Senin, 05 Januari 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2453

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (25 Messages)

Messages

1a.

Re: (catcil) Dilangkahi CuMi

Posted by: "amilistya" amilistya@yahoo.com   amilistya

Sun Jan 4, 2009 4:32 am (PST)

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Listya Arisanti
<listyarisanti@...> wrote:

> Hi Tya, salam kenal. Nama kita amper mirip ye, sodaraan kaleee...?

Loe bener banget Tya, misalkan harus terjadi, loe harus legowo,
lego lilo tanpo kuciwo. Gue sering dengar n lihat dengan mata kepala
sendiri kakak yang di loncat indah i ama adek, hidupnya gak aci lagi.
Ada yang seumur umur gak nikah, ada yang blangsak. Kenapa?????
Bukan karena hukum kodrati, tapi lebih kepada situasi dan kondisi yang
dibentuk oleh pemikiran sendiri. Pemikiran merasa dirinya kurang
laris, jadinya ya nggak laris he he he laku maksud gue. Pemikiran yang
nggak ikhlas berserah, yadinya ya he he he hidup jadi nggak cerah

So percaya dech ama kuasa pikiran alias mind power yang konon
mampu memindahkan gunung.Kalau terpaksa dilangkahi adek, mengapa harus
bingung. Paling paling cuma nenangin jantung yang berdebur, dug dug
mung, dug dug mungngngng!!!!!

>
>

1b.

Re: (catcil) Dilangkahi CuMi

Posted by: "ukhti hazimah" ukhtihazimah@yahoo.com   ukhtihazimah

Sun Jan 4, 2009 5:08 am (PST)

Sepertinya topik ini beberapa hari yang lalu pernah mampir di telinga hehehe...^_^v

Soal langkah melangkahi sering jadi pertentangan antara ortu ma anak gadis, karena adanya mitos kalo anak gadis dilangkahin adeknya, bisa bikin kakaknya gak laku *sapa sih yang bikin tuh mitos, minta dilemparin sendal :D* Dan itu butuh kesabaran tinggi buat si anak gadis *yang sering menyikapi langkah-melangkahi bukan masalah besar* buat memberi pengertian tentang soal yang atu ini ke orang tua. Fiyuh...suer gak gampang!

well, semoga yang terbaik deh mbak *nah LHO?!*

:sinta:

"Keindahan selalu hadir saat manusia berpikir positif"
BloG aKu & buKu
http://jendelakumenatapdunia.blogspot.com
BloG RaMe-RaMe
http://sinthionk.multiply.com ; http://sinthionk.rezaervani.com
YM : SINTHIONK

--- On Sun, 1/4/09, Listya Arisanti <listyarisanti@yahoo.com> wrote:
From: Listya Arisanti <listyarisanti@yahoo.com>
Subject: [sekolah-kehidupan] (catcil) Dilangkahi CuMi
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Date: Sunday, January 4, 2009, 6:22 AM

Sebuah undangan biru muda berbalut pita kuning muda tergeletak di sudut
meja ruang makan kami. Undangan cetak seperti ini jarang sekali tertuju padaku.
Bukannya apa-apa, tapi rata-rata teman-temanku yang sudah atau akan menikah
lebih sering mengirim email atau sms. Penghematan kata mereka. Saya sendiri dan
kebanyakan teman-teman yang lain pun mahfum kalau ada teman yang mengundang nikah
sama seperti mengajak aksi dengan memakai jarkom! Hehee..

 









1c.

Re: (catcil) Dilangkahi CuMi

Posted by: "listyarisanti" listyarisanti@yahoo.com   listyarisanti

Sun Jan 4, 2009 7:19 am (PST)

To Amilistya:
Salam kenal juga yak! Iya neh namanya mirip! dipanggil apa yak? Ami
atau Tya? Yoi kudu legowo mba.. ;)

To Sinta:
Iya sin, emang tema ini masuk dalam obrolan panjang ngalor ngidul
kemaren itu yak? Hehee.. aku gak inget krn dah ngantuk banget.. yang
keinget malah rasa pilus gede itu dicoel-coel bumbu kacang sate! :P

Emang nih mitos nempel banget di banyak orang. Semoga semakin banyak
yang sadar deh yak..

Terbaik? PASTINYA! Huehehe.. semoga dirimu juga yak!

Psstt.. ditunggu lagi lho kumpul-kumpulnya.. ^o^V

2.

dekadensi moral. komentari juga di http://kumpulan-q.blogspot.com

Posted by: "radinal88" radinal88@yahoo.co.id   radinal88

Sun Jan 4, 2009 4:33 am (PST)

Dekadensi Moral Remaja;
Potret Hilangnya Generasi Pembangun
Oleh: Radinal Mukhtar Harahap*
Akhir tahun 2008 ini, kita disuguhi sebuah hasil penelitian
menarik dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat
(BKKBN). Disebutkan, 63% siswa SMP-SMA sudah terjerumus dalam
pergaulan bebas sebagai pelaku hubungan suami-istri di luar nikah.
Ini artinya, remaja yang masih perjaka/gadis hanya sekitar 37%, tidak
mencapai setengahnya. Lebih radikal lagi, kita dapat menyimpulkan
bahwa remaja "jahat" lebih banyak daripada remaja "baik". Bila hal
ini yang menjadi kenyataan, apa yang menjadi harapan kelak?
Fenomena semacam ini bukanlah fenomena yang asing bagi kita.
Fenomena remaja yang memilih untuk "bolos" sekolah untuk bermain play
stasion, mangkal di mal-mal, atau berpacaran di pinggiran jalan
merupakan pemandangan yang mulai dimaklumi. Seorang gadis yang malam
minggunya tidak di"apeli" pacarnya, akan memancing pernyataan bagi
ibunya bahwa anaknya tidak laku. Lantas, benarkah remaja, yang
seperti ini, yang kelak akan, sebagaimana dikatakan Soekarno,
mengguncang Dunia dengan pembangunan dan karya-karyanya?
Dilema seperti ini seharusnya membuat pemerintah bekerja
lebih keras lagi. Pasca disahkannya undang-undang pornografi,
perilaku "porno" bukan malah berkurang, bahkan merajalela hingga
mengenai moral para remaja. Hal ini ditambah dengan fakta bahwa
Indonesia adalah surga bagi sindikat narkoba.
Memetakan Kembali Fungsi Remaja
Dekadensi moral yang dialami remaja saat ini, menurut
penulis, tidaklah kesalahan remaja itu sendiri. Sedikitnya, ada empat
komponen yang harus bertanggung jawab mengenai dekadensi moral yang
merupakan permasalahan umum bagi bangsa Indonesia ini.
Pertama, faktor individu remaja tersebut. Seorang remaja
sering dikatakan seorang yang ingin mencari jati dirinya. Hal ini
sangatlah dimaklumi, bahkan harus disetujui. Namun demikian,
pencarian jati diri remaja kini terselewengkan sehingga mereka
terjerembab kepada pergaulan bebas, perilaku seks, dan pemakaian
narkoba.
Kedua, faktor orang tua. Survei beberapa lembaga sering
mengindikasikan pemakai narkoba atau remaja yang terjerembab dalam
pergaulan bebas adalah remaja yang mengalami broken home, ditinggal
orang tua, dan lain sebagainya. Ini memperlihatkan bahwa orang tua
sebenarnya sangatlah berpengaruh dalam pembentukan moral remaja.
Ketiga, faktor lembaga pendidikan. Kini, menurut penulis,
kita perlu memetakan kembali fungsi dan tugas lembaga pendidikan.
Fungsi dan tugas lembaga pendidikan, sebagaimana tertuang dalam
nomor 20 tahun 2003, adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Saat
ini, lembaga pendidikan, tidak lebih hanya sebagai lembaga
tranformasi ilmu ketimbang pengembang potensi peserta didik.
Keempat, rasanya tidak adil jika kita tidak meminta
pertanggung jawaban dari pemerintah. Kesiapan pemerintah dalam
sosialisasi undang-undang pornografi dan penegakan hukum bagi
pelanggarnya, selayaknya, tidaklah untuk kepentingan kelompok
tertentu tanpa menghiraukan kelompok lain.
Keempat komponen ini, bila berjalan bersama, tentunya dalam
koridor masing-masing akan menghilangkan, atau minimal mengurangi,
kedekadensian moral para remaja.
Tahun Baru Bagi Remaja
Dengan mengetahui akar permasalahan dekadensi moral yang
menghinggapi para remaja, setidaknya seremonial tahun baru ini
menjadi seremonial sebagaimana tahun-tahun lalu. Tahun baru ini bagi
remaja setidaknya menjadi tahun (kehidupan) baru untuk berubah. Tahun
meninggalkan moral-moral "buruk" dan "jahat" selama ini meresahkan
masyarakat.
Kehilangan generasi merupakan kehilangan yang berarti bagi
bangsa. Kehilangan ini haruslah segera dihilangkan melalui seremonial
tahun baru ini. Sehingga pesan-pesan "kekuatan remaja" yang
disampaikan faunding father dapat diaplikasikan. Semoga.

3.

tahun baru. komentari juga di http://kumpulan-q.blogspot.com

Posted by: "radinal88" radinal88@yahoo.co.id   radinal88

Sun Jan 4, 2009 4:34 am (PST)

Selamat Tahun (Berkehidupan) Baru
Oleh: Radinal Mukhtar Harahap
Perayaan tahun baru kali ini sungguh berbeda dengan tahun-
tahun sebelumnya. Kali ini, perayaan tahun baru, baik masehi maupun
hijriyah, terjadi pada hari yang berdekatan. Tahun baru masehi jatuh
pada hari kamis (1 Januari) dan tiga hari sebelumnya dirayakan tahun
baru hijriyah (29 Desember). Tidak heran bila kemudian kita mendengar
melonjaknya arus mudik akhir-akhir ini karena tahun baru, memang
identik dengan hari libur.
Dilihat sekilas, mungkin ini hanyalah kebetulan yang, dapat
saja terjadi pada tahun-tahun lalu ataupun yang akan datang. Akan
tetapi bila diresapi makna dan substansi yang ada pada tahun baru itu
sendiri, sebenarnya, ada semangat baru yang harus timbul dan muncul
pada setiap warga negara Indonesia yaitu semangat untuk terus
berbenah menjadi yang lebih baik.
Perlu dicermati, sepanjang tahun 2008 musibah demi musibah
terus datang silih berganti. Tuduhan sebagai negara terkorup pun
belum dapat hilang dari "baju kebesaran" Republik Indonesia. Belum
lagi bila kita membaca hasil survei yang mengatakan bahwa 63 % remaja
di Indonesia telah melakukan seks bebas. Ditambah hasil penelitian
kasus kriminal yang mengatakan bahwa Indonesia adalah surganya bandar
narkoba. Sungguh krisis multidimensi yang sangat memprihatinkan.
Lalu apa hubungan semua ini dengan tahun baru? Jelas sekali.
Tahun baru ini setidaknya memiliki arti "menuju" yang lebih baik.
Perubahan kepada yang lebih baik dapat dilakukan dalam semua jenjang
dan lapisan masyarakat. Tidak hanya pemerintah, yang sangat perlu
diperbaiki, elemen masyarakat, pelajar, mahasiswa, kaum agamawan, dan
lainnya juga perlu untuk melakukan perbaikan. Perbaikan seperti ini,
seyogyanya, tidak diniatkan untuk kepentingan sepihak, apalagi pada
masa "perpolitikan" seperti ini, melainkan perbaikan itu harus
diniatkan untuk kepentingan bersama dan kebersamaan dalam suatu
kepentingan.
Baru itu (Pasti) Lebih Baik
Namun demikian, yang lebih patut dipikirkan bersama adalah
makna dari "tahun baru" itu sendiri. Indonesia, maupun negara lain,
pastilah memperingati "tahun baru" setiap tahunnya dan sama-sama
mengerti apa esensi tahun baru itu. Akan tetapi, kenapa ada yang
lebih baik dan ada yang kurang baik? Ini terletak pada aplikasi
"semangat dan spirit" tahun baru itu sendiri sehingga tahun baru itu
benar-benar dengan kehidupan yang baru yang pastinya lebih baik.
Ketika seorang anak mendapatkan baju baru, pastilah baju itu
lebih baik daripada bajunya yang telah koyak ataupun luntur warnanya.
Begitu pulalah seyogyanya masyarakat Indonesia, seluruh elemenya
mulai pemerintah, kaum cendikia, hingga alim ulama, harus menjadi
yang lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana anak tadi, Tahun baru
ini haruslah menghilangkan kekoyakan dan kelunturan dari warna "baju
kebesaran" bangsa Indonesia. Kekoyakan berupa kasus korupsi, money
loundry, dan pengalih fungsian hutan, seharusnya, mampu untuk
dihilangkan dan dimusnahkan dalam kehidupan perpolitikan Indonesia.
Begitu pula halnya dengan kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh instansi-instansi dalam negeri. Setidaknya, seluruh
kebijakan itu haruslah dipelajari apakah benar-benar bijak atau hanya
bersampul kebijakan saja tetapi mengandung kebusukan didalamnya.
Kontroversi soal kebijakan menaikkan BBM, walaupun sekarang sudah
diturunkan entah dengan alasan apapun, dengan pemberian BLT terhadap
rakyat miskin setidaknya jangan pernah terjadi lagi. Kasus terakhir,
tentang UU BHP, juga selayaknya perlu dikaji, karena masih
menimbulkan kontroversial apalagi dikalangan mahasiwa. Pemerintah
adalah untuk kepentingan ummat bukan untuk kepentingan golongan,
etnis, bahkan agama.
Menyambut Tahun (Berkehidupan) Baru
Itulah sebenarnya harapan-harapan yang harus direalisasikan.
Tahun baru, janganlah pernah kita jadikan hanya sekedar seremonial
belaka dengan menghidupkan petasan dan kembang api dalam jumlah yang
besar. Tahun baru juga jangan pernah diartikan hanya sebagai tahun
berkumpulnya seluruh keluarga ataupun masyarakat suatu daerah pada
tempat tertentu. Tetapi tahun baru, seharusnya, diartikan tahun
menyambut kehidupan baru, kehidupan yang lebih baik dan lebih bermutu.
Tinggal menghitung hari, lembaran-lembaran kehidupan di tahun
2008 akan menjadi sejarah, yang mungkin jelek, bagi bangsa Indonesia.
Dan tinggal menghitung hari pula, kita akan membuka lembaran-lembaran
baru tahun kehidupan 2009 dengan semangat baru, semangat untuk
menjadi lebih baik. Selamat tahun baru, selamat tahun (berkehidupan)
baru. Semoga!!!
Surabaya, 25 Desember
2008


4.

[Ruang baca] The Road To The Empire - Sinta Yudisia

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Sun Jan 4, 2009 7:45 am (PST)

*Judul buku : The Road To The Empire*

* Kisah Takudar Khan – Pangeran Muslim
Pewaris Mongol*

*Penulis : Sinta Yudisia*

*Genre : Fiksi Sejarah*

*Tebal : 571 halaman*

*Cetakan : Pertama, Desember 2008*

*Penerbit : Lingkar Pena Publishing House*

* *

*Resensi oleh : Lia Octavia*

Kekaisaran Mongolia pasca pemerintahan Jenghiz Khan. Membentang sejauh mata
memandang, di bawah langit biru yang menaungi padang rumput, stepa, gunung,
lembah, serta sungai-sungainya. Adalah Tuqluq Timur Khan, Sang Kaisar,
keturunan Jenghiz Khan, yang bercita-cita mulia untuk mempersatukan
rakyatnya hidup di bawah panji imperium yang besar, kokoh, dan damai tanpa
harus kembali mengotori lembar sejarah dengan darah seperti leluhurnya.
Sumpah setia pun terjalin dengan Syaikh Jamaluddin, guna memadamkan bara
yang masih menyala di antara orang-orang Mongolia dan kaum Muslimin. Dimana
sumpah setia itu membawanya pada pemahaman akan tujuan hidup yang hakiki.
Hidup yang lebih bernilai dan sarat makna.

Bersama Permaisuri Ilkhata, Tuqluq Timur Khan membesarkan ketiga puteranya;
Takudar, Arghun, dan Buzun. Namun, pengkhianatan Albuqa Khan, tangan
kanannya dalam pemerintahan, mengubah segalanya. Pembunuhan Tuqluq Timur
Khan dan Permaisuri Ilkhata, membuat Takudar, Arghun, dan Buzun tercerai
berai. Takudar menghilang. Arghun Khan menjadi kaisar dengan bantuan Albuqa
Khan dan berubah menjadi kaisar yang haus darah dan berambisi menaklukkan
wilayah hingga ke barat, menuju Jerusalem, yang dianggap sebagai pusat
kekuatan dunia.

Intrik dan konspirasi politik mengubah wajah kekaisaran menjadi darah yang
kembali berceceran membasahi bumi Mongolia. Buzun, Pangeran Ketiga yang
masih mengabdi di kekaisaran, berusaha mencari kakaknya, Pangeran Kesatu
yang lenyap bagai ditelan bumi.

Takudar terpaksa melarikan diri ke arah barat dan menggunakan nama samaran;
Baruji. Kemewahan dan hak-hak istimewa seorang putera mahkota hanya tinggal
kenangan yang mengelupas. Peristiwa pembunuhan kedua orang tuanya menghiasi
hidup Takudar dalam mimpi-mimpi buruk yang menjelma nyata. Takudar Muhammad
Khan, yang kemudian memeluk keyakinan yang dianut Syaikh Jamaluddin dan
keturunannya, bersembunyi dan menyusun kekuatan baru di sebuah wilayah
Syakhrisyabz, pada sebuah madrasah pimpinan putera Syaikh Jamaluddin, dimana
ia bukan hanya belajar mengatur strategi dan menghimpun kekuatan, tetapi
juga tentang kesetiaan, cinta dan persaudaraan yang diikat bukan saja oleh
persamaan keyakinan, melainkan juga oleh sumpah setia.

Sumpah setia, yang akhirnya kemudian mempertemukan Takudar dengan saudara
kandungnya sendiri, beralaskan darah para pejuang muslim dan para prajurit
Mongolia, dalam sebuah perjuangan dan perjalanan panjang yang penuh
pengorbanan darah dan air mata serta kehilangan orang-orang yang dicintai,
menuju tahta kekaisaran Mongolia yang sah. Menunggu fajar baru terbit bagi
Mongolia.

*****

Sinta Yudisia yang lahir di Yogyakarta, 18 Februari 1974, telah menerbitkan
hampir 40 buku yang beberapa diantaranya menjadi best seller, antara
lain *Lafadz
Cinta *dan *Pink*. Memenangi berbagai lomba kepenulisan tingkat nasional dan
bergiat di Forum Lingkar Pena.

Dengan detil dan deskripsi yang sangat memikat, Sinta berhasil menghadirkan
Mongol pada masa pemerintahan keturunan Jenghiz Khan, lengkap dengan budaya
dan tata cara kehidupan Mongolia beserta karakter tokoh-tokohnya yang kuat.
Pemandangan indah alam Mongolia yang tergambar seperti dalam film *Crouching
Tiger Hidden Dragon* beserta pertempuran kolosal ala serial silat
klasik *Pedang
Dan Kitab Suci* dan *Sin Tiaw* *Hiap Lu, *lengkap dengan jurus-jurus silat,
bumbu percintaan dan intrik politik di dalamnya, membuat kisah Takudar
Muhammad Khan – pangeran muslim pewaris Mongol, hidup dan bergerak di dalam
ruang dan waktu.

Penggambaran perjalanan tokoh utamanya setelah menemukan cahaya di atas
cahaya serta nilai-nilai serta esensi agama Islam yang sarat terkandung di
dalamnya membuat persaudaraan menjadi lebih kental dari darah. Dan
keberanian dalam ketakutan, merupakan kekuatan terbesar yang pernah disadari
oleh manusia. Hingga selebihnya, takdir Sang Maha Melihat-lah yang
menentukan segalanya.

Jakarta, 4 Januari 2009 at 10.30 p.m

*****
http://mutiaracinta.multiply.com
5a.

What's Life? di mata Ade Armando

Posted by: "Bu CaturCatriks" punya_retno@yahoo.com   punya_retno

Sun Jan 4, 2009 3:56 pm (PST)

dear all,

meskipun DL sudah lewat, namun saya ingin sekali membagikan hasil
percakapan saya ttg hidup bersama sahabat sy, ade armando, kpd teman2:

bang ade: "hidup itu seperti rutinitas jakarta. kita bangun jam 5
pagi, berencana utk jalan jam 5.30 pagi, namun saat kita jalan,
ternyata jalan macet. dimana kendaraan menumpuk sejauh pandangan,
kita tak bisa melihat apapun kecuali yg ada di hadapan.
lalu, kita lihat, ada jalan tikus di samping, kita coba masuk, karena
kita ingin mengambil kesempatan. kita ingin menjajal peluang.
dan ternyata, jalan tikus itu malah lebih macet lagi, sehingga
akhirnya kita malah akan lebih telat sampai di tujuan.
dan sepanjang perjalanan, apa yg harus kita lakukan, ret?
mengutuki pilihan yg telah diambil? tidakkah itu melelahkan?
atau justru tetap putar otak mencari2 peluang? utk kemudian memilih
jalan yg kita kira benar?"

retno: "dan gimana kalo pilihan itu lagi2 salah?"

bang ade: "it's ok, retnadi. karena kita tidak sempurna. kita boleh
salah. kita berhak salah."

retno: "dan bagaimana kalau semuanya unbearable?"

bang ade (tersenyum): "basically, tidak pernah ada yg unbearable,
retnadi. karena ada tuhan. tuhan tidak pernah meninggalkan kita.
dimana ada kesulitan, disitu ada kemudahan"

retno: "tapi pasti ada titik, dimana ada satu hari yg menyesakkan,
bang. tidak terkecuali abang. apa yg abang lakukan kemudian?"

bang ade (terdiam sejenak): "ya, memang ada saat2 kaya gitu. biasanya
aku akan tarik nafas, lalu menyebut nama tuhan "ya allah, ya allah,
ya allah,". oya, senyum juga membantu. bukan sbg efek kebahagiaan,
tapi utk memancing kebahagiaan itu sendiri. seriously, it works."

retno: "tapi bagaimana dgn orang2 jahat? knp bisa ada orang jahat yg
berbuat jahat, berkata jahat, berpikir jahat? bukankah tuhan menyuruh
kita berbuat baik?"

bang ade: "ya, ada kalanya tuhan memang suka bercanda. mungkin di
mata kita, tampak agak kelewatan. tapi percaya deh, tuhan tidak
pernah bermaksud jahat sama kita. Dia sayang sama kita, dan tidak
pernah meninggalkan kita sendirian,"

****

6.

Menjadi Manusia Baru Di Tahun Baru

Posted by: "dkadarusman" dkadarusman@yahoo.com   dkadarusman

Sun Jan 4, 2009 4:30 pm (PST)

Menjadi Manusia Baru Di Tahun Baru

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

The party is over. Pesta tahun baru sudah selesai. Pertanyaannya
sekarang adalah; setelah semua kemeriahan itu, apa yang tersisa untuk
menjadi bekal kita menjalani hari demi hari ditahun yang baru ini?
Dan ngomong-ngomong, adakah hal esensial baru yang sungguh-sungguh
kita miliki sehingga kita layak mengelu-elukan tahun baru itu? Jika
kita masih menjadi pribadi yang tidak ada bedanya dengan tahun lalu,
maka perayaan tahun baru tidak lebih dari sekedar euforia belaka.
Sebab, hanya mereka yang berhasil menjadi manusia baru saja yang
patut mengklaim kemeriahan tahun baru itu. Menjadi manusia barukah
kita, atau sekedar terhanyut oleh kemeriahan semu belaka?

Dikampung saya dulu, ular merupakan binatang yang mudah ditemui.
Tentu ada ular yang berbisa. Ada juga yang tidak berbisa. Ada ular
pohon. Ular tanah. Dan juga ular air. Tetapi, dari perbedaan-
perbedaan yang dimiliki oleh para ular itu, mereka memiliki satu
kesamaan. Anda tahu persamaan diantara mereka itu? Tepat sekali,
mereka para ular mengganti kulitnya setiap periode waktu tertentu.
Dan disaat menjelang pergantian kulit itu, para ular pergi ketempat-
tempat sunyi. Lalu disana mereka merenung, meninggalkan segala
kenikmatan. Mereka tidak melakukan aktivitas lain selain berdiam
diri, bagaikan para pertapa yang sedang bermeditasi.

Ketika mereka selesai bermeditasi itulah bagian epidermis dari kulit-
kulitnya terkelupas, sedangkan bagian dermis didalam tubuhnya naik
kepermukan menjadi epidermis yang baru. Mengapa ular mengganti kulit?
Ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa salah satu fungsi pergantian kulit
bagi ular adalah demi mengakomodasi kebutuhan tubuhnya untuk tumbuh
membesar. Jadi, ular yang berganti kulit itu tengah tumbuh untuk
menjadi ular yang lebih besar, dan lebih matang. Ini berarti bahwa
ular 'merencanakan' sesuatu untuk proses pertumbuhannya selama satu
periode kedepan hingga tiba saatnya bagi dia untuk kembali berganti
kulit.

Pertanda apakah gerangan ini bagi kita? Ini adalah isyarat yang
menjelaskan bahwa pergantian tahun tiada lain adalah saat dimana kita
selayaknya merenung dan merencanakan sesuatu untuk proses pertumbuhan
selama satu periode kedepan hingga tiba saatnya bagi kita untuk
kembali berganti tahun.

Ular tidak sekedar berganti kulit. Melainkan berganti kapasitas diri.
Sebab, setiap periode pergantian kulit merupakan tanda atas 'kenaikan
tingkat' bagi dirinya. Oleh karena itu, setiap ular yang berganti
kulit, pastilah menapaki tingkatan hidup yang lebih tinggi dari
sebelumnya. Apakah kita para manusia juga demikian? Dengan kata lain;
adakah setiap pergantian tahun yang selalu kita elu-elukan itu
menjadi tanda atas 'kenaikan tingkat' bagi kita?

Salah satu bukti dari kenaikan tingkat terlihat dari seberapa besar
bobot 'hal baru' yang kita lakukan. Jika kita mengaku naik tingkat,
namun semua yang kita lakukan tidak ada bedanya dengan apa yang
dilakukan tahun lalu; maka kita patut mempertanyakan klaim itu. Tidak
ada kenaikan tingkat, tanpa sikap yang baru. Jadi, tahun baru tidak
berarti apa-apa bagi kita selain terbuangnya nilai waktu. Lalu, apa
yang kita rayakan waktu itu? Jika ditahun yang baru ini, perilaku
kita, sikap dan tindak tanduk kita tidak lebih baik dibandingkan
tahun lalu; maka itu berarti bahwa kita telah keliru memaknai tahun
baru.

Seperti sang ular yang berganti kulit demi pertumbuhan dirinya, maka
seyogyanya tahun baru menjadi saat dimana kita memperbaharui segenap
tekad dan komitmen penuh untuk menjadi manusia baru yang labih baik.
Mengapa mesti begitu? Karena kita selalu meminta agar Tuhan
menjadikan tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Namun, jika kita
tidak mengubah apapun dari kehidupan kita; bagaimana mungkin kita
mendapatkan hasil yang berbeda?

Memang, kadang-kadang kita juga meniru ular merencanakan sesuatu
untuk dicapai ditahun yang baru ini. Kemudian kita menyebutnya
sebagai resolusi. Keren, bukan?. Namun, meskipun setiap tahun kita
membuat resolusi, tetapi kita tidak pernah berani mengevaluasi
seberapa berhasil kita mewujudkan resolusi-resolusi itu? Sebaliknya,
kita sering sok bertoleransi dengan kenyataan yang jauh melenceng
dari resolusi yang kita buat berkali-kali. Ular tidak demikian.
Sebab, sesaat setelah dia membuat komitmen untuk berganti kulit; dia
secara sungguh-sungguh menjalani hidupnya. Dia menanggalkan dan
meninggalkan kulitnya yang lama. Dan menjelma menjadi ular baru.

Sungguh, seolah para ular hendak memberi contoh pada kita untuk
menanggalkan 'baju-baju' lama kita. Yaitu, baju dalam bentuk perilaku-
perilaku lama kita yang tidak bisa menunjang proses pertumbuhan diri
kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Dengan kata lain, kita
diajak sang ular untuk menanggalkan setiap elemen buruk didalam diri
kita; agar kita bisa menjadi manusia baru, ditahun yang baru ini.
Bisakah kita?

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://www.dadangkadarusman.com/
Business Administration & People Development
Radio Talk Setiap Jumat: 06.30-08.00 di 103.4 FM Day Radio

Catatan Kaki:
Ada banyak perilaku buruk menempel didalam diri kita. Jika kita
berhasil menanggalkan satu hal buruk saja setiap hari, maka kita bisa
menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kehari.

7a.

(Sekolah Kehidupan): Lia Octavia

Posted by: "Pandika Sampurna" pandika_sampurna@yahoo.com   pandika_sampurna

Sun Jan 4, 2009 4:45 pm (PST)

"Hidup adalah awal yang tidak mengenal akhir hingga Sang Pemilik Hidup yang mengakhirinya."
 
 
Catatan dari The Owner Sekolah-Kehidupan@yahoogroups.com
 
Cuplikan kalimat di atas adalah hasil penyaringan dari beberapa komentar mengenai pertanyaan "What's Life" yang masuk berkenaan adanya "Paket Malam Tahun Baru".
 
Kata-kata di atas sederhana, singkat dan penuh arti filosofis, memenuhi syarat origininitas, tanpa asosiasi, serta tanpa adanya imitasi.
 
Selamat untuk Lia Octavia.
Hadiahnya akan dikirim menyusul.
 
Salam,
Pandika Sampurna 

7b.

Re: (Sekolah Kehidupan): Lia Octavia

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Sun Jan 4, 2009 6:09 pm (PST)

hoho selamat mba lia:)

2009/1/5 Pandika Sampurna <pandika_sampurna@yahoo.com>

> "Hidup adalah awal yang tidak mengenal akhir hingga Sang Pemilik Hidup
> yang mengakhirinya."
>
>
> Catatan dari The Owner Sekolah-Kehidupan@yahoogroups.com
>
> Cuplikan kalimat di atas adalah hasil penyaringan dari beberapa komentar
> mengenai pertanyaan "What's Life" yang masuk berkenaan adanya "Paket Malam
> Tahun Baru".
>
> Kata-kata di atas sederhana, singkat dan penuh arti filosofis, memenuhi
> syarat origininitas, tanpa asosiasi, serta tanpa adanya imitasi.
>
> Selamat untuk Lia Octavia.
> Hadiahnya akan dikirim menyusul.
>
> Salam,
> Pandika Sampurna
>
>
>
7c.

Re: (Sekolah Kehidupan): Lia Octavia

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Sun Jan 4, 2009 7:15 pm (PST)

Alhamdulillah... Segala puji hanya bagi-Nya yang telah membukakan hati
dengan pemahaman dan cahaya ilmu-Nya. Terima kasih banyak, Pak Sinang.
Semoga Allah senantiasa membimbing setiap langkah kita dalam menapaki tahun
yang baru ini. Amin.

Salam
Lia

2009/1/5 Pandika Sampurna <pandika_sampurna@yahoo.com>

> "Hidup adalah awal yang tidak mengenal akhir hingga Sang Pemilik Hidup
> yang mengakhirinya."
>
>
> Catatan dari The Owner Sekolah-Kehidupan@yahoogroups.com
>
> Cuplikan kalimat di atas adalah hasil penyaringan dari beberapa komentar
> mengenai pertanyaan "What's Life" yang masuk berkenaan adanya "Paket Malam
> Tahun Baru".
>
> Kata-kata di atas sederhana, singkat dan penuh arti filosofis, memenuhi
> syarat origininitas, tanpa asosiasi, serta tanpa adanya imitasi.
>
> Selamat untuk Lia Octavia.
> Hadiahnya akan dikirim menyusul.
>
> Salam,
> Pandika Sampurna
>
>
>
8a.

(catcil) perampokan hati

Posted by: "Bu CaturCatriks" punya_retno@yahoo.com   punya_retno

Sun Jan 4, 2009 5:19 pm (PST)

Perampokan Hati
Oleh Retnadi Nur'aini

Di luar dugaan banyak orang, saya adalah seorang yang introvert.

Pernah suatu kali, saya marah besar pada seorang teman. Pasalnya,
pada suatu sore dia berniat mampir ke rumah saya. Setelah saling
kontak lewat sms, kami pun memutuskan langsung bertemu di rumah saya
saja. Ternyata teman saya datang duluan. Namun alangkah kagetnya
saya, saat saya pulang, dan menemukannya telah duduk manis di dalam
kamar saya.

"Besok-besok kali datang duluan, nunggunya tolong di ruang tamu aja,
ya. Saya keberatan kamu masuk kamar saya, saat saya tidak ada," ujar
saya saat itu dengan agak ketus. Karena bagi saya, kamar adalah ruang
pribadi. Dimana seisinya ada di dalam otoritas saya. Saya memang
mengundang sejumlah orang untuk masuk—termasuk teman saya tadi—namun
selalu diawali dengan ijin saya. Kontrol saya. Silakan menyebut saya
OCD, control freak, atau apapun. Namun bagaimanapun, bagi saya,
sedekat apapun teman saya dengan saya, tetap saja, masuk ke kamar
tanpa diketahui si penghuni adalah suatu pelanggaran etika.

Efek psikologis terparah terjadi pada Sabtu lalu. Saat rumah kami di
Ciawi kerampokan. Sepanjang Sabtu-Minggu, yang bisa saya lakukan
hanya menangis sampai pelipis berdenyut-denyut. Saya tidak mau makan.
Saya tidak mau bangun dari kasur. Saya hanya bangun untuk shalat dan
berdoa. Dengan emosional, saya bahkan berpikir untuk pindah rumah
saja.

Ruang pribadi saya telah tercemar.
***

Perampokan itu adalah perampokan massal. Terjadi sekitar pukul 02.00-
03.00. Kami memperkirakannya demikian, karena pada pukul segitu,
anjing tetangga melolong-lolong ramai. Dan beberapa anak tetangga
menangis keras, membangunkan orangtuanya. Hal yang membuat perampok
tersebut urung masuk, meski telah sempat mencongkel jendela mereka.

Lain halnya dengan kami. Meski saya baru tidur jam 00.00, namun
hingga pukul 05.30, saya tidur pulas. Demikian pula suami saya—hal
yang juga dialami oleh para tetangga kami, sehingga beberapa orang
berasumsi para perampok itu menggunakan sirep hipnotis, sehingga kami
semua tidur pulas dan tak mendengar apapun. Sampai akhirnya, pukul
05.30, saya menemukan notebook Acer, tape radio Polytron, tabung gas
3 kg plus regulator, dompet kulit coklat berisi ATM, dan kartu
identitas, USB 4 G, serta 1 tempat pensil berisi buku tabungan,
pasfoto, dan kartu-kartu lain, lenyap. Meninggalkan jejak jendela
ruang tamu yang telah dicongkel dan dikalungi potongan ban untuk
menariknya, beserta pagar belakang yang bobol.

Pukul 06.02, saya langsung menelpon CallCenter kedua bank saya, untuk
segera memblokir kedua ATM saya itu. Setelah aman, meski masih sambil
menangis, saya mencoba menyiapkan sarapan. Memanaskan air dengan
dispenser, untuk membuat susu hangat. Memesan mi rebus dari warung
dekat rumah. Menyapu rumah. Merapikan tempat tidur.

Sementara di luar, tetangga bising berbincang. Tentang tetangga dua
rumah di samping saya, yang kehilangan 2 tabung gasnya. Tentang
tetangga di blok sekian yang bulan lalu kemalingan motor, gitar
listrik, uang, dan lain-lain. Tentang asumsi bahwa pelakunya adalah
orang dekat, dan lain-lain. Berduyun-duyun, orang berdatangan ke
rumah saya, menyentuhi jendela saya, menunjuk-nunjuk rumah saya,
mengitari rumah saya, menunjukkan pagar belakang yang kebobolan, dan
sebagainya. Sementara saya berusaha menenangkan diri dengan shalat
dhuha, dan shalat sunat taubat. "Mungkin kami kurang bersedekah,
mungkin kami pongah dan lalai bahwa semua barang adalah titipan, dan
hanya kepadaMu-lah kami berserah dan kembali. Mohon ampun, ya Allah,
mohon ampun, mohon ampun. Jika ini teguran atas kepongahan kami, kami
mohon ampun, ya Allah. Dan kalau masih diizinkan untuk meminta lagi,
kami mohon diberikan ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan untuk
menjalani ini. Mohon ampun ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Hanya kepadaMu kami mohon pertolongan…" doa saya.

Setelah sarapan datang, saya minta suami saya untuk masuk, dan
mengunci pintu rumah. Sambil sarapan, saya memintanya untuk langsung
lapor ke kantor polisi usai sarapan. Pikir saya, kami harus segera
punya surat kehilangan untuk mengurus KTP, ATM dan buku tabungan
saya. Pulang dari kantor polisi, suami saya datang bersama dua orang
polisi. Mereka datang karena ternyata, kejadian perampokan ini bukan
kali pertama terjadi. Ini adalah kali ketiga. Dan bahwa perampokan
massal kali ini dilakukan dengan sungguh-sungguh berani, mengingat
pelakunya masuk dari teras kami yang terang benderang.

Setelah memeriksa dan memotret ini itu, bertanya ini itu, mencatat
ini itu, kedua polisi itu pergi. Meninggalkan penawaran penyidikan
dengan menggunakan anjing pelacak ataupun sidik jari. Yang kami
jawab, akan kami pertimbangkan nanti.

Sorenya, ayah saya datang dari Jakarta. Bersama suami saya, mereka
pun memasang banyak gerendel di pintu dan jendela. Suami saya juga
langsung memesan teralis pada Om kami, yang sedianya akan pulang dari
Jawa Selasa ini. Para bapak juga langsung menggelar rapat untuk
membahas siskamling swadaya dan usul agar segera dibentuk RT/ RW
setempat. Dan hasilnya, setiap malam, para bapak akan bergiliran
ronda mulai dari pukul 00.00-04.30. Setiap blok akan dijaga oleh 2
orang, yang akan bertemu dengan tim ronda blok lain setiap satu jam
sekali.

Dengan ini semua, saya tahu, seharusnya saya sudah bisa mengelus dada.

Namun tetap saja, saya sulit tidur malam. Saya takut melihat bayangan
daun singkong yang terpantul di korden putih jendela rumah kami, yang
di mata saya mirip dengan bayangan tangan orang. Saya takut mendengar
suara tiupan angin, geseran batu karena lompatan katak, suara orang
bercakap-cakap, saya takut dengan gelap. Ayah dan suami saya sampai
harus menggenggam tangan saya yang berkeringat dingin, memeluk saya,
mengelusi kepala saya yang terisak-isak.

Pada banyak orang, saya kemukakan, ini semata-mata bukan masalah
barangnya. Namun bahwa di kepala saya, semua orang masuk ke wilayah
pribadi saya berdasarkan undangan. Mereka boleh menyentuh barang-
barang saya, juga atas seizin saya. Dan kepala saya, hati saya, tak
bisa menerima, bahwa ada orang asing yang masuk tanpa diundang ke
dalam rumah saya. Menginjak-injak karpet saya. Menyentuhi barang-
barang saya. Menghirup aroma dan udara rumah saya, dengan kami masih
berada di dalamnya.

Benak saya juga tak bisa menerima bahwa orang-orang ini bisa saja
datang lagi. Mereka bisa masuk lagi—dengan cara apapun—dan mereka
bisa saja memperkosa saya, lalu membunuh saya. Atau mungkin membunuh
kami berdua. Karena saya tak kenal orang-orang ini, dan tak tahu
seberapa jahatnya mereka.

Karena tak tahu seberapa jahatnya orang-orang ini, saya pun
menyarankan suami saya, agar mengurungkan niat untuk meneruskan
penyidikan. Karena saya takut. Saya takut, selama proses penyidikan,
orang-orang ini akan melakukan hal-hal keji pada kami. Karenanya,
saat sore harinya dompet dan buku tabungan saya ditemukan di tanah
kosong dekat rumah, saya tetap tak memanggil anjing pelacak. Selain
karena anjing pelacak tidak ada di Ciawi—si polisi harus mengambilnya
dulu di tempat lain—anjing pelacak juga kelewat menarik perhatian.
Semua orang akan tahu, bahwa sayalah yang mengundang si anjing.
Kalaupun ketahuan, saya yakin sekali, komplotan perampok ini
berjumlah besar. Tertangkap satu orang, belum tentu yang lain mau
buka mulut. Sementara itu—lagi-lagi, saya tak pernah tahu, apa lagi
hal keji yang bisa dilakukan mereka pada kami.

Yang bisa kami lakukan hanyalah curiga. Kami curiga pada tukang
rumput yang menemukan dompet saya. Kami curiga pada pria bermotor
yang mengambil sekarung penuh rumput dari tukang rumput. Bukan hanya
karena kami tak pernah sekalipun melihat si pria bermotor, namun
bahwa pemandangan itu tampak aneh bagi kami. Saat saya mendekati si
pria bermotor untuk bercakap-cakap, dengan gugup ia menjawab "Untuk
pakan kelinci. Ada 60 di rumah," ujarnya. Kami curiga pada rumah-
rumah kosong di samping rumah kami, yang bisa saja menjadi tempat
persembunyian barang-barang hasil rampokan.

Tentu saja, kecurigaan ini bisa saja salah. Bisa jadi, si tukang
rumput tidak bersalah, si pria bermotor memang terlahir dengan
artikulasi buruk, dan ruamh-rumah kosong itu hanyalah semata-mata
rumah kosong. Dan semua asumsi bisa patah. Namun—tanpa bermaksud
defensif—dalam situasi seperti ini, bagaimana mungkin kami tak curiga?

Bagaimanapun, tetap saja saya bersyukur atas banyak hal. Saya
bersyukur, bahwa pada malam kejadian, si perampok yang bersenjatakan
pisau, tak masuk ke dalam kamar tidur kami yang tak dikunci. Saya
bersyukur nyawa kami selamat. Saya bersyukur, si perampok
meninggalkan USB 1 giga saya, yang sebelumnya menempel di notebook.
Karena di dalam USB inilah saya sudah mengopi semua tulisan saya di
notebook. Saya bersyukur, dompet dan buku tabungan saya dikembalikan,
pun ATM dan KTP menghilang. Karena dengan demikian, saya tak perlu
dihantui dengan kekhawatiran, bahwa si perampok akan memalsukan tanda
tangan saya, untuk menguras rekening saya di bank.

Saya bersyukur atas perhatian semua orang. Pada teman-teman yang
mengirimkan sms dan telpon tanpa henti. Pada tetangga, yang dengan
sukarela mengisikan pulsa agar saya bisa menelpon CallCenter untuk
memblokir kartu ATM saya. Yang keesokan sorenya berkunjung ke rumah
kami membawakan seloyang brownies kukus Amanda untuk menghibur kami.
Pada abang dan ayah, yang langsung datang, setelah menerima sms bahwa
saya kemalingan. Pada suami, yang tak lelah untuk menyemangati saya.
Memeluk saya erat-erat, kala saya tubuh saya gemetar ketakutan,
sambil membisikkan "Serahkan pada Tuhan, ya, Sayang. Serahkan pada
Tuhan,"

Dan saya bersyukur pada Tuhan. Atas kemudahan, yang saya yakin, akan
selalu diberikanNya saat Ia mengirimkan kesulitan. Fainnamal usri
yusro. Amin.
***






8b.

Re: (catcil) perampokan hati

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Sun Jan 4, 2009 6:21 pm (PST)

Semoga Allah menggantinya dengan yang lebih baik, Mbak Retno. Bahwa di balik
kesulitan selalu ada kemudahan. Amin.

Saya cukup terkejut juga dengan berita yang saya terima dari Mbak Retno pagi
itu, berhubung saya baru saja berkunjung ke rumah Mbak Retno dan Mas Catur
dua hari sebelumnya. Take care, Mbak! Everything must have a reason.

Salam
Lia

On Mon, Jan 5, 2009 at 8:19 AM, Bu CaturCatriks <punya_retno@yahoo.com>wrote:

> Perampokan Hati
> Oleh Retnadi Nur'aini
>
> Di luar dugaan banyak orang, saya adalah seorang yang introvert.
>
> Pernah suatu kali, saya marah besar pada seorang teman. Pasalnya,
> pada suatu sore dia berniat mampir ke rumah saya. Setelah saling
> kontak lewat sms, kami pun memutuskan langsung bertemu di rumah saya
> saja. Ternyata teman saya datang duluan. Namun alangkah kagetnya
> saya, saat saya pulang, dan menemukannya telah duduk manis di dalam
> kamar saya.
>
> "Besok-besok kali datang duluan, nunggunya tolong di ruang tamu aja,
> ya. Saya keberatan kamu masuk kamar saya, saat saya tidak ada," ujar
> saya saat itu dengan agak ketus. Karena bagi saya, kamar adalah ruang
> pribadi. Dimana seisinya ada di dalam otoritas saya. Saya memang
> mengundang sejumlah orang untuk masuk—termasuk teman saya tadi—namun
> selalu diawali dengan ijin saya. Kontrol saya. Silakan menyebut saya
> OCD, control freak, atau apapun. Namun bagaimanapun, bagi saya,
> sedekat apapun teman saya dengan saya, tetap saja, masuk ke kamar
> tanpa diketahui si penghuni adalah suatu pelanggaran etika.
>
> Efek psikologis terparah terjadi pada Sabtu lalu. Saat rumah kami di
> Ciawi kerampokan. Sepanjang Sabtu-Minggu, yang bisa saya lakukan
> hanya menangis sampai pelipis berdenyut-denyut. Saya tidak mau makan.
> Saya tidak mau bangun dari kasur. Saya hanya bangun untuk shalat dan
> berdoa. Dengan emosional, saya bahkan berpikir untuk pindah rumah
> saja.
>
> Ruang pribadi saya telah tercemar.
> ***
>
> Perampokan itu adalah perampokan massal. Terjadi sekitar pukul 02.00-
> 03.00. Kami memperkirakannya demikian, karena pada pukul segitu,
> anjing tetangga melolong-lolong ramai. Dan beberapa anak tetangga
> menangis keras, membangunkan orangtuanya. Hal yang membuat perampok
> tersebut urung masuk, meski telah sempat mencongkel jendela mereka.
>
> Lain halnya dengan kami. Meski saya baru tidur jam 00.00, namun
> hingga pukul 05.30, saya tidur pulas. Demikian pula suami saya—hal
> yang juga dialami oleh para tetangga kami, sehingga beberapa orang
> berasumsi para perampok itu menggunakan sirep hipnotis, sehingga kami
> semua tidur pulas dan tak mendengar apapun. Sampai akhirnya, pukul
> 05.30, saya menemukan notebook Acer, tape radio Polytron, tabung gas
> 3 kg plus regulator, dompet kulit coklat berisi ATM, dan kartu
> identitas, USB 4 G, serta 1 tempat pensil berisi buku tabungan,
> pasfoto, dan kartu-kartu lain, lenyap. Meninggalkan jejak jendela
> ruang tamu yang telah dicongkel dan dikalungi potongan ban untuk
> menariknya, beserta pagar belakang yang bobol.
>
> Pukul 06.02, saya langsung menelpon CallCenter kedua bank saya, untuk
> segera memblokir kedua ATM saya itu. Setelah aman, meski masih sambil
> menangis, saya mencoba menyiapkan sarapan. Memanaskan air dengan
> dispenser, untuk membuat susu hangat. Memesan mi rebus dari warung
> dekat rumah. Menyapu rumah. Merapikan tempat tidur.
>
> Sementara di luar, tetangga bising berbincang. Tentang tetangga dua
> rumah di samping saya, yang kehilangan 2 tabung gasnya. Tentang
> tetangga di blok sekian yang bulan lalu kemalingan motor, gitar
> listrik, uang, dan lain-lain. Tentang asumsi bahwa pelakunya adalah
> orang dekat, dan lain-lain. Berduyun-duyun, orang berdatangan ke
> rumah saya, menyentuhi jendela saya, menunjuk-nunjuk rumah saya,
> mengitari rumah saya, menunjukkan pagar belakang yang kebobolan, dan
> sebagainya. Sementara saya berusaha menenangkan diri dengan shalat
> dhuha, dan shalat sunat taubat. "Mungkin kami kurang bersedekah,
> mungkin kami pongah dan lalai bahwa semua barang adalah titipan, dan
> hanya kepadaMu-lah kami berserah dan kembali. Mohon ampun, ya Allah,
> mohon ampun, mohon ampun. Jika ini teguran atas kepongahan kami, kami
> mohon ampun, ya Allah. Dan kalau masih diizinkan untuk meminta lagi,
> kami mohon diberikan ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan untuk
> menjalani ini. Mohon ampun ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
> Hanya kepadaMu kami mohon pertolongan…" doa saya.
>
> Setelah sarapan datang, saya minta suami saya untuk masuk, dan
> mengunci pintu rumah. Sambil sarapan, saya memintanya untuk langsung
> lapor ke kantor polisi usai sarapan. Pikir saya, kami harus segera
> punya surat kehilangan untuk mengurus KTP, ATM dan buku tabungan
> saya. Pulang dari kantor polisi, suami saya datang bersama dua orang
> polisi. Mereka datang karena ternyata, kejadian perampokan ini bukan
> kali pertama terjadi. Ini adalah kali ketiga. Dan bahwa perampokan
> massal kali ini dilakukan dengan sungguh-sungguh berani, mengingat
> pelakunya masuk dari teras kami yang terang benderang.
>
> Setelah memeriksa dan memotret ini itu, bertanya ini itu, mencatat
> ini itu, kedua polisi itu pergi. Meninggalkan penawaran penyidikan
> dengan menggunakan anjing pelacak ataupun sidik jari. Yang kami
> jawab, akan kami pertimbangkan nanti.
>
> Sorenya, ayah saya datang dari Jakarta. Bersama suami saya, mereka
> pun memasang banyak gerendel di pintu dan jendela. Suami saya juga
> langsung memesan teralis pada Om kami, yang sedianya akan pulang dari
> Jawa Selasa ini. Para bapak juga langsung menggelar rapat untuk
> membahas siskamling swadaya dan usul agar segera dibentuk RT/ RW
> setempat. Dan hasilnya, setiap malam, para bapak akan bergiliran
> ronda mulai dari pukul 00.00-04.30. Setiap blok akan dijaga oleh 2
> orang, yang akan bertemu dengan tim ronda blok lain setiap satu jam
> sekali.
>
> Dengan ini semua, saya tahu, seharusnya saya sudah bisa mengelus dada.
>
> Namun tetap saja, saya sulit tidur malam. Saya takut melihat bayangan
> daun singkong yang terpantul di korden putih jendela rumah kami, yang
> di mata saya mirip dengan bayangan tangan orang. Saya takut mendengar
> suara tiupan angin, geseran batu karena lompatan katak, suara orang
> bercakap-cakap, saya takut dengan gelap. Ayah dan suami saya sampai
> harus menggenggam tangan saya yang berkeringat dingin, memeluk saya,
> mengelusi kepala saya yang terisak-isak.
>
> Pada banyak orang, saya kemukakan, ini semata-mata bukan masalah
> barangnya. Namun bahwa di kepala saya, semua orang masuk ke wilayah
> pribadi saya berdasarkan undangan. Mereka boleh menyentuh barang-
> barang saya, juga atas seizin saya. Dan kepala saya, hati saya, tak
> bisa menerima, bahwa ada orang asing yang masuk tanpa diundang ke
> dalam rumah saya. Menginjak-injak karpet saya. Menyentuhi barang-
> barang saya. Menghirup aroma dan udara rumah saya, dengan kami masih
> berada di dalamnya.
>
> Benak saya juga tak bisa menerima bahwa orang-orang ini bisa saja
> datang lagi. Mereka bisa masuk lagi—dengan cara apapun—dan mereka
> bisa saja memperkosa saya, lalu membunuh saya. Atau mungkin membunuh
> kami berdua. Karena saya tak kenal orang-orang ini, dan tak tahu
> seberapa jahatnya mereka.
>
> Karena tak tahu seberapa jahatnya orang-orang ini, saya pun
> menyarankan suami saya, agar mengurungkan niat untuk meneruskan
> penyidikan. Karena saya takut. Saya takut, selama proses penyidikan,
> orang-orang ini akan melakukan hal-hal keji pada kami. Karenanya,
> saat sore harinya dompet dan buku tabungan saya ditemukan di tanah
> kosong dekat rumah, saya tetap tak memanggil anjing pelacak. Selain
> karena anjing pelacak tidak ada di Ciawi—si polisi harus mengambilnya
> dulu di tempat lain—anjing pelacak juga kelewat menarik perhatian.
> Semua orang akan tahu, bahwa sayalah yang mengundang si anjing.
> Kalaupun ketahuan, saya yakin sekali, komplotan perampok ini
> berjumlah besar. Tertangkap satu orang, belum tentu yang lain mau
> buka mulut. Sementara itu—lagi-lagi, saya tak pernah tahu, apa lagi
> hal keji yang bisa dilakukan mereka pada kami.
>
> Yang bisa kami lakukan hanyalah curiga. Kami curiga pada tukang
> rumput yang menemukan dompet saya. Kami curiga pada pria bermotor
> yang mengambil sekarung penuh rumput dari tukang rumput. Bukan hanya
> karena kami tak pernah sekalipun melihat si pria bermotor, namun
> bahwa pemandangan itu tampak aneh bagi kami. Saat saya mendekati si
> pria bermotor untuk bercakap-cakap, dengan gugup ia menjawab "Untuk
> pakan kelinci. Ada 60 di rumah," ujarnya. Kami curiga pada rumah-
> rumah kosong di samping rumah kami, yang bisa saja menjadi tempat
> persembunyian barang-barang hasil rampokan.
>
> Tentu saja, kecurigaan ini bisa saja salah. Bisa jadi, si tukang
> rumput tidak bersalah, si pria bermotor memang terlahir dengan
> artikulasi buruk, dan ruamh-rumah kosong itu hanyalah semata-mata
> rumah kosong. Dan semua asumsi bisa patah. Namun—tanpa bermaksud
> defensif—dalam situasi seperti ini, bagaimana mungkin kami tak curiga?
>
> Bagaimanapun, tetap saja saya bersyukur atas banyak hal. Saya
> bersyukur, bahwa pada malam kejadian, si perampok yang bersenjatakan
> pisau, tak masuk ke dalam kamar tidur kami yang tak dikunci. Saya
> bersyukur nyawa kami selamat. Saya bersyukur, si perampok
> meninggalkan USB 1 giga saya, yang sebelumnya menempel di notebook.
> Karena di dalam USB inilah saya sudah mengopi semua tulisan saya di
> notebook. Saya bersyukur, dompet dan buku tabungan saya dikembalikan,
> pun ATM dan KTP menghilang. Karena dengan demikian, saya tak perlu
> dihantui dengan kekhawatiran, bahwa si perampok akan memalsukan tanda
> tangan saya, untuk menguras rekening saya di bank.
>
> Saya bersyukur atas perhatian semua orang. Pada teman-teman yang
> mengirimkan sms dan telpon tanpa henti. Pada tetangga, yang dengan
> sukarela mengisikan pulsa agar saya bisa menelpon CallCenter untuk
> memblokir kartu ATM saya. Yang keesokan sorenya berkunjung ke rumah
> kami membawakan seloyang brownies kukus Amanda untuk menghibur kami.
> Pada abang dan ayah, yang langsung datang, setelah menerima sms bahwa
> saya kemalingan. Pada suami, yang tak lelah untuk menyemangati saya.
> Memeluk saya erat-erat, kala saya tubuh saya gemetar ketakutan,
> sambil membisikkan "Serahkan pada Tuhan, ya, Sayang. Serahkan pada
> Tuhan,"
>
> Dan saya bersyukur pada Tuhan. Atas kemudahan, yang saya yakin, akan
> selalu diberikanNya saat Ia mengirimkan kesulitan. Fainnamal usri
> yusro. Amin.
> ***
>
>
>
>
>
>
>
>
8c.

Re: (catcil) perampokan hati

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Sun Jan 4, 2009 6:55 pm (PST)

hmmbp.. Retno sayang :)
insyaAlloh akan ada yang jauh lebih baik:)
:)
cuma bisa meluk dan berdo'a
hugs!
-sweetpea-

2009/1/5 Bu CaturCatriks <punya_retno@yahoo.com>

> Perampokan Hati
> Oleh Retnadi Nur'aini
>
> Di luar dugaan banyak orang, saya adalah seorang yang introvert.
>
> Pernah suatu kali, saya marah besar pada seorang teman. Pasalnya,
> pada suatu sore dia berniat mampir ke rumah saya. Setelah saling
> kontak lewat sms, kami pun memutuskan langsung bertemu di rumah saya
> saja. Ternyata teman saya datang duluan. Namun alangkah kagetnya
> saya, saat saya pulang, dan menemukannya telah duduk manis di dalam
> kamar saya.
>
> "Besok-besok kali datang duluan, nunggunya tolong di ruang tamu aja,
> ya. Saya keberatan kamu masuk kamar saya, saat saya tidak ada," ujar
> saya saat itu dengan agak ketus. Karena bagi saya, kamar adalah ruang
> pribadi. Dimana seisinya ada di dalam otoritas saya. Saya memang
> mengundang sejumlah orang untuk masuk—termasuk teman saya tadi—namun
> selalu diawali dengan ijin saya. Kontrol saya. Silakan menyebut saya
> OCD, control freak, atau apapun. Namun bagaimanapun, bagi saya,
> sedekat apapun teman saya dengan saya, tetap saja, masuk ke kamar
> tanpa diketahui si penghuni adalah suatu pelanggaran etika.
>
> Efek psikologis terparah terjadi pada Sabtu lalu. Saat rumah kami di
> Ciawi kerampokan. Sepanjang Sabtu-Minggu, yang bisa saya lakukan
> hanya menangis sampai pelipis berdenyut-denyut. Saya tidak mau makan.
> Saya tidak mau bangun dari kasur. Saya hanya bangun untuk shalat dan
> berdoa. Dengan emosional, saya bahkan berpikir untuk pindah rumah
> saja.
>
> Ruang pribadi saya telah tercemar.
> ***
>
> Perampokan itu adalah perampokan massal. Terjadi sekitar pukul 02.00-
> 03.00. Kami memperkirakannya demikian, karena pada pukul segitu,
> anjing tetangga melolong-lolong ramai. Dan beberapa anak tetangga
> menangis keras, membangunkan orangtuanya. Hal yang membuat perampok
> tersebut urung masuk, meski telah sempat mencongkel jendela mereka.
>
> Lain halnya dengan kami. Meski saya baru tidur jam 00.00, namun
> hingga pukul 05.30, saya tidur pulas. Demikian pula suami saya—hal
> yang juga dialami oleh para tetangga kami, sehingga beberapa orang
> berasumsi para perampok itu menggunakan sirep hipnotis, sehingga kami
> semua tidur pulas dan tak mendengar apapun. Sampai akhirnya, pukul
> 05.30, saya menemukan notebook Acer, tape radio Polytron, tabung gas
> 3 kg plus regulator, dompet kulit coklat berisi ATM, dan kartu
> identitas, USB 4 G, serta 1 tempat pensil berisi buku tabungan,
> pasfoto, dan kartu-kartu lain, lenyap. Meninggalkan jejak jendela
> ruang tamu yang telah dicongkel dan dikalungi potongan ban untuk
> menariknya, beserta pagar belakang yang bobol.
>
> Pukul 06.02, saya langsung menelpon CallCenter kedua bank saya, untuk
> segera memblokir kedua ATM saya itu. Setelah aman, meski masih sambil
> menangis, saya mencoba menyiapkan sarapan. Memanaskan air dengan
> dispenser, untuk membuat susu hangat. Memesan mi rebus dari warung
> dekat rumah. Menyapu rumah. Merapikan tempat tidur.
>
> Sementara di luar, tetangga bising berbincang. Tentang tetangga dua
> rumah di samping saya, yang kehilangan 2 tabung gasnya. Tentang
> tetangga di blok sekian yang bulan lalu kemalingan motor, gitar
> listrik, uang, dan lain-lain. Tentang asumsi bahwa pelakunya adalah
> orang dekat, dan lain-lain. Berduyun-duyun, orang berdatangan ke
> rumah saya, menyentuhi jendela saya, menunjuk-nunjuk rumah saya,
> mengitari rumah saya, menunjukkan pagar belakang yang kebobolan, dan
> sebagainya. Sementara saya berusaha menenangkan diri dengan shalat
> dhuha, dan shalat sunat taubat. "Mungkin kami kurang bersedekah,
> mungkin kami pongah dan lalai bahwa semua barang adalah titipan, dan
> hanya kepadaMu-lah kami berserah dan kembali. Mohon ampun, ya Allah,
> mohon ampun, mohon ampun. Jika ini teguran atas kepongahan kami, kami
> mohon ampun, ya Allah. Dan kalau masih diizinkan untuk meminta lagi,
> kami mohon diberikan ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan untuk
> menjalani ini. Mohon ampun ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
> Hanya kepadaMu kami mohon pertolongan…" doa saya.
>
> Setelah sarapan datang, saya minta suami saya untuk masuk, dan
> mengunci pintu rumah. Sambil sarapan, saya memintanya untuk langsung
> lapor ke kantor polisi usai sarapan. Pikir saya, kami harus segera
> punya surat kehilangan untuk mengurus KTP, ATM dan buku tabungan
> saya. Pulang dari kantor polisi, suami saya datang bersama dua orang
> polisi. Mereka datang karena ternyata, kejadian perampokan ini bukan
> kali pertama terjadi. Ini adalah kali ketiga. Dan bahwa perampokan
> massal kali ini dilakukan dengan sungguh-sungguh berani, mengingat
> pelakunya masuk dari teras kami yang terang benderang.
>
> Setelah memeriksa dan memotret ini itu, bertanya ini itu, mencatat
> ini itu, kedua polisi itu pergi. Meninggalkan penawaran penyidikan
> dengan menggunakan anjing pelacak ataupun sidik jari. Yang kami
> jawab, akan kami pertimbangkan nanti.
>
> Sorenya, ayah saya datang dari Jakarta. Bersama suami saya, mereka
> pun memasang banyak gerendel di pintu dan jendela. Suami saya juga
> langsung memesan teralis pada Om kami, yang sedianya akan pulang dari
> Jawa Selasa ini. Para bapak juga langsung menggelar rapat untuk
> membahas siskamling swadaya dan usul agar segera dibentuk RT/ RW
> setempat. Dan hasilnya, setiap malam, para bapak akan bergiliran
> ronda mulai dari pukul 00.00-04.30. Setiap blok akan dijaga oleh 2
> orang, yang akan bertemu dengan tim ronda blok lain setiap satu jam
> sekali.
>
> Dengan ini semua, saya tahu, seharusnya saya sudah bisa mengelus dada.
>
> Namun tetap saja, saya sulit tidur malam. Saya takut melihat bayangan
> daun singkong yang terpantul di korden putih jendela rumah kami, yang
> di mata saya mirip dengan bayangan tangan orang. Saya takut mendengar
> suara tiupan angin, geseran batu karena lompatan katak, suara orang
> bercakap-cakap, saya takut dengan gelap. Ayah dan suami saya sampai
> harus menggenggam tangan saya yang berkeringat dingin, memeluk saya,
> mengelusi kepala saya yang terisak-isak.
>
> Pada banyak orang, saya kemukakan, ini semata-mata bukan masalah
> barangnya. Namun bahwa di kepala saya, semua orang masuk ke wilayah
> pribadi saya berdasarkan undangan. Mereka boleh menyentuh barang-
> barang saya, juga atas seizin saya. Dan kepala saya, hati saya, tak
> bisa menerima, bahwa ada orang asing yang masuk tanpa diundang ke
> dalam rumah saya. Menginjak-injak karpet saya. Menyentuhi barang-
> barang saya. Menghirup aroma dan udara rumah saya, dengan kami masih
> berada di dalamnya.
>
> Benak saya juga tak bisa menerima bahwa orang-orang ini bisa saja
> datang lagi. Mereka bisa masuk lagi—dengan cara apapun—dan mereka
> bisa saja memperkosa saya, lalu membunuh saya. Atau mungkin membunuh
> kami berdua. Karena saya tak kenal orang-orang ini, dan tak tahu
> seberapa jahatnya mereka.
>
> Karena tak tahu seberapa jahatnya orang-orang ini, saya pun
> menyarankan suami saya, agar mengurungkan niat untuk meneruskan
> penyidikan. Karena saya takut. Saya takut, selama proses penyidikan,
> orang-orang ini akan melakukan hal-hal keji pada kami. Karenanya,
> saat sore harinya dompet dan buku tabungan saya ditemukan di tanah
> kosong dekat rumah, saya tetap tak memanggil anjing pelacak. Selain
> karena anjing pelacak tidak ada di Ciawi—si polisi harus mengambilnya
> dulu di tempat lain—anjing pelacak juga kelewat menarik perhatian.
> Semua orang akan tahu, bahwa sayalah yang mengundang si anjing.
> Kalaupun ketahuan, saya yakin sekali, komplotan perampok ini
> berjumlah besar. Tertangkap satu orang, belum tentu yang lain mau
> buka mulut. Sementara itu—lagi-lagi, saya tak pernah tahu, apa lagi
> hal keji yang bisa dilakukan mereka pada kami.
>
> Yang bisa kami lakukan hanyalah curiga. Kami curiga pada tukang
> rumput yang menemukan dompet saya. Kami curiga pada pria bermotor
> yang mengambil sekarung penuh rumput dari tukang rumput. Bukan hanya
> karena kami tak pernah sekalipun melihat si pria bermotor, namun
> bahwa pemandangan itu tampak aneh bagi kami. Saat saya mendekati si
> pria bermotor untuk bercakap-cakap, dengan gugup ia menjawab "Untuk
> pakan kelinci. Ada 60 di rumah," ujarnya. Kami curiga pada rumah-
> rumah kosong di samping rumah kami, yang bisa saja menjadi tempat
> persembunyian barang-barang hasil rampokan.
>
> Tentu saja, kecurigaan ini bisa saja salah. Bisa jadi, si tukang
> rumput tidak bersalah, si pria bermotor memang terlahir dengan
> artikulasi buruk, dan ruamh-rumah kosong itu hanyalah semata-mata
> rumah kosong. Dan semua asumsi bisa patah. Namun—tanpa bermaksud
> defensif—dalam situasi seperti ini, bagaimana mungkin kami tak curiga?
>
> Bagaimanapun, tetap saja saya bersyukur atas banyak hal. Saya
> bersyukur, bahwa pada malam kejadian, si perampok yang bersenjatakan
> pisau, tak masuk ke dalam kamar tidur kami yang tak dikunci. Saya
> bersyukur nyawa kami selamat. Saya bersyukur, si perampok
> meninggalkan USB 1 giga saya, yang sebelumnya menempel di notebook.
> Karena di dalam USB inilah saya sudah mengopi semua tulisan saya di
> notebook. Saya bersyukur, dompet dan buku tabungan saya dikembalikan,
> pun ATM dan KTP menghilang. Karena dengan demikian, saya tak perlu
> dihantui dengan kekhawatiran, bahwa si perampok akan memalsukan tanda
> tangan saya, untuk menguras rekening saya di bank.
>
> Saya bersyukur atas perhatian semua orang. Pada teman-teman yang
> mengirimkan sms dan telpon tanpa henti. Pada tetangga, yang dengan
> sukarela mengisikan pulsa agar saya bisa menelpon CallCenter untuk
> memblokir kartu ATM saya. Yang keesokan sorenya berkunjung ke rumah
> kami membawakan seloyang brownies kukus Amanda untuk menghibur kami.
> Pada abang dan ayah, yang langsung datang, setelah menerima sms bahwa
> saya kemalingan. Pada suami, yang tak lelah untuk menyemangati saya.
> Memeluk saya erat-erat, kala saya tubuh saya gemetar ketakutan,
> sambil membisikkan "Serahkan pada Tuhan, ya, Sayang. Serahkan pada
> Tuhan,"
>
> Dan saya bersyukur pada Tuhan. Atas kemudahan, yang saya yakin, akan
> selalu diberikanNya saat Ia mengirimkan kesulitan. Fainnamal usri
> yusro. Amin.
> ***
>
>
>
>
>
>
>
>
8d.

Re: (catcil) perampokan hati

Posted by: "Siwi LH" siuhik@yahoo.com   siuhik

Sun Jan 4, 2009 7:38 pm (PST)

MAsya Allah Nok, saya pikir membacanya sampai paragraf tengah seakan saya membaca cerita surealismu, ternyata itu pengalaman pribadi, MAaf..maaf...

Itulah cara Allah mencintai kita Nok! krn banyak kesadaran baru yg menghampirinya, banyak hikmah terpetik, bukankah itu rejeki yang tak terkira?...

Salam Hebat Penuh Berkah
Siwi LH
cahayabintang. wordpress.com
siu-elha. blogspot.com
YM : siuhik

________________________________
From: Bu CaturCatriks <punya_retno@yahoo.com>
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sent: Monday, January 5, 2009 8:19:48 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] (catcil) perampokan hati

Perampokan Hati
Oleh Retnadi Nur'aini

Di luar dugaan banyak orang, saya adalah seorang yang introvert.

Pernah suatu kali, saya marah besar pada seorang teman. Pasalnya,
pada suatu sore dia berniat mampir ke rumah saya. Setelah saling
kontak lewat sms, kami pun memutuskan langsung bertemu di rumah saya
saja. Ternyata teman saya datang duluan. Namun alangkah kagetnya
saya, saat saya pulang, dan menemukannya telah duduk manis di dalam
kamar saya.

"Besok-besok kali datang duluan, nunggunya tolong di ruang tamu aja,
ya. Saya keberatan kamu masuk kamar saya, saat saya tidak ada," ujar
saya saat itu dengan agak ketus. Karena bagi saya, kamar adalah ruang
pribadi. Dimana seisinya ada di dalam otoritas saya. Saya memang
mengundang sejumlah orang untuk masuk—termasuk teman saya tadi—namun
selalu diawali dengan ijin saya. Kontrol saya. Silakan menyebut saya
OCD, control freak, atau apapun. Namun bagaimanapun, bagi saya,
sedekat apapun teman saya dengan saya, tetap saja, masuk ke kamar
tanpa diketahui si penghuni adalah suatu pelanggaran etika.

Efek psikologis terparah terjadi pada Sabtu lalu. Saat rumah kami di
Ciawi kerampokan. Sepanjang Sabtu-Minggu, yang bisa saya lakukan
hanya menangis sampai pelipis berdenyut-denyut. Saya tidak mau makan.
Saya tidak mau bangun dari kasur. Saya hanya bangun untuk shalat dan
berdoa. Dengan emosional, saya bahkan berpikir untuk pindah rumah
saja.

Ruang pribadi saya telah tercemar.
***

Perampokan itu adalah perampokan massal. Terjadi sekitar pukul 02.00-
03.00. Kami memperkirakannya demikian, karena pada pukul segitu,
anjing tetangga melolong-lolong ramai. Dan beberapa anak tetangga
menangis keras, membangunkan orangtuanya. Hal yang membuat perampok
tersebut urung masuk, meski telah sempat mencongkel jendela mereka.

Lain halnya dengan kami. Meski saya baru tidur jam 00.00, namun
hingga pukul 05.30, saya tidur pulas. Demikian pula suami saya—hal
yang juga dialami oleh para tetangga kami, sehingga beberapa orang
berasumsi para perampok itu menggunakan sirep hipnotis, sehingga kami
semua tidur pulas dan tak mendengar apapun. Sampai akhirnya, pukul
05.30, saya menemukan notebook Acer, tape radio Polytron, tabung gas
3 kg plus regulator, dompet kulit coklat berisi ATM, dan kartu
identitas, USB 4 G, serta 1 tempat pensil berisi buku tabungan,
pasfoto, dan kartu-kartu lain, lenyap. Meninggalkan jejak jendela
ruang tamu yang telah dicongkel dan dikalungi potongan ban untuk
menariknya, beserta pagar belakang yang bobol.

Pukul 06.02, saya langsung menelpon CallCenter kedua bank saya, untuk
segera memblokir kedua ATM saya itu. Setelah aman, meski masih sambil
menangis, saya mencoba menyiapkan sarapan. Memanaskan air dengan
dispenser, untuk membuat susu hangat. Memesan mi rebus dari warung
dekat rumah. Menyapu rumah. Merapikan tempat tidur.

Sementara di luar, tetangga bising berbincang. Tentang tetangga dua
rumah di samping saya, yang kehilangan 2 tabung gasnya. Tentang
tetangga di blok sekian yang bulan lalu kemalingan motor, gitar
listrik, uang, dan lain-lain. Tentang asumsi bahwa pelakunya adalah
orang dekat, dan lain-lain. Berduyun-duyun, orang berdatangan ke
rumah saya, menyentuhi jendela saya, menunjuk-nunjuk rumah saya,
mengitari rumah saya, menunjukkan pagar belakang yang kebobolan, dan
sebagainya. Sementara saya berusaha menenangkan diri dengan shalat
dhuha, dan shalat sunat taubat. "Mungkin kami kurang bersedekah,
mungkin kami pongah dan lalai bahwa semua barang adalah titipan, dan
hanya kepadaMu-lah kami berserah dan kembali. Mohon ampun, ya Allah,
mohon ampun, mohon ampun. Jika ini teguran atas kepongahan kami, kami
mohon ampun, ya Allah. Dan kalau masih diizinkan untuk meminta lagi,
kami mohon diberikan ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan untuk
menjalani ini. Mohon ampun ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Hanya kepadaMu kami mohon pertolongan…" doa saya.

Setelah sarapan datang, saya minta suami saya untuk masuk, dan
mengunci pintu rumah. Sambil sarapan, saya memintanya untuk langsung
lapor ke kantor polisi usai sarapan. Pikir saya, kami harus segera
punya surat kehilangan untuk mengurus KTP, ATM dan buku tabungan
saya. Pulang dari kantor polisi, suami saya datang bersama dua orang
polisi. Mereka datang karena ternyata, kejadian perampokan ini bukan
kali pertama terjadi. Ini adalah kali ketiga. Dan bahwa perampokan
massal kali ini dilakukan dengan sungguh-sungguh berani, mengingat
pelakunya masuk dari teras kami yang terang benderang.

Setelah memeriksa dan memotret ini itu, bertanya ini itu, mencatat
ini itu, kedua polisi itu pergi. Meninggalkan penawaran penyidikan
dengan menggunakan anjing pelacak ataupun sidik jari. Yang kami
jawab, akan kami pertimbangkan nanti.

Sorenya, ayah saya datang dari Jakarta. Bersama suami saya, mereka
pun memasang banyak gerendel di pintu dan jendela. Suami saya juga
langsung memesan teralis pada Om kami, yang sedianya akan pulang dari
Jawa Selasa ini. Para bapak juga langsung menggelar rapat untuk
membahas siskamling swadaya dan usul agar segera dibentuk RT/ RW
setempat. Dan hasilnya, setiap malam, para bapak akan bergiliran
ronda mulai dari pukul 00.00-04.30. Setiap blok akan dijaga oleh 2
orang, yang akan bertemu dengan tim ronda blok lain setiap satu jam
sekali.

Dengan ini semua, saya tahu, seharusnya saya sudah bisa mengelus dada.

Namun tetap saja, saya sulit tidur malam. Saya takut melihat bayangan
daun singkong yang terpantul di korden putih jendela rumah kami, yang
di mata saya mirip dengan bayangan tangan orang. Saya takut mendengar
suara tiupan angin, geseran batu karena lompatan katak, suara orang
bercakap-cakap, saya takut dengan gelap. Ayah dan suami saya sampai
harus menggenggam tangan saya yang berkeringat dingin, memeluk saya,
mengelusi kepala saya yang terisak-isak.

Pada banyak orang, saya kemukakan, ini semata-mata bukan masalah
barangnya. Namun bahwa di kepala saya, semua orang masuk ke wilayah
pribadi saya berdasarkan undangan. Mereka boleh menyentuh barang-
barang saya, juga atas seizin saya. Dan kepala saya, hati saya, tak
bisa menerima, bahwa ada orang asing yang masuk tanpa diundang ke
dalam rumah saya. Menginjak-injak karpet saya. Menyentuhi barang-
barang saya. Menghirup aroma dan udara rumah saya, dengan kami masih
berada di dalamnya.

Benak saya juga tak bisa menerima bahwa orang-orang ini bisa saja
datang lagi. Mereka bisa masuk lagi—dengan cara apapun—dan mereka
bisa saja memperkosa saya, lalu membunuh saya. Atau mungkin membunuh
kami berdua. Karena saya tak kenal orang-orang ini, dan tak tahu
seberapa jahatnya mereka.

Karena tak tahu seberapa jahatnya orang-orang ini, saya pun
menyarankan suami saya, agar mengurungkan niat untuk meneruskan
penyidikan. Karena saya takut. Saya takut, selama proses penyidikan,
orang-orang ini akan melakukan hal-hal keji pada kami. Karenanya,
saat sore harinya dompet dan buku tabungan saya ditemukan di tanah
kosong dekat rumah, saya tetap tak memanggil anjing pelacak. Selain
karena anjing pelacak tidak ada di Ciawi—si polisi harus mengambilnya
dulu di tempat lain—anjing pelacak juga kelewat menarik perhatian.
Semua orang akan tahu, bahwa sayalah yang mengundang si anjing.
Kalaupun ketahuan, saya yakin sekali, komplotan perampok ini
berjumlah besar. Tertangkap satu orang, belum tentu yang lain mau
buka mulut. Sementara itu—lagi-lagi, saya tak pernah tahu, apa lagi
hal keji yang bisa dilakukan mereka pada kami.

Yang bisa kami lakukan hanyalah curiga. Kami curiga pada tukang
rumput yang menemukan dompet saya. Kami curiga pada pria bermotor
yang mengambil sekarung penuh rumput dari tukang rumput. Bukan hanya
karena kami tak pernah sekalipun melihat si pria bermotor, namun
bahwa pemandangan itu tampak aneh bagi kami. Saat saya mendekati si
pria bermotor untuk bercakap-cakap, dengan gugup ia menjawab "Untuk
pakan kelinci. Ada 60 di rumah," ujarnya. Kami curiga pada rumah-
rumah kosong di samping rumah kami, yang bisa saja menjadi tempat
persembunyian barang-barang hasil rampokan.

Tentu saja, kecurigaan ini bisa saja salah. Bisa jadi, si tukang
rumput tidak bersalah, si pria bermotor memang terlahir dengan
artikulasi buruk, dan ruamh-rumah kosong itu hanyalah semata-mata
rumah kosong. Dan semua asumsi bisa patah. Namun—tanpa bermaksud
defensif—dalam situasi seperti ini, bagaimana mungkin kami tak curiga?

Bagaimanapun, tetap saja saya bersyukur atas banyak hal. Saya
bersyukur, bahwa pada malam kejadian, si perampok yang bersenjatakan
pisau, tak masuk ke dalam kamar tidur kami yang tak dikunci. Saya
bersyukur nyawa kami selamat. Saya bersyukur, si perampok
meninggalkan USB 1 giga saya, yang sebelumnya menempel di notebook.
Karena di dalam USB inilah saya sudah mengopi semua tulisan saya di
notebook. Saya bersyukur, dompet dan buku tabungan saya dikembalikan,
pun ATM dan KTP menghilang. Karena dengan demikian, saya tak perlu
dihantui dengan kekhawatiran, bahwa si perampok akan memalsukan tanda
tangan saya, untuk menguras rekening saya di bank.

Saya bersyukur atas perhatian semua orang. Pada teman-teman yang
mengirimkan sms dan telpon tanpa henti. Pada tetangga, yang dengan
sukarela mengisikan pulsa agar saya bisa menelpon CallCenter untuk
memblokir kartu ATM saya. Yang keesokan sorenya berkunjung ke rumah
kami membawakan seloyang brownies kukus Amanda untuk menghibur kami.
Pada abang dan ayah, yang langsung datang, setelah menerima sms bahwa
saya kemalingan. Pada suami, yang tak lelah untuk menyemangati saya.
Memeluk saya erat-erat, kala saya tubuh saya gemetar ketakutan,
sambil membisikkan "Serahkan pada Tuhan, ya, Sayang. Serahkan pada
Tuhan,"

Dan saya bersyukur pada Tuhan. Atas kemudahan, yang saya yakin, akan
selalu diberikanNya saat Ia mengirimkan kesulitan. Fainnamal usri
yusro. Amin.
***

9.

(Catatan Kecil) PESTA PASTI USA I

Posted by: "Adjie" inner_coach@yahoo.com   inner_coach

Sun Jan 4, 2009 5:20 pm (PST)


PESTA PASTI USAI

Menjelang tutup tahun beberapa waktu lalu, jelas ada pesta di mana-mana.
Tak saja di wilayah yang memang biasa jadi tempat dugem dan party, di
sekitar tempat tinggalku juga ada rancangan pesta sejenis. Saya dan
keluarga pun kemudian menjadi berkepentingan dengan pesta dimaksud.
Bukan karena kami suka party macam itu. Bukan. Kami bukan jenis orang
macam itu. Walau masih masuk kategori individu yang bisa menikmati
keramaian, namun kami tak terlalu ngotot untuk bisa melewati pergantian
tahun dengan party tutup tahun. Kami berkepentingan, karena pesta
tersebut berada tepat di muka rumah kami.

Rumah kami ada di hook, sebuah tempat yang sering diincar banyak orang,
karena biasanya tanahnya lebih luas. Kami juga beruntung karena di hook
tersebut, rumah kami menjadi salag satu dari sekitar 9 rumah yang
menghadap tepat ke sebuah tempat, yang kemudian dikenal sebagai Balai
Warga. Di Balai Warga ada sebuah lapangan yang ukurannya sedikit lebih
besar dari lapangan bulu tangkis, yang bila pagi hari sering di pakai
senam oleh para senior di tempat kami, alias para manula. Di salah
satu ujungnya di arah Selatan ada sebuah pendopo, yang biasa dipakai
nongkrong atau rapat RW.

Nah pesta tutup tahun akan dilaksanakan di sana.

Tentu senang, berada dekat tempat yang sering ramai semisal Balai Warga
itu. Terutama karena di sana mangkal juga petugas security. Praktis
rumah kami memiliki petugas security khusus yang nongkrong 24 jam. Itu
bright side-nya. Tapi kita memang harus selalu siap dengan sisi gelap
yang melekat. There are two faces from one coin. Ada dua wajah dalam
satu keping uang logam bukan ?

Khusus terkait dengan pesta yang saya maksud di atas, sisi gelap yang
jadi konsekuensi langsungnya adalah menghadapi hingar binger yang ada,
terutama persiapan pestanya. Bukankah persiapan sering kali lebih heboh
ketimbang acara intinya. Pesta inti saya bayangkan akan memakan waktu
beberapa jam saja. Paling mulai jam 8 malam dan selesai saat jam
menunjuk angka 1 januari 2009, yang akan disambut dengan teriakan
terompet dan petasan serta kembang api.

Dan benar saja, bahkan nyaris 1 minggu sebelum hari H, kami terpaksa
berdamai dengan suara bising. Dari balita yang berlatih fashion show
diiringi degum suara keras menghantam telinga, lalu remaja yang berulang
kali berlatih band sampai manula yang asyik berkaraoke. Layar besar
sudah disiapkan hingga asyik untuk karaoke bersama. Soal berisik dan
mungkin mengganggu tentu tak ada dalam kepala orang yang sedang asyik.

Kami, penghuni dewasa dalam rumah sungguh terganggu dengan berisik yang
ada. Untung anak-anak tak rewel. Hingga masih bisa tidur di jam normal
mereka. Saya tak tahu dengan tetangga lain, apakah mereka menjadi
sesenewen kami ? Saya juga tak tahu apakah ada jenis kejengkelan lain
yang mampu mereka kendalikan atas nama kerukunan hidup bertetangga.

Dan memang atas nama kerukunan bertetangga itulah kami menahan diri
bahkan untuk tidak mengingatkan panitia bahwa kami terganggu juga. Maka
atas nama campuran antara memaklumi dan pasrah, kami coba nikmati sambil
terus menghibur diri : semoga pesta cepat selesai !

Maka kami bersyukur ketika kemudian hari H dengan cepat berlalu. Malam
itu bahkan kami masih bisa nyenyak tidur, walau pada awalnya mata sulit
dipejam, karena telingan dihantam suara keras dari lapangan tempat pesta
berlangsung.

Sesudah Pesta Selesai

Di pagi 1 Januari 2009, Saya menengok bekas pesta berlangsung.
Bangku-bangku sebagian berserakan. Yang lainnya mulai dilipat. Nyaris
tak ada lagi orang berkumpul di sana. Hanya ada petugas security yang
mungkin masih kelelahan. Warga lain mungkin masih letih dan tidur
nyenyak. Buatku, seakan tak beda dengan hari lain. Semua seakan biasa
kembali, kembali seperti hari-hari lain.

Lalu bagaimana dengan pesta tadi malam ? Saya tak tahu siapa yang peduli
lagi dengan pasti malam itu. Mungkin pesta macam itu tak lebih dari
acara biasa, rutinitas dari sebuah tradisi yang tanpa makna selain
sekedar melepas katup emosi yang lama terkunci. Semoga saya salah akan
hal ini. Benar, saya tak merasakan ada yang beda dengan hari
sebelumnya. Perlahan Saya mempertanyakan gema pesta itu. Dalam hening
batin, Saya mempersoalkan makna kejadian macam itu.

Pesta di manapun penuh hingar bingar di permukaan. Yang senang
dengannya memang bisa bersenang-senang. Secara kasat mata ada tawa,
teriakan bahkan hysteria. Namun bagaimana dengan dunia dalam, dunia
batin kita ?

Pesta di manapun akan ada batasnya. Sepanjang dan semeriah apapun itu.
Semegah dan semewah apapun itu. Ia pasti ada batasnya. Pesta pasti akan
selesai. Pertanyaan besar yang kemudian Saya lontarkan pada diri sendiri
adalah mau apa sesudah ini semua ? Sesudah pesta selesai, apa yang mau
Saya lakukan ?

Kalau atas nama menyambut tahun baru pesta itu digelar, maka apa
sesungguhnya sambutan kita terhadap tahun baru itu ? Kalau atas nama
menyambut tahun baru, apa yang istimewa yang sesungguhnya hendak kita
lakukan di tahun yang baru ? Kalau sekedar pesta, pesta pasti kan usai.

Pesta pasti kan usai, namun kerja keras bahkan belum dimulai. Pesta
kasat mata pasti akan usai, namun kerja batin mungkin belum juga kita
rangkai. Pesta memang harus segera diselesaikan, karena hari di depan
tak kemudian jadi jinak oleh persembahan macam itu. Hari di depan sana
tetap saja liar dan keras. Tantangan di tahun baru tak akan menyurut.
Bukankah kegetiran hidup keseharian kita sudah memberi tanda ? Semakin
banyak orang yang mengeluhkan masa kini. Tak sedikit ingin kembali ke
masa lalu. Bahkan yang paling kritispun tergoda memuja kembali orde dan
ode lama. Bahkan demonstran yang paling keras pun tak sedikit coba
menghidupkan roh masa lalu.

Dan diujung pesta saya tersadar : saya semestinya tak perlu terganggu
oleh pesta macam itu. Pesta macam itu pasti akan usai. Saya tak
semestinya risau akan bising pesta macam itu. Saya mestinya justru harus
terganggu oleh ketidak siapan saya menyambut hari esok.

Pesta pasti usai, namun kerja kita mungkin baru akan mulai

visit myblog : www.resiliency.wordpress.com
<http://www.resiliency.wordpress.com>

10.

Re: [Tuk Palestina] Odeh, Please Keep Writing!

Posted by: "roses_fn@yahoo.com" roses_fn@yahoo.com   roses_fn

Sun Jan 4, 2009 5:30 pm (PST)


"Even as Israeli troops operated two kilometers (one mile) from Sulafa Odeh's home in the northern Gaza town of Beit Lahiya, the 25-year-old translator walked through an orchard to a neighbor's house to see if it had power so she could plug in her laptop." (I cliped from yahoo news. 5th of April 2009)
 
Odeh, Please Keep Writing!
 
You are one of person who is in my thought and prayers.
I know this is by far the most terrible misery you can endure.
I just read you seem to be very strong folk, so keep your head up.
It will get a high valuable reward from Allah Ta'ala.
You and all there are very loved and in all of our thoughts.
Allah has a certain promise and a certain plan.
Odeh, please keep writing, dispatching those to us, to the world!
 
-Rose, Yukuhashi-
 
 

11.

Tiket JKT-PDG-JKT

Posted by: "Fanni Kurniawan" fanniid@yahoo.com

Sun Jan 4, 2009 6:20 pm (PST)



Aku gak bisa berangkat ni, so tiketnya mo aku jual 

Kalau ada yang berminat tiket Airasia untuk 1 (satu) orang ce

JKT - PDG Jumat,  23 Jan '09 Jam 15:40 tiba 17:20 no. flight QZ7526
PDG - JKT Rabu, 28 Jan '09 Jam 17:45 tiba 19:25 no. flight QZ 7527

Nanti KTP aku pinjamin karena berangkatnya bareng sm temanku juga. O iya ini tiket promo air asia harganya Rp. 500.000 (pp) cocok buat kamu2 yang ingin pulang pas liburan imlek.

So teman2 kalau ada yang berminat hubungi teman ku  ya no. 0818-163225 atau ym : fanniid atau email fanniwati@yahoo.com

Thanks

12.

[Catcil] Surat Cinta, (tugasnya bu catur) hmmm.. narsiskah?

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Sun Jan 4, 2009 6:29 pm (PST)

*"Nia,yuk menulis surat cinta utk dirimu..promise me u will"*

*satu sms datang tiba2 dari seorang Retno, yang sebelumnya menulis surat
cinta untuk dirinya sendiri.*

*tanpa bermaksud narsis juga, tapi saya rasa akan ada banyak manfaat ketika
kita menuliskan surat cinta untuk diri sendiri.. membangun sebuah
kepercayaan dan penghargaan bagi diri sendiri.. karena kadang pikiran kita
terlalu egois untuk memunculkan 'seseorang' di balik jiwa kita. Anggaplah,
surat cinta dibuat sebagai perubahan menuju kebaikan...*

*yuk!*

*(sambil diiringi lagu 'affirmation'nya Savage Garden)*

*****

*Assalamu'allaikum wr.wb.*

*Selamat malam Nia Sayang...*

*Sudah lebih empat tahun kita tidak 'bertemu' setelah kamu menuliskan dan
memunculkan seorang saya dalam diary birumu yang sekarang mulai lusuh.*

*Banyak hal yang telah terjadi pada hidupmu. Menjadi sejarah dan
pelajaran-pelajaran tersendiri yang mengukuhkan bahwa kamu memang ada. *

*Saya tidak mau terlalu banyak menasehati dirimu untuk banyak hal yang kamu
sebenarnya sudah tau. Saya hanya akan mengajakmu 'berjalan' pada ruang
kehidupan. Dalam banyak tangis dan tawa. *

*Apa arti tangisan bagi dirimu? Apakah tangisan berarti kekecewaan dan rasa
sakit yang kamu dapatkan? Mari kita ubah itu Nia sayang. Kita lihat dari
sisi yang berbeda. Ketika kita menempatkan rasa tangis ada pada rasa syukur
dan terima kasih akan banyak peristiwa yang dikirimkan Alloh kepada kamu,
bukankah itu akan lebih indah bukan?*

*Dan apa arti rasa tawa? Kelucuan atau kebahagiaankah? Maka bersyukurlah
bahwa tawa dan senyum itu selalu ada atas banyak keoptimisan yang sebenernya
selalu ada dalam jiwa manusia.*

*Ah.. tawa dan tangis merupakan konsekuensi hidup yang harus kamu jalani.*

*Sekarang, mari kita bersenang-senang. Bersenang-senang untuk menghilangkan
banyak kedzholiman yang mungkin kamu ciptakan sendiri. Bagaimana dengan
belajar memaafkan? Mereka datang bukan untuk menyakitimu, tapi percayalah
bahwa mereka datang karena Alloh mengizinkan seperti itu. Karena Alloh
selalu mengajari kamu tentang bagaimana mengikhlaskan. Butuh proses memang,
tapi saya yakin kamu bisa, seorang Nia akan selalu optimis di pandangan
saya.*

*Mari kita bersenang-senang untuk hal yang kedua. Terima kasih untuk
keterbukaanmu kepada keluarga. Untuk kepercayaanmu kepada mereka. Karena
saya yakin mereka selalu ada untuk kamu.*

*Orang-orang hebat selalu datang dalam kehidupan mu, dan bukankah ini
pembuktian atas kata-kata yang sering kamu ucapkan? Bahwa "apa yang kita
belum tahu bisa jadi emas buat kita" dan mereka juga mengajarimu bahwa
kejutan dalam hidup menjadikan banyak hal yang sebenarnya sederhana menjadi
sangat berarti.*

*Yup! lagi-lagi syukur. Dan saya selalu berterimakasih utuk mengenal kamu
Nia sayang... *

*Mari kita bersenang-senang! Untuk banyak mimpi, untuk banyak hal yang
membuat kamu mengerti bahwa hidup itu selalu indah. Ambil biolamu, mainkan
lagu yang kamu suka. Ambil penamu tulislah puisi. Luapkanlah atas nama
kejujuran. Tumpukkan buku-buku yang selanjutnya akan kamu baca, biarkan
jiwamu berdialog disana.*

*Hmmm.. bagaimana dengan senja indah di sebuah tempat yang kamu ingin
berhenti sejenak disana setelah seharian bekerja? Mari kita memotretnya.
Atau bagaimana kalau kita belajar bernyanyi saja? Sambil menggambar
dan mewarnai
buku sketsa yang sudah mulai terlupakan.*

*Atau kamu memilih untuk bermain dengan banyak malaikat kecil yang selalu
mengajarkanmu banyak hal dan selalu membuatmu rindu untuk itu?*

*Terserah kamu Nia sayang... terserah kamu memilih yang mana. Yang pasti,
mari kita bersenang-senang!*

*Peluk hangat selalu untukmu.*

*Wassalamu'allaikum wr.wb.*

*****

*Nia Robiatun Jumiah yang cantik, pintar dan hebat mari bersemangat! (mantra
yang selalu Retno ajarkan kepada saya)*

*Makasih banyak Retno sayang **J kamu selalu mengajarkan seorang Nia tentang
banyak hal **J*

*3 ~ 4 Januari 2009*

**tengahmalambutuhbanyakperenungan*

* *

*-sweetpea-*

* *

*Ps: ada sebuah situ yang ada di jalan raya bogor menuju parung... kalo
senja indah banget.. sangat berkeinginan untuk memotretnya. Situ itu juga
pernah dijadikan lokasi syuting sinetron jadul waktu aku sd dulu yang
judulnya buku harian, diperankan oleh Desy Ratna Sari.. *

* *

* *
13a.

MANUSIA-MANUSIA LAPAR

Posted by: "Suminta Nur Farhan" sunhan83@yahoo.com   sunhan83

Sun Jan 4, 2009 6:33 pm (PST)

MANUSIA-MANUSIA LAPAR

Sejak
lahir kita dihadapkan pada sebuah realita yang semua orang pasti
mengalaminya, yaitu kita adalah manusia tanpa membawa apa-apa, miskin,
dan tak berdaya! Bahkan kita hanya mampu menangis… Apakah manusia
ditakdirkan untuk menjadi lemah sampai awal kita menghirup oksigen saja
kita menangis??? Hah! Preman yang bertato Naga saja waktu
bayi dia menangis! Begitu juga Bos-bos yang berlagak anti peluru,
hakikatnya mereka penangis! Sudahlah, kita tinggalkan menangis… Kita
lihat sisi lain dari ketidakberdayaan manusia sejak dilahirkan.
Fenomena
ketidakberdayaan itu menjadi trend masa kini, di-Abad iptek yang
semakin canggih nan membooming. Ketidakberdayaan itu, bukan dari harta
sedikit (miskin) atau tubuh yang lemah (cacat), bukan itu! Akantetapi,
ketidakberdayaan yang menjadi akar masalah hidup masyarakat kita, yaitu
(Teruskan Di sini…) Mentalitas! Ya, mentalitas yang
menggerogoti sendi-sendi kehidupan sehingga kita melihat orang yang
dari ekonomi terlihat cukup bahkan lebih, mereka (atau kita sendiri)
merasa tidak berdaya, serba kekurangan! Fakta yang mungkin sudah usang
kita bicarakan adalah pemberian/bantuan RASKIN, KOMPOR GAS gratis, BLT
dan "Sumbangan-sumbangan" lainnya, masyarakat kita menampilkan
ke'miskin'annya untuk mendapatkan fasilitas gratis tersebut. Ini menjadi bukti bahwa akar permasalahan kita adalah mentalitas yang parah! Inikah yang dinamakan MANUSIA-MANUSIA LAPAR???
Di
kalangan elit simbol-simbol manusia-manusia lapar bisa kita temui, kita
lihat dengan gampangnya mereka menggerogoti uang rakyat (korupsi)!
Kalau masyarakat awam melihat, mereka adalah orang-orang Hebat! Dan
tentu saja mereka berkecukupan dengan gaji pokok menjadi anggota dewan,
Belum lagi tunjangan yang lebih besar dari gaji pokoknya!!! Akantetapi
masih saja 'doyan' mencari peluang dari jabatannya –korupsi- Hal ini
pun terjadi karena masalah ketidakberdayaan yang ternyata bukan dialami
oleh masyarakat 'bawah' saja, akantetapi masyarakat 'atas'
pun mengalaminya, ya mereka mengalami ketidakberdayaan Mentalitas! Ini
menjadi bukti bahwa cukup harta pun memiliki mentalitas yang parah!
Inikah yang dinamakan MANUSIA-MANUSIA LAPAR???
Manusia-manusia
lapar semakin banyak saja, dengan menghalalkan segala cara mencari uang
(Menipu, memaksa, mencuri dan memperkosa hak hidup). Ada juga
berbondong-bondong mengejar jabatan (bahkan dengan memaksa). Yang sudah
lelah membantai keluarganya sendiri dan bunuh diri!
Kalau
semua masyarakat kita benar-benar menjadi MANUSIA-MANUSIA LAPAR
bagaimana kita bisa hidup dan membangun bangsa ini?? Konon katanya di
Luar Negri subsidi/bantuan/sumbangan yang diberikan oleh pemerintahnya
ditolak mentah-mentah! Bahkan merasa 'aib' jika harus di'sumbang'! Dalam konteks elit politik (seharusnya) merasa 'aib' jika harus korupsi (mendapat uang yang tidak jelas kerjanya -korupsi-).
Jika
kita sudah terbangun (sadar) dari ketidakberdayaan tersebut
(mentalitas) maka kita tidak perlu TURUN kejalan untuk menolak
Undang-undang atau MASUK ke Parlemen membuat Undang-undang! Karena
dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, prinsip-prinsip agama dan aturan
yang sudah ada, kita bisa damai, adil dan sejahtera! Syaratnya jangan
menjadi manusia-manusia lapar! Apakah sudah ada manusia-manusia yang
terbebas dari LAPAR? Mungkin sudah ada, bahkan banyak, tapi lebih
banyak Manusia Laparnya!!! Bagaimana dengan kita??? Apakah kita
manusia-manusia Lapar??? Entahlah… Jadi ingat semasa bayi: Menangis tak punya apa-apa!!! Namun, wangi dan suci!
sumber: http://penabulan.wordpress.com/2009/01/05/manusia-manusia-lapar/



13b.

Re: MANUSIA-MANUSIA LAPAR

Posted by: "Susanti" susanti@shallwinbatam.com

Sun Jan 4, 2009 7:32 pm (PST)

"KEFAKIRAN MENDEKATKAN MANUSIA KEPADA KEKAFIRAN"

Pernah mendengar ini? Tapi jadi ingat petuah Ibu: "Nggak usah serakah cari uang. Kalau punya gaji kecil, yang penting cukup. Gaji besar pun, kalau bisa ada sisa."

Jika kita manusia merasa selalu kurang, maka uang segunung pun tidak akan membuat kita puas. Padahal apalah yang dicari? Makan pun paling banyak hanya tiga kali sehari. Sekali makan, nggak mungkin lebih dari dua piring.

Jadi, mari selalu merasa cukup dan bersyukur. Karena dengan begitu, kita akan merasa kaya, dan bahagia tentu. Tapi bukan berarti harus diam berpangku tangan. Carilah rezeki dan karunia Allah di setiap penjuru bumi. Namun, batasan halal dan haram mesti dijaga.
Bukan begitu?

----- Original Message -----
From: Suminta Nur Farhan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sent: Monday, January 05, 2009 9:25 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] MANUSIA-MANUSIA LAPAR

MANUSIA-MANUSIA LAPAR

Sejak lahir kita dihadapkan pada sebuah realita yang semua orang pasti mengalaminya, yaitu kita adalah manusia tanpa membawa apa-apa, miskin, dan tak berdaya! Bahkan kita hanya mampu menangis… Apakah manusia ditakdirkan untuk menjadi lemah sampai awal kita menghirup oksigen saja kita menangis??? Hah! Preman yang bertato Naga saja waktu bayi dia menangis! Begitu juga Bos-bos yang berlagak anti peluru, hakikatnya mereka penangis! Sudahlah, kita tinggalkan menangis… Kita lihat sisi lain dari ketidakberdayaan manusia sejak dilahirkan.

Fenomena ketidakberdayaan itu menjadi trend masa kini, di-Abad iptek yang semakin canggih nan membooming. Ketidakberdayaan itu, bukan dari harta sedikit (miskin) atau tubuh yang lemah (cacat), bukan itu! Akantetapi, ketidakberdayaan yang menjadi akar masalah hidup masyarakat kita, yaitu (Teruskan Di sini…) Mentalitas! Ya, mentalitas yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan sehingga kita melihat orang yang dari ekonomi terlihat cukup bahkan lebih, mereka (atau kita sendiri) merasa tidak berdaya, serba kekurangan! Fakta yang mungkin sudah usang kita bicarakan adalah pemberian/bantuan RASKIN, KOMPOR GAS gratis, BLT dan "Sumbangan-sumbangan" lainnya, masyarakat kita menampilkan ke'miskin'annya untuk mendapatkan fasilitas gratis tersebut. Ini menjadi bukti bahwa akar permasalahan kita adalah mentalitas yang parah! Inikah yang dinamakan MANUSIA-MANUSIA LAPAR???

Di kalangan elit simbol-simbol manusia-manusia lapar bisa kita temui, kita lihat dengan gampangnya mereka menggerogoti uang rakyat (korupsi)! Kalau masyarakat awam melihat, mereka adalah orang-orang Hebat! Dan tentu saja mereka berkecukupan dengan gaji pokok menjadi anggota dewan, Belum lagi tunjangan yang lebih besar dari gaji pokoknya!!! Akantetapi masih saja 'doyan' mencari peluang dari jabatannya –korupsi- Hal ini pun terjadi karena masalah ketidakberdayaan yang ternyata bukan dialami oleh masyarakat 'bawah' saja, akantetapi masyarakat 'atas' pun mengalaminya, ya mereka mengalami ketidakberdayaan Mentalitas! Ini menjadi bukti bahwa cukup harta pun memiliki mentalitas yang parah! Inikah yang dinamakan MANUSIA-MANUSIA LAPAR???

Manusia-manusia lapar semakin banyak saja, dengan menghalalkan segala cara mencari uang (Menipu, memaksa, mencuri dan memperkosa hak hidup). Ada juga berbondong-bondong mengejar jabatan (bahkan dengan memaksa). Yang sudah lelah membantai keluarganya sendiri dan bunuh diri!

Kalau semua masyarakat kita benar-benar menjadi MANUSIA-MANUSIA LAPAR bagaimana kita bisa hidup dan membangun bangsa ini?? Konon katanya di Luar Negri subsidi/bantuan/sumbangan yang diberikan oleh pemerintahnya ditolak mentah-mentah! Bahkan merasa 'aib' jika harus di'sumbang'! Dalam konteks elit politik (seharusnya) merasa 'aib' jika harus korupsi (mendapat uang yang tidak jelas kerjanya -korupsi-).

Jika kita sudah terbangun (sadar) dari ketidakberdayaan tersebut (mentalitas) maka kita tidak perlu TURUN kejalan untuk menolak Undang-undang atau MASUK ke Parlemen membuat Undang-undang! Karena dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, prinsip-prinsip agama dan aturan yang sudah ada, kita bisa damai, adil dan sejahtera! Syaratnya jangan menjadi manusia-manusia lapar! Apakah sudah ada manusia-manusia yang terbebas dari LAPAR? Mungkin sudah ada, bahkan banyak, tapi lebih banyak Manusia Laparnya!!! Bagaimana dengan kita??? Apakah kita manusia-manusia Lapar??? Entahlah… Jadi ingat semasa bayi: Menangis tak punya apa-apa!!! Namun, wangi dan suci!

sumber: http://penabulan.wordpress.com/2009/01/05/manusia-manusia-lapar/

----------------------------------------------------------

No virus found in this incoming message.
Checked by AVG - http://www.avg.com
Version: 8.0.176 / Virus Database: 270.10.2/1874 - Release Date: 1/4/2009 4:32 PM
14a.

Re: Plastik oh plastik

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Sun Jan 4, 2009 6:47 pm (PST)

haihai:)
salam kenal ami:)
saya nia di bogor:)
dirimu mengingatkanku zaman kuliah dulu:)
semoga resolusinya tercapai:)
*hmm jangan2 satu institusi nih?

2009/1/3 amilistya <amilistya@yahoo.com>

> Pertama salam kenal,
> Saya Ami dari Jkt, dengan sangat gembira ikutan gabung di milis ini
> Kedua ingin share sesuatu yang mungkin manfaat yaitu:
> Berapa plastik setiap hari Anda spend? And berapa puluh atau ratus
> tahun kira kira residunya bisa lebur?
> Tuk mengasihi bumi kita ini maka mari kurangi konsumsi plastik.
> Bila kita belanja apapun, bawalah kantong sendiri. Tularkan pula
> kebiasaan ini pada siapapun
> Banyak khalayak dan Supermarket yang menganjurkan hal ini, tapi anehnya
> plastik bekas di pool - pool sampah masih saja menggunung. Kantong
> plastik di sungai sungai bejibun mengapung
>
> So di tahun 2009 mari lebih ketatkan penghematan penggunaan plastik
> Terimakseeeeee
>
>
>
14b.

Re: Plastik oh plastik

Posted by: "amilistya" amilistya@yahoo.com   amilistya

Sun Jan 4, 2009 8:06 pm (PST)

Dear Nia.....
Satu institusi sih mungkin nggak, tapi satu pemikiran tentang
kepedulian, so pasti!
Yuk galakin penghematan plastik, air, listrik sekalian ( Ini mah
udah banyak yang ngajak. Tapi banyak lho yang masih bandel. Yang
bandel mesti disintrek ku teteh mah ya?)
Hemat air? Stel kran pusat setengah saja, jadi ngocornya nggak
seperti Jet. Tapi juga jangan seperti orang kecing batu
Hemat listrik? Kalau mentari garang, pengering mesin cuci
istirahatkan. Jangan terlalu sering pakai hair dryer ntar gundul
pacul. Jangan mandi ngerendem di Bath Tub kaya Kebo dikali
Aku juga masih sering liat di rumah rumah, TV dibiarkan mencorong
sementara penontonnya kosong. Kalaupun ada penontonnya mereka kadang
cuma melompong bengong. cuma buat killing time yang lowong. Bah!
And the last but not least, perbanyak tanam pohon. Kalau makan buah,
ngejus, nemu biji bijian jangan buang begitu saja. Tanam dimana saja
ada tanah telanjang ( malu atuch tanah kok telanjang, so pakein
dengan tetumbuhan, biar Ibu pertiwi kita hangat, n kitanya teduh,
ayik kan?)

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Nia Robie'"
<musimbunga@...> wrote:
>
> haihai:)
> salam kenal ami:)
> saya nia di bogor:)
> dirimu mengingatkanku zaman kuliah dulu:)
> semoga resolusinya tercapai:)
> *hmm jangan2 satu institusi nih?
>
>

15.

Kejutan Yang Indah

Posted by: "muhamad agus syafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Sun Jan 4, 2009 7:04 pm (PST)

Kejutan Yang Indah

By: agussyafii

Di dalam hidup selalu hadir kejutan-kejutan. Seperti halnya siang itu sebuah kejutan yang tidak terduga kami kedatangan Mbak Riana, tamu dari Jenewa. Disaat bersamaan teman-teman Ananda juga berkumpul. Mas Erry, Mbak Meidy, Mbak Tien, Mantika, Hasbi, Yuni, Lovel, Chacha, dan para ibu. Orang-orang duduk berjubel. Kami makan bakso bersama, sambil bercerita tentang Ananda dan aktifitasnya.

Mbak Riana nampak meneteskan air mata saat bertutur. "saya tiba-tiba memiliki 30 anak. Hal ini membuat kebahagiaan tiada terkira buat saya." Sebuah air mata kebahagiaan. Ananda seolah mengikat kami dalam sebuah keluarga besar.

Malam itu juga kami sebuah keluarga besar juga hadir di rumah Ananda. Rumah dimana anak-anak  bisa singgah dan hadir untuk bisa berbagi cinta dan kasih sayang bersama kami. Mbak Riana hadir dengan berbagai kejutan. Kejutan sederhana yang menghadirkan senyuman dan harapan anak-anak yatim.

---
"Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui." (Q.S. al Baqarah [2]: 158)

Wassalam,
agussyafii

==
Yuk, kita dukung bersama Gerakan Cinta Ananda, silahkan sampaikan komentar dan partisipasi anda melalui http://agussyafii.blogspot.com atau sms 087 8777 12431

16.

[catatan kaki] Majalah Sastra Horison - Januari 2009

Posted by: "Epri Saqib" epri_tsi@yahoo.com   epri_tsi

Sun Jan 4, 2009 7:45 pm (PST)



Di awal tahun 2009 ini, Majalah Sastra Horison kembali hadir
menyapa para pembaca setianya dengan sajian yang
menarik.

 

Pembuka catatan kebudayaan bulan Januari ini ditulis
oleh Agus. R. Sarjono. Kritik sastra ditulis oleh Sunu Warsono dan
esai berjudul Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah.

 

 

Puisi-puisi
diisi dengan karya-karya dari Narudin dan Benazir Nafilah. Sementara
cerpen-cerpen ádalah karya dari Riesca Dwi Putri Dhamayanti dan Yuni
Kristianingsih.

 

 

Kolom
Kakilangit kali ini mengulas karya Selasih yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan
dan karya-karya dari siswa-siswi SMAN 2 Unggul Sekayu Banyuasin, Sumatera
Selatan  dengan ulasan sajak oleh Agus R.
Sarjono dan Jamal D. Rahman.

 

 

Kolom
pengalaman guru bahasa dan sastra Indonesia kali ini ditulis oleh Elvi Sukaisih
S.Pd. yang berjudul Menggali Bakat (Sastra) Siswa Melalui Parade Karya.

 

 

Selain itu ada juga
disipan Lembaran Mastera (Majelis Sastera Asia Tenggara) yang kali ini
menampilkan karya Ayat Rohaedi,
Iman Budi Santosa (Indonesia)、Laila Sari
HB dan Is Im
(Brunei Darussalam), serta Zam Ismail juga Nawawee Muhammad dari Malaysia pada
kolom Puisi.

 

 

Sementara
cerpen menampilkan karya Agus Noor (Indonesia), Pgmetassan (Brunei Darussalam)
dan Salina Ibrahim dari Malaysia. Sementara esai ditulis oleh Esai A. Kamis H.T
(Brunei Darussalam).

Anda bisa
memperoleh majalah sastra di Gerai Buku Online via email ke geraibuku@gmail.com atau
sms ke (021) 3099 8655. Harga Rp 12.500.

 

 

 

www.geraibuku.com

Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!! Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/
Recent Activity
Visit Your Group
Biz Resources

Y! Small Business

Articles, tools,

forms, and more.

Yahoo! Groups

Going Green Zone

Learn to go green.

Save energy. Save the planet.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: