Senin, 12 Januari 2009

[daarut-tauhiid] Buah Tabkirut Tajnid

Buah Tabkirut Tajnid

Oleh: Tim dakwatuna.com




Pagi
itu, situasi kota Mansoura berjalan seperti biasa. Kendaraan terlihat
mulai berdesak-desakan di jalan-jalan yang sempit. Suara klakson
bertabrakan di udara kota, membangunkan penghuninya untuk mulai
beraktivitas. Di salah satu sudut jalan, tempat berdirinya sebuah
bangunan megah ada kejadian yang menarik. Tepatnya di super market
Awadallah, kejadian ini mengambil settingnya. Pelakunya adalah seorang
anak berseragam Tsanawiyah dengan seorang pria dewasa berbaju parlente.
Alkisah, pria tersebut sedang berbelanja untuk keperluan rumah
tangganya. Terlihat beberapa jenis barang telah memenuhi setengah
keranjang barang yang didorongnya. Ketika sedang asyik memilih susu, ia
tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang senantiasa mengawasinya
dari jauh. Pria itu lalu memilih satu merk susu yang sering
dikunsumsinya dan memasukkannya ke dalam keranjang barang. Ia segera
menuju ke kasir untuk membayar. Tapi tiba-tiba ia terhenti karena di
hadapannya ada seorang anak perempuan berseragam sekolah Tsanawiyah
menghalangi langkahnya.
"Maaf paman, ada satu barang yang saya tidak setuju paman
membelinya" kata anak perempuan tersebut kepada pria berbaju parlente.
"Mohon paman mengembalikan barang itu ke tempatnya dan memilih barang
yang lain" lanjut si anak. Pria itu terkejut. Kenapa ada seorang anak
perempuan yang berani protes dengan barang yang menjadi haknya. Karena
heran ia balik bertanya: "Barang apa itu?" "Susu yang terakhir paman
beli" jawab si anak. Pria itu semakin heran, memangnya ada apa dengan
susu yang barusan dibelinya. Ia kemudian mengeceknya kembali. Mungkin
si anak mengingatkannya agar tidak mengkonsumsi susu tersebut karena
masa berlakunya sudah habis. Tapi, ketika ia memeriksa label produksi,
tidak ada yang bermasalah. Terhitung baru satu minggu susu itu
diproduksi. Lalu ada masalah apa?
Karena bingung, pria itu kembali bertanya kepada si anak "Kenapa
adik meminta saya untuk mengembalikan susu ini, apa ada yang salah
dengan susu ini?" Mendengar pertanyaan itu, si anak menarik napas
panjang. Ia seakan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk memberikan
jawaban, "Paman, apakah paman tahu kalau susu yang barusan paman beli
produk negara Denmark, negara yang menghina dan merendahkan martabat
Nabi kita dengan kartun-kartun amoral? "Paman, sebagai seorang muslim
kita seharusnya tidak lagi membeli produk-produk negara Denmark. Apakah
paman sanggup bertemu dengan Rasulullah saw nanti di hari kiamat
sementara paman masih meminum susu buatan negara yang menghina beliau?"
Lanjut si anak dengan penuh keyakinan.

Pria itu menarik napas panjang. Ada kekaguman dalam hatinya melihat
anak perempuan yang ada di hadapannya. Sekalipun masih duduk di bangku
Tsanawiyah, tapi komitmennya terhadap Islam melebihi dirinya. Ia bahkan
tidak terpikir untuk memboikot produk-produk Denmark. Setelah
menimbang-nimbang, ia akhirnya menuruti kehendak hati anak perempuan
itu. Susu Denmark yang ada di keranjang ia ambil dan dikembalikan ke
tempatnya semula. Si anak perempuan mengucapkan terima kasih kemudian
segera berlalu ke tempat lain di dalam super market.
Setelah si anak pergi, hati pria dewasa itu kembali diusik dengan
nafsunya. Beragam pikiran berkecamuk di kepalanya. Ada satu pertanyaan
muncul dalam benaknya: "Apakah saya harus memboikot produk Denmark?"
Masalah boikot khan masih menjadi perdebatan ulama. Memang ada yang
mengatakan bahwa boikot itu wajib. Tapi khan juga ada ulama-ulama lain
yang membolehkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang masuk kategori
untuk diboikot. Lagi pula anak perempuan yang sempat memprotesnya sudah
pergi. Toh, anak itu tidak akan melihat kalau ia mengambil kembali susu
yang telah dikembalikannya.
Sambil menengok kiri-kanan, pria itu mengambil kembali susu yang
baru saja ia taruh dan segera menuju ke kasir. Tapi sekali lagi, ia
tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang masih mengawasinya di
balik etalase-etalase super market. Mata itu semakin miris. Mulai ada
kelopak-kelopak air yang perlahan-lahan menyembul di mata itu. Pemilik
mata itu segera beranjak dari tempatnya menuju kasir.
Pria berbaju parlente yang sedang antri di kasir merasa sangat
bersalah ketika tiba-tiba dari belakang anak perempuan yang sempat
memprotesnya karena membeli susu datang menghampirinya dengan wajah
berlinangan airmata. "Paman, bukankah sudah saya katakan bahwa susu
yang paman beli itu produk Denmark? Bukankah paman juga tahu bahwa
koran Denmark telah menghina Nabi? Mengapa paman masih juga mau membeli
produk orang-orang yang menghina Nabi? Lirih suara anak perempuan itu
bercampur isak tangis bertanya kepadanya.
Pria itu sejenak tertegun. Tidak mampu berkata apa-apa. Baginya,
membeli susu produk Denmark tidak berarti apa-apa. Tapi tidak bagi anak
perempuan di hadapannya. Dalam pandangannya membeli satu susu produk
Denmark toh tidak terlalu berpengaruh bagi pasang surut ekonomi negara
Denmark. Khan untung yang didapat dengan satu susu bagi negara Denmark
tidak berarti apa-apa. Masih ada orang lain yang lebih memiliki
komitmen dibanding dirinya untuk melakukan boikot. Tapi tidak bagi anak
perempuan yang menangis di depannya. Bagi anak itu, seorang muslim yang
membeli satu susu produk negara yang menghina Nabi berarti telah
merelakan Nabi yang mulia untuk dihina dan dilecehkan. Bagi si anak,
hal itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Tetap harus ada yang
mengingatkan.
Sejurus kemudian, pria itu kembali ke tempat etalase susu ditemani
si anak perempuan. Susu yang hampir dibayarnya segera ditaruh lagi. Ia
kemudian menyatakan kepada anak perempuan yang ada di hadapannya: "Adik
saya berjanji bahwa mulai sekarang saya tidak akan lagi membeli
produk-produk Denmark."
Kisah di atas adalah kejadian nyata sebagaimana yang diceritakan
oleh seorang kawan yang tinggal di Mansoura. Sengaja saya ceritakan
kembali di sini untuk memperlihatkan kepada pembaca bahwa banyak orang
yang mungkin memiliki paradigma seperti pria yang diceritakan di atas.
Mungkin ada di antara kita yang serba acuh tak acuh dan tidak merasa
ikut bertanggung jawab terhadap pelecehan yang dilakukan oleh media
massa negara Denmark terhadap nabi Muhammad saw.. Atau mungkin ada juga
di antara kita yang ikut prihatin terhadap pelecehan tersebut tapi
hanya sebatas tanggapan lisan saja. Ikut aktif demonstrasi di sana-sini
tapi bingung, tindakan apalagi yang harus dilakukan untuk membuktikan
cinta kita terhadap nabi Muhammad saw.
Anak perempuan dalam kisah di atas mengajarkan kita satu tindakan
riil, yang mungkin dilupakan oleh sebagian kita yang terjerat dengan
aktivitas keseharian. Boikot! Merupakan tindakan riil. Boikot dalam
skala kecil maupun skala besar. Satu susu seharga 3 sampai 4 pound
Mesir sekilas tidak terlalu berpengaruh bagi naik-turunnya ekonomi
Denmark. Tapi tetap merupakan produk yang harus diboikot.
Anak perempuan di atas mengajarkan kita bahwa tanggung jawab
terhadap pelecehan yang dilakukan oleh koran Jylliands Posten di
Denmark harus dipikul oleh seluruh umat Islam dalam semua tataran. Para
pegawai yang sering terjebak dengan rutinitas kantor memiliki
tanggungjawab yang sama dengan para demonstran yang turun ke
jalan-jalan. Para ibu yang asyik mengurusi keperluan rumah tangga dan
mengurusi anak memiliki tanggungjawab yang sama dengan para wartawan
dan penulis yang bersuara lantang melalui penanya di media-media massa.
Dan tanggungjawab itu terakumulasi dalam satu kata: boikot!
Karena keberadaan anak perempuan itu, bersama dengan teman-temannya
yang lain dalam satu komitmen; bersama orangtuanya yang telah berhasil
mendidiknya untuk memiliki komitmen; bersama para guru yang berhasil
mengajarnya di bangku-bangku sekolah untuk mensosialisasikan kebenaran;
dan bersama masyarakat yang turut mendukung dan juga ikut bertanggung
jawab mentarbiyah sehingga mereka dapat tumbuh menjadi batu karang yang
mempertahakankan kebenaran. Buah dari tabkirut tajnid, pendinian
tarbiyah; semua itulah yang menjadikan Barat kembali mengevaluasi
pandangan mereka terhadap Islam. Ternyata, umat Islam sekalipun
terkesan lemah, terpecah belah, terbelakang, tapi masih menyimpan satu
kekuatan besar. Kekuatan itu bernama cinta dan komitmen, buah dari
masyru' tabkirut tajnid, program pendinian tarbiyah sejak di bangku
SLTP.
Cinta dan komitmen terhadap Islam yang dapat memaksa Denmark meminta
maaf kepada umat Islam di seantero dunia. Karena mereka saat ini
menghadapi kerugian ekonomi secara besar-besaran. Akibat aksi boikot
yang dilakukan di negara-negara Islam, Denmark mengalami kerugian
ekonomi hampir 1.8 juta dollar AS setiap hari atau sekitar 15 milyar
rupiah.
Memasuki awal tahun ini, semangat tabkirut tajnid harus mendorong
kita untuk melahirkan generasi-generasi yang cinta Islam, cinta
Rasulnya dan cinta kepada umat Islam.


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: