Rabu, 24 Juni 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2686

Messages In This Digest (5 Messages)

Messages

1a.

Re: Bls: [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di Facebook

Posted by: "patisayang" patisayang@yahoo.com   patisayang

Wed Jun 24, 2009 12:10 am (PDT)



Hai Mbak Nieta! Ketemu juga di sini. Ngomong or cerita apa aja boleh kok. Yang penting ada pembelajaran dalam tali silaturahmi kita.
Besok Sabtu ketemuan ngambil raport yak! Btw, masih penasaran sama si hitam manis pake Grand Livina itu. Hehe... Huss!

salam,
Indar

A--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, nooryusnita purnamasari <nieta_nasution@...> wrote:
>
> aslm...
> salam kenal untuk sobat2 smua ya...
> perkenalkan aku nita...tau tentang sekolah kehidupan dari mba indar, jadi terima kasih mba indar
> kyknya segitu aza dulu...lain waktu aku sambung lagi...
> masih bingung neh mo ngomong or komentar apa ya....
> yang pasti tulisannya bgs2 n menggugah hati...semoga menjadi hikmah untuk kita semua..amiin
> makasih..
> waslm
> nita
>
>
>
>
> ________________________________
> Dari: Nursalam AR <nursalam.ar@...>
> Kepada: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> Cc: patisayang <patisayang@...>
> Terkirim: Rabu, 24 Juni, 2009 11:20:25
> Topik: Re: [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di Facebook
>
>
>
>
>
> Mbak Indar, andai aku kenal dengan sang istri malang tentu aku bisa tebak namanya, cukup dengan baca tulisanmu ini, Entah mengapa jika mendeskripsikan orang gayamu selalu lugas dan benderang. Menarik, namun potensi kena pasal karet:). Nggak nakutin-nakutin lho:). Btw, mengenaskan memang jika demikian adanya. Facebook yang bisa untuk silaturahmi berubah fungsi jadi sarana perselingkuhan. IMHO, patut disigi tentu ada masalah yang mendasari, karena hingga terjadinya perselingkuhan pasti butuh proses, dan itu hanya kulminasi saja. Dan dalam hal ini poligami bukan solusi.
>
> salam prihatin,
>
> Nursalam AR
>
>
> On 6/24/09, INDARWATI HARSONO <patisayang@yahoo. com> wrote:
>
>
>
> CLBK di Facebook
>
> Hanya jarak dua hari, aku membaca lara wanita. Lara yang pertama, adalah sebuah kisah nyata yang ditulis Mbak Helvy Tiana Rosa dalam bukunya Catatan Pernikahan. Lara kedua, nyaris sama dengan kisah di atas, kutemui pagi ini. Sungguh mengejutkanku, sekaligus tak terlalu mengherankan kenapa lara itu bisa menerpanya.
> “Saya salut sama Mbak,” kataku pagi ini. Lama tak ngobrol dengannya kuputuskan untuk mampir ke rumahnya setelah mengantar anak ke sekolah. “Mbak selalu tampak ikhlas mengasuh anak, mengurus rumah yang sebesar ini sendiri. Sedangkan saya, kadang masih suka egois.”
> “Ya nggak gitulah Mama Ais,” elaknya. Si mbak ini selalu menganggap apa yang dilakukannya sebagai ibu rumah tangga bukanlah apa-apa. Dia menganggap itu sebagai sebuah kesemestiaan yang tak bisa ditawar. Meski andai saja dia mau, dia bisa saja memilih jalan lain, dengan berkarir missal.
> Percakapan selanjutnya sungguh tak terkira. Menahan emosi, dia bercerita bahwa sang suami sudah keranjingan Facebook. Tak sekedar menyambung silaturahmi dengan teman-teman lama maupun baru, ternyata efek dari intensnya pertemuan lewat jejaring social itu sang suami mengalami CLBKâ€"Cinta Lama Bersemi Kembali. Untungnya, sang suami berterus terang, dan sang mantan pun statusnya sudah milik orang. Wacana terus bergulir ke soal poligami.
> “Poligami memang ada dalam Islam. Kebanyakan temannya juga melakukan itu. Tapi saya nggak bisa Mama Ais. Akhirnya saya mengirim SMS, minta cerai saja kalau dia memang berniat seperti itu.”
> Aku tergugu. Ternyata apa yang tampak di permukaan tak selalu seperti itu di dalam. Selama ini aku iri melihat keluarga mereka. Hidup lebih dari berkecukupanâ€" rumah besar di lahan seluas ½ ha, 2 mobil mahal menghiasi garasi--3 anak yang saleh, dan kedekatan terhadap agama yang begitu kelihatan, apa lagi? Hal seperti itulah yang kumaksudkan dengan sungguh mengejutkan di awal tulisan.
> “Bapaknya (maksudnya bapaknya anak-anak, cara dia membahasakan suaminya, pen) lalu menangis, berjanji nggak akan mengulangi lagi. Dia menyesal, baru setelah berjauhan dia merasakan betapa berharganya saya dan anak-anak.”
> Hal seperti inilah yang kumaksudkan dengan tak terlalu mengherankan di awal tulisan. Mereka berdua terpisah ribuan kilometer jauhnya. Sang suami bekerja di lain negara, pulang 1,5 bulan sekali dan mendapat cuti 1,5 bulan juga. Dengan pola kerja seperti itu, tak sedikit teman si bapak yang memutuskan menikah lagi di negara tempatnya bekerja. Entah dengan persetujuan dan sepengetahuan istri pertama atau tidak.
> “Mbak tahu password facebook dan email suami?” tanyaku
> “Enggak. Saya juga nggak pernah buka email, facebook, atau hapenya. Untungnya dia terus terang. Ada apa-apa dia cerita. Termasuk teman-temannya yang poligami itu. Dia juga heran kenapa saya kok tahu dia main-main.”
> “Lalu?”
> “Lah, saya kan istrinya. Kelakuannya aneh. Suka nyanyi-nyanyi, tiba-tiba tampak riang, dan marah kalau hapenya dipegang-pegang anaknya.” Kata si Mbak. “Mungkin dia sedang futur waktu itu. Dan dengan usianya yang hampir 40 tahun, mungkin dia mengalami puber kedua.”
> Mendengar penjelasannya, sungguh aku salut dengan si ibu.. Dengan ikhlas, atas nama pengabdian pada suami dia menelan semua kecewanya, tak pernah mengeluh dan menuntut ini itu selama sekitar 10 tahun pernikahan mereka. Namun ketika kesetiaan dan pengabdiannya ternodai, dia tanpa ragu sedikitpun berani mengambil sikap.
> “Saya tak takut membesarkan anak-anak sendirian. Yang namanya rejeki Allah mah bisa dicari Mama Ais.”
> Kutatap keteguhan di mata si Mbak. Perempuan di hadapanku yang pemalu, lembut, dan tak suka berkonfrontasi ini pada satu titik bertekad mempertahankan hatinya, cintanya, meski jika diperlukan itu berarti perpisahan dengan sang suami.
> “Saya hanya ingin menjadi surga bagi anak-anak saya, Mama Ais,” katanya penutup pembicaraan kami. “dan saya tak mau disakiti.”
> Aku kembali tergugu. Dia satu sisi dia sebagai pihak yang dilukai, di sisi lain berdiri pula sesama wanita yang menorehkan luka. Sebagai sesama perempuan, ternyata banyak sisi dari kaumku sendiri yang belum sepenuhnya kupahami dan harus selalu kupunguti sebagai pembelajaran kehidupan.
>
> Tanah Baru, 24/06/097.46
> catatan perempuan http://lembarkertas .multiply. com
>
>
>
>
> --
> "Menulis itu memberi." (Eka Budianta)
>
> Nursalam AR
> Penerjemah, Penulis & Editor
> 0813-10040723
> 021-92727391
> www.nursalam. multiply. com
> YM ID: nursalam_ar
> Facebook: facebook.com/ nursalam. ar
> www.pensilmania. multiply. com
> (blog Klub Pensilmania)
>
>
>
> Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com
>

1b.

Re: Bls: [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di Facebook

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Wed Jun 24, 2009 1:41 am (PDT)



wa'alaikum salam wr.wb.

Salam kenal, Mbak Nita. Seperti biasa, tradisi di milis ini, jika sudah
perkenalan, silakan ambil duduk di bangku terdepan. Pasang mata dan kuping
biar terang, dan kalau perlu -- bahkan harus -- turut berbagi dengan yang
lain. Caranya? Sharing cerita soal pengalam sehari-hari.Tak perlu yang
istimewa,karena apa yang menurut kita "biasa" saja bisa jadi bermakna besar
buat orang lain. Tak perlu nunggu jadi sastrawan untuk menulis, karena
kekuatan kisah nyata kadang lebih kuat daripada khayalan tinggi seorang
penyair.

Enjoy your class....with us:)

tabik,

Nursalam AR

On 6/24/09, nooryusnita purnamasari <nieta_nasution@yahoo.co.id> wrote:
>
>
>
> aslm...
> salam kenal untuk sobat2 smua ya...
> perkenalkan aku nita...tau tentang sekolah kehidupan dari mba indar, jadi
> terima kasih mba indar
> kyknya segitu aza dulu...lain waktu aku sambung lagi...
> masih bingung neh mo ngomong or komentar apa ya....
> yang pasti tulisannya bgs2 n menggugah hati...semoga menjadi hikmah untuk
> kita semua..amiin
> makasih..
> waslm
> nita
>
>
> ------------------------------
> *Dari:* Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>
> *Kepada:* sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> *Cc:* patisayang <patisayang@yahoo.com>
> *Terkirim:* Rabu, 24 Juni, 2009 11:20:25
> *Topik:* Re: [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di Facebook
>
> Mbak Indar, andai aku kenal dengan sang istri malang tentu aku bisa tebak
> namanya, cukup dengan baca tulisanmu ini, Entah mengapa jika mendeskripsikan
> orang gayamu selalu lugas dan benderang. Menarik, namun potensi kena pasal
> karet:). Nggak nakutin-nakutin lho:). Btw, mengenaskan memang jika demikian
> adanya. Facebook yang bisa untuk silaturahmi berubah fungsi jadi sarana
> perselingkuhan. IMHO, patut disigi tentu ada masalah yang mendasari, karena
> hingga terjadinya perselingkuhan pasti butuh proses, dan itu hanya kulminasi
> saja. Dan dalam hal ini poligami bukan solusi.
>
> salam prihatin,
>
> Nursalam AR
>
> On 6/24/09, INDARWATI HARSONO <patisayang@yahoo. com<patisayang@yahoo.com>>
> wrote:
>>
>>
>>
>> CLBK di Facebook
>>
>>
>>
>> Hanya jarak dua hari, aku membaca lara wanita. Lara yang pertama, adalah
>> sebuah kisah nyata yang ditulis Mbak Helvy Tiana Rosa dalam bukunya *Catatan
>> Pernikahan*. Lara kedua, nyaris sama dengan kisah di atas, kutemui pagi
>> ini. Sungguh mengejutkanku, sekaligus tak terlalu mengherankan kenapa lara
>> itu bisa menerpanya.
>>
>> "Saya salut sama Mbak," kataku pagi ini. Lama tak ngobrol dengannya
>> kuputuskan untuk mampir ke rumahnya setelah mengantar anak ke sekolah. "Mbak
>> selalu tampak ikhlas mengasuh anak, mengurus rumah yang sebesar ini sendiri.
>> Sedangkan saya, kadang masih suka egois."
>>
>> "Ya nggak gitulah Mama Ais," elaknya. Si mbak ini selalu
>> menganggap apa yang dilakukannya sebagai ibu rumah tangga bukanlah apa-apa.
>> Dia menganggap itu sebagai sebuah kesemestiaan yang tak bisa ditawar. Meski
>> andai saja dia mau, dia bisa saja memilih jalan lain, dengan berkarir
>> missal.
>>
>> Percakapan selanjutnya sungguh tak terkira. Menahan emosi, dia bercerita
>> bahwa sang suami sudah keranjingan Facebook. Tak sekedar menyambung
>> silaturahmi dengan teman-teman lama maupun baru, ternyata efek dari
>> intensnya pertemuan lewat jejaring social itu sang suami mengalami
>> CLBK—Cinta Lama Bersemi Kembali. Untungnya, sang suami berterus terang, dan
>> sang mantan pun statusnya sudah milik orang. Wacana terus bergulir ke soal
>> poligami.
>>
>> "Poligami memang ada dalam Islam. Kebanyakan temannya juga melakukan itu.
>> Tapi saya nggak bisa Mama Ais. Akhirnya saya mengirim SMS, minta cerai saja
>> kalau dia memang berniat seperti itu."
>>
>> Aku tergugu. Ternyata apa yang tampak di permukaan tak selalu seperti itu
>> di dalam. Selama ini aku iri melihat keluarga mereka. Hidup lebih dari
>> berkecukupan— rumah besar di lahan seluas ½ ha, 2 mobil mahal menghiasi
>> garasi--3 anak yang saleh, dan kedekatan terhadap agama yang begitu
>> kelihatan, apa lagi? Hal seperti itulah yang kumaksudkan dengan sungguh
>> mengejutkan di awal tulisan.
>>
>> "Bapaknya (maksudnya bapaknya anak-anak, cara dia membahasakan suaminya,
>> *pen*) lalu menangis, berjanji nggak akan mengulangi lagi. Dia menyesal,
>> baru setelah berjauhan dia merasakan betapa berharganya saya dan anak-anak."
>>
>>
>> Hal seperti inilah yang kumaksudkan dengan tak terlalu mengherankan di
>> awal tulisan. Mereka berdua terpisah ribuan kilometer jauhnya. Sang suami
>> bekerja di lain negara, pulang 1,5 bulan sekali dan mendapat cuti 1,5 bulan
>> juga. Dengan pola kerja seperti itu, tak sedikit teman si bapak yang
>> memutuskan menikah lagi di negara tempatnya bekerja. Entah dengan
>> persetujuan dan sepengetahuan istri pertama atau tidak..
>>
>> "Mbak tahu *password* facebook dan email suami?" tanyaku
>>
>> "Enggak. Saya juga nggak pernah buka email, facebook, atau hapenya.
>> Untungnya dia terus terang. Ada apa-apa dia cerita. Termasuk teman-temannya
>> yang poligami itu. Dia juga heran kenapa saya kok tahu dia main-main."
>>
>> "Lalu?"
>>
>> "Lah, saya kan istrinya. Kelakuannya aneh. Suka nyanyi-nyanyi, tiba-tiba
>> tampak riang, dan marah kalau hapenya dipegang-pegang anaknya." Kata si
>> Mbak. "Mungkin dia sedang futur waktu itu. Dan dengan usianya yang hampir 40
>> tahun, mungkin dia mengalami puber kedua."
>>
>> Mendengar penjelasannya, sungguh aku salut dengan si ibu. Dengan ikhlas,
>> atas nama pengabdian pada suami dia menelan semua kecewanya, tak pernah
>> mengeluh dan menuntut ini itu selama sekitar 10 tahun pernikahan mereka.
>> Namun ketika kesetiaan dan pengabdiannya ternodai, dia tanpa ragu sedikitpun
>> berani mengambil sikap.
>>
>> "Saya tak takut membesarkan anak-anak sendirian. Yang namanya rejeki Allah
>> *mah* bisa dicari Mama Ais."
>>
>> Kutatap keteguhan di mata si Mbak. Perempuan di hadapanku yang pemalu,
>> lembut, dan tak suka berkonfrontasi ini pada satu titik bertekad
>> mempertahankan hatinya, cintanya, meski jika diperlukan itu berarti
>> perpisahan dengan sang suami.
>>
>> "Saya hanya ingin menjadi surga bagi anak-anak saya, Mama Ais," katanya
>> penutup pembicaraan kami. "dan saya tak mau disakiti."
>>
>> Aku kembali tergugu. Dia satu sisi dia sebagai pihak yang dilukai, di sisi
>> lain berdiri pula sesama wanita yang menorehkan luka. Sebagai sesama
>> perempuan, ternyata banyak sisi dari kaumku sendiri yang belum sepenuhnya
>> kupahami dan harus selalu kupunguti sebagai pembelajaran kehidupan.
>>
>>
>>
>> *Tanah Baru, **24/06/09** 7.46*
>>
>> catatan perempuan http://lembarkertas .multiply. com<http://lembarkertas.multiply.com/>
>>
>>
>> **
>>
>>
>
>
> --
> "Menulis itu memberi." (Eka Budianta)
>
> Nursalam AR
> Penerjemah, Penulis & Editor
> 0813-10040723
> 021-92727391
> www.nursalam. multiply. com <http://www.nursalam.multiply.com/>
> YM ID: nursalam_ar
> Facebook: facebook.com/ nursalam. ar <http://facebook.com/nursalam.ar>
> www.pensilmania. multiply. com <http://www.pensilmania.multiply.com/>
> (blog Klub Pensilmania)
>
> ------------------------------
> Apakah wajar artis ikut Pemilu?
> Temukan jawabannya di Yahoo! Answers!
>
>
>

--
"Menulis itu memberi." (Eka Budianta)

Nursalam AR
Penerjemah, Penulis & Editor
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply.com
YM ID: nursalam_ar
Facebook: facebook.com/nursalam.ar
www.pensilmania.multiply.com
(blog Klub Pensilmania)
2a.

Re: (Catcil) CLBK di Facebook

Posted by: "patisayang" patisayang@yahoo.com   patisayang

Wed Jun 24, 2009 12:16 am (PDT)



Sama-sama Bunda Gangga. Yap, u absolutely right tentang kemajuan teknologi n anak-anak kita nanti. Ais aja sekarang merengek mau main internet. Via PC, juga minta diajari via hape. Nggak kami kasih tanpa pengawasan.
Aku sendiri masih berjuang meletakkan porsi yang tepat buat FB, MP, Milist, dll dengan aktivitas di 'dunia nyata' . :)

salam,
Indar

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Siwi LH <siuhik@...> wrote:
>
> Saya jadi teringat kemaren rame-rame orang menjudge tentang Fatwa Haramnya jejaring sosial....
> karena ketika kita tidak dewasa -bijaksana- menyikapi teknologi yang akhir-akhir ini sedemikian jauh memasuki ranah pribadi seseorang, seperti itulah kejadiannya.
> so saya pribadi belum bisa menjalankan fatwa haram tersebut, tapi fatwa itu perlu kita apresiasi karena mungkin berangkat dari kejadian seperti yang Mama Ais ceritakan. Keranjingan jejaring sosial.
>
> Semuanya memang kembali dalam diri kita masing-masing, seberapa teguh kita untuk tetap setia dengan cintaNya. "Ayo dong kita gaungkan Gerakan Berinternet Sehat!" Ada yang punya ide?
>
> Yang justru sedang menjadi pemikiran saya adalah, jika saat ini saja dunia maya sudah sebegitu hebat mengubah masyarakat, lalu bagaimanakah dengan masa dimana anak-anak kita berangkat dewasa. Allahua'lam, semoga Allah yang akan senantiasa menjaga kita beserta anak keturunan kita. Amin.
>
> Thx Mama Ais sudah membagikan cerita pilu ini, pembelajaran buat kita semua.
>
> Salam Hebat Penuh Berkah
> Siwi LH
> cahayabintang. wordpress.com
> siu-elha. blogspot.com
> YM : siuhik
>
>
>
>
> ________________________________
> From: INDARWATI HARSONO <patisayang@...>
> To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> Sent: Tuesday, June 23, 2009 5:56:07 PM
> Subject: [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di Facebook
>
>
>
>
>
> CLBK di
> Facebook
>
> Hanya
> jarak dua hari, aku membaca lara wanita. Lara yang pertama, adalah sebuah kisah
> nyata yang ditulis Mbak Helvy Tiana Rosa dalam bukunya Catatan Pernikahan. Lara kedua, nyaris sama dengan kisah di atas,
> kutemui pagi ini. Sungguh mengejutkanku, sekaligus tak terlalu mengherankan
> kenapa lara itu bisa menerpanya.
> “Saya
> salut sama Mbak,” kataku pagi ini. Lama tak ngobrol dengannya kuputuskan untuk
> mampir ke rumahnya setelah mengantar anak ke sekolah. “Mbak selalu tampak
> ikhlas mengasuh anak, mengurus rumah yang sebesar ini sendiri. Sedangkan saya,
> kadang masih suka egois.”
> “Ya nggak gitulah Mama Ais,”
> elaknya. Si mbak ini selalu menganggap apa yang dilakukannya sebagai ibu rumah
> tangga bukanlah apa-apa. Dia menganggap itu sebagai sebuah kesemestiaan yang
> tak bisa ditawar. Meski andai saja dia mau, dia bisa saja memilih jalan lain,
> dengan berkarir missal.
> Percakapan
> selanjutnya sungguh tak terkira. Menahan emosi, dia bercerita bahwa sang suami
> sudah keranjingan Facebook. Tak sekedar menyambung silaturahmi dengan
> teman-teman lama maupun baru, ternyata efek dari intensnya pertemuan lewat
> jejaring social itu sang suami mengalami CLBKâ€"Cinta Lama Bersemi Kembali. Untungnya,
> sang suami berterus terang, dan sang mantan pun statusnya sudah milik orang.
> Wacana terus bergulir ke soal poligami.
> “Poligami
> memang ada dalam Islam. Kebanyakan temannya juga melakukan itu. Tapi saya nggak
> bisa Mama Ais. Akhirnya saya mengirim SMS, minta cerai saja kalau dia memang
> berniat seperti itu.”
> Aku
> tergugu. Ternyata apa yang tampak di permukaan tak selalu seperti itu di dalam.
> Selama ini aku iri melihat keluarga mereka. Hidup lebih dari berkecukupanâ€"rumah
> besar di lahan seluas ½ ha, 2 mobil mahal menghiasi garasi--3 anak yang saleh,
> dan kedekatan terhadap agama yang begitu kelihatan, apa lagi? Hal seperti itulah
> yang kumaksudkan dengan sungguh mengejutkan di awal tulisan.
> “Bapaknya
> (maksudnya bapaknya anak-anak, cara dia membahasakan suaminya, pen) lalu menangis, berjanji nggak akan
> mengulangi lagi. Dia menyesal, baru setelah berjauhan dia merasakan betapa
> berharganya saya dan anak-anak.”
> Hal
> seperti inilah yang kumaksudkan dengan tak terlalu mengherankan di awal
> tulisan. Mereka berdua terpisah ribuan kilometer jauhnya. Sang suami bekerja di
> lain negara, pulang 1,5 bulan sekali dan mendapat cuti 1,5 bulan juga. Dengan
> pola kerja seperti itu, tak sedikit teman si bapak yang memutuskan menikah lagi
> di negara tempatnya bekerja. Entah dengan persetujuan dan sepengetahuan istri
> pertama atau tidak.
> “Mbak
> tahu password facebook dan email
> suami?” tanyaku
> “Enggak.
> Saya juga nggak pernah buka email, facebook, atau hapenya. Untungnya dia terus
> terang. Ada apa-apa dia cerita.
> Termasuk teman-temannya yang poligami itu. Dia juga heran kenapa saya kok tahu
> dia main-main.”
> “Lalu?”
> “Lah,
> saya kan istrinya. Kelakuannya
> aneh. Suka nyanyi-nyanyi, tiba-tiba tampak riang, dan marah kalau hapenya
> dipegang-pegang anaknya.” Kata si Mbak. “Mungkin dia sedang futur waktu itu.
> Dan dengan usianya yang hampir 40 tahun, mungkin dia mengalami puber kedua.”
> Mendengar
> penjelasannya, sungguh aku salut dengan si ibu. Dengan ikhlas, atas nama
> pengabdian pada suami dia menelan semua kecewanya, tak pernah mengeluh dan
> menuntut ini itu selama sekitar 10 tahun pernikahan mereka. Namun ketika
> kesetiaan dan pengabdiannya ternodai, dia tanpa ragu sedikitpun berani
> mengambil sikap.
> “Saya
> tak takut membesarkan anak-anak sendirian. Yang namanya rejeki Allah mah bisa dicari Mama Ais.”
> Kutatap
> keteguhan di mata si Mbak. Perempuan di hadapanku yang pemalu, lembut, dan tak
> suka berkonfrontasi ini pada satu titik bertekad mempertahankan hatinya,
> cintanya, meski jika diperlukan itu berarti perpisahan dengan sang suami.
> “Saya
> hanya ingin menjadi surga bagi anak-anak saya, Mama Ais,” katanya penutup
> pembicaraan kami. “dan saya tak mau disakiti.”
> Aku
> kembali tergugu. Dia satu sisi dia sebagai pihak yang dilukai, di sisi lain
> berdiri pula sesama wanita yang menorehkan luka. Sebagai sesama perempuan,
> ternyata banyak sisi dari kaumku sendiri yang belum sepenuhnya kupahami dan
> harus selalu kupunguti sebagai pembelajaran kehidupan.
>
> Tanah Baru, 24/06/097.46
> catatan perempuan http://lembarkertas .multiply. com
>

3a.

[Ngaku Eska for Milad ke-3] Siapa Bilang SK Bogor Bubar?

Posted by: "Taufiq_dy" tendo_cbn@yahoo.co.id   tendo_cbn

Wed Jun 24, 2009 12:50 am (PDT)



@ Novi : Pengennya sih cerita Mobil merah aku kerumah kamu.. cuma kasian
asma kalo inget itu, kan Nyasar.. :)
@ Mas Nur : Di Foto FB novi ada juga tuh waktu aku pulang walimah mas
nur.. aku ternyata kalah ganteng ya ma galih.. :(
@ Galih : Siap aku add deh..
@ Mbak Indar : mungkin bulan depan sekalian nujuuh bulanan si kecil,
mbak datang ya... masa tetangga gak datang, malu ma Rasul ah.. :)
@ Bang Fy : gak ada yang bilang sih, cuma aneh aja, Bogor jauh meredup
dibanding Jogja & Surabaya.. eh yang ngetop malah Bandung nih.. :)
@ Catur : Aku salah ya, yang benar kamu nikah 1 Mei 08 kan? he,.,,he,,
sory salah ketik.. salam buat Mbak Retno ya.. nanti sekali-sekali kita
ajak ke Takol.. tau gak waktu mas Suhadi ikut koordinasi di Takol aku
kebayang mulu.. bawa anak aku kelak kesana.. bermain dibawah rindangnya
pohon..
@ Teh Indri : Dimana nih alamatnya? oya buka puasa? jadi inget tahun
2007 di RM Cuamu-Cuamu jamuan Bu Has.. 2008 di Rumah Mbak Indar.. so
2009 di Rumah Teh Indri ya?

He..he.. oke teman-teman.. ini sebenarnya bukan tulisan jagoan aku buat
jadi juara (Ngaku Eska for Milad) he..he.. aku gak cc ke antologi dot
penerbit at gmail loh.. jadi aku masih simpan tulisan jagoan aku..
he..he. berharap jadi juara.. :)

Aku kangen kalian All..

salam,
Tendo

4.

Fatwa haram Facebook? d/h Re: [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di F

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Wed Jun 24, 2009 1:33 am (PDT)



IMHO, dari penelusuran saya untuk wacana fatwa haram Facebook, Mbak Siwi
tidak perlu resah. Karena memang fatwa haram untuk jejaring sosial atau
facebook tidak ada. Kesan rame-rame wacananya memang mengalahkan substansi
dan mengaburkan fakta bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sama sekali tidak
mengeluarkan fatwa tersebut. Bahkan, menurut salah satu petinggi MUI yang
diwawancarai di TV One sekitar sebulan lalu, mereka sama sekali tak punya
niatan untuk bikin fatwa haram Facebook karena justru sebagian ulama di MUI
juga punya account di Facebook yang digunakan untuk konsultasi agama dan
berdakwah. Yah, prinsipnya seperti pisau, jika dipake mengupas bawang itu
bagus. Tapi pisau bisa juga untuk bunuh orang. Ini yang sangat tidak terpuji
alias merupakan ekses dari facebook.

Nah, ekses inilah yang dikecam dan diharamkan -- meski juga belum ada
fatwanya --para ulama. Wacana fatwa haram facebook berawal dari pertemuan
akbar sebagian ulama NU Jatim yang salah satu bahasannya dalam forum bahtsul
masa'il (forum timbang pendapat berdasarkan kitab kuning untuk
masalah-masalah kontemporer) adalah keprihatinan terhadap para remaja (saat
itu yg dibahas remaja Jatim) yang konon jadi malas belajar hingga bermesum
ria karena pengaruh facebook. Akhirnya direkomendasikanlah untuk
mengeluarkan fatwa haram untuk EKSES facebook.

Ndilalah, entah tidak sadar atau justru disengaja, berita ini ditangkap
media dan di-blow up ke tingkat nasional bahkan bahwa facebook akan
diharamkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tak tahu menahu justru
dilabelkan sebagai lembaga yang akan mengeluarkan fatwa tsb. Wallahu a'lam,
apa tujuan akhir dari blow up berita tak bertanggung jawab tersebut. Sebab,
jika pun ada, yang keluar mungkin fatwa tentang haramnya ekses facebook.
Tapi sampai sekarang fatwa tsb tidak keluar baik dari forum ulama NU Jatim
atau MUI.Barangkali kuatir disalahtafsirkan -- dengan pembelokan oleh
pihak-pihak tertentu-- bahwa yang haram adalah facebook-nya.
So, menurut saya yg faqir ilmu dan juga bukan ulama ini, facebook sih halal,
yang haram adalah ekses negaif dari facebook seperti tsb di atas *duh,bahasa
dokumen hukum banget ya*

My two cents,

Nursalam AR

On 6/24/09, Siwi LH <siuhik@yahoo.com> wrote:
>
>
>
> Saya jadi teringat kemaren rame-rame orang menjudge tentang Fatwa
> Haramnya jejaring sosial....
> karena ketika kita tidak dewasa -bijaksana- menyikapi teknologi yang
> akhir-akhir ini sedemikian jauh memasuki ranah pribadi seseorang, seperti
> itulah kejadiannya.
> so saya pribadi belum bisa menjalankan fatwa haram tersebut, tapi fatwa itu
> perlu kita apresiasi karena mungkin berangkat dari kejadian seperti yang
> Mama Ais ceritakan. Keranjingan jejaring sosial.
>
> Semuanya memang kembali dalam diri kita masing-masing, seberapa teguh kita
> untuk tetap setia dengan cintaNya. "Ayo dong kita gaungkan Gerakan
> Berinternet Sehat!" Ada yang punya ide?
>
> Yang justru sedang menjadi pemikiran saya adalah, jika saat ini saja dunia
> maya sudah sebegitu hebat mengubah masyarakat, lalu bagaimanakah dengan masa
> dimana anak-anak kita berangkat dewasa. Allahua'lam, semoga Allah yang akan
> senantiasa menjaga kita beserta anak keturunan kita. Amin.
>
> Thx Mama Ais sudah membagikan cerita pilu ini, pembelajaran buat kita
> semua.
>
> Salam Hebat Penuh Berkah
> Siwi LH
> cahayabintang. wordpress.com
> siu-elha. blogspot.com
> YM : siuhik
>
>
> ------------------------------
> *From:* INDARWATI HARSONO <patisayang@yahoo.com>
> *To:* sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> *Sent:* Tuesday, June 23, 2009 5:56:07 PM
> *Subject:* [sekolah-kehidupan] (Catcil) CLBK di Facebook
>
> CLBK di Facebook
>
>
>
> Hanya jarak dua hari, aku membaca lara wanita. Lara yang pertama, adalah
> sebuah kisah nyata yang ditulis Mbak Helvy Tiana Rosa dalam bukunya *Catatan
> Pernikahan*. Lara kedua, nyaris sama dengan kisah di atas, kutemui pagi
> ini. Sungguh mengejutkanku, sekaligus tak terlalu mengherankan kenapa lara
> itu bisa menerpanya.
>
> "Saya salut sama Mbak," kataku pagi ini. Lama tak ngobrol dengannya
> kuputuskan untuk mampir ke rumahnya setelah mengantar anak ke sekolah. "Mbak
> selalu tampak ikhlas mengasuh anak, mengurus rumah yang sebesar ini sendiri.
> Sedangkan saya, kadang masih suka egois."
>
> "Ya nggak gitulah Mama Ais," elaknya. Si mbak ini selalu
> menganggap apa yang dilakukannya sebagai ibu rumah tangga bukanlah apa-apa.
> Dia menganggap itu sebagai sebuah kesemestiaan yang tak bisa ditawar. Meski
> andai saja dia mau, dia bisa saja memilih jalan lain, dengan berkarir
> missal.
>
> Percakapan selanjutnya sungguh tak terkira. Menahan emosi, dia bercerita
> bahwa sang suami sudah keranjingan Facebook. Tak sekedar menyambung
> silaturahmi dengan teman-teman lama maupun baru, ternyata efek dari
> intensnya pertemuan lewat jejaring social itu sang suami mengalami
> CLBK—Cinta Lama Bersemi Kembali. Untungnya, sang suami berterus terang, dan
> sang mantan pun statusnya sudah milik orang. Wacana terus bergulir ke soal
> poligami.
>
> "Poligami memang ada dalam Islam. Kebanyakan temannya juga melakukan itu.
> Tapi saya nggak bisa Mama Ais. Akhirnya saya mengirim SMS, minta cerai saja
> kalau dia memang berniat seperti itu."
>
> Aku tergugu. Ternyata apa yang tampak di permukaan tak selalu seperti itu
> di dalam. Selama ini aku iri melihat keluarga mereka. Hidup lebih dari
> berkecukupan—rumah besar di lahan seluas ½ ha, 2 mobil mahal menghiasi
> garasi--3 anak yang saleh, dan kedekatan terhadap agama yang begitu
> kelihatan, apa lagi? Hal seperti itulah yang kumaksudkan dengan sungguh
> mengejutkan di awal tulisan.
>
> "Bapaknya (maksudnya bapaknya anak-anak, cara dia membahasakan suaminya, *
> pen*) lalu menangis, berjanji nggak akan mengulangi lagi. Dia menyesal,
> baru setelah berjauhan dia merasakan betapa berharganya saya dan anak-anak."
>
>
> Hal seperti inilah yang kumaksudkan dengan tak terlalu mengherankan di awal
> tulisan. Mereka berdua terpisah ribuan kilometer jauhnya. Sang suami bekerja
> di lain negara, pulang 1,5 bulan sekali dan mendapat cuti 1,5 bulan juga.
> Dengan pola kerja seperti itu, tak sedikit teman si bapak yang memutuskan
> menikah lagi di negara tempatnya bekerja. Entah dengan persetujuan dan
> sepengetahuan istri pertama atau tidak.
>
> "Mbak tahu *password* facebook dan email suami?" tanyaku
>
> "Enggak. Saya juga nggak pernah buka email, facebook, atau hapenya.
> Untungnya dia terus terang. Ada apa-apa dia cerita. Termasuk teman-temannya
> yang poligami itu. Dia juga heran kenapa saya kok tahu dia main-main."
>
> "Lalu?"
>
> "Lah, saya kan istrinya. Kelakuannya aneh. Suka nyanyi-nyanyi, tiba-tiba
> tampak riang, dan marah kalau hapenya dipegang-pegang anaknya." Kata si
> Mbak. "Mungkin dia sedang futur waktu itu. Dan dengan usianya yang hampir 40
> tahun, mungkin dia mengalami puber kedua."
>
> Mendengar penjelasannya, sungguh aku salut dengan si ibu. Dengan ikhlas,
> atas nama pengabdian pada suami dia menelan semua kecewanya, tak pernah
> mengeluh dan menuntut ini itu selama sekitar 10 tahun pernikahan mereka.
> Namun ketika kesetiaan dan pengabdiannya ternodai, dia tanpa ragu sedikitpun
> berani mengambil sikap.
>
> "Saya tak takut membesarkan anak-anak sendirian. Yang namanya rejeki Allah
> *mah* bisa dicari Mama Ais."
>
> Kutatap keteguhan di mata si Mbak. Perempuan di hadapanku yang pemalu,
> lembut, dan tak suka berkonfrontasi ini pada satu titik bertekad
> mempertahankan hatinya, cintanya, meski jika diperlukan itu berarti
> perpisahan dengan sang suami.
>
> "Saya hanya ingin menjadi surga bagi anak-anak saya, Mama Ais," katanya
> penutup pembicaraan kami. "dan saya tak mau disakiti."
>
> Aku kembali tergugu. Dia satu sisi dia sebagai pihak yang dilukai, di sisi
> lain berdiri pula sesama wanita yang menorehkan luka. Sebagai sesama
> perempuan, ternyata banyak sisi dari kaumku sendiri yang belum sepenuhnya
> kupahami dan harus selalu kupunguti sebagai pembelajaran kehidupan.
>
>
>
> *Tanah Baru, **24/06/09** 7.46*
>
> catatan perempuan http://lembarkertas .multiply. com
>
>
> **
>
>
>
>

--
"Menulis itu memberi." (Eka Budianta)

Nursalam AR
Penerjemah, Penulis & Editor
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply.com
YM ID: nursalam_ar
Facebook: facebook.com/nursalam.ar
www.pensilmania.multiply.com
(blog Klub Pensilmania)
Recent Activity
Visit Your Group
Share Photos

Put your favorite

photos and

more online.

Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

Y! Groups blog

the best source

for the latest

scoop on Groups.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: