Selasa, 06 Januari 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2456

Messages In This Digest (25 Messages)

1a.
Re: (Ruang Keluarga) Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku From: patisayang
1b.
Re: (Ruang Keluarga) Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku From: inga_fety
1c.
Re: (Ruang Keluarga) Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku From: Loiy Anni
2.
(CERPEN) SEMANGAT YANG BERSEMAYAM DALAM KAFAN From: Divin Nahb
3.
(RAMPAI) EPISODE GERIMIS DAN HUJAN From: Divin Nahb
4a.
(catcil) perampokan hati From: Divin Nahb
5.
[Mimbar] Jaminan Rizki From: muhamad agus syafii
6a.
Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita? From: roses_fn@yahoo.com
6b.
Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita? From: Loiy Anni
6c.
Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita? From: Susanti
7.
(Sekolah Kehidupan): Jonas Salk From: Pandika Sampurna
8.
[Catcil] Tetangga oh... Tetangga From: novi khansa'
9a.
Re: [Bahasa] Pernak-pernik Buku Terjemahan From: inga_fety
9b.
Re: [Bahasa] Pernak-pernik Buku Terjemahan From: Rini Agus Hadiyono
10a.
[Ruang Keluarga] Bunda Kecolongan From: Siwi LH
10b.
[Ruang Keluarga] Bunda Kecolongan From: Siwi LH
11.
(BAHASA - CERPEN) PERAHU DAUN From: Arrizki Abidin
12a.
[Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam From: Lia Octavia
12b.
Re: [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam From: Nia Robie'
12c.
Re: [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam From: Loiy Anni
12d.
Re: [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam From: galih@asmo.co.id
13a.
(Inspirasi) Farewell, 2008 From: Jenny Jusuf
13b.
Re: (Inspirasi) Farewell, 2008 From: Ain Nisa
14.
[Catatan kaki] MENGUNDANG PARTISIPASI dalam "1000 Wajah Pram dalam K From: Lia Octavia
15.
[artikel-copas] Kami Mengamini Doâ Nenek! From: muhamad agus syafii

Messages

1a.

Re: (Ruang Keluarga) Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku

Posted by: "patisayang" patisayang@yahoo.com   patisayang

Mon Jan 5, 2009 4:52 am (PST)

Lha, soale aku gak punya gaji
Sya. Jadi gak ada yang bisa
disita. Yang bikin aku merasa
bersalah, dia gak marah atau
ngomel. Yang disayangkannya
bagian yang peyok itu jalur
kabel utama. Takut ngaruh ke
lainnya. Tau sendirikan gimana
Zaffy. :(

--- In sekolah-
kehidupan@yahoogroups.com,
"Syafaatus Syarifah"
<syarifah@...> wrote:
>
> Kalo suamiku berpesan,
pastikan bagian depan mobil
sudah masuk kurang lebih
setengahnya, baru belokkan
setirnya..
> Tapi masih beruntung Mbak
Indar nggak diomelin Mas
Slamet, lha kalo aku sampe
membikin si Zaffy (sama2
pemelihara Zaffy nih kita)
penyok,
> jangankan penyok, nggores
aja bisa-bisa gaji sebulanku
disita suami buat reparasi,
hehehehe....hahaha..
> tapi its ok mbak, aku ngga
berusaha membanding2kan
suami kok.. semua orang pasti
punya sisi plus dan minus kan?
> intinya : bersyukur..yah
bersyukur..indahnya ..
> :)
>

1b.

Re: (Ruang Keluarga) Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku

Posted by: "inga_fety" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Mon Jan 5, 2009 5:20 pm (PST)

sepakat mbak, menghadirkan rasa syukur itu ternyata butuh perjuangan yah:D

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, INDARWATI HARSONO
<patisayang@...> wrote:
>
>
>
> Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku
>
> € ¦ 
>
> Petang dan malam ini ada ketegangan antara aku dan
> suamiku. Pencetusnya, saat dia memintaku menjaga Yasmin sementara
aku tengah
> membuat draft buku. Ide yang memenuhi rongga kepalaku, melesak ingin
keluar itu
> begitu menyiksa sehingga membuatku tega menolak pintanya. Apalagi
alasannya
> bisa kudebat. Dia ingin menyiram tanaman. Khawatir Yasmin jatuh
kalau sambil
> digendongnya. Alasan yang kuanggap mengada-ada karena toh aku biasa
> melakukannya dan bisa. Mungkin alasan sebenarnya memang dia sudah capek
> meladeni tingkah gesit bayi 7 bulan kami itu saat kutinggal mandi
dan sholat
> ashar tadi.
>
> € ¦ 
>
> Pagi ini, hubungan itu kembali mesra. Dia kubuatkan
> oseng buncis kesukaannya untuk bekal ke kantor. Dia juga mereview caraku
> menyetir yang tak benar saat kukatakan Ais minta diantar pakai mobil ke
> sekolah. Tapi ada satu point dari reviewnya yang terlupa, yang
membuat si Zaffy
> ringsek bodi pagi ini; jangan membuang setir terlalu cepat, sebelum roda
> belakang dalam keadaan aman.
>
> € ¦ 
>
> Sampai kembali di rumah meski dengan segudang rasa
> bersalah aku menelponnya. Mendengar tangis penyesalanku, dia bilang
tak apa-apa€ ¦'·entah
> nanti malam kalau sudah melihat seberapa parah kerusakannya dengan mata
> kepalanya sendiri. Tapi yang kutahu pasti, suamiku bukan tipe orang yang
> meletakkan harta di atas segalanya, yang kan
> menyesal dan marah jika kerusakan/kehilangan apalagi jika terjadi
karena faktor
> ketidaksengajaan.
>
> € ¦ 
>
> Buat aku sendiri, peristiwa pagi ini membuatku
> introspeksi. Beberapa hari ini aku memang menjadi sedikit cerewet
dan menuntut.
> Mungkin karena aku merasa tak menghasilkan apa-apa untuk membantu
ekonomi
> keluarga, tindakan yang kuambil justru sebaliknya. Manja, minta
fasilitas lebih
> yang sebenarnya belum butuh betul seperti yang dikatakannya€ ¦'·yang
kusadari juga.
>
> € ¦ 
>
> Yang sering kurengekkan padanya adalah modem untuk
> PC kami. Mauku sih biar aku tak usah ke warnet dan bebas mau ngenet
kapan saja.
> Nokia Classic 6120ku sebenarnya bisa berfungsi sebagai modem, tapi entah
> mengapa, dia selalu gagal konek ke PC. Meski sempat terdeteksi
sebagai modem.
> Suami, menolak sementara usulanku untuk menghabiskan gajinya itu
membeli modem
> dengan segudang alasan€ ¦'·yang jujur, ada benarnya juga.
>
> € ¦ 
>
> Rengekan soal modem tak mempan, aku sempat merengek
> minta dibelikan laptop juga. Alasanku, laptop yang lama rusak, dia
tak mau
> menservisnya. Biaya servis lebih mahal, jadi menurut pertimbanganya
sebaiknya
> beli baru saja, tapi nanti kalau rumah sudah lunas. Cicilan rumah
yang termasuk
> besar serta ketanggungan utang memang meresahkannya. Dia ingin
segera melunasi
> rumah, paling tidak pertengahan tahun ini, daripada `menikmati'
membayar bunga
> yang jumlahnya sepertiga dari cicilan selama 4 tahun ke depan.
>
> € ¦ 
>
> Rengekanku yag lain, membeli AC. Akhir-akhir ini
> Depok terasa panas sekali. Yasmin yang ternyata rekor keringetannya
melebihi
> kakaknya sampai keluar biang keringat semua. Tak tega melihatnya
rewel karena
> kepanasan plus khawatir memakai kipas angin tak baik bagi
kesehatannya, aku
> meminta suami memasang AC. Memang tak harus segera, tapi setidaknya
rengekanku
> itu mengganggunya. Skala prioritasnya sedikit berbeda. Dia ingin
menabung dulu,
> meredam apa yang ingin dibeli tapi bisa dipending untuk
membebaskannya dari
> cicilan rumah per bulannya.
>
> € ¦ 
>
> Ketegangan yang kutulis di depan itu, ada
> hubungannya dengan ketidaksyukuranku juga. Mestinya, aku harus bisa
bergerak di
> sela menjaga anak. Melakukan apapun pekerjaan yang sudah kupilih,
menulis dan
> kreasi flannel meski tersendat-sendat lantaran Yasmin tak bisa diam.
Saat
> tegang itu aku menyalahkannya yang tak memberiku pilihan bekerja di
luar,
> ngantor sebagai orang teknik dan gajian. Dan dia, paling strict
kalau soal ini. Prinsipnya, tugas istri yang utama mengurus
> anak. Kalau mau kerja, di rumah saja, selagi suami masih mampu
membiayai.
>
> € ¦ 
>
> Dalam redanya gelombang emosiku, aku bersyukur
> memiliki suami seperti dia. Dia memberiku kesempatan lebih untuk
mengeksplorasi
> jiwa keibuanku, menjadikan telapak kakiku surga bagi anak-anakku.
Tapi dia juga
> tak mengekang kebebasanku menggali diri. Meski biaya dan waktu untuk
itu jelas harus
> diselaraskan dengan waktu untuk anak-anak dan dirinya juga. Saat
kita menikah,
> kita memang meneken kontrak untuk membagi waktu diri dengan pasangan
hidup dan
> anak-anak, tak sepenuhnya milik diri kita sendiri lagi.
>
> € ¦ 
>
> Dalam hal uang, suamiku juga termasuk mudah
> sebenarnya. Dia tak pernah bertanya aku belanja habis berapa dan
untuk apa
> saja. Dia menaruh kepercayaan sepenuhnya bahkan sering menolak saat
kusodori
> laporan belanja. Ini sedikit berbeda dengan suami-suami lain yang
kukenal yang
> memberi belanja pada istri hanya jika dimintai. Bahkan ada yang suka
cita
> membeli jaket kulit 600 ribu demi penampilannya tapi ngomel yang
ujung-ujung
> tak memberi juga untuk istri yang mau periksa ke dokter kandungan.
Padahal
> periksa ke dokter spesialis itu untuk mereka juga, jika ingin
memiliki anak
> lagi.
>
> € ¦ 
>
> Jauh lebih baik daripada kakakku, aku pun diijinkan
> membawa mobil sendiri oleh suamiku. Sementara mereka tak
diperbolehkan, sayang
> jika mobilnya tergores atau apa. Meski ternyata, kepercayaan suamiku itu
> sedikit ternoda pagi ini oleh kecerobohanku. Apakah dia masih memberiku
> kesempatan untuk membawa mobil lagi lain kali, entah. Tapi aku
sendiri, bahkan
> hendak ke pasar, saat ini, dengan naik sepeda motor saja rasanya
masih was-was.
>
>
> € ¦ 
>
> Yang jelas, dari kejadian pagi ini aku berjanji
> untuk tak merengek lagi. Aku harus bisa bangkit berdiri dengan
segala kecukupan
> dan fasilitas yang diberikannya untukku, istri tercintanya,
semampunya. Skala
> prioritasnya, untuk sementara kuturuti saja. Jadi ingat kata kakak
iparku dulu,
> "Kamu itu mestinya bersyukur sekali punya suami seperti Om Slamet,
Lik (dia memanggilku
> Bulik, panggilan anaknya kepadaku,)."
>
> Ya Mbak, aku memang harus bersyukur punya suami
> seperti dia. Dengan segala kelebihan yang kau deretkan, meski
sebagai manusia
> dia juga menyandang kekurangan.
>
> € ¦ 
>
> Tanah
> Baru, 05/01/09 09.35Http://lembarkertas.multiply.com
>
>
> € ¦ 
>
> € ¦ 
>
> € ¦ 
>

1c.

Re: (Ruang Keluarga) Istri Kurang Bersyukur Itu; Aku

Posted by: "Loiy Anni" loiyloi@yahoo.com   loiyloi

Mon Jan 5, 2009 8:48 pm (PST)

Salam kenal Mbak Indar -dan keluarga-...

Hehehe serasa aku di cubit membaca tulisan Mbak Indar ini. Baru aja semalam aku kembali merajuk ke suami masalah rencana pindah kos ke tempat yang lebih kecil.

Aku merajuk karena di tempat yang baru nanti aku harus beresin kamar sendiri, harus nyuci baju sendiri. Aku merajuk karena di tempat baru tidak ada air panas untuk mandi. Hehehe bahkan aku sempet mengajukan pertanyaan bodoh "Hubby, bagaimana nanti kalau misalnya aku terbunuh..??" hanya gara2 membayangkan di tempat baru nanti keamanannya tidak terjamin :D hihihi norak ya aku...

Kalau sudah begitu, suami akan selalu mengingatkan tentang impian kami untuk mempunyai rumah sendiri. Dan konsekuensi dari mimpi itu, harus mau hemat pengeluaran yang artinya harus mau pindah dari kos sekarang yang memang sangat nyaman ke tempat kos dengan harga terjangkau. Suami juga bilang kalau ketakutanku itu hanya gara2 aku yang sudah terbiasa di manjakan dengan fasilitas yang lengkap. Kalau aku yakin semua akan baik2 saja... maka everything will be ok.

Peace & Love,
-loiy-

Ya Mbak, aku memang harus bersyukur punya suami
seperti dia. Dengan segala kelebihan yang kau deretkan, meski sebagai manusia
dia juga menyandang kekurangan.

Tanah
Baru, 05/01/09 09.35
Http://lembarkertas .multiply. com

__

New Email addresses available on Yahoo!
Get the Email name you&#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
2.

(CERPEN) SEMANGAT YANG BERSEMAYAM DALAM KAFAN

Posted by: "Divin Nahb" divin_nahb_dn@yahoo.com   divin_nahb_dn

Mon Jan 5, 2009 5:12 am (PST)

SEMANGAT YANG BERSEMAYAM DALAM KAFAN
Oleh; Divin Nahb

€ ¢â' '¼Ari masuk rumah sakit, sudah di ICU,€ ¢â' '½ kalimat itu masih saja membekas dan terngiang dalam telinga Raki.
Gadis yang sering terlihat mengenakan jilbab hitam memang dikenal sebagai gadis yang cepat rapuh. Ia menyebut dirinya € ¢â' '¼manusia seribu masalah€ ¢â' '½, sebentar ia berteriak untuk sesuatu yang tidak pasti dan saat mendapatkan masalah kecil selalu saja didramatisir menjadi orang yang paling berat memikul masalah. Apa lagi untuk masalah besar?
Hari ini Raki baru saja menyelesaikan ujian tengah semester di Kampus. Kepalanya masih menumpuk sejuta pertanyaan yang membuat lehernya terjerat. Hampir ia tidak dapat bernapas selepas mengerjakan soal-soal ujian tadi, pening yang saat itu Raki rasakan.
Belum sembuh dari derita soal-soal, hantaman keras kembali menerjang sesampainya di rumah. Kabar mengenai Ari membuat pukulan hari ini bertambah. Semua seakan seperti sebuah mimpi buruk, tak terasa linangan air mata mencium kedua pipi Raki.
Raki menatap kosong ke depan. Ia menghamparkan tubuhnya di kasur, pikirannya menerawang memikirkan wajah Ari. Berlari dan berkejaran saat semua belum berubah seperti sekarang ini. Semua senda guraunya terngiang di telinga Raki. Masa-masa SD melekat dalam memorinya saat itu. Wajah-wajah mungil yang belum banyak permasalahan, menatap hidup hanya dengan main, senyum, dan canda.
Wajah Ari yang putih bersih semakin nyata dalam pandangan mayanya. Senyum dan ledekan yang sering Ari lontarkan untuknya kerap membuat gelak tawa saat Raki bersamanya. Setiap cerita selalu Ari kemas dengan menarik, seperti sebuah parcel saat lebaran, walau isinya hanya sekumpulan coklat seratus rupiah.
Satu tahun yang lalu ia masih bertukar senyum dan canda dengan Ari. Mereka menikmati suasana bukan hanya berdua, Nina, gadis Sunda yang pendiam memang dekat dengan mereka, ikut menghiasi suasana di rumah baru Ari.
Mereka bercerita pengalaman selama lepas dari baju merah-putih. Segudang cerita menumpuk dalam ingatan mereka untuk dihamburkan hari itu. Suasana saat itu, hanya tinggal kenangan dalam ingatan Raki dan menjadi moment terakhir melihat dan mendengar suara Ari.
Hari itu, dimana mereka bertiga terakhir berkumpul adalah hari syukuran rumah baru Ari. Semua orang yang mengenal keluarganya berkunjung ke sana. Rumah baru itu terlihat istimewa, warna biru kerap mendekorasi setiap sisi-sisi dinding yang tegak berdiri. Rumah itu seperti menggambarkan damainya kehidupan.
Ketika malam mulai merayap, Raki, Ari, dan Nina saling bertukar cerita di lantai atas rumah baru itu. Cekikikan sering terdengar ketika Ari dan Raki berkelekar. Nina hanya terdiam dan tersenyum melihat kedua sahabatnya yang sudah dikenalnya sejak Sekolah Dasar membuat lelucon konyol. Memang di antara mereka bertiga hanya Nina yang saat tertawa tidak perlu terlalu mengumbar gingsulnya itu.
Tak disangka mereka kini telah mengenakan Almamater yang berbeda, dan menimba ilmu dalam gedung yng berlainan, namun penampilan mereka selayaknya seorang wanita. Bukan lagi bocah ingusan yang memakai bedak sana-sini, tidak rata.
Ketiga gadis tersebut sudah dewasa, usia mereka 20 tahun. Dan berbagai prestasi dalam kehidupan seharusnya telah mereka raih, karena mereka dikenal sebagai gadis yang unggul sejak kecil. Namun tidak demikian adanya, hanya Ari yang mampu membanggakan kedua orang tuanya. Nina yang dikenal sangat pendiam terlihat wajar bila belum bergelimang seperti Ari. Tapi Raki, gadis yang hampir sama kepribadian dengan Ari hanya dapat menikmati keberhasilan Ari tanpa ada sesuatu yang patut dibanggakan. Ironis bukan?
Ari sudah dikenal banyak kalangan, dari dunia hiburan sampai dunia politik. Semua kawan-kawannya adalah orang-orang besar, berpenampilan pejabat, dan bergelimang harta. Sedangkan Raki hanya dapat mendengarkan, menggigit jari, dan membayangkan bahwa dirinya adalah Ari.
Raki terdiam dan menghelakan napas, mengulang ucapan Mbak Ratih, kakak iparnya, dalam pikiran. € ¢â' '¼Ari masuk ICU?€ ¢â' '½ tanyanya pilu membatin.
Ini seperti sebuah pukulan yang membuat diri Raki terguncang tanpa tatapan yang terfokuskan pada satu titik.
***
Keadaan Ari memang parah, walau Raki belum melihatnya. Paling tidak itulah yang terpancar dari wajah Bunda dengan mata sembab setelah membesuk Ari kemarin sore. Semua sudah bertemu Ari. Ayah, Bunda, Nina, dan ke dua orang tuanya melihat Ari tergeletak menggigil tanpa mengingat apa pun dan siapa pun. Kecuali Raki yang belum melihatnya! Mata Ari menatap kosong ke depan, tidak ada kecerian yang selalu hadir dalam setiap kata yang keluar dari mulut bawelnya, atau pun dari balik raut wajahnya.
€ ¢â' '¼Kamu lebih baik ajak teman-teman yang lain De!€ ¢â' '½ Ayah memberitahukan Raki yang sedang mempersiapkan diri menjenguk Ari.
Belum sempat Raki memberitahukan teman-teman SD nya, ia tersentak kaget ketika Ayahnya mendapat kabar SMS dari keluarga Ari yang memberitahukan bahwa Ari telah terlepas dari rasa sakit yang ia derita selama tiga Minggu dan berada dalam dekapan yang Maha Kuasa.
Seluruh tubuh Raki bergetar mendengar berita tersebut, ia hampir tak kuasa menopang tubuhnya dengan ke dua kaki. Ia menuju kamar tidur dengan lemas dan menitikkan air mata untuk Ari € ¢â' '¼Ri, aku baru mau ngajak kamu tersenyum€ ¢â' '½, lirihnya dalam batin. Kaos panjang kuning yang ia kenakan segera digantinya, sebenarnya Raki sengaja memakai kaos kuning untuk menghibur dan mengatakan € ¢â' '¼Ri, kamu harus senyum terus dan bergembira, kan aku sudah pakai baju ngejreng, kuning bo!€ ¢â' '½
Semua seakan sirna seketika. Nyatanya baju kuning yang ia kenakan memberikan sebuah petanda tentang kepergian Ari menghadap Tuhan.
***
Malam itu Raki pergi bersama Nina, sedang teman-teman SD mereka yang lain akan menyusul. Hentakan kaki Raki terasa menggema, tanah yang diinjaknya seakan mongering, padahal hujan rintik ia rasakan. Desiran angin malam seperti tangisan yang memilukan hati. Kenapa semua terdiam di saat kepergiannya? Kemana senda guraumu malam? Di mana teriakanmu angin? apakah karena Ari telah meninggalkan kita, diri kalian bersembunyi dalam kesunyian? tapi memang itulah yang terjadi, Tuhan mencintainya dan menghentikan penderitaannya yang cukup lama.
Terbesit dalam gurat pikiran Raki adalah semangat Ari dalam berkarya, masih muda namun sejuta harapan telah ia peluk. Sedangkan Raki hanya dapat melihat indahnya keberhasilan Ari, tanpa keberhasilan dirinya dalam ke dua tangan yang ia genggam sejak tadi.
Raki dan Nina melangkahkan kaki ke dalam rumah Ari. Riuh gaduh malam itu mengumandangkan asma Allah lewat bait-bait Al-Qur€ ¢â' '¹an, isak tangis menerangi tiap sudut rumah besar itu. Raki perlahan mengikuti langkah Nina yang terarah pada sebuah kasur yang tergeletak di bawah. Tuhan, itukah gadis cantik dan periang yang pernah Raki kenal? tak berdaya dan terkulai lemas tak bernyawa. Raki berusaha tegar, dan melihat Ari terbalut lembut oleh batik coklat sedang wajahnya tertutup.
Selangkah demi selangkah Raki pijakan kakinya. Ana, salah satu teman SD mereka mempersilakan untuk melihat wajah Ari. Ana sangat berani, pikir Raki. Apa mungkin karena ia sudah kuat menghadapinya? atau memang Ana masih memiliki ketegaran dalam hidupnya, padahal seminggu yang lalu Bapaknya baru saja dipangggil Tuhan? pertanyaan tersebut Raki acuhkan sejenak, ia dan Nina mulai melihat wajah Ari yang Ana singkap. Mereka melihatnya dari dekat, Ari hanya terdiam tanpa keriangan yang ia selalu tampilkan untuk bumi ini. Wajahnya semakin memucatkan kulitnya yang putih.
Raki memeluk Nina erat € ¢â' '¼Ari, udah pergi Nin,€ ¢â' '½ ucapnya terbata karena isak tangisnya
€ ¢â' '¼Ki, sabar€ ¢â' ¦,€ ¢â' '½ Nina menyeka air mata dan memeluknya erat.
Mereka berjalan ke arah teman-teman SD. Semua sudah berubah, gadis-gadis mungil tersebut sudah menjadi gadis dewasa, cantik, dan anggun walau terbalut dengan pakaian gelap dan kalem.
Semua tangis terdengar, Raki dan Nina memeluk satu persatu dari mereka. Pelukan pilu dan sebuah peluk rindu karena mereka terpisah selama bertahun-tahun, dan di antara mereka ada yang baru bertemu selama sembilan tahun ini. Dipertemukan bukan dalam kebahagiaan sebuah pelaminan, melainkan sebuah kematian, sebuah kesedihan walau memang itu yang akan selalu terjadi pada setiap insan di dunia ini.
€ ¢â' '¼Ari, candamu memang sudah tidak terdengar, tapi semangatmu berkarya masih ada dalam genggaman tanganku,€ ¢â' '½ Raki menatap Ari dari ujung tempat ia bersama teman-teman yang lain. Terdiam, hanya memandang tubuh tak berdaya itu dengan linangan air mata yang menciumi kedua pipi. Ia terus memandangnya, semua teman-temannya terdiam menatap Ari tanpa bicara sepatah kata pun.
Raki menggenggam erat tangan Nina, mereka semua saling menggenggam dan tak melepas. Sebuah genggaman yang memberikan makna penting bagi diri mereka. Genggaman yang akan selalu menemani mereka ketika impian-impiannya tidak menjadi kenyataan, ketika air mata jatuh dari pelupuk mata, ketika sendiri dalam kesunyian, dan memberikan kebahagian dalam genggaman yang erat.

*Dikhususkan untuk sahabatku: Iis Nurasyiah
Tangerang Juni 2005

3.

(RAMPAI) EPISODE GERIMIS DAN HUJAN

Posted by: "Divin Nahb" divin_nahb_dn@yahoo.com   divin_nahb_dn

Mon Jan 5, 2009 5:27 am (PST)

EPISODE GERIMIS DAN HUJAN
~Divin Nahb~

Gerimis adalah peranakan hujan
Ritmisnya menandakan roman
yang disatukan hanya untuk sekedar saling sahut-sahutan
atau pula berkelekar memastikan adanya zaman

Dan hujan barulah induk gerimis itu
Meski deras, tanpanya tiada arti jua

Si anak air yang datangnya kecil-kecil
Menegur kefanaan yang sudah ranggas
Karena matahari yang bergelantung tanpa helai,
tali ,
bahkan rantai besi
hanya bertaringkan,
namun mampu pula menaklukan penghuni bumi

Sampai si anak air terkutuk jadi juntaian pelepas haus
Padahal itulah bisikan para Malaikat,
entah maut atau kebalikannya
yang diutus Tuhan menabur takdir yang menelengkup
Dalam gerimis dan hujan, ada rahasia Tuhan

23 Desember 2008

4a.

(catcil) perampokan hati

Posted by: "Divin Nahb" divin_nahb_dn@yahoo.com   divin_nahb_dn

Mon Jan 5, 2009 6:15 am (PST)

Retno... sabar. Aku baru tau masalah ini. Semoga apa yang menimpamu memberikan sejuta anugerah yang tak terbayangkan. Mungkin hari ini kamu kehilangan banyak hal dan privasi yang terkoyak. Tapi Insya Allah akan ada sesuatu yang luar biasa menanti. Berusaha sabar ya bola bekelku...

Aku rindu senyummu....
Peluk dari jauh ya No...

Divin Nahb

5.

[Mimbar] Jaminan Rizki

Posted by: "muhamad agus syafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Mon Jan 5, 2009 7:01 am (PST)



Jaminan Rizki









€                                                Jaminan Rizki
€                             By:
Prof. Dr Achmad Mubarok MA

Orang sering keliru
memahami ayat al Qur€  '²an yang menyatakan bahwa Alloh SWT sudah
menjamin rizki bagi semua makhluknya. Salah paham itu diwujudkan
dengan tidak mau bekerja keras , tidak mau berusaha mencari rizki
dengan alasan bahwa rizki sudah diatur oleh Tuhan, yang menjadi
rizkinya tidak akan lari dan yang bukan rizkinya biar dikejar juga
nggak bakal dapet, katanya. Ayat itu berbunyi wama min daaabbatin
€  '¥..illa `alallohi rizquha, yang artinya tidak ada binatang melata
satupun di muka bumi kecuali rizkinya sudah ditanggung oleh Alloh.
Jaminan Tuhan ini diperuntukkan bagi seluruh makhluknya, termasuk
nyamuk, cecak, semut bahkan kuman, mereka semua dijamin ketersediaan
rizkinya. Alloh menciptakan alam ini sangat sempurna sebagai hunian
makhluknya, masing-masing berfungsi bagi yang lain. Sampah menjadi
pupuk pepohonan, limbah manusia menjadi konsumsi binatang atau
ikan,pokoknya tidak ada energi yang terbuang, karena tidak ada
satupun ciptaan Tuhan yang tak berguna, robbana ma kholaqta haza
bathila, kata al Qur€  '²an.

Kebutuhan

Sesungguhnya setiap
makhluk termasuk manusia memiliki standard kebutuhan universal. Bagi
binatang semua kebuTuhan hidupnya sudah terhampar di bumi, tinggal
mengambil kapan menginginkan, tidak perlu memiliki gudang persediaan.
Tetapi bagi manusia sebagai makhluk psikologis, makhluk social dan
makhluk budaya, manusia memiliki konsep kebutuhan yang berbeda-beda,
bahkan mana kebuTuhan primer dan mana yang sekunder manusia memiliki
konsep yang berbeda. Bagi seorang dosen, buku adalah kebutuhan
primer, tapi bagi petani di kampong buku masuk kategori kebuTuhan
sekunder. Dari segi kecukupan, ada orang yang merasa sudah tercukupi
jika kebuTuhan hari ini sudah tersedia, soal besok ya besok saja.
Yang lain baru merasa tercukupi jika kebuTuhan untuk besok hari juga
sudah tersedia. Yang lain lagi ada yang baru bisa tenang jika
kebutuihan untuk satu bulan sudah berada dalam genggaman tangannya.
Nah ada juga yang baru bisa tenang jika kebutuhan untuk tujuh turunan
sudah terjamin.

Tingkatan rizki
Yang dimaksud dengan
rizki adalah segala sesuatu yang memberi manfaat, kullu ma
yustafad,.makanan menjadi rizki jika memberi manfaat,maka sate
kambing pedas bukan rizki bagi orang yang mengidap sakit maag, atau
pengidap darah tinggi. Gula bukan rizki bagi orang yang mengidap
sakit gula. Sebaliknya udara, ilmu, tetangga, handai taulan,jabatan,
suami,isteri adalah rizki jika itu semua memberi manfaat. Bahwa
Tuhan sudah menyediakan rizki yang dibutuhkan oleh semua makhluknya
adalah sepenuhnya benar , tetapi karena manusia memiliki konsep
kebutuhan yang berbeda,maka jaminan rizki Alloh SWT kepada menusia
diberikan secara bertingkqat.

a.Rizki Yang
Dijamin. Rizki yang dijamin oleh Alloh SWT adalah kebutuhan
dasar,kebutuhan universal, seperti oksigen, air, dan
makanan.Dimanapun manusia hidup disitu dijamin ada sesuatu yang bisa
dimakan agar manusia bisa tetap eksis.Di laut, di hutan bahkan di
padang pasir sekalipun tersedia makanan danminuman untuk
penghuninya.Manusia yang ditantang untukmencari dan mengolahnya.
Tetapi kebutuhan pulsa, kosmetik dan yang sebangsa itutidak dijamin.

b.Rizki yang harus
dipilih. Alloh menawarkan banyak fasilitas rizki, ada yang sangat
bermutu, ada yang bermutu, yang kurang bermutu dan ada yang tidak
bermutu. Bagi setiap orang ,rizki yang ditawarkan itu juga ada yang
sangat cocok, cocok, kurang cocok dan ada yang tidak cocok. Nah
manusia dipersilahkan memilih mana yang dipandang terbaik, sangat
cocok dan halal,atau mau memilih yang meski kurang baik tetapi yang
penting halal, atau yang dinilai bermutu, mudah memperolehnya,meski
haram. Nah tiap orang akan menikmati tingkat manfaat dari rizki itu.
Ada yang memperoleh sedikit, kurang bermutu, tetapi manfaatnya besar,
disebut berkah. Ada yang memperoleh banyak,berkualitas tinggi tetapi
tidak membawa manfaat, disebut tidak berkah.. Perampok atau koruptor
bisa memperoleh dalam jumlah besar dalam waktu pendek, tetapi yang
banyak itu ternyata tidakmembawa kebahagiaan,dan bahkan cepat habis
tak berbekas.

c.Rizki yang harus
diperjuangkan. Adakalanya Alloh SWT menyediakan begitu banyak
rizki,tetapi orang tidak mudah mengambilnya, betapapun sudah menjadi
pilihannya. Untuk mengambilnya orang harus berjuang keras melawan
jarak,ruang dan waktu yang kesemuanya mengandung resiko berat, ada
yang berhasil dan banyak yang gagal. Hanya orang kuat dan diridai
Tuhan yang berhasil.

d.Rizki yang
dihalangi. Ada orang kaya mendadak dengan memperoleh uang banyak
dalamwaktu sekejap. Tetapi rupanya rizkiitu termasuk rizki yang
dihalangi. Saking gembiranya dapat rizki nomplok orang itu menjadi
gila, dan setelah gilamaka uang banyakitulalu menjadi tidak menjadi
rizki, karena orang gila tidaklagi dapat menikmati kekayaan. Ada juga
orang kaya yang mempunyai banyak hal, tetapi kemudian ia menderita
sakit yang menyebabkan ia tidakbisa menelan makanan. Maka setelah itu
makanan yang disantapharus melalui infus. Ia punya makanan banyak
tetapi ia dihalangi untuk menikmati lezatnya makanan. Atau adalagi
orang ganteng yang baru berhasilmempersunting gadis cantik. Tiba-tiba
dalamperjalanan pulang turun dari gedung resepsi, ia terpeleset jatuh
yang menyebabkan syaraf tertentu terganggu dan menyebabkan impoten
permanen. Nah, isteri cantik itu tidaklagimenjadi rizki, sebaliknya
menjadi siksaan, karena ia tidaklagi bermakna di depan isterinya.

sumber,
http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii

6a.

Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita?

Posted by: "roses_fn@yahoo.com" roses_fn@yahoo.com   roses_fn

Mon Jan 5, 2009 2:01 pm (PST)


Tak ada kata-kata setuju lainnya yang€ ¦ bisa saya haturkan,€ ¦ selain mengangguk€ ¦  setuju. Sehati dengan jawaban teman yang meminta kita untuk tidak menyerah walau hanya berpetisi lewat tulisan, puisi dan€ ¦ segaris tanda tangan dan do'a. Sekeping koin, atau selembar uang kertas yang telah kita niatkan. Biarkan hati mengikhlaskan (bila tempat/organisasi tersebut terpercaya). Untuk menyalurkannya€ ¦ ke Gaza.
€ ¦ 
Kebetulan kami tidak anti tivi, maksudnya di rumah ada suara berkaca tersebut.€ ¦ Dokumentari dan berita aktual€ ¦ TV Jepang (sayangnya tengah malam, mulai pukul€ ¦ 21.00 waktu Jepang) lumayan bagus-bagus. Bisa untuk menambah-nambah rasa kecintaan anak-anak kami kepada agama dan sesama manusia. Apa hubungannya? Ya ada.
€ ¦ 
Karena Palestina memang sedang amat dirundung duka. Gambar nyata ketidakadilan, menjadi bahan diskusi kami di liburan winter ini.€ ¦ Anak lelaki€ ¦  remaja, yang saat ini mungkin hatinya masih putih,€ ¦ ikut geram. Ketika€ ¦ di saluran itu menayangkan gorden yang koyak, dan sepetak tembok yang runtuh. Serta mengabarkan satu, dua korban mati dari bangsa itu, sebagai penyebab kenapa Israel membombardir Gaza.
€ ¦ 
"Hidoi sugita, zurui..! Gaza no hito tachi wa takusan nakunarimashita yoo.." Ucapnya gemerutuk. (terlalu jahat, curang sekali..! orang-orang Gaza banyak yang tewas kan..)
€ ¦ 
Terlihat seorang bapak menangis, sambil€ ¦ berteriak pilu "Anakku hancur, tewass..." Airmata putri kecil kami ikut menangis. Kami hanya bisa ikut berurai airmata.€ ¦ Pendapat dan ide saling berkelebat di€ ¦ meja kecil ini. Lalu mata-mata kami€ ¦ menerawang...
€ ¦ 
"Nak, yuk semua, sholat sunah yuk, kita do'akan mereka..."€ ¦ Sambil kaki saya beranjak dari ruang keluarga.
€ ¦ 
"Mam, kemarin duit seribu udah dikirim gak?...todoita no? uang segitu bisa beli apa ya?" Ucap si kecil yang ikutan donasi.
€ ¦ 
"Insya Allah sampai (todoita), uang adik, uang nicang, uang-uang kecil kita akan terkumpul menjadi banyak. Niatkan saja yang ikhlas semoga sampai maksud hati kita ya." Sang kakak menerangkan€ ¦ dengan mimik serius.
€ ¦ 
Air€ ¦ bergemiricik di keran kamar mandi. Hening...tak ada canda yang biasa mereka tingkahi...
€ ¦ 
"Bisakah beningnya hati mereka,€ ¦ terus hingga mereka dewasa?.. Entahlah..."
€ ¦ 
Saya mengingat, tadi siang si sulung minta€ ¦ pergi nonton film Anime Jepang terbaru yang€ ¦ besok akan€ ¦ tayang di bioskop. Ia mendapat kabar lewat teman-temannya di website kecilnya. Heh.. kemana rasa simpatinya ya? Tiket bioskop itu mahal di sini.€ ¦ Ah..nicang!
€ ¦ 
*nicang, onisan, aniki: kakak laki-laki
€ ¦ 
€ ¦ 
-Rose di Yukuhashi-
..............................

6b.

Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita?

Posted by: "Loiy Anni" loiyloi@yahoo.com   loiyloi

Mon Jan 5, 2009 8:08 pm (PST)

Salam kenal Mbak Rose..
Aku termasuk orang yang suka sesuatu yang berbau Jepang lho.. cuman belum kesampean pergi Ke Jepang. Hehehe... jadi tambah pengen ke Jepang nih :(

Membaca cerita Mbak Rose ini, aku jadi teringat satu iklan provider hape yang menceritakan ke-pedulian seorang anak kecil yang sigap membantu sesama tanpa pamrih.
Aku suka mengamati -sekaligus menilai- suatu iklan meskipun aku bukanlah seorang pemerhati iklan. Dan aku suka dengan iklan di atas, kenapa..?? karena dr iklan tersebut aku belajar tentang sesuatu.
Semoga rasa simpati, tepo sliro, tenggang rasa antar sesama yang tumbuh dalam pribadi buah hati Mbak Rose tetap terjaga sampai mereka dewasa kelak. Aminnn..

Dan sekarang, apa hubungannya iklan itu dengan Palestina ??
Secara directly memang tidak ada, hanya saja aku suka miris melihat aksi-aksi yang marak belakangan berkaitan dengan kejadian di Palestina. Kalau misalnya aksi yang dilakukan itu aksi damai, itu tidak menjadi masalah tentunya. Hanya saja pernahkah terpikir oleh mereka -atau kita ??- bahwa kadang aksi mereka sudah over-act.

Misalkan kemaren diberitakan di beberapa daerah, anak TK dan SD melakukan demonstrasi menentang agresi di Palestina. Yang jadi tanda tanya dalam keterbatasan pemikiranku, what's the point mengajak -or menyuruh ?- anak2 itu melakukan long march dan berdemo ? Bukankah lebih bermanfaat andaikata di arahkan ke aksi-aksi yang sekaligus dapat menanamkan rasa tepo sliro bagi anak2 kecil itu ? Kalu misalnya dari TK saja sudah di ajari untuk berdemo, bukankah hal tersebut seakan menjadi pembenaran -ketika mereka dewasa kelak- bahwa jika hendak melawan yang salah itu harus dengan berdemo. Aku tidak menyalahkan aksi demonya, tapi apakah kita bisa mengontrol demo yang kelak calon2 penerus bangsa itu lakukan tidak berujung anarkis..???

Contoh lain, aksi merusak & memboikot resto2 -Mc D- yang di anggap turut membantu membiayai agresi terhadap Palestina. Bukankah hal tersebut sudah over-act ??. Karena -lagi2- menurut keterbataan pemikiranku, bukankah yang bekerja di rumah makan tersebut juga warga Indonesia yang juga punya keluarga yang harus di beri makan ??

Dan aku setuju dengan aksi yang di lakukan Mbak Rose beserta buah hati, karena akan jauh lebih terasa manfaatnya ketimbang aksi2 yang berujung kekerasan. Jadi mari kita lakukan aksi dengan damai. Kita tumbuhkan tepo sliro dengan kasih sayang dan bukan anarkis.

Mohon pencerahan.

Peace & Love,
-loiy-
YangCintaAksiDamai

"Bisakah beningnya hati mereka, terus hingga mereka dewasa?.. Entahlah..."

Saya mengingat, tadi siang si sulung minta pergi nonton film Anime Jepang terbaru yang besok akan tayang di bioskop. Ia mendapat kabar lewat teman-temannya di website kecilnya. Heh.. kemana rasa simpatinya ya? Tiket bioskop itu mahal di sini. Ah..nicang!

*nicang, onisan, aniki: kakak laki-laki


-Rose di Yukuhashi-
............ ......... .........

New Email names for you!
Get the Email name you&#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
6c.

Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita?

Posted by: "Susanti" susanti@shallwinbatam.com

Mon Jan 5, 2009 8:59 pm (PST)

Waktu dulu masih di Lobam, saya dan kawan-kawan di Nurul Iman juga sering ikutan demo. Tapi demo damai, berkumpul di lapangan nasional di Tanjung Uban dan menggelar orasi, puisi, bahkan drama.
Pernah waktu itu kami demo sambil hujan-hujanan, namun tak ada yang merasa dingin atau masuk angin. Semua terbakar semangat, karena hanya itu yang bisa kami bisa.
Aksi pengumpulan dana pun digelar besar-besaran, dengan harapan bisa sedikit meringankan beban saudara-saudara kita.
Sekarang ini saya hanya bisa berdoa, semoga Allah selalu membersamai mereka.
Jikalau Allah bersama mereka, apalagi yang kurang?

-Skylashtar Maryam-

----- Original Message -----
From: Loiy Anni
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, January 06, 2009 11:06 AM
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] Re: [Tuk Palestina] Sampaikah Bantuan Kita?

Salam kenal Mbak Rose..
Aku termasuk orang yang suka sesuatu yang berbau Jepang lho.. cuman belum kesampean pergi Ke Jepang. Hehehe... jadi tambah pengen ke Jepang nih :(

Membaca cerita Mbak Rose ini, aku jadi teringat satu iklan provider hape yang menceritakan ke-pedulian seorang anak kecil yang sigap membantu sesama tanpa pamrih.
Aku suka mengamati -sekaligus menilai- suatu iklan meskipun aku bukanlah seorang pemerhati iklan. Dan aku suka dengan iklan di atas, kenapa..?? karena dr iklan tersebut aku belajar tentang sesuatu.
Semoga rasa simpati, tepo sliro, tenggang rasa antar sesama yang tumbuh dalam pribadi buah hati Mbak Rose tetap terjaga sampai mereka dewasa kelak. Aminnn..

Dan sekarang, apa hubungannya iklan itu dengan Palestina ??
Secara directly memang tidak ada, hanya saja aku suka miris melihat aksi-aksi yang marak belakangan berkaitan dengan kejadian di Palestina. Kalau misalnya aksi yang dilakukan itu aksi damai, itu tidak menjadi masalah tentunya. Hanya saja pernahkah terpikir oleh mereka -atau kita ??- bahwa kadang aksi mereka sudah over-act.

Misalkan kemaren diberitakan di beberapa daerah, anak TK dan SD melakukan demonstrasi menentang agresi di Palestina. Yang jadi tanda tanya dalam keterbatasan pemikiranku, what's the point mengajak -or menyuruh ?- anak2 itu melakukan long march dan berdemo ? Bukankah lebih bermanfaat andaikata di arahkan ke aksi-aksi yang sekaligus dapat menanamkan rasa tepo sliro bagi anak2 kecil itu ? Kalu misalnya dari TK saja sudah di ajari untuk berdemo, bukankah hal tersebut seakan menjadi pembenaran -ketika mereka dewasa kelak- bahwa jika hendak melawan yang salah itu harus dengan berdemo. Aku tidak menyalahkan aksi demonya, tapi apakah kita bisa mengontrol demo yang kelak calon2 penerus bangsa itu lakukan tidak berujung anarkis..???

Contoh lain, aksi merusak & memboikot resto2 -Mc D- yang di anggap turut membantu membiayai agresi terhadap Palestina. Bukankah hal tersebut sudah over-act ??. Karena -lagi2- menurut keterbataan pemikiranku, bukankah yang bekerja di rumah makan tersebut juga warga Indonesia yang juga punya keluarga yang harus di beri makan ??

Dan aku setuju dengan aksi yang di lakukan Mbak Rose beserta buah hati, karena akan jauh lebih terasa manfaatnya ketimbang aksi2 yang berujung kekerasan. Jadi mari kita lakukan aksi dengan damai. Kita tumbuhkan tepo sliro dengan kasih sayang dan bukan anarkis.

Mohon pencerahan.

Peace & Love,
-loiy-
YangCintaAksiDamai

"Bisakah beningnya hati mereka, terus hingga mereka dewasa?.. Entahlah..."

Saya mengingat, tadi siang si sulung minta pergi nonton film Anime Jepang terbaru yang besok akan tayang di bioskop. Ia mendapat kabar lewat teman-temannya di website kecilnya. Heh.. kemana rasa simpatinya ya? Tiket bioskop itu mahal di sini. Ah..nicang!

*nicang, onisan, aniki: kakak laki-laki

-Rose di Yukuhashi-
............ ......... .........

----------------------------------------------------------
New Email names for you!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!

----------------------------------------------------------

No virus found in this incoming message.
Checked by AVG - http://www.avg.com
Version: 8.0.176 / Virus Database: 270.10.3/1877 - Release Date: 1/5/2009 7:20 PM
7.

(Sekolah Kehidupan): Jonas Salk

Posted by: "Pandika Sampurna" pandika_sampurna@yahoo.com   pandika_sampurna

Mon Jan 5, 2009 4:08 pm (PST)

Kehidupan adalah suatu proses berulang-ulang dari setiap kesalahan

8.

[Catcil] Tetangga oh... Tetangga

Posted by: "novi khansa'" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Mon Jan 5, 2009 4:27 pm (PST)

Sabda Rasulullah SAW,
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya."

Hari Ini dan Lima Tahun Lalu
Hari
ini dan lima tahun yang lalu, mereka tak berbeda... mereka masih dengan
ringan tangan membantu kami... tanpa diminta... tanpa pamrih...

Tanpa
terasa tahun 2009 hadir kembali. Sudah banyak yang terjadi beberapa
tahun belakangan. Banyak kejutan hidup. Banyak cita-cita dan mimpi.
Banyak yang terjadi memberi berjuta arti.

Hari Ini
Hari
ini aku menginjakkan kakiku di rumah setelah semalam menginap di rumah
kakak perempuanku. Aku lihat pemandangan kerepotan di rumah. Yah, hari
ini adalah syukuran pernikahan kakak laki-lakiku yang resepsinya
dilaksanakan 14 Desember lalu di Banyumas. Ibu memang sudah
merencanakan akan mengadakan acara syukuran kecil-kecilan. Beliau
bermaksud mengabarkan kepada tetangga dekat ataupun saudara dekat di
Jakarta tentang pernikahan kakak. Kakak dan istrinya sudah datang sejak
Sabtu.

Saat
itu aku melihat para tetangga yang turut repot di rumah. Memasak segala
macam hingga bantu merapikan ruangan. Fiyuh, keadaan rumah terlihat
sibuk, padahal ibu sudah meminta mpok yang dulu membantu di rumah kami
untuk datang. Aku sendiri malah datang telat. Sengaja menginap di rumah
kakak karena ada acara di Pondok Gede sebelumnya. Hehe, maaf ya, Bu..
aku ga mikir bakal repot gini... tahu gitu, aku pulangnya ke rumah
malam itu...

Melihat pemandangan itu, ingatanku disadarkan pada peristiwa lima tahun silam saat terakhir kali bapak menghembuskan napasnya.

Lima Tahun Lalu
Pada bulan yang sama, tanggal 21.
Aku
ingat malam itu, ketika kami pulang ke rumah dari RSCM, lewat tengah
malam. Berbarengan dengan mobil yang membawa jenazah bapak. Aku lihat,
beberapa anak muda membawa bendera kuning. Ketika sampai di rumah,
kulihat keadaanya sudah rapi. Para tetangga berkumpul di gang rumah
kami yang buntu. Kasur-kasur disiapkan di rumah kontrakan kakak saat
itu yang letaknya masih satu gang dengan rumah kami. Mereka sempat
menyuruh kami untuk istirahat di sana.

Paginya, makin banyak tetangga yang hadir di rumah kami. Mensholatkan dan mendoakan bapak
bergantian. Aku, ibu dan kakakku tidak bisa tidur hingga pagi. Sambil
terus menghubungi kakak laki-lakiku di Solo. Semenjak bapak koma, dia
sangat sulit dihubungi.

Aku
perhatikan para ibu-ibu beriringan menuju pasar. Entah kenapa itu
menjadi tak biasa di mataku. Lalu, ada tenda di depan rumah,
kursi-kursi. Tentunya bukan kami yang pesan. Tamu-tamu makin banyak
berdatangan untuk melayat. Begitu juga teman-teman kuliahku. Bahkan,
keluarga dari Solo dan sekitarnya pun datang. Tak lama, mbak Ita,
tetangga kami menyodorkan nasi lengkap beserta lauk dan sayur kepadaku,
kakak dan ibu.

Di
rumah kakak juga disiapkan nasi, lauk pauk lengkap. Jadi, keluarga yang
datang dari jauh bisa makan dan sejenak beristirahat di sana. Aku
ketahui kemudian, semua yang menyiapkan adalah para tetangga. Hingga
takziyah yang berlangsung tiga hari, kiriman makanan selalu datang.
Saat ingin membayar biaya tenda, ternyata sudah ada yang membayarkan.

Sebelumnya,
ketika diketahui bapak kecelakaan motor, beberapa tetangga meng-update
berita tersebut dan menyiapkan banyak orang andai butuh banyak
transfusi darah. Semua panik, semua khawatir, bahkan aku sempat diantar
salah satu di antara mereka untuk ke Rumah Sakit.

Hari ini...
Aku
melihat mereka lagi. Sibuk di sana-sini. Ikut memasak, dan menerima
tamu hingga sore hari. Bedanya, dalam momen yang berbeda. Momen bahagia
karena kakak telah menikah.

Ibu
pernah memberi tahu, sekitar tahun 1983, keluarga kami pindah ke
kompleks ini. Sebuah lingkungan yang terlalu mewah bagi kami dibanding
tempat kami yang dulu di sebuah permukiman kumuh di bilangan Cempaka
Putih. Merasakan banjir berkali-kali, hingga pernah kakak laki-lakiku
nyaris hanyut.

Siapa
mengira, 25 tahun lebih sudah kami ada di sini. Satu per satu tetangga
mulai berganti. Tapi, hawa keakraban terus hadir. Dari mulai saling
meminjam bumbu dapur, saling mengirimkan makanan hingga bantuan kecil
sampai besar pada momen-momen tertentu. Tak terhitung kebaikan yang
mereka beri. Sewaktu kakak perempuanku masih tinggal satu gang di sini,
yang mengantar ke Rumah Sakit ketika dia akan melahirkan adalah
tetangga dekat. Masih banyak lagi momen di keluarga kami yang
melibatkan para tetangga.

Kini,
setiap aku menemukan ujung gang rumah ini, aku selalu merasa berada di
tempat yang nyaman. Tempat yang menjadi saksi masa kecil yang indah.
Tempat yang menjadi saksi momen-momen sedih dan bahagia yang datang
bergantian. Juga menjadi saksi bagi para tetangga yang punya begitu
banyak cinta dan kasih sayang.

Tetangga
memang tak beraliran darah. Bertemu dalam sebuah lingkungan yang sama.
Merekalah orang terdekat dengan kita, yang hadir di kala duka dan suka.
Subhanallah, kami merasakan keindahan bertetangga di sini.

Pondok Kelapa
4-6 Januari 2008

novi_khansa'kreatif
~Graphic Design 4 Publishing~
YM : novi_ningsih
http://akunovi.multiply.com
http://novikhansa.rezaervani.com/

9a.

Re: [Bahasa] Pernak-pernik Buku Terjemahan

Posted by: "inga_fety" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Mon Jan 5, 2009 5:26 pm (PST)

sepakat mbak Rini, bahasa ternyata memang bukan hafalan yah:) tapi
percampuran budaya darimana bahasa itu tumbuh sehingga mengerti
mengapa sebuah kata dianggap humor atau serius:)
Dan satu hal, mbak, bagi aku yang anak eksak, otak kanannya belum
termaksimalkan, belajar bahasa itu serasa mendaki punak gunung,
terengah-engah:D

yang sering ngintip blog mbak rini tapi gak bisa memberi komentar,
febty

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Rini Agus Hadiyono"
<rinurbad@...> wrote:
>
> "terjemahan itu seperti wanita, makin cantik dia, makin tak setia
> pula dia."
>
> Pendapat di atas saya temukan di http://www.goodreads.com/topic/
> show/90241.Penerjemah?comment_id=3267517, salah satu forum Goodreads
> Indonesia, yang konon disitir Sapardi Djoko Damono dari entah siapa.
>
> Terjemahan yang setia memang kerap menjadi persoalan. Dosen Teori
> Terjemahan saya dulu tak bosan-bosan mendengungkan, bahwa proses alih
> bahasa bukan sekadar kata demi kata (letterlijk) tetapi juga alih
> kode dan alih budaya. Itulah sebabnya ada varian-varian seperti
> seputih susu, seputih salju, seputih kapas, dan kapan menggunakannya
> dengan menilik segmen pembaca. Tentu saja, dengan pesatnya
> perkembangan informasi melalui TV dan Internet sekarang ini,
> masyarakat Indonesia di berbagai pelosok pun sudah bisa membayangkan
> seperti apa warna seputih salju itu.
>
> Istilah lain untuk terjemahan yang kelewat setia adalah 'menghasilkan
> kalimat-kalimat yang tidak 'bunyi'." Bayangkan saja jika frasa di
> bawah ini, yang kerap digunakan untuk berkelakar, diterapkan pada
> teks atau suasana lisan formal:
>
> My body is not delicious (saya kurang enak badan). Bahkan kalimat
> Indonesianya, 'saya kurang enak badan' pun bisa diajak 'berkhianat'
> agar lebih lentur, menjadi 'saya merasa kurang sehat'.
>
> Menilik bacaan saya selama ini, sejak kecil saya sudah bertemu dengan
> buku-buku karya terjemahan. Komik Tintin termasuk salah satu yang
> sukses besar dalam peleburan gaya bahasanya. Saking hebatnya, saya
> tak bisa tertawa ketika membaca versi Prancisnya dan bahkan
> membutuhkan waktu sangat lama untuk membiasakan diri melafalkan
> 'Tangtang' dan bukan 'Tintin' sebagaimana tertulis di sana.
>
> Seperti halnya profesi lain, penerjemah dituntut banyak membaca dan
> membuka wawasan seluas mungkin. Mengetahui alangkah tak terhitungnya
> cabang ilmu dalam bahasa (yang kerap dikira ilmu hafalan,
> hahaha..padahal humaniora gitu loh!! *diucapkan dengan nada dendam
> kesumat*), saya menyatakan salut setinggi-tingginya pada mereka yang
> diklaim menguasai lebih dari dua bahasa asing dengan sama fasihnya.
> Betapa tidak? Saya merasakan beratnya beban akibat imej bahwa anak
> sastra atau yang belajar bahasa asing dapat menerjemahkan apa saja
> termasuk makalah kedokteran, teknik, dan macam-macam lagi. Padahal
> untuk menggarap satu teks umum saja (misalnya novel), satu kamus
> kerap kali tidak cukup.
>
> Pada banyak kesempatan, meski alhamdulillah tidak sering, saya bisa
> mentolerir penerjemahan yang kurang tepat alias keterlaluan setianya
> tadi. Beragam faktor penyebabnya, naskah terlalu sukar, deadline
> mepet karena harus segera terbit (ini alasan menyebalkan, tapi harus
> diakui cukup sering terjadi), dan faktor X lainnya. Tentu saja, ini
> hal yang sangat disayangkan mengingat harga buku sekarang tidak murah
> (apa lagi beberapa penerbit, saya perhatikan melambung tak tanggung-
> tanggung). Saya lebih banyak menempati posisi konsumen buku
> terjemahan ini, sebab pengalaman terdahulu tidak menghasilkan banyak
> karya yang dipublikasikan. Tapi dari situ saja, sudah terbayang
> kesulitan dan berdarah-darahnya. Salah satu contoh, klien yang
> 'terobsesi' dengan kuota halaman. Mau ngelantur, mau ngawur, pokoknya
> satu paragraf harus berisi sepuluh kalimat. Tiap kalimat berisi
> sekian kata. Jadilah saya pendekar mabuk..
>
> Semoga curhat ini berguna, kurang-lebihnya saya mohon dimaafkan.
>

9b.

Re: [Bahasa] Pernak-pernik Buku Terjemahan

Posted by: "Rini Agus Hadiyono" rinurbad@yahoo.com   rinurbad

Mon Jan 5, 2009 8:12 pm (PST)

Tak apa Inga, komentar tak usah dijadikan beban..aku terima kasih
banget Inga mau bertandang ke blogku.
Iya, suka gemes sih sama yang nganggep *dan keukeuh* bahasa itu
hafalan. Aku suka bilang, "Coba deh kuliah di jurusanku satu semester
aja..kalo masih hidup dan sehat walafiat, jagoan dyeh.."

Hiperbola ya, tapi begitulah kira-kira..

makasih, Inga:)

Rinurbad

10a.

[Ruang Keluarga] Bunda Kecolongan

Posted by: "Siwi LH" siuhik@yahoo.com   siuhik

Mon Jan 5, 2009 7:06 pm (PST)

Ini artikel terakhir penutup pada
buku €  '³Catatan Cinta Bunda€  '´ sudah agak lama gak papa ya?
Bunda Kecolongan
By Siu Elha

Saya sedih harus menutup buku
ini dengan episode sedih pula. Tapi peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran
berharga buat saya. Saya benar-benar merasa kecolongan sebagai orang tua.
Peristiwa ini berawal dari si mbak di rumah yang tiba-tiba pamitan mau pulang
terus. Ketika kami tanya alasannya dia cuma jawab,€  '´Pengen nungguin bapak,
karena agak sakit, juga mbak saya baru saja melahirkan, nggak ada yang
bantuin.€  '´ Namun lebih jauh kami korek informasi dari keponakan yang tinggal
dengan kami , ada beberapa informasi yang sungguh membuat saya kaget! I€  '²m
really shocked!! Saya rasanya nggak percaya mendengar semua itu. Menurutnya Mas
Gangga sering berkata kasar dan sangat tidak sopan ke mbak. Sebenarnya saya
malu menceritakan insiden ini. Mohon maaf kalau saya tuliskan bentuk
perkataannya, tak ada niat lain kecuali saya ingin memperbaiki diri, semoga hal
ini bisa jadi pelajaran juga buat Bunda yang lain.

€  '³Mbak kan cuma orang miskin?€  '´, €  '³Mbak kan cuma
pembantu disini€  '´, €  '³Mbak pulang aja!€  '´ dsb, yang intinya sangat membuat saya
sedih luar biasa. Ketika informasi itu kusimak, saya hanya bisa diam,
ternganga€  '¥, sedih, kesal, kecewa, marah campur aduk. Entah kepada siapa
keresahan itu tertujukan, ke mbak yang sangat tiba-tiba memutuskan untuk
pulang? Kepada Mas Gangga?, atau lebih-lebih pada diri saya pribadi yang tiba-tiba merasa menjadi Bunda yang gagal?!
Duh Rabb, dosa apa hamba?

Malam itu ketika kami memanggil mbak, kami tanyakan
apakah kepulangannya karena sikap Mas Gangga yang sangat tidak sopan? Ia hanya
menjawab begini, €  '³Nggak kok Bu, Mas Gangga kan anak kecil, masak omongan anak
kecil saya tanggepi sedemikian jauh?, Saya cuma kasihan ama Bapak dan Mbak saya
di rumah, jadi pengen pulang terus€  '´. Jawaban ini sedikit melegakan saya,
walaupun jauh dilubuk hati saya ada perasaan tak puas. Dan ketika kami desak
lagi apakah betul Mas Gangga bicara seperti itu? €  '³Iya,€  '´ jawabnya. Airmata ini
sudah menggantung di pelupuk mata, pembicaraan selanjutnya saya tak mampu
berkata apa-apa. Hanya suami yang sedikit memberikan mbak pengertian, dan juga
meminta maaf atas sikap Mas Gangga selama ini.

Giliran berikutnya kami memanggil Mas Gangga,
langsung kami tanya apakah betul dia pernah mengatakan perkataan itu ke mbak?
Ia menjawab polos €  '³Iya€  '´. Kesedihan, kekesalan, kekecewaan, kemarahan tiba-tiba
menyergap bilik-bilik terdalam hati
saya. Dan lagi-lagi saya tak tahu kepada siapa kekesalan ini tertuju. Kupandang
wajah mungil yang tak kalah tegang dengan wajah kami, saya seolah melihat orang
asing didepan saya, saya seolah tak mengenalnya, saya tiba-tiba terhempas
runtuh dan merasa jauhhh darinya. Saya belum bisa menguasai emosi saya,
sehingga ketika suami mulai bicara saya hanya bisa diam. Untunglah dengan
kebijakannya Ayah mampu bicara dengan baik, tidak dengan emosi. Sedangkan saya
€  '¥. saya seolah baru kehilangan salah satu permata yang sangat berharga
nilainya. Kehilangan yang teramat sangat tiba-tiba menghantui saya.

Diakhir dialog kami, Ayah meminta Mas Gangga untuk
meminta maaf kepada mbak. Kulihat wajah letih itu menghampiri, dan mengetuk
kamar mbak, dengan lirih dia meminta maaf ke mbak, dengan satu janji kepada
mbak untuk selalu berlaku sopan, si mbak cuma senyum sambil bilang €  '³Nggak papa
kok mas, lain kali nggak ngomong gitu lagi ya?€  '´. Mas Gangga mengangguk pelan.
Saya sebenarnya tak tega melihat wajah mungil yang biasa ceria itu menjadi
sedikit bermuram malam ini. Namun kami harus adil, kami harus menanamkan ke dia bahwa menghormati seseorang itu berlaku
kepada siapapun, tak memandang derajat, pangkat, harta, ataupun kehormatan,
siapapun berhak untuk mendapatkan hormat, penghargaan, dan cinta dari kita.

Malam itu
sebelum tidur, saya hanya bisa bilang lirih ditelinganya,€  '´Mas, Mas tahu nggak
Bunda sangattt sedih mendengar Mas bersikap seperti itu pada mbak, Mbak selama
ini sudah sangat baik pada kita, membantu cuci baju kita sampai disetrikain,
bantuin bunda masak, bantuin bersihin rumah, mengantar Mas ngaji bahkan sampai
ditungguin kalau mas minta ditungguin, dan masih banyak lagi, kenapa sayangnya
mbak ke mas dibalas mas dengan kata-kata tidak sopan seperti itu? Sunggguh
bunda sedihhh sekali mendengarnya, rasanya Bunda dan Ayah tak pernah mengajari
Mas untuk berkata-kata seperti itu€  '´. Saya menangis, dia juga menangis, kami
pelukan dan kuteruskan kalimatku, €  '³Bunda tak ingin mendengar kata-kata itu lagi
ya Mas, Bunda sangat sedihh, Janji ya Mas?€  '´ kukatakan kalimat itu dengan
airmata berlinang, dia sesekali juga menyeka airmatanya, dan dengan serak dia
menjawab, €  '³Iya€  '´.

Kulihat sesal disana, semoga bukan sesal sesaat, dan
cepat tergilas waktu tanpa ada pelajaran yang tertanam disana. Semoga saya tak
salah melihat sesal itu. Semoga Bunda lebih banyak berdo€  '²a untuk keshalehannya,
semoga Bunda lebih khusyu€  '² memohonkan padaNya agar cinta selalu ada dihatinya.
Semoga do€  '²a Bunda tak terhenti dalam untaian kata-kata, namun lebih teraplikasi
untuk lebih memeluknya dalam porsi cinta. Semoga episode ini segera berakhir,
karena saya merasa peristiwa ini bagai mimpi buruk, dan ingin segera bangun
menatap pagi yang lebih indah. Bi Barakatillah

Pacarkembang, 1 Juni 2008
Semoga kami dikuatkan dalam
cintaNya
Dan betapa
leganya kami karena ternyata alasan utama kepulangan Mbak adalah karena dia
dinikahkan oleh orangtuanya.

Salam Hebat Penuh Berkah
Siwi LH
cahayabintang. wordpress.com
siu-elha. blogspot.com
YM : siuhik

10b.

[Ruang Keluarga] Bunda Kecolongan

Posted by: "Siwi LH" siuhik@yahoo.com   siuhik

Mon Jan 5, 2009 7:10 pm (PST)

Ini artikel terakhir penutup pada
buku €  '³Catatan Cinta Bunda€  '´ sudah agak lama gak papa ya?
Bunda Kecolongan
By Siu Elha

Saya sedih harus menutup buku
ini dengan episode sedih pula. Tapi peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran
berharga buat saya. Saya benar-benar merasa kecolongan sebagai orang tua.
Peristiwa ini berawal dari si mbak di rumah yang tiba-tiba pamitan mau pulang
terus. Ketika kami tanya alasannya dia cuma jawab,€  '´Pengen nungguin bapak,
karena agak sakit, juga mbak saya baru saja melahirkan, nggak ada yang
bantuin.€  '´ Namun lebih jauh kami korek informasi dari keponakan yang tinggal
dengan kami , ada beberapa informasi yang sungguh membuat saya kaget! I€  '²m
really shocked!! Saya rasanya nggak percaya mendengar semua itu. Menurutnya Mas
Gangga sering berkata kasar dan sangat tidak sopan ke mbak. Sebenarnya saya
malu menceritakan insiden ini. Mohon maaf kalau saya tuliskan bentuk
perkataannya, tak ada niat lain kecuali saya ingin memperbaiki diri, semoga hal
ini bisa jadi pelajaran juga buat Bunda yang lain.

€  '³Mbak kan cuma orang miskin?€  '´, €  '³Mbak kan cuma
pembantu disini€  '´, €  '³Mbak pulang aja!€  '´ dsb, yang intinya sangat membuat saya
sedih luar biasa. Ketika informasi itu kusimak, saya hanya bisa diam,
ternganga€  '¥, sedih, kesal, kecewa, marah campur aduk. Entah kepada siapa
keresahan itu tertujukan, ke mbak yang sangat tiba-tiba memutuskan untuk
pulang? Kepada Mas Gangga?, atau lebih-lebih pada diri saya pribadi yang tiba-tiba merasa menjadi Bunda yang gagal?!
Duh Rabb, dosa apa hamba?

Malam itu ketika kami memanggil mbak, kami tanyakan
apakah kepulangannya karena sikap Mas Gangga yang sangat tidak sopan? Ia hanya
menjawab begini, €  '³Nggak kok Bu, Mas Gangga kan anak kecil, masak omongan anak
kecil saya tanggepi sedemikian jauh?, Saya cuma kasihan ama Bapak dan Mbak saya
di rumah, jadi pengen pulang terus€  '´. Jawaban ini sedikit melegakan saya,
walaupun jauh dilubuk hati saya ada perasaan tak puas. Dan ketika kami desak
lagi apakah betul Mas Gangga bicara seperti itu? €  '³Iya,€  '´ jawabnya. Airmata ini
sudah menggantung di pelupuk mata, pembicaraan selanjutnya saya tak mampu
berkata apa-apa. Hanya suami yang sedikit memberikan mbak pengertian, dan juga
meminta maaf atas sikap Mas Gangga selama ini.

Giliran berikutnya kami memanggil Mas Gangga,
langsung kami tanya apakah betul dia pernah mengatakan perkataan itu ke mbak?
Ia menjawab polos €  '³Iya€  '´. Kesedihan, kekesalan, kekecewaan, kemarahan tiba-tiba
menyergap bilik-bilik terdalam hati
saya. Dan lagi-lagi saya tak tahu kepada siapa kekesalan ini tertuju. Kupandang
wajah mungil yang tak kalah tegang dengan wajah kami, saya seolah melihat orang
asing didepan saya, saya seolah tak mengenalnya, saya tiba-tiba terhempas
runtuh dan merasa jauhhh darinya. Saya belum bisa menguasai emosi saya,
sehingga ketika suami mulai bicara saya hanya bisa diam. Untunglah dengan
kebijakannya Ayah mampu bicara dengan baik, tidak dengan emosi. Sedangkan saya
€  '¥. saya seolah baru kehilangan salah satu permata yang sangat berharga
nilainya. Kehilangan yang teramat sangat tiba-tiba menghantui saya.

Diakhir dialog kami, Ayah meminta Mas Gangga untuk
meminta maaf kepada mbak. Kulihat wajah letih itu menghampiri, dan mengetuk
kamar mbak, dengan lirih dia meminta maaf ke mbak, dengan satu janji kepada
mbak untuk selalu berlaku sopan, si mbak cuma senyum sambil bilang €  '³Nggak papa
kok mas, lain kali nggak ngomong gitu lagi ya?€  '´. Mas Gangga mengangguk pelan.
Saya sebenarnya tak tega melihat wajah mungil yang biasa ceria itu menjadi
sedikit bermuram malam ini. Namun kami harus adil, kami harus menanamkan ke dia bahwa menghormati seseorang itu berlaku
kepada siapapun, tak memandang derajat, pangkat, harta, ataupun kehormatan,
siapapun berhak untuk mendapatkan hormat, penghargaan, dan cinta dari kita.

Malam itu
sebelum tidur, saya hanya bisa bilang lirih ditelinganya,€  '´Mas, Mas tahu nggak
Bunda sangattt sedih mendengar Mas bersikap seperti itu pada mbak, Mbak selama
ini sudah sangat baik pada kita, membantu cuci baju kita sampai disetrikain,
bantuin bunda masak, bantuin bersihin rumah, mengantar Mas ngaji bahkan sampai
ditungguin kalau mas minta ditungguin, dan masih banyak lagi, kenapa sayangnya
mbak ke mas dibalas mas dengan kata-kata tidak sopan seperti itu? Sunggguh
bunda sedihhh sekali mendengarnya, rasanya Bunda dan Ayah tak pernah mengajari
Mas untuk berkata-kata seperti itu€  '´. Saya menangis, dia juga menangis, kami
pelukan dan kuteruskan kalimatku, €  '³Bunda tak ingin mendengar kata-kata itu lagi
ya Mas, Bunda sangat sedihh, Janji ya Mas?€  '´ kukatakan kalimat itu dengan
airmata berlinang, dia sesekali juga menyeka airmatanya, dan dengan serak dia
menjawab, €  '³Iya€  '´.

Kulihat sesal disana, semoga bukan sesal sesaat, dan
cepat tergilas waktu tanpa ada pelajaran yang tertanam disana. Semoga saya tak
salah melihat sesal itu. Semoga Bunda lebih banyak berdo€  '²a untuk keshalehannya,
semoga Bunda lebih khusyu€  '² memohonkan padaNya agar cinta selalu ada dihatinya.
Semoga do€  '²a Bunda tak terhenti dalam untaian kata-kata, namun lebih teraplikasi
untuk lebih memeluknya dalam porsi cinta. Semoga episode ini segera berakhir,
karena saya merasa peristiwa ini bagai mimpi buruk, dan ingin segera bangun
menatap pagi yang lebih indah. Bi Barakatillah

Pacarkembang, 1 Juni 2008
Semoga kami dikuatkan dalam
cintaNya
Dan betapa
leganya kami karena ternyata alasan utama kepulangan Mbak adalah karena dia
dinikahkan oleh orangtuanya.

Salam Hebat Penuh Berkah
Siwi LH
cahayabintang. wordpress.com
siu-elha. blogspot.com
YM : siuhik

11.

(BAHASA - CERPEN) PERAHU DAUN

Posted by: "Arrizki Abidin" arrizki_abidin@yahoo.com   arrizki_abidin

Mon Jan 5, 2009 7:33 pm (PST)

€  '³PERAHU DAUN€  '´
By : Riz-Q
€   
Seseorang pernah bertanya padaku,
€  '³Apa yang dahulu kau punya?€  '´
€  '³Segalanya.€  '´ jawabku
€  '³Apa yang sekarang kau punya?€  '´ tanyanya lagi
€  '³Tidak ada.€  '´ jawabku lagi
€  '³Salah!€  '´ sergahnya, €  '³kau punya satu sama lain. Carilah segalanya yang telah hilang itu bersama mereka."
€   
Dalam penyepian aku berteduh pada alam. Di taman pinggir sebuah danau besar, aku melihat alam menggurui pikiranku, menanamkan teori pelajaran hidup, dan menjelmakannya dalam bentuk nyata.€   
€  '³Pak, kenapa harus perahu?€  '´
€  '³Daun-daun yang gugur ini biasanya hanya bapak serok, den. Entah kenapa suatu kali bapak ingin merakitnya sembari mancing dan ngelamun. Ikan-ikannya sekarang suombong minta ampun. Karena kesal, bapak ambil saja daun-daun itu. Kalau ditanya kenapa harus perahu, ya bingung juga. Yang kepikiran pertama ya bikin itu den. Terus bapak lepas perahu daun itu ke danau.€    Ternyata nggak jelek-jelek amat hasilnya. Bisa ngapung lho den.€  '´
€  '³Boleh saya coba, pak?€  '´
€  '³Ooo, silahkan.€  '´
Ditepi danau aku rendahkan kaki, kubungkukkan badan, dan kujulurkan telapak tangan yang menjadi alas miniatur perahu. Dengan lembut, perahu itu kulepas dan berlayarlah ia. Sore ini akan menjadi perjalanan yang panjang baginya. Disekitar, ribuan dedaunan berlompatan dari pohon. Perlahan, sebagian dari mereka mendarat ditanah. Sebagian lagi bersemangat hingga harus tercebur dipinggir danau. Mereka hendak mengucap salam selamat jalan pada perahu. Mereka tak peduli seberapa tinggi mereka melompat. Mereka tak peduli jika tak lagi tumbuh dan menjadi rambut hijau yang indah bagi induknya. Mereka tak peduli jika harus mati karena gugur. Yang mereka tahu, sebuah rakitan dari golongannya akan pergi mengikuti tiupan angin dan aliran air danau. Mereka rela sekedar mengucap salam dengan segala semua resikonya.
Setelahnya, aku berdiri menghadap ujung danau yang belum habis. Angin semakin kencang berhembus. Dedaunan semakin berhamburan kearah danau, melintasi badanku yang tegak. Daun-daun yang telah jatuh diatas tanahpun kembali berterbangan, menyatu dengan yang baru saja gugur dan belum sempat mengecup tanah. Aku seperti dikelilingi kumpulan makhluk hijau yang berputar-putar layaknya tornado kecil.
€  '³Inikah pelajaran dari alam?€  '´ ucapku pelan.
€  '³Apa den? Den?€  '´
Aku terbelalak sejenak. Aku kembali tersadar dan menoleh kebelakang, kearah bapak tukang bersih-bersih taman yang berada didekatku. Ia masih mengumpulkan beberapa daun dan memilah-milahnya, mencari daun yang bagus untuk dirakit menjadi perahu daun.
€  '³Eeu, maaf pak? Ada apa ya pak?€  '´
€  '³Aden tadi ngomong sendiri yah?€  '´
€  '³Ah, tidak pak. Saya cuma bingung kenapa satu perahu daun berlayar tapi dilepas oleh puluhan daun yang berguguran?€  '´
€  '³Mereka memiliki mereka masing-masing.€  '´
€  '³Maksudnya?€  '´
€  '³Mereka punya satu sama lain. Itu yang buat mereka melepas kepergian yang lain den.€  '´
Langit kemerahan menghantarkan pesona indah pemandangan danau. Seperti anak kecil yang berjinjit dibelakang tembok tinggi, matahari mulai curi-curi kesempatan untuk melihat ada apa dengan dunia setelah ditinggalkannya selepas sore. Aku yang mulai lelah, berjalan membelakangi danau menuju bapak tukang bersih-bersih yang masih duduk dibawah pohon rindang.
€  '³Ahhhhh.€  '´ helaan nafas panjang kubuat sambil memutar badan dan mendaratkannya dibatang pohon untuk bersandar. Kukuncupkan mata ini. Dalam pandangan yang gelap, datanglah terang. Kulihat kumpulan burung gereja yang sedari tadi entah kemana, akhirnya muncul jua. Mereka mengepakkan sayap ke tujuan yang sama dengan berjarak satu dengan yang lainnya, tidak beraturan, tidak seperti kumpulan burung biasanya yang terbang dalam satu kelompok teratur. Mereka mengarah ke ujung danau yang tak terjumpai oleh mataku. Ada sebagian yang istirahat dan hinggap di darat. Menjejakkan kaki diatas daun-daun hijau yang tersebar diatas tanah. Mereka tak takut ditinggalkan yang lainnya.
€   
Kami tak takut ditinggalkan
Kami semua satu jenis
Satu tujuan
Karena kami punya satu sama lain
€   
Burung-burung gereja yang menjejakan kakinya ditanah, masih mematuk-matuk bumi yang tak pernah berhenti berputar. Mereka mencari makanan. Dengan senang hati bumi tetap bergerak tanpa mengguncangkan mereka yang sewaktu-waktu terbang jika terusik.
Bumi tahu dia menampung semua makhluk hidup. Kelembutan dalam bergerak, berputar, dan tak menganggu yang bertengger ditubuhnya adalah kerendahan hati yang paling mulia. Hati yang sama seperti yang dimiliki manusia dan punya batas kesabaran. Kesabaran yang bisa meletup-letup dan meluluhlantahkan mereka yang merusak sesamanya.
€   
Silahkan kau rusak aku, tapi jangan kau rusak isiku
Mereka adalah kepunyaanku dan aku adalah kepunyaan mereka
Aku dan isiku adalah kepunyaan satu sama lainnya
Atas izin Tuhanku,
€                          akan kulibas kalian yang menganggu kepunyaanku
€                                                                                                  dalam hitungan waktu
Aku tak takut,
Mereka yang dipihakku akan tetap setia menjagaku
Sekalipun kukorbankan sedikit jiwa dan raga mereka€   
€     
€  '³Den, sudah mau maghrib. Ayo pulang.€  '´ Dengan lembut bapak tukang bersih-bersih membangunkanku. Seketika kelopak mataku mekar. Sedikit buram karena belum banyak cahaya yang langsung tertampung dalam bola mataku.
Sambil menggeliat aku berujar, €  '³Maaf pak. Ngantuk. Jadi ketiduran deh. Hehehe.€  '´
Aku dan bapak pun bangkit. Berjalan sejajar. Bapak membawa alat bersih-bersihnya dan aku bawakan alat pancing bapak yang gagal mendapatkan ikan, tapi bagiku keberandaanya sukses mengajarkanku akan petikan hidup yang sempat tertinggal dalam bilangan langkah kakiku. Juga alam, dia berhasil menyuguhkan ajaran yang berharga dan tak bernilai hingga sayang jika tak dipelajari dengan seksama.
€  '³Pak, Tuhan benar-benar Maha Kuasa yah. Jangankan ketika saya terjaga, saat saya sedang tidurpun Ia masukan pelajaran yang mengalamatkan jalan yang benar.€  '´ ucapku sambil merangkul bapak yang berjalan lebih gesit. Mungkin ia terbiasa mengarungi jalan kecil yang tak bersahabat ini.
€  '³Kalau sudah Tuhan yang menunjukan langsung jalan itu, maka buat apa tak yakin. Kalau sudah ada yang lurus untuk ditempuh, janganlah aden bengkokkan lagi.€  '´ balas bapak itu.
€  '³HAhahahahhAHhhHAhhahhaaHAha.€  '´ tawa kami berdua.
€  '³Terima kasih, pak .€  '´ ujarku tulus dalam hati.
€   
*****TAMAT*****

12a.

[Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Mon Jan 5, 2009 7:48 pm (PST)

Selamat hari lahir buat Mas Nursalam yang jatuh tepat pada hari ini, 6
Januari 2009. Semoga Allah senantiasa membimbing setiap langkah dalam
menapaki hari-hari ke depan. Amin.

Salam
Lia
12b.

Re: [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam

Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com

Mon Jan 5, 2009 7:49 pm (PST)

selamat bang Nursalam :)
*turut mengaminkan do'anya mba Lia.
Amin.
-nihaw-

Pada 6 Januari 2009 10:48, Lia Octavia <liaoctavia@gmail.com> menulis:

> Selamat hari lahir buat Mas Nursalam yang jatuh tepat pada hari ini, 6
> Januari 2009. Semoga Allah senantiasa membimbing setiap langkah dalam
> menapaki hari-hari ke depan. Amin.
>
> Salam
> Lia
>
>
12c.

Re: [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam

Posted by: "Loiy Anni" loiyloi@yahoo.com   loiyloi

Mon Jan 5, 2009 8:23 pm (PST)

Aminnnn...
Happy B'day to Mas Nursalam.
All the best wishes for you.

Salam kenal dari loiy ya.. :D

________________________________
From: Lia Octavia <liaoctavia@gmail.com>
To: "sekolah-kehidupan@yahoogroups.com" <sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, January 6, 2009 10:48:05
Subject: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam

Selamat hari lahir buat Mas Nursalam yang jatuh tepat pada hari ini, 6 Januari 2009. Semoga Allah senantiasa membimbing setiap langkah dalam menapaki hari-hari ke depan. Amin.

Salam
Lia


Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
12d.

Re: [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam

Posted by: "galih@asmo.co.id" galih@asmo.co.id

Mon Jan 5, 2009 8:32 pm (PST)

Selamat untuk Mas Nursalam.
Semoga semua impiannya dapat terwujud dan diwujudkan pleh Allah SWT.

Salam,

Galih

"Lia Octavia" <liaoctavia@gmail.com>
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
01/06/2009 10:48 AM
Please respond to sekolah-kehidupan

To: "sekolah-kehidupan@yahoogroups.com" <sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
cc:
Subject: [sekolah-kehidupan] [Lonceng] Happy birthday to Mas Nursalam

Selamat hari lahir buat Mas Nursalam yang jatuh tepat pada hari ini, 6
Januari 2009. Semoga Allah senantiasa membimbing setiap langkah dalam
menapaki hari-hari ke depan. Amin.

Salam
Lia


13a.

(Inspirasi) Farewell, 2008

Posted by: "Jenny Jusuf" j3nnyjusuf@yahoo.com   j3nnyjusuf

Mon Jan 5, 2009 8:06 pm (PST)

Salah
satu aktivitas favorit saya di kos-kosan tercinta adalah naik ke lantai
dua selepas tengah malam, menghabiskan waktu di sana, sekadar menikmati
keheningan dan udara sejuk. Kadang ditemani suara kipas dari kamar
tetangga yang berdengung seperti nyamuk, atau gemersik daun yang
diterpa angin.
Saya
selalu suka menumpukan siku di pagar teras, hanya diam, tanpa melakukan
apa-apa. Berserah pada irama alam. Merasakan udara malam membelai
wajah, leher, dan lengan, yang terkadang berhembus keras, membuat
kedinginan sampai ke dalam-dalam.
Biasanya, saya akan memejamkan mata. Membiarkan angin menerpa sekujur badan, terus-menerus. Saat-saat
seperti ini selalu saya lewatkan tanpa banyak berpikir, karena inilah
waktu dimana saya membiarkan otak beristirahat dan berdiam €  '¶ menikmati
kesunyian yang panjang. Anehnya, saat
tubuh menggigil inilah, saya merasa begitu dekat dengan Sang Pencipta.
Ia hadir, dan sangat nyata. Lebih nyata dari dengung baling-baling
kipas. Lebih nyata dari daun-daun yang bergoyang ribut. Lebih nyata
dari alam realitas dimana kedua kaki saya berpijak.
Hembusan
angin yang menerpa tubuh selalu membuat saya merasa dipeluk. Hangat,
meski ia dingin. Nyaman, meski ia menggigit sampai ke tulang. Semua
adalah isyarat alam yang tak pernah alpa mengingatkan bahwa Ia ada.
Beberapa
minggu lalu, ketika sedang menjalankan ritual nongkrong di loteng,
bunyi guruh dari kejauhan mengejutkan saya. Saya mendongak,
mencari-cari. Tidak berapa lama, muncul kerlip kecil di bentangan hitam
langit. Rupanya sebuah pesawat.
Menyaksikannya
bergerak jauh di atas, entah bagaimana mengingatkan saya pada bintang
jatuh. Yang konon bisa mengabulkan permohonan apabila diucapkan tepat
sebelum ia membentur bumi.
Bisakah
saya berpura-pura, menganggap pesawat itu bintang jatuh, dan
menyebutkan sebuah permohonan? Kali-kali saja bisa. Barangkali akan
dianggap sama sah oleh Sang Penguasa Semesta. Poin lain yang patut
diperhitungkan, tidak seperti bintang jatuh yang berkelebat cepat,
pesawat terbang bergerak lambat, sehingga kita punya cukup waktu untuk
memilih impian terbaik yang ingin diwujudkan.
Sambil mengamati cahaya yang terus bergerak, pikiran saya berkejaran dengan waktu.
Permohonan apa? Apa yang paling saya inginkan? Apa yang ingin saya minta? Cepat, cepat, sebentar lagi ia menghilang di balik atap.
Pemikiran pertama segera singgah di benak: saya ingin bahagia.
Saya tersenyum. Sepintas.
Tentu saja. Siapa yang tidak mau bahagia?
Saya
menggigit bibir, antara menahan dingin akibat angin yang tiba-tiba
bertiup kencang, dan menimbang-nimbang (calon) permohonan, yang
tiba-tiba terasa tidak pas.
Benarkah itu yang paling saya inginkan saat ini? Bahagia?
Bunyi guruh semakin samar. Sebentar lagi kerlip lampu itu akan hilang ditelan atap rumah tetangga dan pucuk-pucuk daun.
Saya
masih mendongak, keras kepala menumpukan harapan atas pesawat terbang
entah tujuan mana, dari maskapai mana, dan apa namanya; menyamakannya
dengan bintang jatuh yang barangkali cuma lelucon alam paling
menggelikan abad ini.
Senyum saya kembali terkembang. Kali ini sebabnya jelas.
Permohonan itu tak rumit. Sederhana saja.

Saya ingin hidup. Seutuhnya.

*****

Hal
pertama yang terlintas di benak ketika saya menoleh ke belakang untuk
menelusuri apa yang telah saya lalui dan alami selama setahun terakhir,
dapat diwakili oleh satu kata: perpisahan.
Pertengahan
tahun ini saya lalui nyaris dengan menghabiskan setumpuk tisu setiap
hari. Perpisahan tidak pernah menjadi hal yang lazim dalam kamus saya,
dan kini saya dipaksa berhadapan dengan sesuatu yang paling saya
hindari.
Tujuh
tahun bukan waktu yang singkat untuk diakhiri dengan perpisahan. Ada
banyak luka yang mengiringi bulan-bulan terakhir kebersamaan kami,
sebelum kami betul-betul berpisah. Kata orang, kebanyakan hal yang kita
takuti tidak pernah betul-betul menjadi kenyataan. Namun, saya
berhadapan dengan ketakutan yang akhirnya memang menjadi kenyataan.
Saya
masih ingat percakapan tigapuluh detik yang kami lakukan €  '¶salah satu
percakapan terpanjang via telepon dalam enam bulan terakhir€  '· dimana
setelah tombol €  '±end€  '² ditekan, saya duduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya. Saat itu, saya merasa rela memberikan apa saja yang saya miliki €  '¶literally, everything€  '·untuk
bisa bersamanya lagi. Saya tidak peduli dengan masa depan. Saya tidak
peduli dengan sejuta kesempatan yang terbentang di hadapan. Saya tidak
peduli dengan orang-orang baru yang bisa saya temui. Saya tidak peduli
dengan kehidupan yang bisa saya jelang selama hayat masih dikandung
badan. Apa pun... asalkan bisa kembali bersama. Sayangnya, waktu untuk
berpisah memang sudah tiba. Dan segala upaya saya untuk mengulurnya
menjadi percuma.
Saya
ingat, beberapa minggu sebelum perpisahan itu benar-benar terjadi,
mendadak saya menangis sesenggukan tanpa tahu sebabnya. Apa, dan
kenapa. Saya hanya duduk dan airmata terus mengalir. Pikiran saya
berkata, €  '³Kenapa? Ada apa?€  '´ dan menyerukan beratus pertanyaan lain. Hati saya, sebaliknya, berbisik lirih: €  '³Ini saatnya.€  '´ Kendati saya berulang kali menangguhkan keputusan dan mengabaikan suara kecil itu, saya tahu, hati saya tahu.
Tujuh
tahun bukan waktu yang singkat. Ada masa-masa dimana saya begitu putus
asa dan ingin menghilang dari dunia. Ada waktu-waktu dimana saya ingin
mengubur diri di bawah selimut dan tidak bangun lagi. Ada saat-saat
dimana saya hanya bisa duduk meringkuk, memeluk lutut sementara airmata
tidak berhenti bergulir. Menyedihkan, tapi itulah yang terjadi. Dan,
ya, ada masa-masa dimana saya begitu ingin berteriak keras-keras,
menggugat-Nya atas segala hal yang tidak bisa saya terima.
Namun,
lambat laun, saya tersadar. Bukan perpisahan yang tidak bisa saya
terima, melainkan kenyataan bahwa inilah yang menjadi porsi saya dalam
hidup. Inilah jatah yang digariskan untuk saya. Inilah pil pahit yang
menjadi bagian saya, dan di atas segalanya, sayalah
yang harus menelannya. Saya, yang mengagungkan kesatuan dan mendewakan
ikatan janji, kini menghadapi kenyataan dimana waktu untuk berpisah
telah tiba. Dan sekuat apa pun saya memberontak €  '¶satu setengah tahun
hidup dalam penyangkalan bukan hal yang mudah€  '· selama apa pun saya
mencoba bertahan, toh waktu juga yang akhirnya menentukan tanggal dan
hari perpisahan itu. Sekeras apa pun saya mencoba menawar.
Saya
bahkan tidak tahu kapan persisnya titik penyadaran itu tiba. Yang saya
tahu hanya, saya berusaha untuk tetap bertahan, hari demi hari, dengan
segala kekuatan yang ada. Dengan semangat yang tinggal sisa-sisa.
Dengan harapan yang cuma sekelumit, karena saya tidak lagi tahu apa
yang harus saya genggam. Saya hanya mencoba melangkah, setapak demi
setapak. Tanpa tahu apa yang akan saya temui di depan.
Kini,
berbulan-bulan setelahnya, saya memberanikan diri untuk menengok ke
belakang, dan tercengang mendapati luka itu berangsur sembuh. Bekasnya
tentu saja masih ada, dan tidak sedap untuk dipandang, namun ia
berangsur sembuh. Dan saya larut dalam haru ketika menyadari bahwa
semua proses yang saya lalui €  '¶segala rasa yang mengiringi saya dalam
perjalanan ini: pahit, manis, kegagalan, keberhasilan, kekecewaan,
kebanggaan, kesedihan, kebahagiaan, tawa, dan tangis€  '· telah membuahkan
begitu banyak pelajaran berharga yang membawa saya ke tempat dimana
saya berada sekarang. Di sini. Di masa ini.
Tahun
2008 adalah semester ke-24 saya di Universitas Kehidupan. Di semester
ini, saya belajar banyak. Saya belajar berpisah. Saya belajar menerima.
Saya belajar memaafkan. Saya belajar melepaskan. Saya belajar
beradaptasi dengan perubahan. Saya belajar berproses. Saya belajar
mengalir. Dan saya belajar hidup.
Hari
ini, ketika melakukan kilas balik tahun 2008, rasanya tidak berlebihan
kalau saya berkata, kesan yang paling membekas bagi saya bukan lagi
seberapa besar pencapaian yang saya raih maupun prestasi yang saya
ukir. Bukan berapa banyak hal yang bisa saya kumpulkan, genggam erat,
dan labeli €  '±Kesuksesan€  '². Bukan juga berapa hubungan yang berhasil saya
pertahankan, berapa orang yang sanggup saya senangkan, berapa orang
yang menjadi sahabat saya, dan sebagainya.
Hari
ini, yang paling berarti bagi saya bukan apa yang saya dapatkan,
melainkan apa yang saya lepaskan. Karena dari apa yang saya lepaskan
itulah, saya belajar hidup.
:-)
Sebelum
menjelang hari baru di detik-detik terakhir penghujung tahun, ijinkan
saya berdoa bagi kita semua, dan seluruh makhluk di muka bumi. Kiranya
kebahagiaan menjelma menjadi bunga yang tertabur di sepanjang jalan
ketika kita sama-sama melangkah dalam lingkaran tak berujung ini.
Kiranya kebahagiaan bukan hanya menjadi milik segelintir orang,
melainkan setiap makhluk, karena, mengutip perkataan seorang sastrawan,
tidak ada yang tidak ingin bahagia.
Kendati
begitu, karena hidup yang senantiasa berubah ini selalu terdiri dari
dua sisi, dan sekeras apa pun kita berupaya mengkristalkan kebahagiaan
tak pelak kita tetap akan menjumpai sisi sebaliknya, doa saya yang
terakhir adalah: semoga kita akan selalu hidup. Seutuhnya.
Untuk
kalian semua yang telah menyertai saya dalam perjalanan ini, terutama
kepada Sang Pemberi Hidup yang tak pernah meluputkan tangan-Nya dan
senantiasa hadir, saya ucapkan terima kasih dari hati yang terdalam.
Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih telah ada.

ROCK Your Life! - Jenny Jusuf - http://jennyjusuf.blogspot.com

13b.

Re: (Inspirasi) Farewell, 2008

Posted by: "Ain Nisa" jurnalcahaya@yahoo.com   jurnalcahaya

Mon Jan 5, 2009 8:49 pm (PST)

mbak jenny, YOU ROCK!

________________________________
From: Jenny Jusuf <j3nnyjusuf@yahoo.com>
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, January 6, 2009 11:06:43 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] (Inspirasi) Farewell, 2008

Salah
satu aktivitas favorit saya di kos-kosan tercinta adalah naik ke lantai
dua selepas tengah malam, menghabiskan waktu di sana, sekadar menikmati
keheningan dan udara sejuk. Kadang ditemani suara kipas dari kamar
tetangga yang berdengung seperti nyamuk, atau gemersik daun yang
diterpa angin.

Saya
selalu suka menumpukan siku di pagar teras, hanya diam, tanpa melakukan
apa-apa. Berserah pada irama alam. Merasakan udara malam membelai
wajah, leher, dan lengan, yang terkadang berhembus keras, membuat
kedinginan sampai ke dalam-dalam.

Biasanya, saya akan memejamkan mata. Membiarkan angin menerpa sekujur badan, terus-menerus. Saat-saat
seperti ini selalu saya lewatkan tanpa banyak berpikir, karena inilah
waktu dimana saya membiarkan otak beristirahat dan berdiam €  '¶ menikmati
kesunyian yang panjang. Anehnya, saat
tubuh menggigil inilah, saya merasa begitu dekat dengan Sang Pencipta.
Ia hadir, dan sangat nyata. Lebih nyata dari dengung baling-baling
kipas. Lebih nyata dari daun-daun yang bergoyang ribut. Lebih nyata
dari alam realitas dimana kedua kaki saya berpijak.

Hembusan
angin yang menerpa tubuh selalu membuat saya merasa dipeluk. Hangat,
meski ia dingin. Nyaman, meski ia menggigit sampai ke tulang. Semua
adalah isyarat alam yang tak pernah alpa mengingatkan bahwa Ia ada.

Beberapa
minggu lalu, ketika sedang menjalankan ritual nongkrong di loteng,
bunyi guruh dari kejauhan mengejutkan saya. Saya mendongak,
mencari-cari. Tidak berapa lama, muncul kerlip kecil di bentangan hitam
langit. Rupanya sebuah pesawat.

Menyaksikannya
bergerak jauh di atas, entah bagaimana mengingatkan saya pada bintang
jatuh. Yang konon bisa mengabulkan permohonan apabila diucapkan tepat
sebelum ia membentur bumi.

Bisakah
saya berpura-pura, menganggap pesawat itu bintang jatuh, dan
menyebutkan sebuah permohonan? Kali-kali saja bisa. Barangkali akan
dianggap sama sah oleh Sang Penguasa Semesta. Poin lain yang patut
diperhitungkan, tidak seperti bintang jatuh yang berkelebat cepat,
pesawat terbang bergerak lambat, sehingga kita punya cukup waktu untuk
memilih impian terbaik yang ingin diwujudkan.

Sambil mengamati cahaya yang terus bergerak, pikiran saya berkejaran dengan waktu.

Permohonan apa? Apa yang paling saya inginkan? Apa yang ingin saya minta? Cepat, cepat, sebentar lagi ia menghilang di balik atap.

Pemikiran pertama segera singgah di benak: saya ingin bahagia.

Saya tersenyum. Sepintas.

Tentu saja. Siapa yang tidak mau bahagia?

Saya
menggigit bibir, antara menahan dingin akibat angin yang tiba-tiba
bertiup kencang, dan menimbang-nimbang (calon) permohonan, yang
tiba-tiba terasa tidak pas.

Benarkah itu yang paling saya inginkan saat ini? Bahagia?

Bunyi guruh semakin samar. Sebentar lagi kerlip lampu itu akan hilang ditelan atap rumah tetangga dan pucuk-pucuk daun.

Saya
masih mendongak, keras kepala menumpukan harapan atas pesawat terbang
entah tujuan mana, dari maskapai mana, dan apa namanya; menyamakannya
dengan bintang jatuh yang barangkali cuma lelucon alam paling
menggelikan abad ini.

Senyum saya kembali terkembang. Kali ini sebabnya jelas.

Permohonan itu tak rumit. Sederhana saja.

Saya ingin hidup. Seutuhnya.

*****

Hal
pertama yang terlintas di benak ketika saya menoleh ke belakang untuk
menelusuri apa yang telah saya lalui dan alami selama setahun terakhir,
dapat diwakili oleh satu kata: perpisahan.

Pertengahan
tahun ini saya lalui nyaris dengan menghabiskan setumpuk tisu setiap
hari. Perpisahan tidak pernah menjadi hal yang lazim dalam kamus saya,
dan kini saya dipaksa berhadapan dengan sesuatu yang paling saya
hindari.

Tujuh
tahun bukan waktu yang singkat untuk diakhiri dengan perpisahan. Ada
banyak luka yang mengiringi bulan-bulan terakhir kebersamaan kami,
sebelum kami betul-betul berpisah. Kata orang, kebanyakan hal yang kita
takuti tidak pernah betul-betul menjadi kenyataan. Namun, saya
berhadapan dengan ketakutan yang akhirnya memang menjadi kenyataan.

Saya
masih ingat percakapan tigapuluh detik yang kami lakukan €  '¶salah satu
percakapan terpanjang via telepon dalam enam bulan terakhir€  '· dimana
setelah tombol €  '±end€  '² ditekan, saya duduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya. Saat itu, saya merasa rela memberikan apa saja yang saya miliki €  '¶literally, everything€  '·untuk
bisa bersamanya lagi. Saya tidak peduli dengan masa depan. Saya tidak
peduli dengan sejuta kesempatan yang terbentang di hadapan. Saya tidak
peduli dengan orang-orang baru yang bisa saya temui. Saya tidak peduli
dengan kehidupan yang bisa saya jelang selama hayat masih dikandung
badan. Apa pun... asalkan bisa kembali bersama. Sayangnya, waktu untuk
berpisah memang sudah tiba. Dan segala upaya saya untuk mengulurnya
menjadi percuma.

Saya
ingat, beberapa minggu sebelum perpisahan itu benar-benar terjadi,
mendadak saya menangis sesenggukan tanpa tahu sebabnya. Apa, dan
kenapa. Saya hanya duduk dan airmata terus mengalir. Pikiran saya
berkata, €  '³Kenapa? Ada apa?€  '´ dan menyerukan beratus pertanyaan lain. Hati saya, sebaliknya, berbisik lirih: €  '³Ini saatnya.€  '´ Kendati saya berulang kali menangguhkan keputusan dan mengabaikan suara kecil itu, saya tahu, hati saya tahu.

Tujuh
tahun bukan waktu yang singkat. Ada masa-masa dimana saya begitu putus
asa dan ingin menghilang dari dunia. Ada waktu-waktu dimana saya ingin
mengubur diri di bawah selimut dan tidak bangun lagi. Ada saat-saat
dimana saya hanya bisa duduk meringkuk, memeluk lutut sementara airmata
tidak berhenti bergulir. Menyedihkan, tapi itulah yang terjadi. Dan,
ya, ada masa-masa dimana saya begitu ingin berteriak keras-keras,
menggugat-Nya atas segala hal yang tidak bisa saya terima.

Namun,
lambat laun, saya tersadar. Bukan perpisahan yang tidak bisa saya
terima, melainkan kenyataan bahwa inilah yang menjadi porsi saya dalam
hidup. Inilah jatah yang digariskan untuk saya. Inilah pil pahit yang
menjadi bagian saya, dan di atas segalanya, sayalah
yang harus menelannya. Saya, yang mengagungkan kesatuan dan mendewakan
ikatan janji, kini menghadapi kenyataan dimana waktu untuk berpisah
telah tiba. Dan sekuat apa pun saya memberontak €  '¶satu setengah tahun
hidup dalam penyangkalan bukan hal yang mudah€  '· selama apa pun saya
mencoba bertahan, toh waktu juga yang akhirnya menentukan tanggal dan
hari perpisahan itu. Sekeras apa pun saya mencoba menawar.

Saya
bahkan tidak tahu kapan persisnya titik penyadaran itu tiba. Yang saya
tahu hanya, saya berusaha untuk tetap bertahan, hari demi hari, dengan
segala kekuatan yang ada. Dengan semangat yang tinggal sisa-sisa.
Dengan harapan yang cuma sekelumit, karena saya tidak lagi tahu apa
yang harus saya genggam. Saya hanya mencoba melangkah, setapak demi
setapak. Tanpa tahu apa yang akan saya temui di depan.

Kini,
berbulan-bulan setelahnya, saya memberanikan diri untuk menengok ke
belakang, dan tercengang mendapati luka itu berangsur sembuh. Bekasnya
tentu saja masih ada, dan tidak sedap untuk dipandang, namun ia
berangsur sembuh. Dan saya larut dalam haru ketika menyadari bahwa
semua proses yang saya lalui €  '¶segala rasa yang mengiringi saya dalam
perjalanan ini: pahit, manis, kegagalan, keberhasilan, kekecewaan,
kebanggaan, kesedihan, kebahagiaan, tawa, dan tangis€  '· telah membuahkan
begitu banyak pelajaran berharga yang membawa saya ke tempat dimana
saya berada sekarang. Di sini. Di masa ini.

Tahun
2008 adalah semester ke-24 saya di Universitas Kehidupan. Di semester
ini, saya belajar banyak. Saya belajar berpisah. Saya belajar menerima.
Saya belajar memaafkan. Saya belajar melepaskan. Saya belajar
beradaptasi dengan perubahan. Saya belajar berproses. Saya belajar
mengalir. Dan saya belajar hidup.

Hari
ini, ketika melakukan kilas balik tahun 2008, rasanya tidak berlebihan
kalau saya berkata, kesan yang paling membekas bagi saya bukan lagi
seberapa besar pencapaian yang saya raih maupun prestasi yang saya
ukir. Bukan berapa banyak hal yang bisa saya kumpulkan, genggam erat,
dan labeli €  '±Kesuksesan€  '². Bukan juga berapa hubungan yang berhasil saya
pertahankan, berapa orang yang sanggup saya senangkan, berapa orang
yang menjadi sahabat saya, dan sebagainya.

Hari
ini, yang paling berarti bagi saya bukan apa yang saya dapatkan,
melainkan apa yang saya lepaskan. Karena dari apa yang saya lepaskan
itulah, saya belajar hidup.

:-)

Sebelum
menjelang hari baru di detik-detik terakhir penghujung tahun, ijinkan
saya berdoa bagi kita semua, dan seluruh makhluk di muka bumi. Kiranya
kebahagiaan menjelma menjadi bunga yang tertabur di sepanjang jalan
ketika kita sama-sama melangkah dalam lingkaran tak berujung ini.
Kiranya kebahagiaan bukan hanya menjadi milik segelintir orang,
melainkan setiap makhluk, karena, mengutip perkataan seorang sastrawan,
tidak ada yang tidak ingin bahagia.

Kendati
begitu, karena hidup yang senantiasa berubah ini selalu terdiri dari
dua sisi, dan sekeras apa pun kita berupaya mengkristalkan kebahagiaan
tak pelak kita tetap akan menjumpai sisi sebaliknya, doa saya yang
terakhir adalah: semoga kita akan selalu hidup. Seutuhnya.
Untuk
kalian semua yang telah menyertai saya dalam perjalanan ini, terutama
kepada Sang Pemberi Hidup yang tak pernah meluputkan tangan-Nya dan
senantiasa hadir, saya ucapkan terima kasih dari hati yang terdalam.
Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih telah ada.

ROCK Your Life!
- Jenny Jusuf -
http://jennyjusuf. blogspot. com


14.

[Catatan kaki] MENGUNDANG PARTISIPASI dalam "1000 Wajah Pram dalam K

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Mon Jan 5, 2009 8:41 pm (PST)

€ ¢ï»¿

----- Original Message ----- *From:* muhidin m. dahlan <gusmuh12@yahoo.com>

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar kelahiran Blora, Jawa Tengah, 6
Februari 1925, anak tertua dari M. Toer, kepala sekolah Institut Boedi
Oetomo ini semasa hidupnya banyak melahirkan karya brilian: tulisan
berbentuk artikel, puisi, cerpen maupun novel, hingga melambungkan namanya
sekelas dengan para sastrawan dunia seperti Gunter Grass (Jerman), Albert
Camus, Jean-Paul Satre (Perancis), Multatuli (Belanda), John Steinbeck
(Amerika), Rabindranath Tagore (India), Gao Xinjian (Cina), Gabriel Garcia
Marquez (Kolombia), maupun Jose Saramago (Portugis).

Sosok yang diidentikkan sebagai tokoh demokrat sejati dan pejuang penegakan
hak asasi manusia ini pada tahun 2002 pernah dinobatkan sebagai "Pahlawan
Asia" oleh majalah Time Singapore. Memang, beliau semasa hidupnya sangat
produktif dalam menulis. Berbagai penghargaan pernah diberikan padanya,
beberapa di antaranya adalah dari UNESCO, The Wertheim Foundation (Belanda),
Ramon Magsaysay Award Foundation (Filipina), University of Michigan,
University of California (AS), Le Ministre de la Culture et de la
Communication Republique Francaise (Perancis) hingga Fukuoka Cultural Grand
Prize (Jepang).

Seperti tulisannya, perjalanan hidupnya pun penuh liku dan kelokan terjal.
Sebagian dari naskah-naskahnya banyak yang hilang di tangan penerbit,
dirampas oleh Belanda, dibakar oleh Angkatan Darat dan dilarang oleh Jaksa
Agung sewaktu pemerintahan Orde Baru. Bahkan, hampir separuh hidupnya
dihabiskan dalam penjara dalam perjuangannya untuk kemanusiaan. Ia pernah
ditahan dari penjara ke penjara: 3 tahun dalam penjara Kolonial, 1 tahun di
Orde Lama, dan 14 tahun di Orde Baru, diasingkan ke Pulau Buru, Magelang dan
Semarang, hingga pada tahun 1979 dinyatakan bebas tanpa proses pengadilan
dan dinyatakan tidak bersalah.

Saat ini, tidak semua orang tahu, bahwa sosok kelahiran kota yang
dikelilingi bukit kapur, jati dan minyak bumi dengan para pejabatnya yang
korup ini sudah sangat mendunia. Buku-buku hasil karyanya sampai saat ini
sudah diterjemahkan dalam 42 bahasa, bahkan di Malaysia, Jepang dan Belanda
menjadi bacaan wajib bagi siswa sekolah.Walau di luar negeri namanya begitu
terkenal namun ironisnya tak banyak mendapat nama baik di kota kelahirannya:
Blora, hingga maut menjemputnya di Jakarta, 30 April 2006 silam.

Untuk itu dalam rangka memperingati 1000 hari meninggalnya beliau, tanggal
1-7 Februari 2009 rencana kami bersama kawan-kawan komunitas akan mengadakan
acara yang berjudul "1000 Wajah Pram dalam Kata & Sketsa" bertempat di
rumahnya di Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora.

Sebagai bentuk penghargaan terhadap konsekwensi perjuangannya, kami
berencana menyelenggarakan pameran lukisan dan membuat sebuah buku kecil
semacam bunga rampai yang berisi kumpulan cerita, pendapat, kesan, maupun
pengalaman dari kawan-kawan tentang penulis yang beberapa kali menjadi
Kandidat Pemenang Nobel Sastra.

Kawan-kawan yang berminat bisa mengirimkan tulisan berbentuk essay, artikel,
cerpen, maupun puisi. Diketik maksimal 2 halaman. Sedangkan lukisan/ poster/
foto/ stensil bisa dikirim langsung ke sekretariat atau via email dalam
format JPEG paling lambat 20 Januari 2009.

Semoga melalui langkah kecil pendokumentasian ini bisa memberikan sesuatu
yang lebih baik bagi perkembangan bangsa dan kemanusiaan di masa mendatang.

Rencana manual acara:

A Pameran lukisan/ poster/ foto dan cover buku karya Pramoedya Ananta Toer
terjemahan dari berbagai bahasa.
B Apresiasi seni dan budaya
C Pemutaran film dan diskusi bersama

Untuk pengiriman karya dan informasi lebih lanjut bisa menghubungi:

Komunitas PASANGSURUT
Sekretariat: Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora Jawa Tengah
Kontak person:
Bpk. Soesilo Toer Telp. (0296) 5100233
Koko' HP. 081328775879
Email: supersamin_inc@yahoo.com
------------------------------
<http://sg.rd.yahoo.com/id/messenger/trueswitch/mailtagline/*http://id.messenger.yahoo.com/invite/>
15.

[artikel-copas] Kami Mengamini Doâ Nenek!

Posted by: "muhamad agus syafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Mon Jan 5, 2009 8:42 pm (PST)

Kami Mengamini Do€ ¦â Nenek!

by: mientarsih

Malam itu kami mengantar Icha pulang setelah beberapa hari menginap di rumah Bunda Meidy. Berjalan beriringan kami; Mas Agus, Mbak Rika, Hana, Mbak Tien, Kak Meidy, Mas Ery, dan ketiga putrinya yang ceria.

Sudah cukup malam, sekitar jam 10.00, kami mendatangi tempat tinggal Vani (kakak Icha), neneknya dan adiknya di sebuah kontrakan rumah petak sederhana. Sampai di rumah kami hanya bertemu dengan Vani dan Adiknya yang pulas tidur. Neneknya sedang pengajian di masjid. Kondisi rumah jauh dari nyaman, tidak terawat dan teratur, maklum, rumah ini dirawat oleh anak sekolah 1 SMP (Vani) yang masih merawat neneknya yang sudah tidak dapat melihat karena katarak dan adiknya yang masih kecil. Terbayang betapa reportnya anak ini.

Kami bergegas pulang, tapi sampai di jalan kami bertemu beberapa orang yang pulang dari pengajian. Kemudian kami memutuskan untuk kembali karena ingin bertemu dengan Nenek Vani. Perempuan tua berbalut kerudung krem dan berbaju kurung biru sambil membawa sajadan dan mekena, itulah Nenek Vani.

Kami menyampaikan niat kami untuk mengantar pulang Icha, Nenek bertutur dan berdo€ ¦â cukup panjang untuk kami dan untaian kata terima kasih. Aku tertegun mendengar tutur Nenek dan kami serempak mengamini do€ ¦â Nenek.....Amien ya robbal'alamin. Semoga Allah memberikan ketabahan untuk keluarga ini....

Terima kasih Nek, mestinya kamilah yang berterima kasih atas pelajaran yang Keluarga Nenek ini berikan kepada kami. Sambil merunduk aku berfikir, apa yang sudah aku perbuat untuk anak-anak seperti Vani, Ica, adiknya dan keluarganya. Mungkin di luar sana, masih banyak Vani, Ica yang lain.....

Nenek, terima kasih atas do€ ¦âmu yang tulus kepada kami....

Pojok Ruang Auditor.

15.00. 05.01.09

Wassalam,
agussyafii

==
Yuk, kita dukung bersama Gerakan Cinta Ananda, silahkan sampaikan
komentar dan partisipasi anda melalui http://agussyafii.blogspot.com
atau sms 087 8777 12431

Recent Activity
Visit Your Group
Sell Online

Start selling with

our award-winning

e-commerce tools.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Yahoo! Groups

Going Green Zone

Find ways to go green.

Join a green group.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: