Sabtu, 03 Januari 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2451

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (13 Messages)

Messages

1.

[Catatan Kaki] Kecantikan Yang Menipu

Posted by: "Mas Badiyo" b4diyo@yahoo.com

Fri Jan 2, 2009 4:07 am (PST)

Musim rambutan telah tiba. Setahun sekali kita selalu bertemu dengan buah yang satu ini. Di jalan-jalan, di pasar, di kebun-kebun atau di pekarangan rumah, selalu saja kita jumpai buah cantik nan manis itu. Warna kuning merah nan indah, begitu menggoda.

Banyak macam jenis rambutan yang ada di Indonesia. Berapa diantaranya yang umum dikenal masyarakat adalah rambutan Aceh, Rapiah, Lebak, Binjai, Simacan, dan sebagainya. Rasa umum dari buah rambutan adalah manis dan asam. Soal rasa, mungkin rambutan jenis rapiah yang menjadi primadona. Rambutan jenis ini memiliki rasa yang manis dengan daging buah yang nglotok dan cukup kering. Tidak heran jika jenis rambutan ini harganya lebih mahal dari rambutan jenis lain.

Bicara soal macam dan jenis rambutan, ada satu jenis rambutan yang menarik perhatian saya. Di kampung saja di Purbalingga, Jawa Tengah, orang menyebutnya sebagai rambutan "Sunglon". Ya, sunglon bukan bunglon. Kalau di Depok dan mungkin juga di Jakarta dan sekitarnya, kalau tidak salah orang menyebutnya rambutan "Nyonya". Rambutan ini memiliki ciri daging buah yang berair, tidak nglotok dan rasanya lumayan asam.

Meski rasanya asam dan tidak nglotok, namun warna buah rambutan jenis ini sesungguhnya cukup menarik. Warna rambutan jenis ini kalau sudah matang umumnya merah menyala. Jika kita perhatikan dan bandingkan dengan jenis rambutan lain, warna rambutan ini lebih mencolok. Jika dipandang, rambutan ini begitu indah dan cantik. Namun sayang rasanya tidak seindah warnanya. Ya, kecantikan yang menipu.

Wah saya jadi teringat lagunya Mas Imam S. Arifin yang berjudul Dia Lelaki Aku Lelaki.
Lagu itu populer di tahun sembilan puluh sekian, dan syair lagu tersebut seperti di bawah ini.

Kau pembohong dan kau pendusta, mengapa kau menyintai diriku
Dia lelaki aku lelaki, dia punya cinta aku pun sama
Tetapi aku yang lebih dulu, mengenal dirimu mendapat kasihmu
Tapi mengapa kau berpaling cinta, karena melihat dia banyak rupiah

Seperti gincu merah menghiasi bibirmu, pagi kau ucapkan sore hilang cintamu
Seperti tajanya kuku yang ada di jarimu, engkau tnggalkan luka dalam hatiku
Engku mainkan sandiwara cinta dengan cerita sejuta dusta

Dia lelaki aku lelaki dia punya cinta aku pun sama
dst. ............

Semoga kita tidak mudah untuk tertipu dalam hal apa pun.

Salam sukses.

Badiyo
htp://badiyo.multiply.com

2a.

Re: [kelana] Bandung I'm Back

Posted by: "tinta_mirah" tinta_mirah@yahoo.co.id   tinta_mirah

Fri Jan 2, 2009 4:20 am (PST)

wwiiiiiiiiiiiiiiii kapan ya saya ke bandung lagi.
kangen bandung'ers ,persib, pak teha, kang budi,kang hadian, dan dua
begundal malang [maksud teh dari malang] hehahaha...peace ya!

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Hadian Febrianto"
<hadianf@...> wrote:
>
> Bandung... I'm Back
>
> Sepuluh hari sudah saya meninggalkan kota Bandung. Suatu tugas ke kota
> yang cukup panas membuatku harus beradaptasi lagi dengan suhu dingin.
> Memang saat di Sengata Kalimantan Timur saya lebih sering berada di
> kamar hotel yang terus menggunakan AC, namun tetap saja dinginnya AC
> tidak sama dengan dinginnya Bandung.
>
> Sekitar pukul delapan lebih lima belas menit saya siap meninggalkan
> Sengata, daerah yang sangat kaya dengan megandung banyak batu bara di
> daerah tersebut. Kali ini, saya pun harus rela menggunakan jalan darat
> menuju bandara Sepinggan Balikpapan. Masyarakat di sana cukup histeris
> dengan kepergian kami, ternyata ketika diteliti mereka histeris atas
> kepergian Kangen Band bukan kami.
>
> Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, saya dan rekan pun
> memutuskan untuk memulai perjalanan, Bismillaahi tawakaltu alaLLAAH...
> Sekitar enam jam perjalanan kata sang pengemudi. Beliau memberikan
> gambaran perjalanan yang akan lama di ruas Sengata-Bontang karena
> jalannya sedang hancur. Terakhir kali saya menggunakan jalan darat
> Balikpapan-Sengata di bulan November 2006, dan perjalanan memang
> ditempuh dalam waktu enam jam.
>
> Daripada mengeluhkan jalan yang rusak, kami pun menghibur diri kami
> dengan melihat Taman Nasional Kutai di pinggir jalan. Atraksi
> kendaraan pun dengan lihainya dimainkan oleh sang supir yaitu menyusul
> kendaraan lain di jalan yang cukup sempit. Sampai pada suatu kendaraan
> yang sama beliau pun terus mengklakson agar bisa menyusul. Ternyata,
> mobil tersebut merasakan sakit hati ingin kembali menyusul dengan
> membalas klakson kepada mobil kami. Ketika berbincang, ternyata mobil
> tersebut adalah temannya yang juga mengantarkan penumpang ke
> Balikpapan.
>
> Dalam perjalanan pun banyak telpon yang masuk ke HP saya, salah
> satunya dari rekan di Bandung yang ingin ada pelatihan di hari itu.
> Saya jelas menolaknya karena tidak akan bisa hadir di tempat pada
> waktunya. Rupanya teman saya pun memaksa dengan mengundurkan waktu
> pelatihan menjadi senin pagi, asalkan saya bisa mengisi. Mau tidak
> mau, saya pun mengiyakan. Dan diluar dugaan, rekan saya yang di mobil
> pun bilang kalo gitu senin siangnya siap mengisi di Cimahi kan? Ada
> pelatihan Quantum Teaching untuk guru RA/TKA/TPA kata beliau. Setelah
> dipaksa (biar dramatis gitu) saya pun mengiyakan juga.
>
> Kembali ke perjalanan. Di kendaraan pun kami berbincang dan yang pasti
> tidur. Dari hasil perbincangan, kami mengetahui kalo Pa Rustam -sang
> pengemudi- sudah menikah dan mempunyai tiga anak, dua anaknya ada di
> Samarinda bersama sang istri dan satu lagi ada di Surabaya. Ketika
> ditanya, bersama siapa anak ketiganya? Bersama Neneknya kah? Oh bukan,
> kata beliau. Dia sekarang sama emaknya. Loh kok? Kami pun bingung.
> Ternyata beliau sudah memiliki dua istri...
> Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah? Cukup deh ga usah dibahas lagi!
>
> Di perjalanan pun kami menemukan ilmu baru, yaitu MENGANTUK ADALAH
> PENYAKIT MENULAR. Terbukti ketika kami bertiga tidur, pa Rustam pun
> ikutan mengantuk. Alhasil perjalanan enam jam pun berubah menjadi
> perjalanan 9 jam. Alhamdulillaah kami masih bisa melihat bandara
> Sepinggan Balikpapan di pk.17.
>
> Masih ada dua jam menuju keberangkatan, kami pun menuju Blue Sky
> Executive Lounge maksudnya agar bisa istirahat, sholat dan bebersih
> dengan nyaman. Pk.19 kami menuju pesawat Mandala RI387 BPN-SUB-CGK.
> Penerbangan yang biasanya dilalui dalam 1 jam 50 menit, berhubung
> transit di Surabaya maka penerbangan pun dapat dinikmati lebih lama,
> sekitar 3 jam.
>
> Tanpa berfikir panjang, kami pun menuju bis primajasa di bandara
> Sukarno-Hatta Jakarta. Dengan berbekal makan malam, kami menikmati
> perjalanan ke Bandung dalam 2,5jam. Dan sampailah kami di rumah
> masing-masing sekitar pk.02 dini hari.
>
>
> Hari pertama di Bandung
>
> Rencananya, sesampainya di Bandung, saya langsung menjemput istri dan
> anak di rumah adik ipar menuju rumah. Berhubung waktu yang kurang
> bersahabat untuk menjemput, akhirnya saya putuskan jemput mereka pada
> esok harinya.
>
> Pagi hari yang indah, di sela-sela saya mengisi pelatihan Direct
> Marketing di Dayeuhkolot-Bandung, Selatan ada sms dari Bunda Ammy, "Aq
> ada di graha Harmoni. Hadian mo kesini jg yah. Ami mo nonton hadian
> ah. :)".
>
> Wah gawat, ada bunda Ammy di peserta pelatihan Quantum Teaching nanti
> siang. Dengan berbekal badan yang terasa melayang ini (emang bisa ya,
> badan sebesar ini melayang?) dan mata yang sayu (iya gitu?), saya pun
> harus bisa tampil sebaik mungkin.
>
> Setelah itu? Pasti anda bisa membayangkan apa yang akan saya lakukan.
>
>
> Nantikan:
> 1. Kelana - Sengata... Aku datang (kisah perjalanan ke Sengata).
> 2. Kelana - Sengata oh Sengata (kisah 10 hari di Sengata).
>
>
> --
> Regards,
> Hadian Febrianto, S.Si
> PT SAGA VISI PARIPURNA
> Jl. Rereng Barong no.53 Bandung 40123
> Ph/fax: (+6222) 2507537
>

3a.

[Ruang Tamu] Salam kenal

Posted by: "Gendisa Yuliasti" y_gen2004@yahoo.com   y_gen2004

Fri Jan 2, 2009 5:06 am (PST)

Assalammualaikum,
Salam kenal untuk semua anggota milis Sekolah Kehidupan, yang lama dan yang baru jg.
Saya Gendisa tinggal di Bekasi, freelance translator sama bisnis aksesoris kecil2an.
Semoga banyak manfaat yang bs saya dapat dan share ke milis ini.
Terima kasih, ^_^
 
-gendis
http://duriz-production.blogspot.com

3b.

Re: [Ruang Tamu] Salam kenal

Posted by: "novi_ningsih" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Fri Jan 2, 2009 5:11 am (PST)

Wa'alaykumussalam mbak Gendisa, selamat datang :)

Rumahku di Jaktim, dekat dengan Bekasi ;)
Aku juga freelancer, tapi freelancer editor dan desain grafis ;)

Selamat datang di Eska,
ditunggu share-nya sebagai freelancer, pasti seru, ya, hehe

Salam

Novi ;)

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Gendisa Yuliasti
<y_gen2004@...> wrote:
>
> Assalammualaikum,
> Salam kenal untuk semua anggota milis Sekolah Kehidupan, yang lama
dan yang baru jg.
> Saya Gendisa tinggal di Bekasi, freelance translator sama bisnis
aksesoris kecil2an.
> Semoga banyak manfaat yang bs saya dapat dan share ke milis ini.
> Terima kasih, ^_^
>  
> -gendis
> http://duriz-production.blogspot.com
>

4a.

(catatan kaki) Dukungan terhadap Hamas Bertambah

Posted by: "izzuddin al qassam" wanitaacehtangguh@yahoo.com   wanitaacehtangguh

Fri Jan 2, 2009 5:07 am (PST)

"I would fight my own brother if he took over my home. I don't fight
Jews because they are Jews. I fight them because they have stolen and
arrogated my land, home and orchards and condemned my people to
everlasting misery," Syekh Ahmad Ismail  Yassin (founder HAMAS).
 
 
Seminggu sudah serangan brutal zionis Israel ke wilayah Gaza yang dihuni sekitar 1,5 juta penduduk. Mayoritas penduduk Gaza adalah para pengungsi  Palestina yang terusir dari tanah airnya yang sekarang diduduki oleh Zionis dan dikenal sebagai Israel.
 
Kebanggaan
saya sebagai bangsa Indonesia bertambah, ketika kemarin di saluan tv
internasional disebutkan Indonesia tidak punya hubungan diplomatic
dengan Israel.  Para demonstran di Jakarta berdemo di depan Kedubes
USA. Dan langkah ini sangat tepat, sebab bagaimana pun USA adalah
pendukung nomor satu bagi Israel.  Pesawat tempur
F-16  yang canggih buatan US digunakan untuk menggempur dan membunuh
anak-anak dan wanita tak berdaya di Gaza. Walau pun perjanjian
penjualan penggunaan F-16 tidak boleh digunakan untuk menyerang kaum
sipil.
 
Setelah serangan melalui bombardir udara. Penghancuran
mesjid, sekolah, terowongan dan rumah penduduk. Maka kini Israel mulai
menyiapkan pasukannya melalui daratan. Jonathan Cook
jurnalis independent kebangsaan Inggris yang menetap di Nazareth dan
penulis buku "Dissappearing Palestine"; menulis dalam artikelnya bahwa
warga Israel   takut perang. Para orang tua di Israel sangat ketakutan
jika anak-anak mereka dipanggil untuk maju ke medan pertempuran di Gaza
menghadapi pejuang Palestina.
 
Sebaliknya pejuang Palestina yang
sering saya lihat di layar kaca, mereka hanya bersenjatakan batu
(intifada) dan tak gentar menghadapi serbuan tank Israel yang modern.
Pamor Hamas semakin naik dan banyak mendapat simpati dari berbagai
pihak. Sebab penyerangan Zionis Israel terhadap Gaza adalah juga
penyerangan terhadap bangsa Palestina.
 
 
Israel kini
secara frontal hendak menghancurkan Hamas,  setelah upaya adu domba
zionis terhadap bangsa Palestina melalui adu domba antara Fatah dan
Hamas tidak berhasil. Walau pun kontak senjata tahun lalu antara Hamas
dan Fatah sempat menimbulkan korban.  Kedua kelompok ini diundang oleh Raja Saudi untuk berdamai di Riyadh.
 
Mahmoud Abbas
pemimpin Fatah sekaligus Presiden Palestina,  tidak dapat berbuat
banyak untuk menghentikan pertumpahan darah di Gaza. Mesir yang selalu
mendukung perjuangan rakyat Palestina kini pun seolah tidak peduli akan
penderitaan tetangganya. Mesir menutup perbatasannya agar para
pengungsi yang sebagian besar wanita dan anak-anak  Palestina tidak
dapat menyelamatkan diri lagi.
 
 
Di  hari ke-enam serbuan
sudah mencapai lebih dari 410 orang terbunuh dan lebih dari 2070 orang 
cedera. yang terbunuh selalu saja ada penggantinya. Seorang dokter
sukarelawan dari Swiss di Aljazeeera tadi malam mengatakan bahwa
seluruh penduduk Gaza yang berjumlah 1,5 juta dalam keadaan terancam
kematian dan kelaparan.
 
 
Perjuangan bangsa Palestina
melawan penjajahan dan kekejaman Israel tidak akan pernah berhenti.
Upaya Israel melenyapkan bangsa Palestina tidak akan pernah berhasil. 
Di  hari ke-eneam serbuan sudah mencapai lebih dari 412 orang korban,
 2070 orang  cedera dan 300 orang dalam kondisi kritis. Termasuk korban
adalah DR Nizar Rayan (tokoh Hamas) beserta istri dan lima anaknya
 yang rumahnya  digempur oleh pesawat jet Israel.
 
Megara, 2 Januari 2009

5.

[ puisi asal bunyi ] Di Muka Pintu Kereta

Posted by: "tinta_mirah" tinta_mirah@yahoo.co.id   tinta_mirah

Fri Jan 2, 2009 7:16 am (PST)


Di muka pintu kereta aku mencatat sajak sajak di lingkup dada
Teringkus bersama bau-bau keringat , bau pengemis, bau pengamen, bau
pedagang juga bau pencopet, pekerja, pelajar, penganggur, penyair dan
bau aku sendiri

Di muka pintu kereta aku sempat-sempat menangkap serbu beribu
kata-kata dari gedung-gedung, gubuk-gubuk, pohon-pohon, baliho-baliho,
jemuran kusam serta sampah-sampah yang berlarian

Juga di muka pintu kereta siulku dimusiki angin perang, angin ribut,
angin bising mesin, angin pembawa suara tawa juga angin penabuh
jeritan-jeritan duka yang terhimpun satu-satu menghantam tubuhku

Di muka pintu kereta bersama segala delik, segala bisik
segala rasa, segala raba
segala bisu, segala celoteh

Lalu turun dengan segala yang raib dari muka pintu kereta.

manggarai-manggabesar 24 12 08

6a.

Re: [Ruang Lobi] New Member

Posted by: "ugik madyo" ugikmadyo@gmail.com   ugikmadyo

Fri Jan 2, 2009 6:16 pm (PST)

Wa'alaikumsalam
Salam kenal Pak/Mas Hery
Saya Ugik dari Surabaya
Slamat datang di milist kita
Mari.. mari... silahkan duduk
Kita belajar bersama ya :)

Ugik Madyo
http://ugik.multiply.com

2008/12/31 h e r y <timi.ryla@gmail.com>

> Assalam ....
>
> Salam kenal anggota baru nih ...
>
> Moga banyak manfaat yg bisa di dapat di milis ini .
>
> Salam, h e r y
>
7.

[Bahasa - essay] New Year's Eve On The Streets Of Blood

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Fri Jan 2, 2009 11:23 pm (PST)

*New Year's Eve On The Streets of Blood*

By Lia Octavia

It was just like an ordinary evening. I was getting on a bus from the south
of Jakarta headed towards to the central of the city. The traffic was
crowded, as usual, with many vehicles, buses, and motorbikes striving along
to get through the night. Some people were selling trumpets and many new
year's ornaments on the side of the roads. To make ends meet, it was the
only thing to do in the minds of them who did not have much plan for
remembering this evening. I looked out through the bus window. The waves of
humans were walking headed to Monas. The crowd was getting larger and larger
and it made so difficult for the traffic to pass by.

Sooner, in an hour or so, I wouldn't be able to use bus or taxi to pass the
city streets. My mind was so gloomy. This was the last evening of the year
and almost half of the citizens were on the streets. For what? Just to play
some firecrackers or blow some trumpets or have new year's party in an
unexpensive way? Didn't they know that the time passed them by so
quickly that they would not even realize it existed? How many men would
still take their breath tomorrow? Maybe part of them could not have a chance
to see the sunset of the new year tomorrow. Maybe other part of them could
not meet their families, parents, children or friends tomorrow. I looked at
the black sky above. We didn't have a clue at all.

Suddenly I saw differents streets ahead. The streets where I used to see
in TV news or newspapers for the past several days. They were filled by
rocks, torn bulidings, and I could see some of them still smoking. The night
was empty and feared by uncertainty. Life or death seemed to have no
difference. I could not hear any cries anymore as nobody could shed a tears
anymore. They run out of tears already. The same black sky was hanging so
close. Close enough to pick up bodies from their existence or to crush
someone's chest with bloody blasts. Bombs or guns were their music of this
new year's eve party. Party of the demolition of humankind. Party of
the behalf of pride.

I could see the streets were flooding with the blood of human beings, who
wore nothing but their beliefs that everything which happened to them
would lead them to eternity, and soon, the distance between heaven and earth
would not be that far. The blood of my brothers and sisters over there which
kept reminding me of one thing. That this new year's eve, the streets which
I used to walk, would not be the same anymore. The streets which I used to
see, would be vanished among the raids from the other nights. That I would
hold the same hope and prayer, that the world would be healed by their
bloods covering those streets; in new year's eve.

Jakarta, 31 Desember 2008 - 1 Januari 2009
For my brothers and sisters of Palestine with our prayers...

http://mutiaracinta.multiply.com/journal/item/207/New_Years_Eve_On_The_Streets_Of_Blood
8.

Plastik oh plastik

Posted by: "amilistya" amilistya@yahoo.com   amilistya

Sat Jan 3, 2009 12:20 am (PST)

Pertama salam kenal,
Saya Ami dari Jkt, dengan sangat gembira ikutan gabung di milis ini
Kedua ingin share sesuatu yang mungkin manfaat yaitu:
Berapa plastik setiap hari Anda spend? And berapa puluh atau ratus
tahun kira kira residunya bisa lebur?
Tuk mengasihi bumi kita ini maka mari kurangi konsumsi plastik.
Bila kita belanja apapun, bawalah kantong sendiri. Tularkan pula
kebiasaan ini pada siapapun
Banyak khalayak dan Supermarket yang menganjurkan hal ini, tapi anehnya
plastik bekas di pool - pool sampah masih saja menggunung. Kantong
plastik di sungai sungai bejibun mengapung

So di tahun 2009 mari lebih ketatkan penghematan penggunaan plastik
Terimakseeeeee

9a.

[Laskar Pelangi] sinopsis novel:MOHON BIMBINGANNYA DAN DOANYA

Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id   bujangkumbang

Sat Jan 3, 2009 12:57 am (PST)



Dengan penuh keterbatasan serta banyak mengalami
kendala, baik materi non materi akhirnya saya mencoba untuk berbagi
merasakan dengan apa yang saya alami kepada Anda semua. Maka dengan itu semua
saya tepis hanya untuk sebuah proyek bernama Laskar Pelangâ€"dan saya-lah
dari sekian peserta ituâ€"yang ingin mencoba ikut didalamnya. InsyaAllah dalam
proyek ini akan menghasilkan maha karya yangâ€"dihasilkan oleh peserta lainnya nanti
termasuk sayaâ€"untuk menghiasi literatur dunia tulis menulis berupa
novel.

 

Saya, khususnya  sebagai penulis tak peduli apakah nanti hasil
ini memenuhi standar pangsa pasar, idealisme atau hanya memenuhi dunia
“latah” di dunia penerbitan atau hanya menjadi seogok sampah di meja redaksi bagi
saya adalah proses. Proses untuk mengembangkan diri serta melatih kepekaan
terhadap dunia penuh kisah dan roman anak manusia. Bukan dunia yang hanya
mengumbar kalimat puitis dan bersajak sepertiâ€"yang dikatakan oleh penulis
senior ketika saya mengikuti (berbagai) workshop dan pelatihan menulis.  Saya berharap maha karya ini baik saya maupun
peserta Laskar Pelangi lainnya benar-benar bisa semaksimal mungkin mewakilkan
maha karya yang menyentuh bagi para pembacanya. Amin. Pun, kalau tidak (saya)
anggap saja sebagai perjalanan menuju kesuksesan yang tertunda nantinya. Inilah
sebuah mahakarya dari peserta Laskar Pelangi. Dan saya salah satunya peserta
proyek Laskar Pelangi itu. Minta do’anya serta bimbingannya. (Kok, curhat ya?).
Lho, kok kayak beneran ya? Jadi sejenis karya sastra bergenre: faksi. Benar
nggak ya ?

 

 

Burung yang patah sayapnya hanya perlu disembuhkan.
Tetapi kala sudah pulih, burung itu dapat terbang lebih tinggi daripada burung
yang lain.

 

Di dalam kisah ini (novel) diceriterakan kehidupan
dua anak manusia dalam mengarungi lika-liku kehidupan yang penuh dengan
perjuangan serta pengorbananâ€"yang salah satunya mengorbankan harga diri dan
perasaan hati seorang ibu.

 

 

“CAKRAWALA*”

 

 

*Cakra: Seorang
penulis yang ingin membuktikan eksistensinya sesuai profesi sampingannya. Tapi
itu semua tidak membuat dirinya pede. Percaya diri sebagai penulis Walaupun
pengalamannya pernah menjadi reporter di sebuah media  dan juga pernah bertemu dengan para penulis
yang sangat ia kagumi baik melalui perlombaan yang akhirnya dipertemukan juga
saat ia memenangi lomba itu. (baca: penulis senior yang dikaguminya) maupun
dalam setiap event. Namun dalam ketidakpedeannya itu ia terus mengasah
keahliannya dalam menulis dan tidak pantang menyerah demi sebuah cita-cita
mulianya.

 

 

*Wala: Seorang
remaja berusia 16 tahun sekaligus masih berstatus seorang siswa SMU. Juga
dipenuhi masa-masa pubernya yang penuh dengan hidup warna-warni dunia remaja.
Penuh ambisius, berdarah muda (temperamen), mencari jati diri, berani  namun sensitif serta penuh dinamika cimon
(cinta monyetnya) di sekolah. Semua itu dikarenakan semasa hidupnya yangâ€"masa
kecilnya yang tak mengenal ayahnya semasa berusia 1 tahun. Dan jadilah ia hidup
sebagai remaja yang beda dengan yang lainnya.

 

            Selain itu ia juga terus-menerus ingin mengetahui
keberadaan dimana ayahnya sesungguhnya berada tanpa sepengetahuan ibunya. Itu
dilakukannya dikarenakan ia bertemu dan berkawan dengan Wala seorang penulis.
Kemudian dalam perkawanannya Cakra akhirnya menceritakan kisah yang ia miliki
kepada Wala. Ternyata Cakra memiliki cerita yang sangat menyetuh bahkan tragis.
Walau sebenarnya ia tak mau mencari ayahnya itu. Dan ibunya juga sudah jelas
melarang untuk mencari ayahnya bahkan menganggapnya sudah mati hingga membuat
hati Cakra merasa luka. Tak ada gunanya mencari ayahnya itu.

 

Entah apa jadinya jika dua karakter ini dijadikan
satu dalam sebuah kisah (novel) ini? Saya sendiriâ€"sebagai penulis masih terus
mencari formula yang tepat untuk menyatukan karakter dua tokoh sentral dalam
novel berjudul: CAKRAWALA ini. Namun yang pasti dalam kisah novel ini
menceritakan bagaimana perjuangan dan pengorbanan seorang anak (Cakra), hati
seorang ibu serta perkawanan (Cakra dan Wala). Yang pastinya dari masing-masing
tokoh (sentral) yang ingin tujuannya sampai dengan apa yang diinginkannya walau
sering mengalami hambatan dalam mencapai tjuan itu. Tentunya membahagiakan
orang lain yang pernah terlukaâ€"sebelumnya.(fy)

 

Demikian sekapur sirih atau mukadimah dari sebagian
sinopsis atau pengenalan karakter tokoh utama dalam proyek Laskar Pelangi ini
yang tuliskan. Dan itu semua nanti akan dinikmati dalam bentuk novelâ€"dan bila
benar-benar bisa sampai target! Maka untuk saya mengharapkan kritikan yang
membangun serta bahan-bahan referensi apa saja yang saya harus baca dan milki
untuk membuat novel ini bias menyetuh itu saja tak lebih. Kalau pun nanti jadi
dan sampai best seller mungkin itu mukjizat Tuhan. Iya nggak? Kalau pun tidak
saya sudah berikhtiar dalam menyelesaikan proyek ini. Untuk mohon bantuannya.
Amin.

 

Nb:

*) judul masih tentatif

*) nama tokoh masih tentatif

Pemanasan global? Apa sih itu? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers! http://id.answers.yahoo.com
9b.

(bahas-cerpen) di halte ini aku mencari cintanya

Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id   bujangkumbang

Sat Jan 3, 2009 1:07 am (PST)



DI HALTE INI AKU MENCARI CINTANYA

Fiyan Arjun

 

Petang itu sepotong senja masih belum beranjak dari
kaki langit saat mata minusku menatapkan 
ke atas mega. Namun yang tampak hanya kotoran-kotoran  mesin yang dikeluarkan dari setiap kendaraan
berlalu-lalang hingga membias menjadi sebuah fatamorgana. Ya, seperti  yang sudah-sudah aku masih setia berdiam diri
di halte ini.

 

Huh!
Lagi-lagi bus yang aku tumpangi selalu saja dipenuhi oleh penumpang. Dan
lagi-lagi aku terpaksa menunggu bus lainnya. Menunggu bus yang akan aku
tumpangi usai pulang bertugas sebagai seorang pekerja biasa.

 

Pernah suatu hari aku ditipu oleh kondektur bus sontoloyo.
Kondektur bus itu memanggil-manggil calon penumpang yang sedang menunggu di
halte, termasuk aku. Namun apa yang terjadi saat aku menumpanginya ternyata
seisi kursi di dalam bus itu sudah dipenuhi oleh penumpang. Dan akhirnya yang
ada aku harus berdesak-desakan hingga berbagai aroma tak sedap menjadi satu
tercium oleh hidungku. Anyir dan tak sedap. Aku sendiri sekuat tenaga hanya
bisa bertahan sampai tujuan.

 

Kulirik lagi jam yang ada di lengan kiriku.
Pukul  setengah enam sore telah
menunjukan. Entah sudah berapa lama aku berdiri di halte ini aku tak
menghitungnya. Padahal halte sering aku diami menunggu bus sudah dipenuhi oleh
calon penumpang. Baik dari para pekerja sampai didominasi oleh para mahasiswa
yang sedang menunggu. Maklumlah halte yang tiap kali  aku diami berdekatan dengan kampus. Jadi mau
tak mau aku harus beradu cepat dengan mereka. Mendapatkan kursi bus.

 

“Mas…, Mas…, sekarang jam berapa, ya?” tiba-tiba aku
mendengar suara dari arah belakang menyapaku.

 

Aku tak menggubrisnya. Mata minusku masih saja terus
menatap kendaraan berlalu-lalang tanpa memperdulikan sapaan itu. Aku berharap
bus yang akan aku tumpangi lekas tiba. Walau aku tahu kalau ada seseorang yang menyapa.

 

“Mas…, Mas ma’af kira-kira jam berapa, ya?” Tanya
suara itu lagi. Kini aku mendengarnya lebih jelas lagi.

 

“Jam setengah enam, Mbak,” ujarku tanpa melihat asal
suara itu menyapa.

 

“Terima kasih, ya, Mas,” ucapnya lagi berterima
kasih kepadaku.

 

Tidak lama kemudian aku baru sadar. Aku pun langsung
ke arah sumber suara itu. Sialnya, aku tak melihat wajahnya. Entah apakah ia
cantik, ayu dan baik hati aku juga tak mengetahuinya. Halnya tipe yang pernah aku
ajukan kepada Bagus, rekan kerjaku sebagai mak comblang untuk mencari calon
pendampingku. Lagi-lagi itu kandas di depan mataku!

 

“Blok-M…., Blok-M….” Suara kondektur bus
memanggil-manggil calon penumpang di halte. Kenapa sekarang bus itu baru
muncul! Sedangkan aku belum melihat jelas paras orang yang menyapaku tadi, gerutuku.

 

Lagi-lagi aku kehilangan kesempatan.

 

***

 

Hari ini aku masih menunggu bus. Berdiam diri di
halte seperti biasanya. Kuakui keadaan halte saat itu sepi. Belum ada banyak
calon penumpang yang menunggu di halte. Yang ada hanya segelintir orang saja
yang aku lihat menunggu di halte. Mudah-mudahan aku bisa mendapatkan bus
lebih awal, gumamku sambil sesekali melirik jam di lengan kiriku. Namun
dalam kegumamanku samar-samar aku mendengar seseorang memanggil-manggil namaku.

 

“Ben, kamu mau bareng aku tidak?”

 

Ternyata itu suara Bagus sedang berteriak-teriak
memanggilku untuk pulang bersama dengan menggunakan motor hasil kreditannya
yang belum lunas itu. Ia berdiri tepat di tepi jalan yang berdekatan dengan
halte yang aku tempati.

 

“Terima kasih Gus aku lebih baik menunggu bus saja.
Lagi pula aku sudah biasa kok,” kataku sambil berteriak pula seperti tarzan di
hutan. Dan Bagus pun mau mengerti dengan kebisaanku seperti biasa. Menunggu bus
di halte.

 

“Ya, sudah aku duluan dulu ya. Oya, ada kabar bagus
buat kamu, Ben tapi lebih baik besok saja kita bicarakan di tempat kerja. Oke,
kalau begitu aku duluan, ya….”  pamit
Bagus sambil menstarter motor kreditannya itu hingga hilang di kemacetan
kendaraan yang berlalu-lalang.

 

Aku yang sekilas mendapatkan kabar dari Bagus itu
hanya bisa menerka-nerka. Apa yang akan Bagus sampaikan besok di tempat kerja
kepadaku. Itu yang menjadi pikiranku mendadak tanpa lagi-lagi aku tak
memperdulikan ada seseorang yang menyapaku.

 

“Oya, sedan berwarna silver sudah lewat atau belum
ya, Mas?”

 

Aku diam mematung. Tak dapat berkata-kata lagi.
Seakan-akan bumi yang aku pijak tak terasa. Seperti aku ada di atas awang-awang.
Langit ke tujuh. Tak tahu harus menjawab apa. Yang ada hanya lidah kelu yang
aku rasakan.

 

“Saya, Qori! Kok saya lihat Mas sering ya menunggu
di halte ini. Apa Mas kerjanya dekat sini,” lanjutnya lagi. Kini aku tak bisa
mematung lagi.

 

“Iya, saya kerja dekat sini,” jawabku dengan gigi
gemeretak singkat sambil sesekali melihat parasnya hingga menguraikan rambutnya
yang panjang hitam legam di terpa oleh angin.

 

“Saya, Beno!”

 

“Mas, saya duluan dulu, ya. Tuh mobil  yang saya tunggu sudah datang. Sampai ketemu
lagi, ya.”

 

Harapan itu hilang lagi. Harapan untuk mengenal
perempuan lebih dekat yang akhirnya aku pudarkan. Ternyata ia sudah memiliki
kekasih yang menjemput dirinya di halte. Sebenarnya aku ingin mendekatkan diri.
Tapi apa daya jika orang yang pertama sudah membuat aku langsung berdetak
dag-dig-dug tak karuan sudah dimiliki orang lain selain aku. Aku hanya bisa
pasrah. Dan itu lebih baik daripada aku berurusan dengan kekasihnya itu.

 

“Kosong…, kosong…., kosong….” Dengan gontai dan
perasaan berkecemuk aku menaiki bus tanpa melihat arah tujuan bus itu menuju.

 

***

 

Keesokannya lagi-lagi aku kehilangan kesempatan yang
ketiga kalinya untuk lebih mendekatkan diri kepada seorang perempuan. Hal itu
itu aku alami saat aku sedang menunggu bus. Tapi kejadiannya beda dari yang
lalu-lalu. Kali ini aku yang lebih memposisikan diriku sebagai seorang dewa
penolong. Saat itu aku menyapa seorang perempuan yang sedang terisak-isak. Menangis
di halte  tempat yang sering aku diami.
Aku tahu perempuan ini menangis lantaran ia tahu kalau kekasih selingkuh di
belakangnya dan ia memutuskan hubungan dengannya. Dan aku sebagai lelaki yang
peduli dengan perasaannya itu aku pun turut meghampirinya.

 

“Kenapa, kok kamu sedih sekali. Apa lantaran
diputuskan kekasihmu itu,” ujarku mencoba memberi sebuah rasa keprihatinan.

 

Tak ada jawaban. Yang ada suara sesegukan tangisan
yang tambah meledak.

 

“Sudahlah yang terjadi jangan disesali. Ingat lelaki
bukannya hanya ia seorang di dunia ini! Masih berjuta-juta lelaki yang mau
menerima kamu,” lanjutku lagi. Dan kini ia mulai membuka diri. Itu terlihat ia membasuh
airmatanya dengan sapu tangan yang sedang membajiri  di 
pelupuk matanya.

 

“Terima kasih, ya, Mas. Saya jadi malu menangis di
tempat ini. Oya, nama saya Kulsum. Sekali kali lagi saya ucapkan terima kasih
atas sapu tangannya.” Lanjutnya lagi sambil mengembalikan sapu tanganku yang
sudah membanjiri derai air matanya.

 

Beberapa lama kemudian telepon genggam perempuan itu
bunyi saat aku sedang mendengarakan keluh kesahnya tentang kekasihnya itu. Dan
ia meminta izin kepadaku untuk berbicara kepada seseorang dibalik seberang itu.

 

“Oke, oke aku akan mema’afkan kamu. Tapi ini untuk
yang terakhir kali. Mengerti! Aku mendengar jawaban perempuan itu dari balik
telepon genggamnya. Ternyata ia masih mencintai kekasihnya.

 

“Saya pergi dulu, ya. Lain kali kita sambung lagi.”

 

Aku hanya mengangguk tak berdaya. Hanya kenestapaan
yang aku rasakan. Dari beberapa peerempuan yang aku temui di halte ini semua
yang aku ingin dekatkan lebih jauh ternyata mereka semua sudah milik orang
lain. Dan sekalipun aku ingin lebih serius dengan yang lain ternyata perempuan
itu terlalu memandang segala dengan kemewahan. Semua hampa. Semua kering. Semua
tak ada kesempatan berada disampingku.

 

“Oya, Dik, Bapak lihat adik di halte ini sering
gonta-ganti perempuan. Apa adik sedang mencarijodoh, ya? Kalau adik mencari
jodoh mungkin tempat ini tidak cocok buat adik.” Tiba-tiba ada suara yang
memberikan aku sebuah penyejuk air dahaga. Dan penyeuk air dahaga itu berasal
dari pedagang rujak yang setia menempati halte yang aku diami serta sering tak
aku tak menggubrisnya. Aku hanya bisa berdiam sambil kata-kata dari pegang
rujak merasuk ke dalam sela-sela jiwaku yang tak menentu. Mungkin ada benarnya juga
apa yagn dikatakan oleh pedgang rujak itu. Memang aku tak pantas untuk mencari jodoh
di tempat ini. Halte, tempat aku sering menunggu bus!

 

“Masya Allah, ibu kenapa? Mari saya bantu…..”
lagi-lagi saya mendengar suara lembut dari arah depan halte. Terdengar suara
perempuan yang sedang membantu perempuan tua renta meyembrang jalan. Atau,
jangan-jangan mungkin ini jodohku? Kataku memastikan lagi. Seperti apa kata
pedagang rujak itu bahwa aku tak pantas mencari jodoh di tempat ituitu. Atau,
Tuhan masih saya sayang padaku? Entahlah. Bagiku mungkin sekarang perempuan
yanga di hadapanku ini adalah odohku. Ya, ini…Ya, ini dia jodohku. Tapi siapa
sesungguhnya pedagang rujak itu?(fy)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wajib militer di Indonesia? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers! http://id.answers.yahoo.com
9c.

Re: [Laskar Pelangi] sinopsis novel:MOHON BIMBINGANNYA DAN DOANYA

Posted by: "sismanto" siril_wafa@yahoo.co.id   siril_wafa

Sat Jan 3, 2009 3:21 am (PST)

Wah ini pasti serum om, ditunggu maha karyanya :)
Cakra dan Wala, nama yang keren . . .
and pemilihan nama yang cerdas, sampai sekarang aku masih belum
menemukan nama yang cocok untuk keempat karakterku om. please help me!

sis

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, bujang kumbang
<bujangkumbang@...> wrote:
>

10a.

Re: (bahasa-cerpen surealis) mimpi-mimpi sunyi

Posted by: "inga_fety" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Sat Jan 3, 2009 3:37 am (PST)

retno, aku akan menunggu essaymu tentang cerpen-cerpen surealismu,
seperti janjimu waktu itu:D

salam,
febty

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Bu CaturCatriks"
<punya_retno@...> wrote:
>
> *MIMPI-MIMPI SUNYI
> Oleh: Retnadi Nur'aini
>
> Mimpi itu datang lagi. Tak peduli apakah Sunyi habis mabuk atau
> letih karena habis lembur, mimpi itu selalu datang lagi dan lagi.
> Mimpi tentang kematiannya.
>
> Kadang, settingnya adalah puncak gedung pencakar langit. Kadang,
> danau berair tenang. Kadang, parkiran kosong. Yang jelas, Sunyi
> tahu, ia akan mati disana.
>
> Semalam, settingnya adalah kamar tidur Sunyi. Dalam mimpi itu, ia
> sedang terlelap. Namun meski hanya mengenakan sehelai gaun tidur
> tipis, entah kenapa ia merasa kepanasan. Peluhnya membanjir.
Rasanya
> seperti…terbakar. Sunyi membuka mata dan segera menyaksikan sebuah
> pemandangan yang menakjubkan.
>
> Luar biasa, kamar tidurnya yang mungil berubah menjadi lautan api.
> Buku-buku dan kertas digerogoti api sampai menghitam. Kepala boneka
> kesayangannya, Pak Beruang, telah terpisah dari tubuhnya. Dinding
> yang menghitam, sementara tirai-tirai yang menari-nari membelai
> wajah dan kulitnya yang terbuka. Sesuatu terdengar berderak-derak,
> tapi Sunyi tidak tahu itu apa. Ia melihat jendelanya terbuka,
> mengantarkan angin yang menerbangkan percikan-percikan api dan
butir-
> butir abu yang masih hangat ke depan hidungnya. Ia bisa mencium
> wanginya. Ia bisa merasakan kehangatannya.
>
> Pelan, Sunyi meraba dadanya. Damai. Damai sekali. Ia bisa merasakan
> lidah-lidah api itu menjangkaunya dengan rindu. "Kemari Sunyi,
> kemari…," bisik mereka di telinganya. Suara berderak-derak makin
> keras terdengar, sepertinya makin dekat. Ia menatap langit-langit
> yang berkeretak dengan nyaring. Ah, suara yang merdu itu...
>
> Dalam hitungan lima detik, langit-langit itu akan rubuh menimpanya.
> Sunyi menghela napas. Sambil memejamkan mata, ia mulai berhitung.
> Lima..empat..tiga..dua..Sunyi membuka mata dan mendongak. Ia sudah
> siap. Ia merentangkan tangannya. Ia sudah siap. "Satu…," ucapnya.
>
> ********
>
> Sejak berumur 7 tahun, Sunyi telah tahu bahwa ia akan meninggal
pada
> umur 23 tahun. Ia sudah membaca surat pemberitahuan kematiannya. Di
> atas selembar kertas yang kini telah menguning dan lusuh. Disitu
> tertulis jelas hari, tanggal, dan tempat kematiannya. Selasa, 20
> November 2007, jalan depan rumah. Tanpa dicantumkan penyebab
> kematian.
>
> Sunyi tidak sendirian. Setiap orang di kota Larut tahu waktu
> kematian mereka dari surat pemberitahuan kematian masing-masing.
> Ketika seorang anak dinggap telah dewasa, mereka akan menerima
> sepucuk surat tepat di hari ulang tahun mereka. Tingkat kedewasaan
> ini sendiri berbeda untuk setiap orang. Seorang teman Sunyi
> misalnya, Sinar, baru menerima suratnya di umur ke-10. Adik Sinar
> yang meninggal pada umur 3 bulan malah tak sempat menerima
suratnya.
> Namun, surat itu telah dititipkan pada ibu Sinar, sejak
kandungannya
> masih berumur 6 bulan.
>
> Tak seorangpun penduduk kota Larut yang tahu persis, sejak kapan
> orang-orang mulai menerima surat pemberitahuan kematian mereka.
> Mereka menerimanya begitu saja, meski di dalam surat tak pernah
> tercantum penyebab kematian. Bagi sebagian warga kota Larut, hal
> ini justru menguntungkan, karena mereka tak perlu dihantui tentang
> kematian mereka. Tapi sebagian lainnya justru bertanya-tanya. Dan
> Sunyi, adalah salah satunya.
>
> ********
>
> Sementara pertanyaan-pertanyaan melintas di kepala Sunyi tanpa
> permisi. Apa ia akan mati dengan mata terbuka atau tertutup? Apa
ada
> anggota tubuhnya yang terpisah? Berapa lama napasnya nanti akan
> tertahan? Bagaimana rupanya ketika mati nanti? Sedihkah? Marahkah?
> Damaikah? Siapa yang akan berada di dekatnya? Bagaimana ia akan
mati
> nanti? Ya, bagaimana ia akan mati nanti?
>
> Tak kunjung hentinya kepala Sunyi bertanya. Seperti hiruk pikuk
> sebuah kota, tanpa satupun rambu peringatan. Riuh bertabrakan satu
> sama lain. Kepala Sunyi nyaris meledak karenanya. Pelan-pelan
> dikuburkannya puluhan pertanyaan itu ke dalam alam bawah sadarnya.
> Dan sejak itulah, Sunyi mulai bermimpi.
>
> Saat pagi menjelang, Sunyi terbangun dan menatap gelas air di
> samping tempat tidurnya. Bagaimana kalau ia terjatuh seperti gelas
> ini? Menyerahkan sepenuhnya pada gaya gravitasi dan terhempas
dengan
> pedih tak terperi. Hancur berkeping-keping.
>
> "Prang!"
>
> Gelas itu terjatuh. Pecahannya terserak di kamar Sunyi. Perlahan
> Sunyi turun. Tangannya meraih sepotong pecahan. Membayangkan sisi
> pecahan kaca yang tajam itu menggores nadinya yang melintang biru,
> merasakan darah kentalnya meleleh keluar. Pelan-pelan. Pelan-pelan.
> Saat mencuci wajah, Sunyi bermimpi sedang menenggelamkan dirinya,
> membiarkan paru-parunya menggembung bengkak, merasakan dingin air
> membasuh kulitnya.
>
> Saat sarapan, Sunyi bermimpi untuk sarapan dengan teh dan segenggam
> Lithium dan Veronal. Mencecap rasa pahit dengan lidahnya, dan damai
> dalam lelap yang akan tercipta.
>
> Saat berada dalam lift, Sunyi bermimpi lift itu terjatuh dari
lantai
> 46, membanting tubuhnya dengan suara hantaman yang menggetarkan
> tulang-tulang persendian.
>
> Saat menyeberang jalan, Sunyi bermimpi sebuah truk kontainer akan
> melindas tubuhnya, meremukkan kepalanya, dengan suara rem yang
> berdecit-decit. Lalu orang-orang akan merubungi seperti lalat
> sambil bergumam-gumam "Waktunya sudah tiba.."
>
> Dan Sunyi bermimpi, dan bermimpi, dan bermimpi….di setiap detik
sisa
> hidupnya. Sampai waktunya tiba.
>
> ********
>
> Tentu saja, situasi ini juga bukan pertama kalinya terjadi. Puluhan
> orang mengamuk saat menerima surat mereka. Puluhan lagi menangis
> menjadi-jadi dan menderita depresi berkepanjangan.
>
> Dulu, pernah ada sejumlah orang yang mencoba berpikir logis dengan
> melacak alamat kantor pos pengirim. Mereka gagal. Kantor pos itu
tak
> pernah ditemukan. Surat-surat terus berdatangan, dan ratusan orang
> yang menjadi gila terpaksa dikirim ke rumah sakit jiwa. Menunggu
> waktu mereka disana.
>
> Tapi seiring dengan bergulirnya waktu, orang-orang ini mulai sadar
> betapa sempitnya waktu yang mereka punya. Satu persatu mereka mulai
> pulang, menata hidup bersama orang-orang yang mereka cintai.
Meminta
> maaf atas semua hal buruk yang telah mereka lakukan. Dan berterima
> kasih atas semua hal baik yang telah mereka dapatkan.
>
> Begitulah waktu berjalan dengan damai di kota Larut, hari demi
> hari....
>
> ******
>
> 20 November 2007, dini hari.
>
> Sunyi terbangun dengan perasaan segar. Hari ini adalah waktunya.
Ia
> segera bersiap-siap mandi. Lalu mengenakan gaunnya yang terbaik,
> yang sudah diseterika sampai licin semalam. Sekilas ia menatap
> langit dari jendela. Ia selalu suka pagi hari.
>
> Sambil sarapan semangkuk sereal, ia menatap sekitarnya. Rumah sudah
> dirapikan. Sampah sudah dibuang. Ia sudah berdoa di gereja. Semua
> sahabat, dan teman kantor sudah menghubungi untuk mengucapkan
> selamat berpisah. Kemarin, ayah ibunya juga sudah datang. Katanya,
> mereka sudah menyiapkan sebuah nisan dan satu upacara pemakaman
> sederhana, pada keesokan harinya.
>
> Kemarin, bersama-sama, mereka juga sudah melihat peti-nya. Tempat
> tidur Sunyi yang terakhir. Untuk selama-lamanya. Peti itu
sederhana,
> tanpa ukiran apapun, tapi terbuat dari kayu yang kuat. Di
dalamnya,
> Ibu Sunyi sudah menyiapkan Pak Beruang kesayangannya.
> Semuanya sudah siap.
>
> Sunyi menatap jam dindingnya. 05.00. Mungkin, lebih baik kalau ia
> berjalan-jalan sebentar. Ia segera menyambar jaket dan dompetnya,
> lalu mengunci pintu. Di luar, hari masih pagi. Waktu penuh
> kedamaian.
>
> Jalanan masih lengang. Para penjual sayur dan buah sedang memilih-
> milih dagangannya yang busuk. Beberapa pria bercelana pendek sedang
> lari pagi. Tukang parkir depan rumahnya tampak terkantuk-kantuk.
> Sekilas mereka bertatapan, dan tersenyum maklum. Ia tahu. Hari ini
> adalah waktunya Sunyi.
>
> Kaki-kaki Sunyi berbelok di tikungan.
>
> Matanya masih sempat menangkap kilatan cahaya terang yang
> menyilaukan. Samar-samar telinganya mendengar suara klakson mobil.
> Dan bunyi rem yang berdecit-decit.
>
> ******
> Tikungan jalan depan rumah Sunyi banjir darah. Gaun putih Sunyi
> tampak memerah karena darah yang merembes. Orang-orang mulai
> merubungi seperti lalat. Tak seorang pun memanggil ambulans. Tak
> seorang pun memanggil polisi. Tak seorang pun menyalahkan pengemudi
> truk kontainer. Mereka cuma bergumam-gumam dengan bising. "Waktunya
> sudah tiba..."
>
> Setengah jam kemudian, orang tua Sunyi datang. Dengan sigap,
mereka
> segera mengambil mayat Sunyi yang berkepala remuk, lalu membawanya
> pulang ke rumah duka. Sementara kerumunan orang mulai bubar.
>
> Pengemudi truk kontainer kembali menyalakan mesinnya. Para penjual
> sayur dan buah mulai membuka kiosnya. Beberapa pria bercelana
pendek
> kembali melanjutkan lari pagi. Dan tukang parkir depan rumah yang
> masih terkantuk-kantuk, mulai menyalakan peluitnya. Semua kembali
> bertugas. Semua kembali terjaga.
>
> Di kota Larut, pagi ini masih satu pagi yang damai.
>
> ********
>
> * Dimuat di majalah Femina, edisi April 2008, dengan judul "Sunyi"
>

Recent Activity
Visit Your Group
Share Photos

Put your favorite

photos and

more online.

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Everyday Wellness

on Yahoo! Groups

Find groups that will

help you stay fit.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: