Minggu, 04 Januari 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2452

Messages In This Digest (7 Messages)

Messages

1a.

(Ruang Keluarga)Pelajaran Setahun Menikah

Posted by: "febty febriani" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Sat Jan 3, 2009 3:41 am (PST)

Pelajaran Setahun Menikah
Inga fety
 
 
Dan berlalulah hari demi hari. Detik berganti menit, dan menitpun berganti jam. Tak terasa, jam berganti hari, hari berganti bulan dan sampailah pada hitungan satu tahun. Angka satu untuk bilangan kebersamaanku dengan suami dalam sebuah mahligai cinta. Memang, kebersamaan itu tidak dalam hitungan duapuluh empat jam pada satu atap sebuah rumah. Bahkan, ada lebih banyak keterpisahan dalam rentang waktu dan jarak. Sebuah konsekuensi dari pilihan kami untuk menggenapkan setengah dien di antara pilihan-pilihan lain yang mesti dipilih. Tetap ada banyak syukur di hatiku, walaupun kadang tertaih-tatih memungutnya dalam untaian hikmah. Dan akupun semakin yakin, ikatan suci di suatu pagi di kota kelahiranku setahun yang lalu adalah hadiah terindah dari Sang Khalik untuk kado hari lahirku pada bilangan dua puluh enam tahun.
 
Ikatan cinta atas nama Allah yang memberikan banyak pelajaran yang mengajariku lebih bersikap dewasa dan arif pada kehidupan. Meninggalkan sikap kekanak-kanakanku yang begitu sering diingatkan oleh suami tercinta. Terlebih pada anggapan orang-orang yang kadang menilaiku belum menikah jika ditilik dari sikap dan tingkah lakuku. Karena itulah, aku akan bangga berkata: aku sudah menikah atau I am married ketika pertama kali berkenalan. Bagiku, kalimat ini adalah penting. Sebuah kalimat pamungkas sehingga tidak ada harap apapun dari sebuah perkenalan, selain sekedar hanya menyambung ikatan silahturahim.
 
Dan inilah pelajaran-pelajaran yang menyatukan puzzle-puzzle yang berserakan dan membentuk sebuah kata: bahagia, dalam rentang satu tahun pernikahan ini.
 
Aku belajar untuk segera mandi atau sekedar bersih-bersih badan kala sore hari atau malam hari begitu pulang ke rumah, setelah beraktivitas seharian di luar rumah. Masku yang mengajariku tentang pelajaran pertama ini. Beliau akan segera mandi sore atau kadang malam hari begitu kaki menginjakkan lantai rumah kami, setelah perjalanan jauh Jakarta-Bandung. Tidak hanya itu, sepulang dari kantor, jika kebetulan aku yang berkunjung ke Jakarta, beliau tetap konsisten dengan kegiatan mandi sorenya begitu sesampainya di kos.
 
Ini berbeda denganku. Saat masih lajang, sepulang dari kantor atau dari kampus saat masih kuliah, aku tidak akan bersegera ke kamar mandi untuk mandi sore atau bersih-bersih. Biasanya aku akan leyeh-leyehan atau makan malam sambil menonton tivi dahulu ataupun hanya sekedar berbaring dan kadang sampai tertidur benaran. Dan akhirnya, kegiatan bersih-bersih badan dilakukan saat gelap sudah menyelimuti bumi. Dingin memang. Tapi, aku juga tetap harus melakukan kegiatan itu. Aku tidak akan bisa tertidur lelap kalau belum mandi sore atau hanya sekedar membasuh kedua kaki dan tangan jika terasa sangat dingin.
 
Bukan paksaan suami yang membuatku mengubah kebiasaan jelek satu ini. Tapi, cuma sebuah kekaguman pada kebiasaan suami yang langsung membersihkan badan begitu mengunjakkan kaki di rumah atau di kos. Dan ternyata, memang lebih terasa nyaman jika dibandingkan menunda-nunda untuk mandi sore begitu sampai di rumah, setelah beraktivitas seharian di luar rumah.
 
Aku bisa meracik resep masakan-masakan yang sederhana. Ini pelajaran cinta yang kedua. Memang, aku belum bisa membuatkan suami tercinta makanan favoritnya, ayam bakar. Tapi, paling tidak, anggapanku saat sebelum menikah kalau memasak itu adalah pekerjaan yang rumit sudah semakin menguap dari pikiranku. Sebelum menikah, beraktivitas di dapur adalah sesuatu yang aku berusaha untuk menghindarinya. Mungkin juga trauma karena beberapa kali hasil masakanku tidak seperti yang diharapkan. Dan pernah, akhirnya, olahan nasi gorengku mengisi tempat sampah di pojok dapur rumah kami di di kota kelahiranku. 
 
Sebelum berlangsungnya ikatan suci itu, aku berkata jujur kepada suamiku kalau aku sangat tidak pandai memasak. Dan aku sudah sangat pasrah, jika karena kebelumbisaanku memasak dijadikan sebagai alasan untuk memutuskan rencana peminangan. Untunglah, si mas mempunyai prinsip: yang penting mau belajar dan mencoba. Ibu mertuakupun juga diberitahu oleh suami kalau calon menantunya yang berasal dari Bengkulu itu sangat tidak bisa diandalkan di dapur.  Karena itulah, kalau pulang ke rumah mertua, Ibu mertua tidak pernah membiarkanku berada sendirian di dapur. Selalu ditemani. Dan aku akan selalu bertanya tentang olahan masakan ibu mertuaku. Biarlah dianggap nyinyir, asalkan aku bisa menepati janjiku pada suami setelah akad nikah kami: belajar memasak.
 
Mungkin juga karena tersugesti oleh sikap mas yang selalu menghabiskan masakanku, walaupun kadang aku sendiri merasakan rasa yang aneh, aku selalu bersemangat untuk memasak. Biasanya, kalau aku memaksa, barulah beliau akan bercerita kalau masakanku terlalu asin, terlalu pedas atau rasa yang terlalu lainnya. Kalau aku tidak memaksa, beliau tidak akan bercerita kecuali sebuah kata: enak:).
 
Terhadap hasil olahanku, beliau juga sangat menjaga perasaanku. Mungkin, beliau mengerti sikap kekanak-kanakanku yang sering mutung. Pernah suatu saat, bahkan lebih dari satu kali, ada rambutku di wadah sayur menu makan malam kami. Tanpa jijik, beliau menyingkirkan rambutku, dan makan kembali dengan lahap, tanpa jijik, dan seolah tidak terjadi apapun. Tinggallah aku yang sangat merasa bersalah. Suatu hari, aku bertanya: Mas memang tidak jijik jika di wadah makanan kita ada rambut Fey? Dan beliaupun menjawab: Mas tidak pernah merasa jijik dengan rambut Ibu -Ibu mertua- dan Fey yang berada di wadah makanan. Dan sungguh, aku merasa melayang di langit yang biru saat mendengar kalimat itu.
 
Aku belajar mengalahkan keegoisanku dengan menikah. Satu hal yang sangat terasa berat ketika pertama kali dilakukan sesaat setelah menikah: berpamitan ketika aku akan pergi kemanapun. Mungkin, karena aku sudah sangat terbiasa sendiri, termasuk dengan urusan memutuskan sebuah persoalan. Kami pernah berselisih paham karena aku pulang ke rumah kami di negeri sakura sudah sangat telat dan tidak memberitahu suamiku yang masih di Indonesia begitu sesampainya di rumah. Begitu sesampainya di rumah, aku langsung tertidur dan saat bangun mendapati beberapa sms suami yang begitu khawatir dengan keberadaan istrinya di negeri orang.
 
Memang, awalnya begitu berat. Tapi, lama kelamaan aku sangat menikmati pelajaran cinta yang ketiga ini. Ada sebuah perasaan bahagia karena aku diperhatikan dan dikhawatirkan oleh suami tercinta. Seorang teman pernah berkomentar tentang hal ini: Fety mah walaupun jauh dari suami tetap punya jam malam.Mungkin, itu benar. Itulah cara si mas menyayangiku, dan mematuhi tanpa sebuah keterpakasaan adalah caraku menghormati beliau sebagai imam dalam rumah tangga kami.
 
Aku juga belajar untuk mengemukakan perasaanku. Aku dan mas bukanlah tipe orang yang pandai menerka perasaan seseorang. Kami sangat tidak pandai untuk hal yang satu ini. Bahkan kami berdua menggelari diri kami sebagai orang yang tidak punya perasaan. Karena itulah kami berdua sepakat untuk belajar mengungkapkan perasaan kami, bahkan dengan melalui tetesan airmata. Mas, Fey sedang sedih. Hari ini Mas sedih, Fey. Fey sayang mas. Mas juga sayang Fey. Mas, hari ini Fey bahagia. Mas juga mempunyai kalimat favoritnya yang membuatku senantiasa melambung ke langit ketujuh kalau mendengarnya atau membacanya lewat sms. Luv you Fey sayang  dan Luv you my sweet heart. Itu adalah ungkapan yang mengisi hampir setiap hari satu tahun pernikahan kami. Aku juga biasa melihat mas menangis jika mas sedang sedih. Dan, mas juga sangat sering menemui sikap ngambekku. Namun, tentu saja, perasaan sedihku dan mas atau sikap ngambekku tidak pernah bertahan lama. Selalu ada
permintaan maaf yang mengakhiri semua itu. Dan maspun juga tidak pernah segan mengungkapkan kata maaf jika sebuah sikap beliau menimbulkan luka di hatiku.
 
Bagi kami, ungkapan perasaan itu adalah penting. Ungkapan-ungkapan perasaan itu membuat kami saling percaya satu sama lain. Bahwa, ada seseorang yang bersedia mengerti apa yang sedang dirasakan. Sedih dan bahagia. Kami juga ingin mengajari anak-anak kami nantinya bisa mengungkapkan perasaannya. Tentang kesedihannya. Tentang kebahagiaannya. Tentang kekhawatirannya. Bagi kami, selalu ada ruang di rumah kami untuk rasa sedih, bahagia, khawatir, dan senang. Karena itulah, kamipun mesti belajar duluan tentang cara mengungkapkan perasaan kami.    
 
Aku belajar meredam sifat perfeksionisku dan sekaligus belajar untuk lebih percaya diri. Aku belajar menerima bahwa setiap orang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Bahwa kekurangan yang ada pada diri kita bukanlah sebuah aib dan menjadikan kita rendah diri. Bahwa mesti ada perbedaan kebiasaan dari dua orang yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda.
 
Saat awal-awal menikah, aku sangat merasa asing saat berbincang dengan mas ketika mas menggunakan kata "aku" untuk menyebut dirinya. Bahkan, aku pernah sangat uring-uringan dan ngambek ketika si mas lupa menggunakan kata "mas" ketika menyebut dirinya. Kata "aku" sangat tidak lazim digunakan dalam keluargaku. Aku akan menggunakan kata "inga"  ketika menyebut diriku kepada kakak atau adikku, dan menggunakan kata "wa", "dhodho" dan "adek" ketika memanggil kakakku, adik perempuanku dan adik laki-lakiku. Walaupun aku sudah meminta mas menggunakan kata "mas" untuk menyebut dirinya ketika kami berbincang, tetap saja sangat sulit bagi mas mengubah kebiasaannya. Aku paham, adalah hal biasa di keluarga mas ketika menggunakan kata "aku" untuk menyebut dirinya. Mas juga memanggil nama pada ketiga orang adiknya. Alhamdulillah, saat ini mas sudah terbiasa menggunakan kata "mas" untuk menyebut dirinya.
 
Kebiasaan yang lain adalah pamitan sebelum tidur. Di keluargaku, sejak kecil kami selalu dibiasakan berpamitan sebelum tidur. Hanya sebuah kalimat: Bapak, Ibu, inga tidur duluan. Di keluarga mas, tidak ada saat berpamitan menjelang tidur. Tentu saja, ada perasaan kesal yang sangat, saat pertama kali mas tidur duluan tanpa berpamitan denganku. Dan, akhirnya, aku mengerti setiap orang berbeda. Untunglah saat ini, waktu di Jepang lebih cepat dua jam dibandingkan waktu Indonesia Barat. Jadi, mesti aku yang akan tidur duluan dibandingkan mas. Dan terhindarlah perasaan kesal karena ditinggal tidur tanpa berpamitan terlebih dahulu.
 
Aku juga belajar kalau mendengarkan itu adalah pekerjaan yang begitu sulit. Padahal, Allah menganugerahkan dua telinga dan satu mulut untuk kita. Artinya, sebenarnya, kita harus lebih banyak mendengarkan. Mas yang mengajariku untuk belajar mendengarkan. Dan, akhirnya, akupun mengikuti pola kebiasaan mas yang tidak pernah memotong cerita-ceritaku dan membiarkan aku bercerita hingga titik. Cara ini pula yang mampu meredam kesalahpahaman di antara kami karena masalah volume suara. Mendengarkan baik-baik cerita si mas dan sampai akhir cerita membuatku mampu menyimak cerita-cerita mas dengan baik, walaupun mas berbicara dengan suara yang pelan. Kalau kata ibuku, suara mas sering tidak kedengaran jika berbicara dengan ibu bapakku lewat telepon. Padahal, menurut si mas, kalau berbicara dengan bapak ibuku, suaranya sudah sangat maksimal.
 
Dari sejak awal kami berdua sepakat, bahwa saling mengerti, memahami dan menerima apa adanya adalah cara untuk menjembatani perbedaan, kekurangan dan kelebihan antara aku dan mas, juga antara keluarga besar kami masing-masing. Kami dilahirkan di lingkungan keluarga besar yang berbeda budayanya. Aku dengan kebiasaan Sumateraku. Dan mas dengan adat Jawanya. Kami masih belajar untuk saling mengerti, memahami, dan menerima apa adanya. Kami masih baru  memulai. Baru satu tahun, bahkan. Masih akan banyak bilangan tahun-tahun yang lain yang mesti kami berhadapan dengan perbedaan. Sejak awal aku selalu meminta mas menjadi laki-laki biasa di hadapanku dan aku juga akan menjelma menjadi perempuan biasa di hadapan mas. Walaupun seorang teman pernah protes denganku karena sebutanku laki-laki biasa untuk si mas, tapi bagiku mas bukanlah superman. Dan bagi mas, aku juga bukan superwoman. Dan ini lebih melapangkan hatiku dan mas untuk berbuat yang terbaik bagi rumah
tangga kami.
 
 
@dormitory, Inage, Desember 2008
Untuk mas tersayang: thanks very much for everything.
 ~ http://ingafety.wordpress.com ~

1b.

Re: (Ruang Keluarga)Pelajaran Setahun Menikah

Posted by: "sismanto" siril_wafa@yahoo.co.id   siril_wafa

Sat Jan 3, 2009 8:18 am (PST)

Makasih mbak, atas pelajaran cintanya hari ini. ditunggu
pelajaran-pelajaran cinta berikutnya yach..

sis

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, febty febriani
<inga_fety@...> wrote:
>

1c.

Re: (Ruang Keluarga)Pelajaran Setahun Menikah

Posted by: "listyarisanti" listyarisanti@yahoo.com   listyarisanti

Sat Jan 3, 2009 10:41 pm (PST)

Ihikxxx..ihixxx..
terharuuuu..
pelajaranberharga. bener deh.. :)

2.

(motivasi) menemukan cara belajar, sebagai modal sukses!

Posted by: "humairayusuf" humaira_ys@yahoo.com   humaira_ys

Sat Jan 3, 2009 4:37 am (PST)

Model sukses yang baru menurut para pakar pendidikan yang berkiblat pada pembelajaran kreatif adalah ,... menemukan gaya sendiri. Belajar seumur hidup dengan gaya sendiri, setiap kita mempunyai target untuk sukses dalam belajar. Menurut hemat saya kesuksesan selalu wajib diiringi oleh belajar dan memahami konsep diri.  Banyak kendala yang ditemukan jika kita selalu menerapkan pengajaran atau pembelajaran tradisional, baik untuk diri kita atau orang lain.  Ada 6 hal yang harus diperhatikan :

1. Pengenalan diri
Banyak siswa yang mendapat masalah dalam belajarnya, dan banyak orang yang merasa sulit untuk memepertahankan kinerja , kenapa ? sebabnya adalah terletak pada pemahaman seseorang terhadap dirinya sendiri, gaya potensinya dan konsekuensi- konsekuensi yang ditimbulkan. Pengenalan pribadi ini penting dalanm kehidupan pribadi dan profesional seseorang

2. Bekerja dan belajar tanpa stres dan selalu gembira
Menemukan gaya belajar sendiri dapat mengurangi tingkat stress yang ada dan digantikan dengan kegembiraan yang jauh lebih besar

3. Menemukan kebutuhan belajar yang sesungguhnya
Kedua langkah telah diperoleh,... maka kini tinggal merayakan kesuksesan... karena belajar  beriringan dengan kebutuhan diri dan kebutuhan yang sesungguhnya, tidak ada lagi keterpakasaan dan tekanan yang berujung pada perubahan sikap yang lebih baik pada pembelajaran .

4. Memanfaatkan Preferensi gaya kita sendiri yang unik
efek positif yang timbul adalah pemanfaatan preferensi gaya beljar  yang unik,  sehingga akan membawa kita menjadi suka belajar seumur hidup.

5. Pemahaman terhadap keragaman manusia

Seorang guru / pelatih/ siswa/ mahasiswa akan saling memahami akan keberagaman setiap manusia, sehingga semua orang akan menjadi lebih efektif  dalam hubungan interpersonal.

6. Pembelajar Seumur hidup yang sukses

Akhirnya ketika kita sebagai guru/ pelatih/ siswa/mahasiswa/pekerja mengenal potensi, gaya unik, dan cara kita menyerap informasi secara efektif dengan otomatis akan mencapai tujuan sebgai suatu spesies atau komunitas PEMBELAJAR SEUMUR HIDUP YANG SUKSES DENGAN GAYA MEREKA ATAU KITA SENDIRI .

Selamat menemukan modal sukses yang baru , dari diri kita sendiri...!

3.

Bayi tanpa Anus perlu bantuan kita semua

Posted by: "Ice Triyana" wordsmartcenter@yahoo.com   wordsmartcenter

Sat Jan 3, 2009 2:20 pm (PST)



--- On Wed, 12/31/08, Tatang muttaqin <Tatangm@yahoo.com> wrote:
From: Tatang muttaqin <Tatangm@yahoo.com>
Subject: [alumnirancabogo] Bayi tanpa Anus perlu bantuan kita semua
To: setyanto@pacific.net.id
Date: Wednesday, December 31, 2008, 7:58 AM

Jakarta, 30 Desember 2008
 
Kepada Yang Terhormat:
Bapak Setyanto P. Santosa
di Tempat
 
Assalamu¢alaikum wa-Rahmatullahi wa-Barakatuh
Teriring salam sejahtera, semoga Bapak senantiasa ada dalam lindungan Allah SWT sehingga sukses dalam menunaikan aktivitasnya. Amien.
Ketika ¡Iedul Fitri 1429 H lalu saya didatangi seseorang yang menceritakan nasib cucunya, seorang bayi berusia 4,5 tahun yang tidak memiliki saluran pembuangan (anus). Alternatifnya diperlukan saluran buatan melalui operasi yang bisa dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung (berdasarkan surat dari dokter RSU Dr. Slamet Garut), namun karena orang tua bayi hanya buruh perkebunan, usaha operasi belum bisa dilakukan terkendala biaya. Keluarga bayi melalui Kepala Desa sudah mengusahakan untuk memasukan ke salah satu acara TV swasta
yang memiliki program untuk membantu orang sakit dan tidak mampu namun karena antrian yang cukup panjang, sampai saat ini masih menunggu.
Mendapat informasi tersebut, saya berusaha untuk menghubungi bagian Hubungan Masyarakat dan Pemerintah PT Chevron, Bapak Hadi Kuswoyo. PT Chevron merupakan perusahaan pertambangan di Garut berdekatan dengan alamat keluarga bayi dan saya berasumsi ada program Corporate Social Responsibility (CSR) di perusahaan tersebut. Menurut Bapak Hadi Kuswoyo, PT Chevron Garut memiliki CRS Cuma alokasinya hanya untuk community development (CD) dan tidak ada untuk pengobatan gratis.
Selanjutnya, saya mencoba menyampaikan masalah ini ke Dompet Duafa (DD) melalui salah satu direkturnya, Bapak Kusnandar. Di Dompet Duafa dimungkinkan untuk bantuan bayi tersebut, namun akan masuk antrian yang juga tidak sedikit (kebetulan DD untuk aksi cepat adanya di Kawasan Ciputat).
Oleh karena itulah, saya memberanikan diri untuk mengetuk hati Bapak. Sebenarnya saya merasa berat dan tidak nyaman untuk membuat surat ini karena khawatir menganggu kenyamanan Bapak, namun didorong rasa kasihan terhadap bayi ini, saya memberanikan diri untuk mengajak bersama-sama mengumpulkan dana untuk membantu bayi tersebut. Bantuan bisa disampaikan langsung atau melalui rekening Bank Mandiri Cik Ditiro No. 1220002117490 an Tatang Mutaqin.
Demikian surat permohonan ini, atas perhatian dan perkenan Bapak, dihaturkan terima kasih.
 
Wassalamu¢alaikum wa-Rahmatullahi wa-Barakatuh
Salam takdzim,
 
 
Tatang Muttaqin
 
Nama Pasien: RIZKI FAUZI
Ayah     :  Nyanyang
Pekerjaan : Buruh Perkebunan
Alamat : Kampung Saradan RT 04/04 Desa Cinta Karya Kec. Samarang Kab. Garut
Perawatan terakhir di RS Hasan Sadikin, seharusnya diberi tindakan operasi namun karena tidak memiliki dana (keluarga miskin) dipulangkan oleh RS HS melalui Surat Pengantar Pulang No. RM 15020984 Sub. UPF tertanggal 09 April 2005. Selama tiga tahun menunggu kesempatan 'kebaikan' program amal salah satu TV swasta di Jakarta atas usaha Kepala Desa-nya yang tidak kunjung datang. Foto terlampir











4.

(catcil) Dilangkahi CuMi

Posted by: "Listya Arisanti" listyarisanti@yahoo.com   listyarisanti

Sat Jan 3, 2009 10:22 pm (PST)



Sebuah undangan biru muda berbalut pita kuning muda tergeletak di sudut
meja ruang makan kami. Undangan cetak seperti ini jarang sekali tertuju padaku.
Bukannya apa-apa, tapi rata-rata teman-temanku yang sudah atau akan menikah
lebih sering mengirim email atau sms. Penghematan kata mereka. Saya sendiri dan
kebanyakan teman-teman yang lain pun mahfum kalau ada teman yang mengundang nikah
sama seperti mengajak aksi dengan memakai jarkom! Hehee..

 

Seperti biasa, hal yang pertama saya lakukan ketika undangan ada ditangan
adalah berteriak kecil "undangan sapeee nehh???" lalu dengan cepat mengamati
desain undangannya. Set default otak saya emang begini, gak bisa lihat barang
cetak yang cantik! Lagipula memang tak perlu waktu banyak untuk mengamati siapa
yang mengundang dan siapa yang diundang dalam undangan tersebut, karena
undangan bagus dan formil seperti ini biasanya datang dari anak-anak teman
kantor mamah atau kumpulan gerakan orang rantaunya papah.

 

Setelah mata dan tangan saya terpuaskan menelusuri setiap lekuk undangan
tersebut, mata saya tertuju pada satu nama: Jay! Hah? Jay yang rumahnya di
ujung sono? Weuwww.. keren banget tuh bocah! Eh tunggu, bukannya dua kakaknya
Fifi dan Susan belom nikah? Apalgi setahu saya, jarak antara mereka berdua
dengan si Jay ini bisa dibilang cukup jauh. Ya, Jay melangkahi dua kakak
perempuannya sekaligus. Kaget? Tentu saja! Dan saya lagi-lagi tidak bisa
mengerem pikiran kalau-kalau saya yang dilangkahi. Hayoo pikiran yang kayak
gimana guys? :P

 

Cerita langkah-melangkahi kakak atau orang yang lebih tua sudah banyak. Bukan
sesuatu yang luar biasa, terlalu lumrah malah. Namun begitu, tetap saja selalu
ada reaksi mata melotot, mulut ternganga, lalu diiringi pekik kecil "Hah?
Sumpee loe?". Reaksi yang agak berlebihan tapi sebenarnya sudah paham kalau
umur, rejeki, dan jodoh udah diatur. Jadi so what gitu kalau pada akhirnya
adik-adik kita menikah duluan? Its ok. Bener deh.

 

Masalahnya, orang-orang disekeliling kita (hah? Kita? Loe aja kali Ya'!) menentang
habis-habisan kalau saya bicara seperti ini. Saya kehabisan kata-kata untuk
menjelaskan berkali-kali bahwa: pertama, kedewasaan seseorang tidak bisa
dilihat dari umur, jadi kalaupun dia menikah duluan itu tandanya dia memang
lebih dewasa daripada saya, jadi dia duluan yang dapat amanah untuk berkeluarga.
Kedua, insyallah jodoh sudah ditetapkan, ini kan cuman masalah waktu aja, ada
yang cepat bak titipan kilat, pun kebalikannya. Ketiga, saya jauh lebih
khawatir kalau niat mulia adik saya ini tertahan hanya karena saya, padahal dia
dan teman dekatnya itu sudah sama-sama mau dan mampu.

 

Gini, bukannya khawatir yang gimana-gimana dengan si adik. Cuman ga enak
aja kalo ternyata memang diantara mereka sudah ada keinginan bulat untuk segera
menikah, tapi tertahan hanya karena seorang Tya. Misalnya nanti kalau ada yang
nanya: "Nka, kenapa loe ga nikah aja sih?", "Iya nih, nunggu kakak gue dulu!"
Nahloooo?! Gimana coba? Gak enak kaleee.. emangnya waktu nikah ditentuin sang
kakak? Emang gue siapppaaa??

 

Sikap saya yang terlampau cuek dalam urutan menikah seringkali mengundang
perdebatan dengan mamah yang masih cukup kental adat Jawanya.

"Mamah yang sedih kalau Tya sampai dilangkahi.."

"Tapi mah, Tya yang lebih sedih kalau sampai dijadikan alasan terhambatnya
nikahnya adek"

"Tapi adek belom mau nikah, Tya!"

 

Memang sih si adek belom ada planning apa-apa, tapi bisa terlihat di
sorotan matanya kala membicarakan teman-temannya atau kakak kelasnya yang hanya
beda satu atau dua tahun menikah. Pancaran mata itu yang pernah juga ada di kakaknya
ini tiga tahun yang lalu. Well, its over now!

 

"Iya tau, ini kan CUMI mah.. Cuman MIsalkan.." sambil ngikik dalam hati.

"Pokoknya harus berurutan, titik!" Si mamah ngelengos begitu aja.

 

Gondok.. ketohok.. tapi harus ngalah. Kerasnya mamah dalam hal ini,
benar-benar menjaga perasaan saya sebenarnya. Saya-nya aja yang cuek. Oke,
pasti akan sakit, tapi ini bukan masalah besar. Kan udah tau ilmunya.. kan udah
tau esensinya..

 

Diplomasi ke mamah gagal sudah dalam merubah urutan menikah, akhirnya saya
berubah haluan untuk ngomporin si adek untuk menikah duluan dengan melakukan
pendekatan secara bilateral (Apaan sih Ya'?)

 

"Dek, kalo udah siap nikah, disegerakan ya! Lo ma si Aa udah cocok banget
noh! Kagak usah nungguin gue!"

"Woyyyy!! Emangnya nikah pake daon apa?

"Inikan cumi Nka.. cuman misalkan..""

 

Well, tinggal pembukitian kata-kata aja neh.. Jadi kalaupun nanti si adek
"melangkahi", saya harus legowo. Sudah siap mental, udah tau referensinya, udah
tau esensinya, udah banyak sharing juga dengan orang-orang yang "dilangkahi".
Mantaplah gue! Yaaa, paling ntar meluk guling terus nangis-nangis bombay gitu
lah.. hahaha! Engga kok.. suwerrrrr... ^o^V

 

Ehem.. guys.. ini iseng-iseng cerita CuMi lho..

Cuman Misalkan.. :P

Listya Arisanti

http://tyainside.multiply.com/

5a.

Re: [Ruang Baca] You Belong to Me

Posted by: "Divin Nahb" divin_nahb_dn@yahoo.com   divin_nahb_dn

Sun Jan 4, 2009 1:19 am (PST)

Wah... oke juga tuh
Aku lagi seneng-senengnya baca thriller
Sampe ke impi-impi
Hah... serem tapi mengasyikkan
Menebak-nebak siapa yang bakal jadi tersangka

Thx buat cuplikannya
Em... kapan ya beli buku itu...
Biar tambah koleksi buku yang mengasah tebak-tebakan otak

Salam

Divin Nahb

Recent Activity
Visit Your Group
Sell Online

Start selling with

our award-winning

e-commerce tools.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Y! Groups blog

The place to go

to stay informed

on Groups news!

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: