Kamis, 25 Juni 2009

[daarut-tauhiid] Aku Belum Siap untuk Menjadi Ustadzah



Aku Belum Siap untuk Menjadi Ustadzah

Penulis : Ida Ernawati
===================


Malam
itu, kubuka buku karangan Habiburrahman yang berisi banyak pesan agama
dan buku-buku karangan Al-Ghazali. Ketika merasa belum ada yang
mengena, kubuka buku Cahyadi Takariawan. Setiap ada hadits-nya, aku
cocokkan dengan buku hadits Al-Bukhari untuk melihat kesinkronannya.
Masih belum puas, kubuka buku-buku karangan beberapa orang terkenal
yang membahas pernak-pernik yang ada hubungannya dengan akhlak. Bahkan
kubuka juga terjemahan Al-Qur'an untuk mengetahui beberapa permasalahan
atau materi yang patut untuk kubicarakan dalam tausyiah nanti.

Cukup repot juga bagiku, karena ditawari untuk mengisi tausyiah yang
notabene belum pernah kulakukan. Aku memang senang menulis, tetapi
untuk berinteraksi dengan audience dan membicarakan materi-materi yang
ada hubungannya dengan agama, belum berani kulakukan. Itu berarti akan
ada tanya jawab yang pertanyaannya belum tentu sama dengan topik yang
kusampaikan. Kemarin sore, ada dua orang laki-laki dari badan amil
zakat yang menjemput zakatku bulan ini. Pembicaraan dan diskusi kami
yang ke sana ke mari akhirnya membuat mereka meminta aku untuk mengisi
tausyiah yang audience-nya adalah ABG atau anak baru gede. Katanya
untuk memberikan sangu buat mereka di zaman yang penuh kebebasan
pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya.

Beberapa materi kurasa pas untuk kusampaikan. Bagaimana menghadapi
orangtua, bagaimana berteman yang baik dengan laki-laki bukan muhrim,
bagaimana menjadi pendengar yang baik ketika ada teman yang sedang
curhat, bagaimana..., aku masih bingung menentukan yang mana yang harus
kusampaikan nanti. Aku latihan bicara di depan cermin, mimik wajah,
tangan kupraktekkan seperti layaknya aku sedang tausyiah. Kuusahakan
untuk terus tersenyum. Bukankah dengan senyum akan membuat senang
audience? Kupatut-patut diriku dan berandai-andai menjawab jika ada
pertanyaan.

Malam itu pun aku sulit tidur, kalau hari Kamis nanti aku jadi mengisi
tausyiah, maka itu adalah tausyiahku pertama kali. Aku merasa
kehidupanku yang berkeinginan berarti bagi orang lain sudah di depan
mata. "Mungkin ini jalanku, mungkin ini jalanku," pikirku. Aku ingin
berbagi, bermanfaat untuk sesama. Aku tersenyum penuh kegeeran. Mengapa
aku yang disuruh, apa aku memang pantas untuk menjadi ustadzah? Apa ini
jalanku?

Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku, sungguh sulit untuk tidak
deg-degan. Aku ingin memberikan yang terbaik pada penampilan pertamaku
ini, seperti ketika aku menjadi MC, saat nanti aku jadi ustadzah aku
berusaha untuk membuat audience gembira. Aku mengharapkan tepuk tangan
dari orang lain, aku ingin dipuji, aku ingin semua orang mengucapkan
selamat. Setan-setan itu membisikiku.

Masih dengan haru biru kegembiraanku, dengan tanpa sengaja aku bertanya
pada teman sekantorku yang sudah terbiasa memberikan ceramah-ceramah.
"Enaknya materinya apa ya yang harus aku sampaikan, aku mau tausyiah
besok pagi?" tanyaku sambil senyum. Temanku diam saja tidak menjawab.
Kuulang lagi pertanyaan yang sama kepadanya sambil kutekankan kalau aku
besok akan memberikan tausiyah. Temanku akhirnya menjawab, "Materinya
yang harus kita berikan pada orang adalah apa yang kita lakukan."
Deg... Aku kaget bukan alang kepalang. Sungguh jawaban itu tidak kuduga.

Bagaimana mungkin aku memberikan materi dengan sikapku yang masih
pemarah, yang kadang masih malas melakukan shalat malam, kadang tidak
mau mengerti perasaan orang lain, dan masih banyak lagi perbuatan yang
kurang baik masih kulakukan. Ilmu bisa dipelajari, pengetahuan bisa
digali. Tapi akhlaqul karimah harus dengan usaha yang keras. Bagaimana
mungkin aku memberikan materi yang baik-baik sedangkan aku sendiri
belum melaksanakannya. Ciri-ciri orang seperti inilah salah satunya
yang tidak disukai Allah. Berbicara tanpa bertindak dan melakukan
sesuatu penuh pamrih. Aku belum siap untuk menjadi ustadzah.

Duhai Tuhanku yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, ampunilah aku
yang selalu merasa benar dalam bertindak, masih terpedaya oleh pujian
orang lain, masih malas untuk berubah dan intropeksi. Ampuni aku, ya
Rabb. Berikanlah petunjuk dan kekuatan kepadaku agar aku bisa menjadi
orang yang mau menyadari bahwa perkataan dan perbuatan yang kulakukan
harus sejalan. Selalu dekatlah denganku, ya Allah, jangan pernah jauhi
aku.

------sumber:kotasantri.com
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: