Senin, 05 Januari 2009

[daarut-tauhiid] Masjid Tanpa Data Jamaah?



Riau Pos

Masjid Tanpa Data Jamaah?
Jumat, 26 Desember 2008
(Refleksi Tahun Baru Islam 1 Muharram 1430 H)
Oleh: H Ibrahim Muhammad

Beda dengan pembangunan ruko, yang masih fondasi sudah di-booking beli atau sewa oleh seseorang, pembangunan masjid tak demikian halnya. Pembangunan masjid juga beda dengan pembangunan hotel, mall maupun rumah sakit dan supermarket.

Oleh karena setelah hotel, mall, rumahsakit, supermarket rampung dibangun maka orang berduyun-duyun mendatanginya. Sedangkan masjid? Ambisi umat buat membangun sebobot masjid memang sungguh menggebu-gebu belakangan waktu ini, termasuk ambisi kalangan pemerintah daerah.

Motivasi pembangunan masjid dipicu sikap kompetitif. Jika dicermati, banyak masjid yang tidak memiliki ruang parkir, tidak mengakomodasi sarana pembuangan limbah, kurang mempertimbangkan lingkungn pemukiman, tidak memiliki toilet dan sanitasi yang layak dan hygenis, tidak menampilkan ruang wudhuk yang standar dan sebagainya. Malah, nafsu kompetitif membangun masjid kini cenderung ditargetkan spektakuler dengan merancang Masjid bertingkat. Meski ironinya, hampir semua lantai tingkat masjid relatif tak kunjung terisi dan nyaris sebagai gengsi-gengsian belaka.

Memakmurkan Masjid
Sejumlah kalangan kini semakin intens mempertanyakan substansial dari kata "Memakmurkan" yang difrmankan Allah SWT dua kali dalam Surat At-Taubah, masing-masing pada ayat 17 dan 18 yakni "Tidak patut bagi orang musyrik memakmurkan Masjid Allah.... (ayat 17)" Hanya saja orang yang memakmurkan Masjid Allah itu mereka yang beriman kepada Allah, Hari Kiamat serta menegakkan Salat, membayar Zakat sedangkan mereka tak menaruh rasa takut selain kepada Allah.... (ayat 18). Apakah memakmurkan itu berarti membangun sosok masjid yang megah, gagah, elegan dengan desain mutakhir, atau lebih cenderung berarti memberi ruh dengan memantapkan basis jamaah?

Pengertian jamaah bisa berarti pengurus masjid meregistrasi jamaah sekitar lingkungan, dan bisa pula berarti meregistrasi seberapa persentase komunitas jamaah dari luar lingkungan. Hal ini perlu dilakukan, terutama mengingat hadits Rasulullah SAW bahwa Rasulullah pernah menanyakan para sahabat saking diperhatikannya jamaah oleh Rasul, kemana gerangan salah seorang di antara mereka yang absen berjamaah salat saat itu. Sekarang, hal semacam demikian justeru terabaikan. Tak ada yang peduli, apakah seseorang itu datang ke masjid untuk salat berjamaah atau tidak!

Tidak Memiliki Data Evaluasi
Lebih dari itu, dari hasil survai yang dilakukan ternyata sama sekali tidak ada masjid yang mencantumkan data akurat tentang grafik jamaah. Seperti berapa orang jamaah Salat Subuh, Zhuhur, Asar, Magrib, Isya hari ini, besok dan seterusnya. Tidak ada data tersebut sedikitpun! Padahal, setiap masjid bahkan mempublikasikan besar-besar data donatur, data hewan qurban, data penceramah Ramadan, neraca keuangan serta data pembangunan lainnya. Semua berorientasi fisik dan bukan ruh masjid. Ironinya, dua masjid percontohan dunia yakni Masjidil Haram serta Masjid Nabawi malah tak memiliki data-data fisik seperti itu!

Ada pendapat yang menyatakan pengurus masjid, masjid merasa malu membuat data jamaah lantaran angkanya sangat minim sekali. Misalnya, sebuah masjid yang berkapasitas daya tampung 1.000 orang ternyata jamaah Salat Subuhnya cuma berjumlah 15 orang, Salat Asar dan Zhuhur 20 orang. Nah, alasan malu tentu tak relevan dikemukakan. Sebab, dengan pemaparan data-data demikian itu pada white board, dapat memberi sentuhan sensitif bagi Ketua RT/RW serta Ketua Pemuda dan Ketua PKK setempat, maupun jamaah Salat Jumat yang lazimnya bisa mencapai ratusan orang urun-rembung dan musyawarah mungkin bisa digelar sebagai langkah evaluasi dan mencari solusi.

Polarisasi SWOT
Jika setiap institusi dan perusahaan selalu mempolarisasikan parameter SWOT bagi mencapai kemajuan perkembangan, seyogyianya masjid juga memulai menerapkan SWOT (Strengh, Weakness, Opportunity, Threat) dimaksud. Kaji ulang kembali Strengh (Potensi) apakah memang telah dimanfaatkan maksimal. Sebagai simbol keislaman, masjid mengakomodasikan kekuatan syiar amar ma'ruf nahi mungkar apabila Satpol PP sibuk merazia PKL, masjid harus mampu memberi solusi bagi jamaahnya yang PKL dan miskin.

Weakness (Kelemahan) tentu saja menyangkut introspeksi yang jernih. Apakah titik lemah masjid pada penataan manajemen, pada pengurus, pada sikap kepemimpinan iman masjid dan sebagainya. Sedangkan Opportunity (Peluang) jelas menghendaki pemikiran-pemikiran yang jenius, brilian serta berwawasan luas dari komunitas jamaah masjid itu sendiri. Perlu ditumbuhkan sikap inovatif, kreatif serta motivasi ide cemerlang yang transparan. Anehnya pada konteks ini, lazimnya pengurus masjid yang bertemperamen konservatif justeru tak ingin membuka ruang dialog yang rutin dengan jamaah.

Adapun Threat (Ancaman) terang saja mensterilkan masjid dari berbagai persoalan non-ukhrawi. Seperti berbisnis membicarakan negosiasi proyek, berdikusi tentang dunia olahraga dan sebagainya, hal itu jangan sampai dilakukan di masjid. Konon pula untuk kampanye politik! Sebab, masjid adalah Rumah Allah SWT yang semata-mata cuma sebagai sarana salat berjamaah, dakwah, berzikir, bermunajat, mentilawah Alquran serta beri'tikaf merenungkan dosa-dosa masa silam yang menggunung tak terperikan!***

H Ibrahim Muhammad, peminat masalah keagamaan.

.


[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Need traffic?

Drive customers

With search ads

on Yahoo!

Yahoo! Groups

Cat Group

Join a group for

people who love cats

Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: