanya bisa diam dan menunduk dan segera
membereskan kembali pekerjaan yang belum selesai tadi sepeninggal wanita
itu.

 

    Salah !...iya benar pemuda itu memang
salah karena dia kerja kurang hati-hati dan dia pantas mendapat hukuman atas
salahnya itu. Tapi...apakah perasaannya harus ikut dihukum pula dengan cara
dimarahi di depan orang banyak ? Apakah kita punya hak merendahkan orang lain
atas kesalahan yang dibuat dengan mempermalukannya ? Apakah dengan cara itu sang
pemuda dijamin tidak akan mengulangi kesalahan ? Ataukah justru si pemuda
diam-diam memendam amarah, kebencian atau dendam ? Dan yang paling penting
apakah itu membuat sang pemuda lebih baik lagi bekerjanya ? Saya tidak tahu dan
masing-masing kita punya jawaban yang berbeda-beda.

 

    Hal ini belakangan sering kita temui
di sinetron-sinetron yang diam-diam terekam dalam benak kita, ada di dunia kerja
tempat kita bekerja - dimana bos dengan gaya bossy nya memaki anak buahnya di
depan rekan-rekannya, di rumah tangga saat orang tua memarahi anaknya di tempat
umum dan yang mirisnya lagi terjadi di dunia pendidikan seperti yang baru saja
terjadi di Probolinggo dimana seorang guru komputer honorer memarahi bahkan
memukul muridnya.

 

 

 

heru
-----------------------------------
Kampanye mengembalikan Kelembutan Hati atas
sesama kita

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Ads on Yahoo!

Learn more now.

Reach customers

searching for you.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Yahoo! Groups

Join people over 40

who are finding ways

to stay in shape.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: