Messages In This Digest (20 Messages)
- 1a.
- Re: [ruangkerja] Misteri "Straddling Fish Stocks" From: Nursalam AR
- 2a.
- Re: (Ruang Musik) Renungan Ramadhan From: Diah Utami
- 3a.
- Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid From: Diah Utami
- 3b.
- Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid From: Ramaditya Skywalker
- 3c.
- Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid From: Mimin
- 3d.
- Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid From: Ramaditya Skywalker
- 4.
- CERPEN: ICUL From: sastrasukabumi
- 5a.
- Re: RALAT: (Ruang Musik) Link lagu-lagu bu Guru Diah Utami From: Diah Utami
- 5b.
- Re: RALAT: (Ruang Musik) Link lagu-lagu bu Guru Diah Utami From: Mimin
- 6.
- Artikel: Mengapa Kemampuan Belajar Kita Menurun Drastis? From: Dadang Kadarusman
- 7a.
- CERPEN: ASTI, ISTERIKU From: sastrasukabumi
- 8a.
- Re: (Ruang Musik) Renungan Ramadhan --> FILE lagu ada di sayah From: magnifico_99
- 9a.
- (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang From: Ramaditya Skywalker
- 9b.
- Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang From: Nursalam AR
- 9c.
- Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang From: Ramaditya Skywalker
- 9d.
- Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang From: patisayang
- 9e.
- Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang From: Satya Aditya
- 9f.
- Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang From: Ramaditya Skywalker
- 10a.
- Re: komik FACEBOOK!!! promo ya... From: Nia Robie'
- 11.
- (Undangan) Sharing Motivasi: Breaking the Limits - Break Your Border From: Ramaditya Skywalker
Messages
- 1a.
-
Re: [ruangkerja] Misteri "Straddling Fish Stocks"
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 4:00 am (PDT)
Betul, Teh Rini. Di kalangan penerjemah dokumen hukum (legal English), The
Jakarta Post adalah standar utama penerjemahan ke bahasa Inggris. Ketika
pertamakali bekerja di sebuah agensi penerjemahan sebagai junior linguist,
selama 6 bulan pertama, saya diwajibkan baca TJP setiap hari. Kalau perlu
menyalin istilah-istilah dalam bidang ekonomi, hukum dll. Well, TJP means a
lot to me:). Tapi itu yang saya tahu di Jakarta ya. Entah di kota lain.
Banyak alasan memang kenapa TJP yang dipilih. Pertama, TJP bisa dibilang
koran berbahasa Inggris yang cukup eksis -- dari segelintir koran berbahasa
Inggris di Indonesia -- baik karena didukung jaringan KKG (Kelompok Kompas
Gramedia) dan strategi pemasaran yang cukup baik serta usia kebertahanan
yang cukup panjang. Kedua, ini yang sangat penting, standar kredibilitas,
keterbacaan dan ketersampaian informasinya baik secara gramatika dan gaya
bahasa cukup dapat diterima. Kalangan awam (baca: di luar penerjemah) juga
kerap menjadikan standar TJP sebagai standar. Boleh dibilang TJP jadi titik
sambung antara ekspektasi masyarakat awam (baca: konsumen) dengan standar
kemampuan penerjemah. Bagi sebagian konsumen, susah bagi konsumen memahami
apa maknanya sertifikat bersumpah (sworn) terhadap tingkat keahlian
penerjemah. Yang riil adalah mereka bawa koran TJP dan tunjukkan ke
penerjemah bahwa mereka ingin setidaknya gaya bahasa terjemahannya seperti
koran tsb. Oh ya, ini terlepas dari soal istilah teknis legal English yang
tentunya tidak ada di TJP.
Di sisi lain, untuk penerjemah, TJP jadi referensi yang ampuh dan bermakna
untuk konsumen. Contoh, ini pengalaman pribadi. Pernah suatu ketika ada
klien -- sewaktu saya masih bekerja di sebuah agensi penerjemahan -- yang
ngotot bahwa istilah "Jakarta Raya" bukan "Greater Jakarta". Ia komplain
habis-habisan tanpa mampu menunjukkan apa kesalahan dan apa istilah
penggantinya. Ia hanya berkali-kali bilang,"Tidak ada itu istilah itu!"
Kebetulan saya yang waktu itu diserahi boss menerjemahkan dokumen si klien
tersebut. Maka, cukup saya ajak ia melihat koran TJP dan saya tunjukkan
berita yang memuat kata "Greater Jakarta". Berikutnya, si klien tidak lagi
ribut. Meski tidak meminta maaf tapi saya lega setidaknya argumentasinya
terbantahkan. Sudah rahasia umum, terutama bagi kami saat itu, jika
segelintir klien--- dengan alasan apapun-- kerap doyan menyoal macam-macam
demi ujung-ujungnya meminta negosiasi ulang harga terjemahan yang sudah
disepakati di awal. Sebagai karyawan, jika si klien "menang" dengan
argumentasinya -- terlepas ia benar-benar tahu atau sekadar jago ngotot --
biasanya kami yang kena semprot boss dan kadang berujung pada pengurangan
fasilitas semisal uang lembur atau THR atau bahkan gaji. Nah, itulah salah
satu alasan saya memilih resign dari agensi penerjemahan waktu itu meski
secara finansial gajinya cukup besar untuk ukuran bujangan:). Why? Because I
wanna be my own boss:).
Moga bermanfaat celotehan panjang ini;p
Tabik,
Nursalam AR
On 8/10/09, Rini Agus Hadiyono <rinurbad@yahoo.com > wrote:
>
>
>
> Ehm..ahli? Amiin..
> Oalah, ternyata beruaya itu kata dasarnya 'ruaya'..baru kutemukan di
> Tesaurus. Khusus untuk hewan, katanya. Makasih ya, kalau tak insidentil
> mungkin tak pernah kutelisik sampai ke sana.
> Jadi ingat waktu menerjemahkan novel bulan lalu, penerbit menetapkan
> selingkung yang meminimalisir serapan bahasa asing sebisa mungkin.
>
> Di daftarku ini tak ada ikan paus, sepertinya. Sudah membalik ke bab baru
> mengenai iklim:D
>
> Oh ya, aku baru tahu kalau Jakarta Post jadi rujukan kebagusan bahasa
> Inggris dalam dokumen. Kembali pada pengalamanmu, aku setuju bahwa
> banyak-banyak menyimak rujukan yang berupa kalimat dan paragraf menyuburkan
> ide alih bahasa. Ini berlaku pula pada terjemahan bidang lain:)
>
> Terima kasih sekali lagi,
>
> Rinurbad
>
>
>
--
"Open up your mind and fly!"
Nursalam AR
Penerjemah, Penulis & Editor
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply. com
www.facebook.com/nursalam. ar
- 2a.
-
Re: (Ruang Musik) Renungan Ramadhan
Posted by: "Diah Utami" batikmania@yahoo.com batikmania
Tue Aug 11, 2009 5:20 am (PDT)
Terima kasih banyak info dan sarannya, mas Rama. Saya cobain deh di hari-hari mendatang. insya Allah. kalau sudah berhasil, insya Allah saya share untuk sahabat SK yang berminat ;) Mudah-mudahan bisa menginspirasi untuk bikin lagu yang lain lagi.
Wassalaam
Diah Utami
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Ramaditya Skywalker <ramavgm@...com > wrote:
>
> Permisi, coba membantu permasalahannya.
>
> Saat ini memang lagu yang disimpan di Multiply tidak lagi bisa (dulu bisa) diunduh secara umum, dan yang bisa mengunduh hanyalah warga Multiply saja.
> Saran saya, coba gunakan layanan berikut ini.
> www.kitaupload.com
> Upload saja file musiknya kesini dan share link-nya. Alasannya karena ini penyedia jasa penyimpanan file dalam negeri, jadi akses download lebih cepat.
> www.fileden.com
> Buat akun disini dan kita akan dapat gratis 1 GB free space. Lumayan. Jasa ini saya gunakan sudah setahun.
>
> Semoga bisa membantu...
>
> On 8/11/09, Diah Utami <batikmania@...> wrote:
> > Sudah coba visit blog saya di multiply, kang? Siapa tahu bisa. Eh... memang nggak bisa ya? Hm... Kenapa ya? Karena jenis file-nya bukan ber-ekstensi MP3 kali ya.
> > Atau... ada sahabat SK lain yang bisa mbantu?
> > Terima kasih sebelumnya lho.
> >
> > Wassalaam
> > Diah Utami
. . .
- 3a.
-
Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid
Posted by: "Diah Utami" batikmania@yahoo.com batikmania
Tue Aug 11, 2009 5:20 am (PDT)
Luar biasa... sugoi... subarashi...!
Subhanallah. Seorang manusia normal (mas Rama kan nggak mau dibilang "nggak normal" :p) sekaliber Ramaditya Adikara, dengan kekurangan di satu sisi, ternyata memiliki kelebihan di sisi lain yang membuat orang normal lainnya terkagum-kagum, dan iri hati (tanpa dengki).
Ketika sudah mulai 'kenalan' dengan kelima bidadari, makin tergambarlah karakter mereka satu persatu saat mendengarkan musiknya. Indah... seolah berada di dunia lain, dunia komik, kali ya ;)
Saya download semua ya ;) btw, "Kami Selalu Bersamamu" nggak ada link untuk downloadnya tuh. Tenang mas... ngak akan saya komersialkan kok, walaupun saya promosikan ke teman-teman.
Sukses ya untuk rencana release novel atau komik bergambar dan berlagu (bukan belagu kho).
Wassalaam
Diah Utami
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Ramaditya Skywalker <ramavgm@...com > wrote:
>
> Hidup ini begitu kaya warna, bentuk, pengalaman, dan impian. Mudah rasanya bagi orang berpenglihatan untuk menuangkannya dalam wujud tulisan, gambar, atau media visual lainnya. Lalu, bagaimana dengan tunanetra? Tanpa adanya penglihatan, sanggupkah seorang tunanetra menuangkan imajinasinya?
> Dalam kesempatan kali ini, ijinkanlah saya, Ramaditya, seorang tunanetra untuk coba menuangkan elemen kehidupan melalui gubahan musik. Mungkin gubahan ini tak sanggup mewakilkan apa yang biasanya rekan-rekan lihat menggunakan indera penglihatan, namun semoga gubahan ini mampu menunjukkan bahwa mata hati pun sanggup melihat dan bernyanyi.
> Temans, setelah memperkenalkan lima bidadari yang hidup di kepala saya melalui tulisan-tulisan blog, kali ini saya persembahkan sebuah album musik yang saya buat khusus untuk lima bidadari tersebut; Wahita, Tiara, Aurora, Darth Aurora, dan Lala.
> Album musik ini berisi 14 lagu yang saya gubah menggunakan media komputer, dan saya selesaikan dalam waktu enam bulan. Adapun sumber inspirasi musiknya adalah dari karya-karya John Williams (Star Wars), dan Nobuo Uematsu (Final Fantasy).
> Dengan adanya album musik ini, diharapkan pengunjung dapat lebih mengenal dan memahami lima bidadari yang merupakan bagian dari hidup saya.
> Mengenai kualitas musik-musiknya; saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan saya di bidang musik dan imajinasi.
> Album musik ini bebas di-download dan didistribusikan. Namun, dilarang keras untuk digunakan sebagai materi komersial...
> Bagi pengunjung yang belum mengenal lima bidadari tersebut, silahkan membaca artikel "Tentang Lima Bidadari" yang saya letakkan di halaman depan Multiply saya (http://www.ramaditya.multiply. ). Anda juga dapat melihat wujud mereka lewat gambar (Manga) yang juga dapat dilihat di halaman depan Multiply saya.com
> Rencana ke depan, saya akan membuat novel / komik bergambar yang mengetengahkan lima karakter di atas.
> Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih...!
>
> Selamat menikmati...!
>
> ==========
>
> TRACKLIST DAN LINK DOWNLOAD (Copy-Paste link pada address bar atau
> download manager):
>
> 01 - Nyanyian Bidadari
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/01% 20-%20Nyanyian% 20Bidadari. mp3
>
> 02 - Wahita
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/02% 20-%20Wahita. mp3
>
> 03 - Tiara
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/03% 20-%20Tiara. mp3
>
> 04 - Aurora
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/04% 20-%20Aurora. mp3
>
> 05 - Darth Aurora
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/05% 20-%20Dark% 20Aurora. mp3
>
> 06 - Lala
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/06% 20-%20Lala. mp3
>
> 07 - Lembah Penyembuhan
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/07% 20-%20Lembah% 20Penyembuhan. mp3
>
> 08 - Cerita Hidupku
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/08% 20-%20Cerita% 20Hidupku. mp3
>
> 09 - Lembah Dosa
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/09% 20-%20Lembah% 20Dosa.mp3
>
> 10 - Pilihan Di Akhir Pertempuran
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/10% 20-%20Pilihan% 20Di%20Akhir% 20Pertempuran. mp3
>
> 11 - Luka Hati
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/11% 20-%20Luka% 20Hati.mp3
>
> 12 - Lima Bidadari Bersatu
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/12% 20-%20Untuk% 20Hari%20Esok. mp3
>
> 13 - Tarian Bidadari
> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/13% 20-%20Lima% 20Bidadari% 20Bersatu. mp3
>
> 14 - Kami Selalu Bersamamu
> --
> "Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
>
> - Eko Ramaditya Adikara
> http://www.ramaditya.com
- 3b.
-
Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid
Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 5:47 am (PDT)
Terima kasih, Mbak Diah.
Hihihi, hihihi, maklum ya! Namanya juga tunanetra, jadi suka
ketinggalan kalau memposting sesuatu!
Ini dia link track 14:
http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/14% 20-%20Kami% 20Selalu% 20Bersamamu. mp3
Ditunggu reviewnya lho!
On 8/11/09, Diah Utami <batikmania@yahoo.com > wrote:
> Luar biasa... sugoi... subarashi...!
> Subhanallah. Seorang manusia normal (mas Rama kan nggak mau dibilang "nggak
> normal" :p) sekaliber Ramaditya Adikara, dengan kekurangan di satu sisi,
> ternyata memiliki kelebihan di sisi lain yang membuat orang normal lainnya
> terkagum-kagum, dan iri hati (tanpa dengki).
> Ketika sudah mulai 'kenalan' dengan kelima bidadari, makin tergambarlah
> karakter mereka satu persatu saat mendengarkan musiknya. Indah... seolah
> berada di dunia lain, dunia komik, kali ya ;)
> Saya download semua ya ;) btw, "Kami Selalu Bersamamu" nggak ada link untuk
> downloadnya tuh. Tenang mas... ngak akan saya komersialkan kok, walaupun
> saya promosikan ke teman-teman.
> Sukses ya untuk rencana release novel atau komik bergambar dan berlagu
> (bukan belagu kho).
> Wassalaam
>
> Diah Utami
>
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Ramaditya Skywalker <ramavgm@...com >
> wrote:
>>
>> Hidup ini begitu kaya warna, bentuk, pengalaman, dan impian. Mudah rasanya
>> bagi orang berpenglihatan untuk menuangkannya dalam wujud tulisan, gambar,
>> atau media visual lainnya. Lalu, bagaimana dengan tunanetra? Tanpa adanya
>> penglihatan, sanggupkah seorang tunanetra menuangkan imajinasinya?
>> Dalam kesempatan kali ini, ijinkanlah saya, Ramaditya, seorang tunanetra
>> untuk coba menuangkan elemen kehidupan melalui gubahan musik. Mungkin
>> gubahan ini tak sanggup mewakilkan apa yang biasanya rekan-rekan lihat
>> menggunakan indera penglihatan, namun semoga gubahan ini mampu menunjukkan
>> bahwa mata hati pun sanggup melihat dan bernyanyi.
>> Temans, setelah memperkenalkan lima bidadari yang hidup di kepala saya
>> melalui tulisan-tulisan blog, kali ini saya persembahkan sebuah album
>> musik yang saya buat khusus untuk lima bidadari tersebut; Wahita, Tiara,
>> Aurora, Darth Aurora, dan Lala.
>> Album musik ini berisi 14 lagu yang saya gubah menggunakan media komputer,
>> dan saya selesaikan dalam waktu enam bulan. Adapun sumber inspirasi
>> musiknya adalah dari karya-karya John Williams (Star Wars), dan Nobuo
>> Uematsu (Final Fantasy).
>> Dengan adanya album musik ini, diharapkan pengunjung dapat lebih mengenal
>> dan memahami lima bidadari yang merupakan bagian dari hidup saya.
>> Mengenai kualitas musik-musiknya; saya mohon maaf yang sebesar-besarnya
>> apabila masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan saya di
>> bidang musik dan imajinasi.
>> Album musik ini bebas di-download dan didistribusikan. Namun, dilarang
>> keras untuk digunakan sebagai materi komersial...
>> Bagi pengunjung yang belum mengenal lima bidadari tersebut, silahkan
>> membaca artikel "Tentang Lima Bidadari" yang saya letakkan di halaman
>> depan Multiply saya (http://www.ramaditya.multiply. ). Anda juga dapatcom
>> melihat wujud mereka lewat gambar (Manga) yang juga dapat dilihat di
>> halaman depan Multiply saya.
>> Rencana ke depan, saya akan membuat novel / komik bergambar yang
>> mengetengahkan lima karakter di atas.
>> Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih...!
>>
>> Selamat menikmati...!
>>
>> ==========
>>
>> TRACKLIST DAN LINK DOWNLOAD (Copy-Paste link pada address bar atau
>> download manager):
>>
>> 01 - Nyanyian Bidadari
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/01% 20-%20Nyanyian% 20Bidadari. mp3
>>
>> 02 - Wahita
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/02% 20-%20Wahita. mp3
>>
>> 03 - Tiara
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/03% 20-%20Tiara. mp3
>>
>> 04 - Aurora
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/04% 20-%20Aurora. mp3
>>
>> 05 - Darth Aurora
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/05% 20-%20Dark% 20Aurora. mp3
>>
>> 06 - Lala
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/06% 20-%20Lala. mp3
>>
>> 07 - Lembah Penyembuhan
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/07% 20-%20Lembah% 20Penyembuhan. mp3
>>
>> 08 - Cerita Hidupku
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/08% 20-%20Cerita% 20Hidupku. mp3
>>
>> 09 - Lembah Dosa
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/09% 20-%20Lembah% 20Dosa.mp3
>>
>> 10 - Pilihan Di Akhir Pertempuran
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/10% 20-%20Pilihan% 20Di%20Akhir% 20Pertempuran. mp3
>>
>> 11 - Luka Hati
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/11% 20-%20Luka% 20Hati.mp3
>>
>> 12 - Lima Bidadari Bersatu
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/12% 20-%20Untuk% 20Hari%20Esok. mp3
>>
>> 13 - Tarian Bidadari
>> http://www.fileden.com/files/ 2008/6/7/ 1948874/13% 20-%20Lima% 20Bidadari% 20Bersatu. mp3
>>
>> 14 - Kami Selalu Bersamamu
>> --
>> "Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
>>
>> - Eko Ramaditya Adikara
>> http://www.ramaditya.com
>
>
--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com
- 3c.
-
Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid
Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com mine_haway
Tue Aug 11, 2009 6:49 am (PDT)
Konbanwa
Salut to Mas Rama
Dulu saya sempat belajar pianika saat SMP tapi gak berkembang, SMU sekedar
jadi peserta PS (Paduan Suara), Saat2 kuliah masih berminat belajar musik
dengan ngumpulin cord2 gitar tapi sampai sekarang belum mahir maininnya.
Juga coba organ mainan milik adikku, beberapa lagu bisa dimainkan.
Malah adikku yang dah jago main gitar
Dan sekarang saya dapati Mas Rama mampu jadi composer (PLAK! blushing)
Pernah berminat ikutan lomba bikin lagu tapi mentok di composing nada
Senang sekali jika Mas Rama, Mbak Diah mau berbagi langkah2 membuat sebuah
lagu
Atau berbagi link2 tentang tutorial bikin lagu
Berhubung ane gak ada darah seniman / composer jadi gak berkembang deh
Saya yakin teman2 SK akan girang jika ada guru seni musik di sini.
Ane dah coba download semua, tapi baru berhasil 5 lagu (Nanti saya coba
download lagi) :
Nyanyian Bidadari ~> Lembut tapi menghentak-hentak juga. Menandakan kekuatan
sosok bidadari. Meski lembut tapi juga strong girl
Lima Bidadari Bersatu ~> Slowly, bikin ngantuk. Mewakili kelembutan seorang
bidadari. Alunan nada rendah ke nada tinggi so softly. Saya suka yang ini.
Lala ~> Gerakan musik yang cepat sudah mewakili bidadari Lala yang narsis.
Bisa dijadikan pengiring senam aerobik. Ending cukup mengejutkan.
Lembah Penyembuhan ~> Menyiratkan kesunyian, ketenangan sebuah lembah. Cucok
dah.
Pilihan di Akhir pertempuran ~> Hentakan demi hentakan yang tercipta
mewakili ketegangan dalam peperangan. Penuh misteri
Itu dulu komentar dari seorang pendengar, mungkin yang ahli musik bisa
menambahkan.
Terimakasih atas nada yang telah menemani saya input data
Juga ditemani suara Emiko Shiratori "Melodies of Life"
Arigatou ne
Ogenkide
Mimin san
--
http://minesweet.co.cc
YM : mine_haway
- 3d.
-
Re: (Ruang Musik) Ketika Tunanetra Warnai Hidup Lewat Nada: Lima Bid
Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 10:31 am (PDT)
Arigatou juga, Mimin-chan!
Menurut saya darah seni memang mempengaruhi, tapi nggak mutlak, kok.
Contohnya ya saya ini, tidak ada darah seninya sedikit-dikit juga.
Datang dari keluarga yang sekedar menikmati musik dan bilang kalau
musik itu enak, itu saja.
Saya rasa yang terpenting adalah kemauannya, iya kan?
"Lanjutkan!" Huehehe, bukan narasinya Pak SBY ya, tapi lanjutkan
download dan review-nya!!!
On 8/11/09, Mimin <minehaway@gmail.com > wrote:
> Konbanwa
>
> Salut to Mas Rama
> Dulu saya sempat belajar pianika saat SMP tapi gak berkembang, SMU sekedar
> jadi peserta PS (Paduan Suara), Saat2 kuliah masih berminat belajar musik
> dengan ngumpulin cord2 gitar tapi sampai sekarang belum mahir maininnya.
> Juga coba organ mainan milik adikku, beberapa lagu bisa dimainkan.
> Malah adikku yang dah jago main gitar
>
> Dan sekarang saya dapati Mas Rama mampu jadi composer (PLAK! blushing)
> Pernah berminat ikutan lomba bikin lagu tapi mentok di composing nada
> Senang sekali jika Mas Rama, Mbak Diah mau berbagi langkah2 membuat sebuah
> lagu
> Atau berbagi link2 tentang tutorial bikin lagu
> Berhubung ane gak ada darah seniman / composer jadi gak berkembang deh
> Saya yakin teman2 SK akan girang jika ada guru seni musik di sini.
>
> Ane dah coba download semua, tapi baru berhasil 5 lagu (Nanti saya coba
> download lagi) :
> Nyanyian Bidadari ~> Lembut tapi menghentak-hentak juga. Menandakan kekuatan
> sosok bidadari. Meski lembut tapi juga strong girl
> Lima Bidadari Bersatu ~> Slowly, bikin ngantuk. Mewakili kelembutan seorang
> bidadari. Alunan nada rendah ke nada tinggi so softly. Saya suka yang ini.
> Lala ~> Gerakan musik yang cepat sudah mewakili bidadari Lala yang narsis.
> Bisa dijadikan pengiring senam aerobik. Ending cukup mengejutkan.
> Lembah Penyembuhan ~> Menyiratkan kesunyian, ketenangan sebuah lembah. Cucok
> dah.
> Pilihan di Akhir pertempuran ~> Hentakan demi hentakan yang tercipta
> mewakili ketegangan dalam peperangan. Penuh misteri
>
> Itu dulu komentar dari seorang pendengar, mungkin yang ahli musik bisa
> menambahkan.
> Terimakasih atas nada yang telah menemani saya input data
> Juga ditemani suara Emiko Shiratori "Melodies of Life"
>
> Arigatou ne
> Ogenkide
> Mimin san
>
>
> --
> http://minesweet.co.cc
> YM : mine_haway
>
--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com
- 4.
-
CERPEN: ICUL
Posted by: "sastrasukabumi" qanita331@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 5:27 am (PDT)
* *
Arya mengambil anak kunci di saku celananya. Setelah itu memasukkannya
ke lubang kunci di daun pintu. Ditekannya handel pintu itu. Lantas ia
mendorong daun pintu rumah kost kami. Dan pintu itu terbuka lebar. Kami
pun bergerombol masuk ke dalam ruangan yang hanya terdapat satu sofa,
satu meja dan pesawat televisi itu.
Ucok langsug menghidupkan layar kaca 21 inch. Sedang aku pergi ke dapur.
Membuat tiga cangkir kopi hitam untuk kami bertiga. Dan setelah jadi
benda kesukaan kami itu aku bawa ke ruang tamu. Di sana Ucok dan Arya
telah asyik memelototi layar kaca itu.
"Gue yakin Inggris akan menang. Kejayaan Brasil telah lewat," Ucok
berkomentar tentang pertandingan sepakbola yang akan kami tonton.
"Betul, Brasil tidak ada apa-apanya lagi. Sekarang giliran Inggris,"
tambahku menguatkan pertandingan perempat final Piala Dunia 2002 yang
diadakan di Shuzuka Jepang itu.
"Belum tentu. Lihat aja, sejak babak penyisihan Brasil sudah bagus.
Semua dilibasnya," Arya tidak mau kalah.
Dan kami bersemangat mengomentari pertandingan yang banyak disesalkan
oleh beberapa komentator itu. Menurut mereka seharusnya kesebelasan
Brasil dan Inggris itu bertemu di partai final bukan perempat final.
"Ngomong-ngomong Icul kemana sih? Biasanya ia yang semangat jika melihat
pertandingan sepakbola," tanyaku di tengah menonton liukan David Beckahm
yang dihadang oleh trio R: Ronaldo, Rivaldo dan Ronaldinho.
"Iya, yah. Biasanya ia yang tidak pernah melewatkan pertandingan bola,"
Ucok menambahkan.
Di tengah seru-serunya kami menonton itu pintu ruangan tengah terbuka
secara kasar. Kami bertiga meoleh. Icul muncul dari beranda depan.
Wajahnya masam. Ia masuk tanpa menyapa kami. Apalagi ke arah televisi
yang sedang menyiarkan pertandingan secara live dari Jepang itu. Ia
malah masuk ke dalam kamarnya. Kami saling berpandangan.
"Udah nggak usah dipikirin. Biasa kiriman dari kampung telat," Arya
memecah kebisuan diantara kami yang terperangah dengan kelakuannya yang
tidak biasa itu.
"Betul, ditambah baru diputus oleh Irna," aku menambahkan sambil
menenggak kopi hitam favorit kami. Perhatian kami kembali tertuju pada
tendangan dan gocekan Ronaldo CS.
Di saat seperti itu, aku beranjak dari kursi yang aku duduki. Aku menuju
ke dapur. Aku kembali sambil membawa air putih. Iseng-iseng sambil
lewat, aku mendekati pintu kamar Icul. Aku mendekatkan telinga pada daun
pintu. Tak ada suara apapun dari dalam. Mungkin karena suara teriakan
dari Ucok dan Arya, menghabiskan seluruh syarafku untuk dapat mendengar
suara dari dalam. Aku pun mengintip melalui lubang kunci. Aku melihat
dengan jelas. Aku melihat melalui celah kecil itu Icul sedang duduk di
atas tempat tidur. Ia sedang membubuhkan sesuatu pada segelas air di
atas meja belajarnya. Ia mengaduk-aduk serbuk dalam air. Setelah itu
tanpa ragu ia meminumnya. Melihat itu aku terkejut. Pikiran buruk
langsung menerjang otakku. Aku mengingat bahwa banyak beban hidup yang
ia tanggung akhir-akhir ini. Aku langsung menghampiri Arya dan Ucok. Aku
ceritakan apa yang aku lihat pada mereka.
"Minum obat kali," Ucok cuek.
"Tidak mungkin. Tadi pagi ia sehat-sehat saja," Arya menguatkan.
"Lantas?"
"Kalian tidak ada pikiran buruk?"
"Apa?" Ucok dan Arya bertanya serempak.
"Ia mau bunuh diri. Ingat ia sedang ada masalah. Kiriman dari orang
tuanya telat, diputus pacar."
Kami terdiam. David Bekcham menghilang dari pikiran kami. Kami takut apa
yang aku katakan itu betul. Kami pun memutuskan untuk menghampiri kamar
Icul. Sebelum mengetuk pintu kami melihat Icul sedang tergeletak di atas
tempat tidurnya.
Kami mulai memanggil-manggil Icul sambil mengedor-gedor pintu. Tapi ia
tidak membukakan juga.
"Icul, Icul," kami terus memanggil-manggilnya.
Kami khawatir sekali. Ia diam tidak bergerak. Ia telah mati, pikir
burukku langsung menerjang syaraf otak. Kami pun menggedor dengan keras.
Tapi akhirnya pintu kamar itu terbuka. Icul berdiri di depan pintu.
Wajahnya muram. Melihatnya berdiri kami sedikit gembira.
"Icul apa yang kamu minum?" Aku bertanya padanya. Ia menggeleng. Tidak
menjawab. Kami bergantian bertanya lagi. Tapi jawaban yang ia berikan
adalah gelengan kepala. Aku mendekati gelas yang tergeletak di atas
meja. Cairan yang ada di dalamnya telah habis. Aku mencium gelas itu.
Tak ada aroma apa pun.
"Icul katakan apa yang kamu minum," kataku sambil mendekat.
"Kamu mau bunuh diri?" Ia menggeleng.
"Bunuh diri itu tidak baik. Menurut agama begitu juga menurut norma yang
ada di masyarakat kita. Cewek itu banyak. Kalau Irna meninggalkan kamu
masih banyak Irna-Irna yang lain yang lebih baik darinya. Kamu bisa
mendapatkannnya. Kamu layak mendapatkan yang lebih dari dia. Kalau kamu
perlu uang untuk bayar SPP, bilang saja. Aku masih punya uang kok! Kamu
boleh pinjam kalau kamu mau," Arya menceramahinya panjang lebar.
"Kita ini satu kost. Harus saling menolong. Saling terbuka. Kamu tidak
boleh menyimpan masalah sendiri. Hal itu tidak baik. Apalagi sampai mau
bunuh diri," Ucok menambakan.
Icul tetap membisu.
"Sekarang apa yang kamu minum?" meski ia telah berdiri di depan kami,
kami tetap khawatir ia melakukan tindakan yang sangat tidak baik itu.
Karena itu kami menanyakan terus kepadanya apa yang dimimumnya.
Karena ia tidak juga menjawab apa yang kami tanyakan, kami pun jengkel.
Kami mencari bungkus serbuk yang dibubuhkan pada air putih dalam
gelasnya. Kami tetap takut ia bunuh diri. Kami mulai ngorek laci meja
belajarnya. Kami mengeluarkan pensil, VCD porno, penghapus, bahkan
sisir. Kami mengacak-acaknya.
Aku mendekati tempat sampah dekat komputer. Aku membalikkan tempat
sampah plastik itu. Barang-barang terserak di atas lantai. Aku mulai
mengais-ngais. Aku mengangkat seuntai teh celup, plastik pembungkus mie
instant, sobekan kertas yang diremas-remas.
Aku membuka remasan kertas itu. Aku membacanya:
/" aku lebih memilih dia. Maaf, ia telah menjanjikan masa depan
dibandingkan kamu ."/
Aku buang kertas yang aku prediksi itu adalah surat dari Irna. Aku
mengambil remasan kertas yang lain. Tulisan tangan acak-acakkan terpahat
di atasnya.
/" nanda, panen cengkeh kita telah gagal. Hama menyerang sangat hebat.
Uang tabungan bapak yang sedianya akan bapak kirimkan untuk nanda, bapak
gunakan dulu untuk membasmi hama-hama itu. Kalau hal itu tidak dapat
diatasi mungkin bapak harus memperbaharui tanaman cengkeh kita. Dan
tampaknya baru beberapa bulan ke depan bapak dapat mengirimi nanda uang
kembali ."/
Kembali kertas memuakkan itu aku buang. Tapi hingga tandas tempat sampah
itu, aku tidak menemukan tanda-tanda mencurigakan. Tidak ada yang tahu
apa yang diminumnya. Kami mulai kesal. Kami menanyai lagi cairan yang
diminumnya. Icul tetap bungkam.
Di tengah situasi seperti itu, Arya melihat remasan kertas kecil di
dekat lemari, terlindung oleh sepasang sepatu. Ia mendekatinya. Ia
mengambilnya. Ia memperhatikannya. Ia tersenyum. Lantas memberikan
kertas itu padaku. Aku menerimanya. Aku melihat kertas itu. Aku pun
tersenyum ketika melihat kertas pembungkus obat cacing itu.
Ah, ternyata Icul cacingan. Ia minum obat cacing!
- 5a.
-
Re: RALAT: (Ruang Musik) Link lagu-lagu bu Guru Diah Utami
Posted by: "Diah Utami" batikmania@yahoo.com batikmania
Tue Aug 11, 2009 5:27 am (PDT)
Wah... bisa di-publish sama kang Hadian ya? Hatur nuhun. Silakan... silakan... yang mau meng-unduh, dipersilakan. Mumpung gratis ya? Kalo sudah jadi RBT mesti bayar lho (tapi pasti dengan kualitas yang lebih baik dong). Sama deh dengan mas Rama di postingan lain tentang album musik Lima Bidadari, silakan unduh dan nikmati sendiri. Tolong jangan dikomersialkan. Saran dan kritik sangat ditunggu lho. Langsung sama kang Hadian juga. Haha... Nggak dong. Saran dan kritik tentang lagu-lagu ini ya langsung ke saya aja.
Terima kasih ya.
Wassalaam
Diah Utami
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Hadian Febrianto <hadianf@...com > wrote:
>
> Assalaamu'alaikum wr.wb
> Sahabat, berikut link yang bisa digunakan untuk mengunduh file-file lagu bu Guru Diah Utami. Silahkan menikmati menunya:
> 1. Lestari
> http://www.fileden.com/files/ 2009/8/11/ 2539893/Lestari. WAV
> 2. Guru Sejatiku
> http://www.fileden.com/files/ 2009/8/11/ 2539893/Guru% 20Sejatiku. WAV
> 3. Masjidku
> http://www.fileden.com/files/ 2009/8/11/ 2539893/Masjidku .WAV
> 4. Renungan Ramadhan
> http://www.fileden.com/files/ 2009/8/11/ 2539893/Renungan %20Ramadhan. WAV
> Semua file berbentuk wav, sehingga tidak terlalu besar filenya dan bersahabat dengan orang yang menggunakan fasilitas internet lambretta tralala (endah mode on).
>
> Wassalaamu'alaikum wr.wb.
> --
> Regards,
> Hadian Febrianto, S.Si
> PT SAGA VISI PARIPURNA
> Jl. PHH Musthofa no.39
> Surapati Core Blok K-7 Bandung
> Ph: (+6222) 8724 1434
> Fax: (+6222) 8724 1435
- 5b.
-
Re: RALAT: (Ruang Musik) Link lagu-lagu bu Guru Diah Utami
Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com mine_haway
Tue Aug 11, 2009 7:04 am (PDT)
Siiip2 Kang Hadian makasih
Pas banget dengan kapasitas HDDku yang tinggal 2.16 GB, kapasitas file nya
musti kesil
Kalau gak pengin komputernya lemots
Mbah Diah salut dah...thanks a lot
Saya pastikan lagu ini aman
Dan senantiasa menemani hari-hari puasa nanti dan kini
Bu Guru kapan kita bisa belajar bareng huhuhu...
Nanti aku ambil gitar milik adikku :D
Dah kuputar 2 kali, menyentuh kalbuku, jadi pengin nangis [?]
Sekali lagi maturtenkyu
--
http://minesweet.co.cc
YM : mine_haway
- 6.
-
Artikel: Mengapa Kemampuan Belajar Kita Menurun Drastis?
Posted by: "Dadang Kadarusman" dkadarusman@yahoo.com dkadarusman
Tue Aug 11, 2009 5:28 am (PDT)
Artikel: Mengapa Kemampuan Belajar Kita Menurun Drastis?
Â
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Â
Salah satu kemunduran yang kita alami seiring dengan bertambahnya umur adalah; berkurangnya kemampuan kita dalam belajar. Kalau kita berusaha untuk menghafal sesuatu misalnya, hafalan kita hanya bertahan beberapa jam saja. Atau, paling lama dalam hitungan hari. Setelah itu, kita lupa lagi, seolah tidak pernah melewati proses menghafal tadi. Selama ini kita percaya bahwa menurunnya kemampuan kita dalam belajar ada kaitannya dengan penurunan kemampuan otak kita. Oleh karena itu, orang-orang dewasa seperti kita selalu mempunyai cukup alasan untuk diberi belas kasihan. Jadi, âharap dimaklumi saja jika orang dewasa seperti kami ini agak âtelmiââ. Tetapi, apakah penurunan kemampuan kita dalam menyerap ilmu itu benar-benar disebabkan oleh penurunan kemampuan otak, ataukah karena kurangnya antusiasme kita dalam belajar?
Â
Baru-baru ini, saya mendapatkan kesempatan untuk berbicara dalam sebuah forum yang berkaitan dengan acara familiy gathering sebuah perusahaan. Tidak banyak waktu yang disediakan bagi saya. Hanya 45 menit saja. Namun, meski sangat singkat; sesi itu sangat spesial bagi saya. Sebab, audience yang hadir disana terdiri dari anak-anak, remaja hingga pimpinan puncak perusahaan. Berbicara diforum orang dewasa memang merupakan pekerjaan saya. Bagaimana dengan anak-anak? Itu juga bukan masalah, karena semasa kuliah dulu, saya ikut mengabdikan diri untuk menjadi mentor bagi anak-anak TK, SD, dan SMP di PAS-ITB. Not, that hard to deal with, actually. Tetapi...., masalahnya adalah; sekarang kedua tipe audience itu digabungkan dalam satu forum dimana saya harus menyampaikan pesan penting bagi semua. Thatâs quite a challenge. Â
Â
Saya tidak melebih-lebihkan ketika mengatakan bahwa anak-anak dalam forum yang saya fasilitasi itu begitu antusias dan cerdas. Mereka mengerumuni saya, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan dengan penuh semangat. Dan cara mereka menjawab; bukan main, seolah mereka menggunakan semua energi yang dimilikinya. Mereka mengangkat tangan, melompat, dan berteriak. Tidak heran kalau pada usia seperti mereka, manusia bisa mencapai tingkat efisiensi proses belajar yang paling tinggi.
Â
Sesaat setelah menyelesaikan sesi itu, saya kembali merenungkan satu hal, yaitu; betapa mengagumkannya semangat belajar anak-anak dalam forum itu. Dan menengok kembali kebelakang ketika saya masih menjadi pembina PAS-ITB dulu, saya kira; memang demikianlah adanya anak-anak. Mereka memiliki semangat belajar yang teramat sangat tinggi. Sampai-sampai, Â mereka membuntuti kemanapun saya pergi selama sesi itu.
Â
Sampai disini, saya kembali tersadarkan, bahwa; kita para lelaki dan perempuan dewasa telah kehilangan antusiasme dalam belajar. Padahal, dahulu kala kita adalah little boys dan little girls yang pernah memiliki antusiasme itu. Dulu, kita seperti anak-anak kecil itu; dimana ketika kepada kita disampaikan sebuah pesan berisi pelajaran berharga dan nilai-nilai luhur; kita begitu bersemangatnya untuk menyerap seluruh ilmu itu. Dulu, kita seperti anak-anak kecil itu; dimana ketika kepada kita diajukan sebuah tantangan untuk melakukan sesuatu kita saling berebut untuk mengajukan diri, sambil mengangkat tangan dan terteriak; âSaya Pak Guru! Saya Pak Guru!â seolah kita tengah berlomba dengan teman-teman agar dipilih sang guru untuk melakukan tugas didepan kelas. Â Dulu, kita seperti anak-anak kecil itu; dimana ketika kita tidak mengerti tentang sesuatu kita segera mengangkat tangan dan bertanya; âBu Guru, itu maksudnya apa?â tanpa khawatir ditertawakan
oleh teman-teman sekelas.
Â
Sekarang, kita sudah tidak seperti anak-anak kecil itu lagi, dimana kita sering kehilangan gairah untuk menerima masukan yang berisi pelajaran-pelajaran berharga. Sekarang, kita sudah tidak seperti anak-anak kecil itu lagi, dimana ketika kita ditantang untuk melakukan sesuatu kita bersembunyi sambil menunjuk-nunjuk teman kita; âkamu saja, kamu saja...â Sekarang, kita sudah tidak seperti anak-anak kecil itu lagi, dimana ketika kita tidak mengerti sesuatu kita memendamnya dalam hati seolah terbebani oleh stigma orang lain, bahwa; âJika bertanya, maka kita menunjukkan betapa bodohnya kitaâ. Padahal, kita tahu bahwa kebodohan itu sangat memalukan. Jadi, kita memilih untuk berpura-pura tahu; daripada menanggung resiko dikira bodoh.
Â
Oleh karena itu, tidak heran jika semakin tua; semakin berkurang kemampuan kita dalam belajar dan mengambil hikmah. Padahal, hikmah dan pelajaran itu berserakan disekitar kita. Namun kita sudah kehilangan kemampuan untuk menerimanya. Mencernanya. Dan meresapinya. Tiba-tiba saja; saya merindukan masa-masa ketika saya masih kecil dulu. Masa dimana saya begitu bersemangatnya. Untuk. Mempelajari. Segala sesuatu.
Â
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Natural Intelligence & Mental Fitness Learning Facilitator Â
http://www.dadangkadarusman. Âcom/
Talk Show setiap Jumat jam 06.30-07.30 di 103.4 DFM Radio Jakarta
Â
Catatan Kaki:
Berkurangnya kemampuan kita dalam belajar dan menyerap ilmu tidak disebabkan oleh menurunnya kemampuan otak kita; melainkan oleh memburuknya sikap mental kita, ketika menjalani proses belajar itu.
Â
Melalui project Mari Berbagi Semangat! (MBS!) sekarang buku saya yang berjudul âBelajar Sukses Kepada Alamâ versi Bahasa Indonesia dapat diperoleh secara GRATIS. Jika Anda ingin mendapatkan ebook tersebut secara gratis silakan perkenalkan diri disertai dengan alamat email kantor dan email pribadi (yahoo atau gmail) lalu kirim ke bukudadang@yahoo.com
- 7a.
-
CERPEN: ASTI, ISTERIKU
Posted by: "sastrasukabumi" qanita331@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 6:33 am (PDT)
Sirene mobil ambulans yang kutumpangi meraung-bergaung sepanjang jalan.
Ban mobilnya berdecit-decit dalam kulit kelokan. Mobil-mobil menyingkir
membuka tabir jalan. Ambulans terus berlari sambil membawa isteriku yang
sedang pingsan. Aku memegangi tangannya yang lemah. Mulutnya berbusa.
Matanya terpejam.
Mobil berwarna putih itu terus lurus, meluncur. Kemudian berbelok tajam
dalam kelok jalan sebuah halaman rumah sakit. Setelah berhenti para
perawat yang telah menanti dengan kereta dorong di sampingnya, masuk ke
dalam mobil. Mereka langsung memindahkan isteriku ke kereta dorong itu
dan membawanya masuk ke sebuah ruangan dengan tergesa.
âBapak tunggu saja di sini,â pinta perawat yang berhidung mancung itu.
âTapiâ¦.â
âIya, saya mengerti. Bapak tunggu saja di sini,â katanya sambil menutup
pintu.
Aku hilir mudik di depan ruangan itu. Gelisah. Tak tahu harus berbuat
apa. Hanya gumam-gumam doa yang dapat kupanjatkan. Tiba-tiba sebuah
dering merdu terdengar di telingaku. Aku meraba kantung celana. Dari ibuku.
âHalo. Di rumah sakit sekarang. Belum tahu. Masih diperiksa oleh dokter.
Ya, ya.â
Setelah itu terdengar /tut, tut/ pendek tanda hubungan telepon itu terputus.
Aku bersandar pada dinding ruang instalasi rawat darurat yang berwarna
putih itu. Lama. Hingga seorang perempuan bercelana jeas datang dari
lorong sebelah. Ia tersenyum.
âDarimana kamu?â tanyaku. Sambil melirik ke sana kemari. Takut dipergoki
oleh orang yang mengenalku.
âMenjenguk teman. Nungguin siapa?â senyumnya tercipta.
âAsti,â jawabku singkat. Ia mengerti ketika aku menyebut nama itu.
âMemang kenapa?â tanyanya setengah berbisik.
âSakit,â jawabku singkat.
Ia mengerti. Ia pun berlalu setelah mengatakan agar aku bersabar. Ia
melenggang menuju halaman parkir. Bersamaan dengan munculnya ibuku dari
tempat yang sama.
âKamu masih berhubungan dengan perempuan itu?â tanya ibuku dengan ketus.
âSiapa?â
âAlah pura-pura. Sinta!â
âTidak,â jawabku berbohong.
âTadi, ibu lihat dia di depan.â
âIbu, tidak saatnya kita memperbincangkan hal ini. Lagi pula bisa jadi
dia sedang menjenguk temannya. Yang jelas ia tidak bertemu denganku.â
Ibuku terdiam. Ketika itu seorang dokter perempuan berpakaian
putih-putih keluar dari ruangan IRD itu. Beliau tersenyum.
âMasa kritisnya sudah lewat. Bersyukurlah ia hanya perlu istirahat
beberapa saat.â
Aku senang mendengarnya. Aku masuk membuntuti ibuku yang telah lebih
dulu masuk ke kamar tempat Asti dirawat. Asti tampak seperti tertidur.
Matanya terpejam. Di bawah hidungnya melintang selang oksigen yang
terhubung dengan tabung yang berdiri di sisi kanannya. Di sisi kiri
berdiri sebuah besi kecil tempat bergantungnya sebuah tabung infus. Di
bawah tabung itu selang sepanjang satu meter terjulur sampai di lengan
kirinya. Sedangkan agak ke belakang, di atas meja terpasang sebuah
monitor dengan layar yang menampilkan gelombang meliuk-liuk.
Memperlihatkan gelombang denyut jantung pasien.
Melihat hal itu aku terenyuh. Rasa berdosa menyemak dalam benak. Telah
lama aku menyia-nyiakannya. Selama ini aku menganggapnya hanya seorang
perempuan yang diinginkan oleh ibuku. Bukan seorang isteri yang
dibutuhkan olehku. Asti hanya seorang isteri pemberian!
***
Pintu depan terbuka.
Masuklah sosok yang aku kenal, ibuku. Ia mengiringkan seorang cantik
berambut tebal nan ikal. Tingginya beberapa senti lebih tinggi
dibandingkan tinggi ibuku yang hanya 170 senti. Kulitnya bersih.
Wajahnya ramah. Ia memakai rok panjang warna biru tua dan kemeja lengan
panjang. Tangannya membawa tas kecil berwarna putih.
Ibu berkata padaku, âDi, kenalkan ini Asti puterinya mas Nugroho yang
teman ibu itu.â
Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku menyalaminya. Aku kembali duduk.
Dan aku meneruskan membaca koran.
âSilahkan duduk,â kata ibuku pada perempuan itu.
Asti duduk di kursi di depanku. Ia kelihatan gelisah. Mungkin karena aku
sebagai tuan rumah tidak mengajaknya bicara. Ia tampak canggung.
Tangannya meremas jari-jari tangan kirinya. Tapi itu tidak lama. Ibuku
yang telah berganti pakaian menemui kami sambil membawa hidangan yang
langsung disimpannya di atas meja.
Itulah pertama kalinya aku mengenal perempuan yang bernama Asti. Di
ruang tamu itu. Dan sejak saat itu, Asti sering datang ke rumah kami.
Dan kemudian aku tahu, ia telah dijodohkan denganku. Awalnya tentu saja
aku menolaknya. Emangnya zaman Siti Nurbaya, kilahku menirukan kata-kata
yang diucapkan pesinetron di televisi Indonesia yang entah kapan akan
menemukan kualitasnya. Selain itu aku telah mempunyai seseorang yang aku
anggap pantas menjadi isteriku. Itulah Santi. Tapi ia kurang disukai
oleh keluargaku. Ia sangat tomboy. Berbicara spontan. Kurang mengerti
sopan santun.
Tapi bagiku hal itu tak mengapa. Aku malah menyukainya. Bagiku kesopanan
itu kurang perlu. Aku tak suka jika ada tamu ke rumahku dengan badan
terbungkuk-bungkuk. Aku kurang suka jika melihat ada orang yang mencium
tangan orang tuaku. Siapa pun itu. Pokoknya sikap merendahkan diri
seperti itu tidak aku sukai. Apapun dalihnya.
Aku menyukai sikap yang biasa-biasa saja. Pikirku, kita adalah sama.
Punya kelebihan dan kekurangan. Kita tidak patut untuk saling
merendahkan diri di hadapan orang lain. Seharusnya setiap manusia
bersikap sewajarnya. Dan sikap inilah yang aku sukai pada diri Santi. Ia
bebas dengan kegiatannya seperti naik gunung. Berkemah. Ia pun selalu
menyebutku dengan langsung, Didi. Berbeda dengan Asti. Ia selalu
kelihatan anggun, sopan, berbicara lemah lembut. Ia bahkan memanggilku
dengan sebutan Akang.
Tapi akhirnya aku tidak dapat menolak perjodohan itu. Aku tidak dapat
menolak permintaan dari ibuku. Aku tak ingin melukai hatinya yang telah
memberikan kasih sayangnya selama ini kepadaku. Beliau mengatakan bahwa
orang tua Asti yang membiayai pengobatan ayahku ketika beliau sakit.
Orang tua Asti pula yang membiayai sekolahku. Bahkan mereka pula yang
memodali ibu hingga usahanya berkembang pesat. Waktu itu aku bergumam,
kejadian yang mirip cerita sinetron itu ternyata menyapaku juga.
Tapi itulah. Aku tidak dapat melepaskan diri dari Santi. Pesonanya telah
mengikatku. Selain itu, aku berempati kepadanya. Aku membimbingnya agar
ia dapat melupakan masa lalu kami dan menemukan laki-laki yang baik
sebagai pengganti diriku. Tapi ternyata jalan yang kutempuh adalah
salah. Dengan begitu aku makin terikat pada Santi. Aku pun sering
melupakan kewajibanku sebagai suami. Kadang sampai berhari-hari aku
tidak pulang.
Dan hari ini â"dua tahun setelah kami menikah dan mempunyai seorang anak-
aku menemukan isteriku di tempat tidurnya dengan mulut berbusa. Mungkin
ia tidak kuat dengan menghadapi kelakuanku yang tidak bertanggungjawab.
Ia mencoba bunuh diri. Surat di sampingnya menyiratkan hal itu. Tapi,
aku tak berterus terang pada ibuku tentang surat itu. Ia pasti akan
marah besar jika tahu penyebab kenapa Asti akan melakukan bunuh diri.
Beliau pasti tidak akan memaafkanku.
***
Dua hari berlalu sejak Asti dilarikan ke rumah sakit. Kondisinya naik
turun. Kadang stabil, kadang drop. Seperti hari ini, ia tampak lemah.
Denyut jantungnya turun sampai beberapa puluh denyut per menit. Suaranya
nyaris tidak terdengar. Ia berbicara dengan terpatah-patah. Ia
mengucapkannya dengan lemah.
âKang, maafkan aku, Kang. Aku tidak bisa membahagiakan Akang.â
Ia menarik napas panjang sekali.
âSaya mau berwasiat kepada Akang.â
âAsti, kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Kamu akan sembuh.â
âDengarkan aku, Kang. Akang sekarang yang harus mendengarkan Asti.â
Ia berhenti lagi.
âAku tahu, Akang sangat mencintai perempuan itu. Sejak lama.â
Napasnya terengah. Ia kelihatan sangat susah untuk bernapas meski telah
dibantu dengan alat bantu pernapasan. Aku memegangi tangannya. Aku
menciuminya. Aku minta padanya untuk tidak melanjutkan kata-katanya yang
memerindingkan bulu kudukku.
âKalau aku sudah tiada, kalau Akang ingin menikah kembali silahkan saja.
Tapi ada syaratnya. Dan syarat ini harus Akang penuhi.â
Ia berhenti sebentar. Aku tidak tahu, bahagia atau sedih mendengarnya.
Ternyata ia sangat baik. Di akhir hayatnya ia masih memikirkan aku,
suami yang telah menyia-nyiakannya.
âYang pertama, di-didik anak ki-kita dengan ba-baik,â ucapnya diantara
napasnya yang tersengal. Ia terdiam sebentar.
âYang kedua, Ka-kalau mau me-menikah lagi tu-tungguâ¦sampai ku-kuburku
telah ke-kering. D-Dan yang ke-ketiga, sirami kuburku de-dengan a-air
se-setiap ha-hari.â
Ah, aku terperanjat. Bagaimana mau kering kalau kuburnya harus disirami
setiap hari? Inikah balasan untukku, seorang suami yang telah
menyia-nyiakan isterinya?
- 8a.
-
Re: (Ruang Musik) Renungan Ramadhan --> FILE lagu ada di sayah
Posted by: "magnifico_99" magnifico_99@yahoo.co.id magnifico_99
Tue Aug 11, 2009 10:29 am (PDT)
Budi Mau Om Hadiannnn:D
- 9a.
-
(Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 11:24 am (PDT)
--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com
(Diambil dari catatan harian Ramaditya, Juni 2008)
-> Jalan Raya Jatiwaringin, 31 Mei 2008 - 12:15 WIB: Rama berlari
tergopoh-gopoh meninggalkan gedung seminar, lalu memburu angkot
jurusan Pondok Gede -
Kampung Rambutan. Sementara itu, di dalam otak Rama...
Darth Aurora (mengumpat): "Dasar brengsek! Mentang-mentang pembicara
itu jadi sponsor, terus seenaknya aja nyerobot sesi bicara Rama? Kalo
ampe telat dan
kemaleman di Sukabumi, apa mereka mau tanggung jawab!?"
Tiara (mengeluh): "Aduuuuuuhhhh, pelan-pelan dong! Aku kan belum makan siang?"
Aurora (memeriksa waktu): "Tiara, menurut perhitunganku, kayaknya
perjalanan ke Sukabumi bakal makan waktu sekitar 4 sampai 5 jam,
selebihnya aku masih
belum tahu berapa lama waktu yang kita perluin untuk sampai ke Gunung Padang.
Tiara: "Ya ampyun!!! Kalo kita semua pingsan, gimana dong...? Wahita!!!"
Wahita (terbang mendekati Tiara): "Jangan khawatir, Tiara. Rama kan
sarapan ketupat sayur dua piring plus Indomie telor kornet semangkok,
dan dia udah minum
Ovaltine, kok? Jadi, kupikir dia masih punya cukup tenaga buat nerusin
perjalanan ke Sukabumi dan mengaktifkan kita semua."
Aurora (mengkalkulasi): "Ditambah juga dua kotak snack pagi yang
dikasih panitia seminar...jadi ada sokongan tenaga tambahan..."
Lala (terbang kesana kemari): "Ayo ayo ayo...AYO AYO AYO!!! Itu dia
busnya, Langsung Jaya jurusan Kampung Rambutan - Sukabumi! Cihuy!!!"
-> Terminal Kampung Rambutan, 31 Mei 2008 - 13:53 WIB: Akhirnya,
setelah menunggu sekitar 1 jam hingga isi bus penuh, Rama pun naik ke
bus Langsung Jaya
yang akan mengantarnya ke kota Sukabumi.
Tiara (mengeluh): "Aduuuhhh, panas! Wahita! Emangnya nggak ada bus AC ya?"
Wahita: "Aku sudah cek, Tiara, tapi memang cuma bus ekonomi ini yang
ada...nggak ada yang pakai AC."
Darth Aurora: "Dan penumpang keparat itu seenaknya aja buang angin
tanpa mikir-mikir kita duduk di belakangnya?"
Aurora (memeriksa peralatannya yang tiba-tiba error): "Pencemaran
udara...terjadi kesalahan fatal pada sistem...perangkat mati total!"
Lala (menutup hidung): "Hhhh, gimana nggak jadi rusak coba? Wong aroma
buang anginnya aja kombinasi antara ubi ama telor gini nih? Ditambah
lagi Rama lupa
pake deodoran...komplit deh!"
Wahita: "Aurora, apa peralatanmu masih bisa diperbaiki dengan cadangan
tenaga Rama sekarang? Karena tanpa itu, kita bakal kesulitan nemuin
perkemahan teman-teman
Multiplyers yang mengundang Rama kesana, Apalagi Rama belum pernah ke
Gunung Padang sebelumnya."
Aurora: "Riskan sekali, Wahita...kecuali, kalau Rama sedikit mengisi
perutnya. Darth Aurora, bisa tolong belikan tahu goreng buat Rama?
Tuh, sama penjual
itu tuh!"
Darth Aurora: "Seenaknya aja nyuruh!? Aku nggak peduli Rama mau nyasar
kek, mau pingsan kek, terserah! Aku nggak peduli sama perjalanan ini!"
Lala" "Alaaa, masak seeh!? Siapa tuh yang paling semangat ngepakin
barang habis nerima undangan camping dari teman-teman MP-nya Rama?
Siapa juga tuh yang
dengan semangat 45-nya lari dan gelantungan di angkot demi supaya bisa
cepet sampai ke Gunung Padang?"
Darth Aurora (mengarahkan pedangnya ke arah Lala): "Say that again........."
Wahita: "Eh eh eh eh, udah udah! Kok jadi ribut sendiri sih? Ya udah,
biar aku yang beli tahunya."
Rama (Status Wahita): "Maaf, Mang! Boleh beli tahu gorengnya sebungkus?"
Penjual Tahu: "Mangga, Jang! Ini sebungkusnya 4 ribu."
Rama (status Wahita): "4 ribu?"
Darth Aurora: "Kampret!!! Wahita, minggir!!!"
Rama (status Darth Aurora): "Mahal banget sih, Mang!? Biasanya
seribuan, kok 4 ribu? Yang bener dong, Mang!"
Penjual Tahu (agak takut karena suara Rama yang meninggi): "Iya, Jang!
Biasa juga segitu?"
Wahita: "Pssssst, udah lah! Darth Aurora, biar aku yang ngomong..."
Rama (status Wahita): "Hmmm...mmm..., ya udah lah, ini uangnya, Mang."
Penjual Tahu (menyerahkan tahu, lalu pergi): "Makasih ya, Jang!"
Darth Aurora (mencengkeram leher Wahita): "Shit! Kenapa kamu sok
berlagak pahlawan dan ngebiarin tukang tahu sialan itu pergi!? Bedebah
itu udah nipu kita!"
Wahita (melepaskan cengkeraman Darth Aurora dengan sedikit sentilan
aura): "Let it be... Darth Aurora, saat ini Rama sedang dalam
perjalanan jauh dan membutuhkan
banyak tenaga untuk bisa mengaktifkan kita berlima. Kalau kamu nggak
bisa ngendaliin diri dan membuang energi percuma, bisa-bisa Rama
pingsan di jalan.
Please be wise, control yourself..."
Darth Aurora: "...like hell I will!"
Wahita: "OK, Tiara...ayo makan... Kamu kan yang dari tadi ngeluh? Ayo
charge ulang tenaga Rama...that's your job..."
Tiara: "Yups... NYAM NYAM NYAM!"
Wahita: "So, how's that, Aurora?"
Aurora: "Reparasi berhasil...sistem aura Rama dan peralatanku sudah
bekerja normal..."
Lala: "Masih jauh nggak? Aku udah nggak sabar nih mau ketemu
teman-teman disana! Pasti nyenengin banget deh!"
Aurora: "Tergantung macet tidaknya jalan kesana. Sekarang laju bus
agak tersendat karena memang sudah macet dari tadi, tapi menurutku
Rama bisa sampai Sukabumi
sebelum gelap. Menurutku, lebih baik kita berlima non aktif untuk
sementara waktu."
Wahita: "Supaya Rama tertidur ya? Ide bagus. Jadi Rama nggak harus
terus-terusan mengeluarkan tenaga untuk mengaktifkan kita. Tapi, salah
satu dari kita
harus ada yang aktif buat berjaga-jaga, kali kali aja ada SMS atau
telepon dari temannya Rama disana, atau untuk menjaga dari copet dan
orang Jahat. So...?"
Darth Aurora: "Yeah yeah yeah, I'll do it!"
Wahita: "Terkadang kamu bisa juga bijaksana ya, sobat?
OK...teman-teman, kita non aktif sekarang!"
-> Sukabumi, 31 Mei 2008 - 16:48 WIB: Akhirnya, bus yang ditumpangi
Rama memasuki terminal Sukabumi. Setelah turun dari bus, Rama segera
mencari tukang
ojek dan memintanya untuk mengantar sampai ke Gunung Padang.
Lala (terbang kegirangan): "Asyik!!! Waaahhh!!! Seru banget! Udaranya
sejuk! Pemandangan sekitar juga mempesona!!! Wah, ternyata lebih asyik
menikmati pemandangan
ini dari motor ketimbang dari mobil ya? Jadi nggak rugi nih walaupun
nggak berangkat bareng rombongan! Aurora, bisa zoom out nggak supaya
lebih jelas
ngeliat pemandangannya?"
Aurora: "Maaf, Lala...tenaga Rama udah nggak mencukupi untuk melakukan
zoom out dan memperluas bidang pandang."
Lala: "Ah, sayang, ya? Padahal pemandangan gunung di waktu matahari
terbenam gini tuh indah banget."
Tiara: "Setuju! Walaupun aku agak kedinginan nih, tapi suasananya romantis!"
Wahita: "Luar biasa... Jadi ini legenda Situs Megalitik Gunung Padang
yang terkenal itu? Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi
kesempatan menyaksikan
karyanya yang menakjubkan ini..."
Lala (terbang berputar untuk mengamati sekitar): "Eh, lihat! Ada
perkebunan teh juga disini! Lihat juga, tuh! Ada lembah, di bawahnya
ada sawah! Waaah!?"
Tiara: "Iya! Aku juga suka suasananya...remang-remang, dan banyak
kerlipan lampu di sisi gunung... Suara hembusan angin dan satwa
sekitar juga membuat suasana
jadi ... duh, aku jadi terharu..."
Wahita: "Aurora, apa kau punya pengetahuan seputar Situs Megalitik
Gunung Padang ini?"
Aurora (membuka perangkat gadgetnya): "Iya. Gunung ini disokong oleh
bebatuan alami yang dibangun dan disusun oleh nenek moyang bangsa
Indonesia sejak ratusan
tahun silam. Nama "Gunung Padang" sendiri diambil karena ukuran tempat
ini yang besar, dan puncak gunungnya bercahaya bila diterpa sinar.
Pemerintah Indonesia
baru meresmikan tempat ini tahun 1982, dan sejak itu, tempat yang juga
menjadi sarana ziarah dan pemujaan ini banyak dikunjungi orang.
Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bahkan pernah kesini juga..."
Wahita: "Maha besar Tuhan yang telah melukis tempat ini..."
Lala: "Ngomong-ngomong mana nih Darth Aurora? Kok nggak kedengeran suaranya?"
Darth Aurora (mabuk gunung): "..."
-> Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 18:40 WIB: Akhirnya, setelah lebih
dari 1 jam berkendara di atas ojek, Rama tiba juga di tempat tujuan
dan langsung disambut
Mas Opang, rekan MP yang mengundangnya. Lalu, Mas Opang membawa Rama
masuk ke rumah penduduk yang bertindak selaku kuncen, lalu
memperkenalkannya dengan
teman-teman yang lain.
Lala: "Wah, bocor-bocor tuh temennya Rama! Apalagi yang namanya Yeyen,
seru banget orangnya! Itu Rika, si Chatfly ya? Cool as always!"
Aurora: "Iya..., kamu masih ingat ya, Lala? Beberapa di antara mereka
kan sudah pernah ketemuan sebelumnya, jadi ... lho, Tiara? Kamu
kenapa?"
Tiara (meneteskan air mata, lalu mulai terisak): "..."
Lala (kaget): "Tiara? Tiara!? Ih, kamu kenapa? Kok tiba-tiba aja nangis?"
Tiara (terisak): "Oh, tidak..., ya Tuhan... Wahita...tolong hentikan
mendeteksi isi kepalanya...aku...aku tak sanggup menyaksikan dan
merasakan kesedihannya...
Wahita, kumohon..."
Wahita (menghentikan proses deteksi dan penyaluran energi ke tubuh
teman baru Rama): "Jadi kamu juga merasakannya ya, Tiara? Maafkan
aku...aku tak sengaja
menemukan kesedihan dan penderitaan dalam kepala wanita ini saat
melakukan pemijatan..."
Tiara (mulai histeris): "Aku mohon berhenti, Wahita...! Please...!"
Wahita (terbang menghampiri Tiara dan menenangkannya dengan mengelus
rambut Tiara): "Tenanglah, Tiara... Sebagai sisi emosional dari Rama
yang paling peka
terhadap rasa, kamu seharusnya tidak terlalu membandingkannya dengan
keadaan diri Rama. Iya, memang benar bahwa penderitaan dan kesedihan
dalam kepala
teman wanita Rama itu sangat berat, tapi..."
Tiara (histeris, memotong ucapan Wahita): "Tapi trauma yang dialami
wanita itu mengingatkanku pada kisah sedih itu! Oh, Tuhan! Aku tak mau
Rama mengalaminya
lagi...mengalami hal yang sama...!"
Wahita (merangkul Tiara): "Dengar dulu kataku... Tiara, ini sudah
menjadi tugas Rama untuk membantu siapa saja, termasuk melegakan hati
teman-temannya dari
beban apapun yang dirasakan. Jadi, kita akan sering sekali menjumpai
hal semacam ini. Jadi, kumohon kamu bisa mengontrol emosimu, karena
ini bukan beban
buat Rama dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. So,
wipe your tears dry... Kasihan tuh Lala main main sendiri. Jangan
sampai kepekaanmu
mengubah ekspresi muka Rama jadi sedih... Ingat, dia diundang untuk
memberi semangat buat teman-temannya. So, let's help him, okay?"
Tiara (menghentikan tangisnya,): "...iya...maaf ya..."
Wahita: "That's better! So, kita berikan waktu rekreasi ini untuk
Rama... Lala, kamu yang paling depan ya! Keluarkan seluruh keceriaan
yang kamu punya!
Tiara, nikmati suasana sekitar dan bersantailah, sementara Darth
Aurora yang akan berjaga-jaga kalau ada apa-apa. Biar aku yang tuntun
Rama jalan dan mendaki
gunung ini. Aurora, bisa tolong analisa keadaan sekeliling?"
Aurora: "Keadaan aman dari gangguan fisik maupun mental. Kondisi area
tidak terlalu sulit untuk dikuasai, hanya saja Rama harus berhati-hati
dengan undak-undakannya,
karena semuanya terbuat dari batu."
Darth Aurora (mendengus): "...and WHY everytime we have to deal with
security everyone always order ME, ME ALONE!?"
-> Puncak Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 20:30 WIB: Akhirnya, Rama
beserta rombongan sampai juga di puncak gunung dan bergabung dengan
rekan-rekan MP yang
telah sampai lebih dulu dan sudah selesai mendirikan tenda. Setelah
makan dan berbincang-bincang, tibalah saat peserta memperkenalkan
diri.
Darth Aurora (membusungkan dada): "Hahahahaha, lihat muka dan ekspresi
kagum mereka waktu tahu Rama datang kesini sendiri tanpa dibantu orang
lain. Ya, ayo
puji terus, karena itu memang layak!"
Wahita: "Jangan jumawa, Darth Aurora. Rama bisa sampai kesini bukan
karena kita saja, tapi karena Tuhan memang memberinya perlindungan dan
orang lain juga
ikut membantunya. Jadi, simpan arogansimu itu, Darth Aurora..."
Darth Aurora: "..."
Lala: "Tuh khan? Ribut lagi ribut lagi? Aku kan lagi asyik ngobrol ama
Bu Rachmi, nih! Eh, oops? Wah? Waduh? Gimana neeh!?"
Aurora: "Kenapa, Lala?"
Lala: "Mas Opang tuh! Dia minta Rama berdiri dan ngasih motivasi!
Aduh, gawat gawat gawat! Aku ini kan penggembira, jadi nggak bakalan
bisa ngomong serius
tanpa hahahihi di hadapan orang banyak? Yang bisa kan cuma Wahita?
Duh, mana dia lagi tidur? Gimana dong?"
Rama (status Lala, berusaha bicara serius seperti saat kesadaran
dikendalikan Wahita): "Ya, ehem...selamat malam teman-teman, terima
kasih telah saya diundang...ehem,
telah mengundang saya untuk menghadiri malam yang berbahagia ini..."
Lala (panik): "Aduuuuhhh!!!??? Gimana donk!?!? Wahita!!! Ayo bangun
dong!!! Aku groggy nih!!! Nggak biasa ngomong serius kayak
kamu...please dong!!! AYO
BANGUUUUUUNNNN!!!!!"
Wahita (tiba-tiba bangun): "Kamu butuh bantuan, Lala?"
Lala: "NGGAK!!! Makan aja tuh bolu sebakul! Ya IYA LAA, masa iya DONK?
Ayo gantiin posisiku nih! Tuh kaki Rama udah gemeteran khan?"
Wahita: "OK...biar aku maju, sekarang kamu istirahat aja..."
Lala: "Thanks, God! Btw, lap dulu tuh iler sama beleknya!"
-> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 00:36 WIB: Rama semakin akrab
dengan rekan-rekan MP yang lain. Sambil duduk di atas matras yang
digelar di tengah-tengah
barisan tenda, Rama membaur dengan rekan-rekan MP yang tengah
menikmati suasana malam.
Rama (status Wahita, melakukan gerakan penyembuhan ke tubuh salah satu
teman): "Hmmm, lepaskan bebanmu... Kalau mau nangis, nangis aja...
Beban pikiranmu
memang harus dirilis nih, supaya kamu plong..."
Teman Wanita (sambil menangis): "Iya...makasih ya..."
Teman Pria: "Habis itu saya juga mau ya!"
Rama (status Wahita): "OK!"
Aurora: "Peringatan! Rama butuh energi tambahan! Mohon segera mengisi
perut dengan makanan!"
Rama (status Wahita): "Maaf, boleh minta bolu kejunya?"
Teman Wanita 2: "Oh, iya iya..., ini nih! Rama mau kopi juga?"
Rama (Wahita mundur, status Lala): "CofeeMix ada nggak? Pokoknya apa
yang ada keluarin aja deh! Mbak, kamu mau nggak keluar bareng aku?"
Teman Wanita: "Ih apaan seeh!?"
Tiara (makan dan minum): "NYAM NYAM NYAM"
Aurora: "Tenaga pulih, siap digunakan!"
Wahita: "OK Lala, ayo mundur. Biar aku tangani teman pria Rama ini.
Hmmm, sepertinya aku butuh tenaga ekstra, karena kumparan energi di
tubuh Rama sudah
menumpuk banyak sekali. Sudah lebih dari lima orang yang harus kita
tangani. Panasnya harus dilepaskan."
Rama (status Wahita, melepaskan kaus dan singlet): "OK... Wah, gerah
juga ya? Well, daerah kepala...migren...penyakit malarindu... "
-> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:02 WIB: Setelah menggunakan
Wahita dan Tiara untuk melakukan gerakan penyembuhan dan konseling,
Wahita dan Tiara
langsung non aktif. Rama pun merebahkan diri di atas terpal, posisi
terlentang berdesak-desakan dengan teman wanitanya di dalam sleeping
bag.
Lala (tertawa terpingkal-pingkal): "Hihihihihi, kok tiba-tiba aja
ngomongin pentil sih? Aku jadi ngebayangin pentilnya Rama,
temen-temennya Rama, dan pentil-pentil
kita sendiri nih! Hahahahaha!"
Wahita dan Tiara (kecapaian): "Zzz...zzz...zzz"
Aurora (memberi analisa terakhir sebelum ikut shut down): "Tanpa
adanya kontrol Wahita dan membiarkan Lala mendominasi dialog tentang
pentil ini, Rama telah
melewati ambang batas kewarasan sebuah otak manusia... Semoga analisa
ini menjadi bagian yang pentil dan berguna bagi kepentilan orang
banyak."
-> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:28 WIB: Setelah selesai
bersenda gurau, Rama pun tertidur. Empat karakternya; Wahita, Tiara,
Aurora, dan Lala
pun telah non aktif. Hanya satu kesadaran yang tetap aktif dan membuat
Rama tetap mengetahui keadaan sekelilingnya. Dialah, Darth Aurora...
Darth Aurora (menggunakan kekuatannya untuk menjangkau makhluk-makhluk
tak kasat mata di sekeliling bumi perkemahan): "Wahai kalian semua,
aku yang bertanggungjawab
atas anak manusia ini. Maka, kuminta ijin kalian untuk menjaga mereka semua!"
Darth Aurora (menyelimuti tubuh Rama dengan aura hangat, bicara
sendiri): "Hmph... Sebenarnya aku malas melakukan ini, tapi walau
bagaimanapun, Tuhan telah
memberikan aku tugas sebagai fisik Rama, sebagai pelindung
Rama...jadi, apa boleh buat... Selamat tidur, anak manusia..."
Wahita (tiba-tiba berdiri di belakang Darth Aurora): "Jadi, kau
mengakuinya juga, sobat?"
Darth Aurora (kaget): "Sial! Sejak kapan kamu berdiri disitu?"
Wahita: "Aku hanya pura-pura tidur, begitu pula teman-teman yang lain.
Kau sendiri sadar kalau di alam terbuka seperti ini, Rama butuh
perlindungan ekstra.
Aku dan yang lain tak mungkin membiarkannya begitu saja. Jujur, kami
kaget mendengar pengakuanmu, Darth Aurora... Ternyata kau juga
peduli..."
Darth Aurora: "Hmph! Itu hanya karena aku telah berjanji pada Tuhan
untuk melindungi Rama, jadi jangan salah sangka!"
Wahita: "Begitukah, wahai fisik Rama? Kau tak akan pernah bisa
berbohong dari mataku, Darth Aurora. Meski kau adalah fisik Rama yang
juga menyimpan sifat-sifat
negatif Rama, tapi kau tetap menyayanginya dengan sepenuh hati, karena
kau tetap ingin jadi bagian dari kami, dan bila Rama sampai sirna,
maka kami dan
juga kamu akan sirna, iya kan? Tapi aku tahu bukan itu saja motifmu.
Aku tahu bahwa secara sembunyi-sembunyi kamu jugalah yang selalu
melindungi fisik
Rama dari ancaman dan gangguan, dan itu kamu lakukan semata-mata
karena ingin melindungi Rama..."
Darth Aurora: "Kurasa aku tak bisa mengelak, wahai Wahita, simbol
spiritual diri Rama...namun, biar ini jadi rahasiamu dan Tuhan... Aku
tak mau
siapapun tahu...dan jangan tanya kenapa..."
Wahita: "Tak masalah..., pentilku jaminannya...! So, kupercayakan
Rama beserta pentilnya padamu...aku tidur..."
Darth Aurora: "..."
Rama pun tidur pulas dan bermimpi indah, mimpi indah tentang
persahabatannya dengan rekan-rekan MP, yang berubah jadi kenyataan
saat ia terbangun di pagi
hari, hingga ia meninggalkan Gunung Padang, dan semoga saja...hingga
ia menutup mata...
- 9b.
-
Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 4:49 pm (PDT)
Haha...asyik tenan. Ngalir, lincah dan seru tuturannya. Seperti membaca
dialog antarkepribadian berbeda dalam novel Billy terbitan Qonita -- tentang
seseorang dengan 28 kepribadian -- di mana tiap kepribadian saling berperan
bahkan terkadang bertarung mendominasi. Tapi, dalam konteks Rama, ini tentu
dalam versi berbeda dan tentu saja imajiner kan?;p.
Thanks, Rama, sudah berbagi di pagi ini!
Tabik,
Nursalam AR
On 8/12/09, Ramaditya Skywalker <ramavgm@gmail.com > wrote:
>
>
>
> --
> "Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
>
> - Eko Ramaditya Adikara
> http://www.ramaditya.com
>
> (Diambil dari catatan harian Ramaditya, Juni 2008)
>
> -> Jalan Raya Jatiwaringin, 31 Mei 2008 - 12:15 WIB: Rama berlari
> tergopoh-gopoh meninggalkan gedung seminar, lalu memburu angkot
> jurusan Pondok Gede -
> Kampung Rambutan. Sementara itu, di dalam otak Rama...
>
> Darth Aurora (mengumpat): "Dasar brengsek! Mentang-mentang pembicara
> itu jadi sponsor, terus seenaknya aja nyerobot sesi bicara Rama? Kalo
> ampe telat dan
> kemaleman di Sukabumi, apa mereka mau tanggung jawab!?"
>
> Tiara (mengeluh): "Aduuuuuuhhhh, pelan-pelan dong! Aku kan belum makan
> siang?"
>
> Aurora (memeriksa waktu): "Tiara, menurut perhitunganku, kayaknya
> perjalanan ke Sukabumi bakal makan waktu sekitar 4 sampai 5 jam,
> selebihnya aku masih
> belum tahu berapa lama waktu yang kita perluin untuk sampai ke Gunung
> Padang.
>
> Tiara: "Ya ampyun!!! Kalo kita semua pingsan, gimana dong...? Wahita!!!"
>
> Wahita (terbang mendekati Tiara): "Jangan khawatir, Tiara. Rama kan
> sarapan ketupat sayur dua piring plus Indomie telor kornet semangkok,
> dan dia udah minum
> Ovaltine, kok? Jadi, kupikir dia masih punya cukup tenaga buat nerusin
> perjalanan ke Sukabumi dan mengaktifkan kita semua."
>
> Aurora (mengkalkulasi): "Ditambah juga dua kotak snack pagi yang
> dikasih panitia seminar...jadi ada sokongan tenaga tambahan..."
>
> Lala (terbang kesana kemari): "Ayo ayo ayo...AYO AYO AYO!!! Itu dia
> busnya, Langsung Jaya jurusan Kampung Rambutan - Sukabumi! Cihuy!!!"
>
> -> Terminal Kampung Rambutan, 31 Mei 2008 - 13:53 WIB: Akhirnya,
> setelah menunggu sekitar 1 jam hingga isi bus penuh, Rama pun naik ke
> bus Langsung Jaya
> yang akan mengantarnya ke kota Sukabumi.
>
> Tiara (mengeluh): "Aduuuhhh, panas! Wahita! Emangnya nggak ada bus AC ya?"
>
> Wahita: "Aku sudah cek, Tiara, tapi memang cuma bus ekonomi ini yang
> ada...nggak ada yang pakai AC."
>
> Darth Aurora: "Dan penumpang keparat itu seenaknya aja buang angin
> tanpa mikir-mikir kita duduk di belakangnya?"
>
> Aurora (memeriksa peralatannya yang tiba-tiba error): "Pencemaran
> udara...terjadi kesalahan fatal pada sistem...perangkat mati total!"
>
> Lala (menutup hidung): "Hhhh, gimana nggak jadi rusak coba? Wong aroma
> buang anginnya aja kombinasi antara ubi ama telor gini nih? Ditambah
> lagi Rama lupa
> pake deodoran...komplit deh!"
>
> Wahita: "Aurora, apa peralatanmu masih bisa diperbaiki dengan cadangan
> tenaga Rama sekarang? Karena tanpa itu, kita bakal kesulitan nemuin
> perkemahan teman-teman
> Multiplyers yang mengundang Rama kesana, Apalagi Rama belum pernah ke
> Gunung Padang sebelumnya."
>
> Aurora: "Riskan sekali, Wahita...kecuali, kalau Rama sedikit mengisi
> perutnya. Darth Aurora, bisa tolong belikan tahu goreng buat Rama?
> Tuh, sama penjual
> itu tuh!"
>
> Darth Aurora: "Seenaknya aja nyuruh!? Aku nggak peduli Rama mau nyasar
> kek, mau pingsan kek, terserah! Aku nggak peduli sama perjalanan ini!"
>
> Lala" "Alaaa, masak seeh!? Siapa tuh yang paling semangat ngepakin
> barang habis nerima undangan camping dari teman-teman MP-nya Rama?
> Siapa juga tuh yang
> dengan semangat 45-nya lari dan gelantungan di angkot demi supaya bisa
> cepet sampai ke Gunung Padang?"
>
> Darth Aurora (mengarahkan pedangnya ke arah Lala): "Say that
> again........."
>
> Wahita: "Eh eh eh eh, udah udah! Kok jadi ribut sendiri sih? Ya udah,
> biar aku yang beli tahunya."
>
> Rama (Status Wahita): "Maaf, Mang! Boleh beli tahu gorengnya sebungkus?"
>
> Penjual Tahu: "Mangga, Jang! Ini sebungkusnya 4 ribu."
>
> Rama (status Wahita): "4 ribu?"
>
> Darth Aurora: "Kampret!!! Wahita, minggir!!!"
>
> Rama (status Darth Aurora): "Mahal banget sih, Mang!? Biasanya
> seribuan, kok 4 ribu? Yang bener dong, Mang!"
>
> Penjual Tahu (agak takut karena suara Rama yang meninggi): "Iya, Jang!
> Biasa juga segitu?"
>
> Wahita: "Pssssst, udah lah! Darth Aurora, biar aku yang ngomong..."
>
> Rama (status Wahita): "Hmmm...mmm..., ya udah lah, ini uangnya, Mang."
>
> Penjual Tahu (menyerahkan tahu, lalu pergi): "Makasih ya, Jang!"
>
> Darth Aurora (mencengkeram leher Wahita): "Shit! Kenapa kamu sok
> berlagak pahlawan dan ngebiarin tukang tahu sialan itu pergi!? Bedebah
> itu udah nipu kita!"
>
> Wahita (melepaskan cengkeraman Darth Aurora dengan sedikit sentilan
> aura): "Let it be... Darth Aurora, saat ini Rama sedang dalam
> perjalanan jauh dan membutuhkan
> banyak tenaga untuk bisa mengaktifkan kita berlima. Kalau kamu nggak
> bisa ngendaliin diri dan membuang energi percuma, bisa-bisa Rama
> pingsan di jalan.
> Please be wise, control yourself..."
>
> Darth Aurora: "...like hell I will!"
>
> Wahita: "OK, Tiara...ayo makan... Kamu kan yang dari tadi ngeluh? Ayo
> charge ulang tenaga Rama...that's your job..."
>
> Tiara: "Yups... NYAM NYAM NYAM!"
>
> Wahita: "So, how's that, Aurora?"
>
> Aurora: "Reparasi berhasil...sistem aura Rama dan peralatanku sudah
> bekerja normal..."
>
> Lala: "Masih jauh nggak? Aku udah nggak sabar nih mau ketemu
> teman-teman disana! Pasti nyenengin banget deh!"
>
> Aurora: "Tergantung macet tidaknya jalan kesana. Sekarang laju bus
> agak tersendat karena memang sudah macet dari tadi, tapi menurutku
> Rama bisa sampai Sukabumi
> sebelum gelap. Menurutku, lebih baik kita berlima non aktif untuk
> sementara waktu."
>
> Wahita: "Supaya Rama tertidur ya? Ide bagus. Jadi Rama nggak harus
> terus-terusan mengeluarkan tenaga untuk mengaktifkan kita. Tapi, salah
> satu dari kita
> harus ada yang aktif buat berjaga-jaga, kali kali aja ada SMS atau
> telepon dari temannya Rama disana, atau untuk menjaga dari copet dan
> orang Jahat. So...?"
>
> Darth Aurora: "Yeah yeah yeah, I'll do it!"
>
> Wahita: "Terkadang kamu bisa juga bijaksana ya, sobat?
> OK...teman-teman, kita non aktif sekarang!"
>
> -> Sukabumi, 31 Mei 2008 - 16:48 WIB: Akhirnya, bus yang ditumpangi
> Rama memasuki terminal Sukabumi. Setelah turun dari bus, Rama segera
> mencari tukang
> ojek dan memintanya untuk mengantar sampai ke Gunung Padang.
>
> Lala (terbang kegirangan): "Asyik!!! Waaahhh!!! Seru banget! Udaranya
> sejuk! Pemandangan sekitar juga mempesona!!! Wah, ternyata lebih asyik
> menikmati pemandangan
> ini dari motor ketimbang dari mobil ya? Jadi nggak rugi nih walaupun
> nggak berangkat bareng rombongan! Aurora, bisa zoom out nggak supaya
> lebih jelas
> ngeliat pemandangannya?"
>
> Aurora: "Maaf, Lala...tenaga Rama udah nggak mencukupi untuk melakukan
> zoom out dan memperluas bidang pandang."
>
> Lala: "Ah, sayang, ya? Padahal pemandangan gunung di waktu matahari
> terbenam gini tuh indah banget."
>
> Tiara: "Setuju! Walaupun aku agak kedinginan nih, tapi suasananya
> romantis!"
>
> Wahita: "Luar biasa... Jadi ini legenda Situs Megalitik Gunung Padang
> yang terkenal itu? Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi
> kesempatan menyaksikan
> karyanya yang menakjubkan ini..."
>
> Lala (terbang berputar untuk mengamati sekitar): "Eh, lihat! Ada
> perkebunan teh juga disini! Lihat juga, tuh! Ada lembah, di bawahnya
> ada sawah! Waaah!?"
>
> Tiara: "Iya! Aku juga suka suasananya...remang-remang, dan banyak
> kerlipan lampu di sisi gunung... Suara hembusan angin dan satwa
> sekitar juga membuat suasana
> jadi ... duh, aku jadi terharu..."
>
> Wahita: "Aurora, apa kau punya pengetahuan seputar Situs Megalitik
> Gunung Padang ini?"
>
> Aurora (membuka perangkat gadgetnya): "Iya. Gunung ini disokong oleh
> bebatuan alami yang dibangun dan disusun oleh nenek moyang bangsa
> Indonesia sejak ratusan
> tahun silam. Nama "Gunung Padang" sendiri diambil karena ukuran tempat
> ini yang besar, dan puncak gunungnya bercahaya bila diterpa sinar.
> Pemerintah Indonesia
> baru meresmikan tempat ini tahun 1982, dan sejak itu, tempat yang juga
> menjadi sarana ziarah dan pemujaan ini banyak dikunjungi orang.
> Presiden Susilo
> Bambang Yudhoyono bahkan pernah kesini juga..."
>
> Wahita: "Maha besar Tuhan yang telah melukis tempat ini..."
>
> Lala: "Ngomong-ngomong mana nih Darth Aurora? Kok nggak kedengeran
> suaranya?"
>
> Darth Aurora (mabuk gunung): "..."
>
> -> Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 18:40 WIB: Akhirnya, setelah lebih
> dari 1 jam berkendara di atas ojek, Rama tiba juga di tempat tujuan
> dan langsung disambut
> Mas Opang, rekan MP yang mengundangnya. Lalu, Mas Opang membawa Rama
> masuk ke rumah penduduk yang bertindak selaku kuncen, lalu
> memperkenalkannya dengan
> teman-teman yang lain.
>
> Lala: "Wah, bocor-bocor tuh temennya Rama! Apalagi yang namanya Yeyen,
> seru banget orangnya! Itu Rika, si Chatfly ya? Cool as always!"
>
> Aurora: "Iya..., kamu masih ingat ya, Lala? Beberapa di antara mereka
> kan sudah pernah ketemuan sebelumnya, jadi ... lho, Tiara? Kamu
> kenapa?"
>
> Tiara (meneteskan air mata, lalu mulai terisak): "..."
>
> Lala (kaget): "Tiara? Tiara!? Ih, kamu kenapa? Kok tiba-tiba aja nangis?"
>
> Tiara (terisak): "Oh, tidak..., ya Tuhan... Wahita...tolong hentikan
> mendeteksi isi kepalanya...aku...aku tak sanggup menyaksikan dan
> merasakan kesedihannya...
> Wahita, kumohon..."
>
> Wahita (menghentikan proses deteksi dan penyaluran energi ke tubuh
> teman baru Rama): "Jadi kamu juga merasakannya ya, Tiara? Maafkan
> aku...aku tak sengaja
> menemukan kesedihan dan penderitaan dalam kepala wanita ini saat
> melakukan pemijatan..."
>
> Tiara (mulai histeris): "Aku mohon berhenti, Wahita...! Please...!"
>
> Wahita (terbang menghampiri Tiara dan menenangkannya dengan mengelus
> rambut Tiara): "Tenanglah, Tiara... Sebagai sisi emosional dari Rama
> yang paling peka
> terhadap rasa, kamu seharusnya tidak terlalu membandingkannya dengan
> keadaan diri Rama. Iya, memang benar bahwa penderitaan dan kesedihan
> dalam kepala
> teman wanita Rama itu sangat berat, tapi..."
>
> Tiara (histeris, memotong ucapan Wahita): "Tapi trauma yang dialami
> wanita itu mengingatkanku pada kisah sedih itu! Oh, Tuhan! Aku tak mau
> Rama mengalaminya
> lagi...mengalami hal yang sama...!"
>
> Wahita (merangkul Tiara): "Dengar dulu kataku... Tiara, ini sudah
> menjadi tugas Rama untuk membantu siapa saja, termasuk melegakan hati
> teman-temannya dari
> beban apapun yang dirasakan. Jadi, kita akan sering sekali menjumpai
> hal semacam ini. Jadi, kumohon kamu bisa mengontrol emosimu, karena
> ini bukan beban
> buat Rama dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. So,
> wipe your tears dry... Kasihan tuh Lala main main sendiri. Jangan
> sampai kepekaanmu
> mengubah ekspresi muka Rama jadi sedih... Ingat, dia diundang untuk
> memberi semangat buat teman-temannya. So, let's help him, okay?"
>
> Tiara (menghentikan tangisnya,): "...iya...maaf ya..."
>
> Wahita: "That's better! So, kita berikan waktu rekreasi ini untuk
> Rama... Lala, kamu yang paling depan ya! Keluarkan seluruh keceriaan
> yang kamu punya!
> Tiara, nikmati suasana sekitar dan bersantailah, sementara Darth
> Aurora yang akan berjaga-jaga kalau ada apa-apa. Biar aku yang tuntun
> Rama jalan dan mendaki
> gunung ini. Aurora, bisa tolong analisa keadaan sekeliling?"
>
> Aurora: "Keadaan aman dari gangguan fisik maupun mental. Kondisi area
> tidak terlalu sulit untuk dikuasai, hanya saja Rama harus berhati-hati
> dengan undak-undakannya,
> karena semuanya terbuat dari batu."
>
> Darth Aurora (mendengus): "...and WHY everytime we have to deal with
> security everyone always order ME, ME ALONE!?"
>
> -> Puncak Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 20:30 WIB: Akhirnya, Rama
> beserta rombongan sampai juga di puncak gunung dan bergabung dengan
> rekan-rekan MP yang
> telah sampai lebih dulu dan sudah selesai mendirikan tenda. Setelah
> makan dan berbincang-bincang, tibalah saat peserta memperkenalkan
> diri.
>
> Darth Aurora (membusungkan dada): "Hahahahaha, lihat muka dan ekspresi
> kagum mereka waktu tahu Rama datang kesini sendiri tanpa dibantu orang
> lain. Ya, ayo
> puji terus, karena itu memang layak!"
>
> Wahita: "Jangan jumawa, Darth Aurora. Rama bisa sampai kesini bukan
> karena kita saja, tapi karena Tuhan memang memberinya perlindungan dan
> orang lain juga
> ikut membantunya. Jadi, simpan arogansimu itu, Darth Aurora..."
>
> Darth Aurora: "..."
>
> Lala: "Tuh khan? Ribut lagi ribut lagi? Aku kan lagi asyik ngobrol ama
> Bu Rachmi, nih! Eh, oops? Wah? Waduh? Gimana neeh!?"
>
> Aurora: "Kenapa, Lala?"
>
> Lala: "Mas Opang tuh! Dia minta Rama berdiri dan ngasih motivasi!
> Aduh, gawat gawat gawat! Aku ini kan penggembira, jadi nggak bakalan
> bisa ngomong serius
> tanpa hahahihi di hadapan orang banyak? Yang bisa kan cuma Wahita?
> Duh, mana dia lagi tidur? Gimana dong?"
>
> Rama (status Lala, berusaha bicara serius seperti saat kesadaran
> dikendalikan Wahita): "Ya, ehem...selamat malam teman-teman, terima
> kasih telah saya diundang...ehem,
> telah mengundang saya untuk menghadiri malam yang berbahagia ini..."
>
> Lala (panik): "Aduuuuhhh!!!??? Gimana donk!?!? Wahita!!! Ayo bangun
> dong!!! Aku groggy nih!!! Nggak biasa ngomong serius kayak
> kamu...please dong!!! AYO
> BANGUUUUUUNNNN!!!!!"
>
> Wahita (tiba-tiba bangun): "Kamu butuh bantuan, Lala?"
>
> Lala: "NGGAK!!! Makan aja tuh bolu sebakul! Ya IYA LAA, masa iya DONK?
> Ayo gantiin posisiku nih! Tuh kaki Rama udah gemeteran khan?"
>
> Wahita: "OK...biar aku maju, sekarang kamu istirahat aja..."
>
> Lala: "Thanks, God! Btw, lap dulu tuh iler sama beleknya!"
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 00:36 WIB: Rama semakin akrab
> dengan rekan-rekan MP yang lain. Sambil duduk di atas matras yang
> digelar di tengah-tengah
> barisan tenda, Rama membaur dengan rekan-rekan MP yang tengah
> menikmati suasana malam.
>
> Rama (status Wahita, melakukan gerakan penyembuhan ke tubuh salah satu
> teman): "Hmmm, lepaskan bebanmu... Kalau mau nangis, nangis aja...
> Beban pikiranmu
> memang harus dirilis nih, supaya kamu plong..."
> Teman Wanita (sambil menangis): "Iya...makasih ya..."
>
> Teman Pria: "Habis itu saya juga mau ya!"
>
> Rama (status Wahita): "OK!"
>
> Aurora: "Peringatan! Rama butuh energi tambahan! Mohon segera mengisi
> perut dengan makanan!"
>
> Rama (status Wahita): "Maaf, boleh minta bolu kejunya?"
>
> Teman Wanita 2: "Oh, iya iya..., ini nih! Rama mau kopi juga?"
>
> Rama (Wahita mundur, status Lala): "CofeeMix ada nggak? Pokoknya apa
> yang ada keluarin aja deh! Mbak, kamu mau nggak keluar bareng aku?"
>
> Teman Wanita: "Ih apaan seeh!?"
> Tiara (makan dan minum): "NYAM NYAM NYAM"
>
> Aurora: "Tenaga pulih, siap digunakan!"
>
> Wahita: "OK Lala, ayo mundur. Biar aku tangani teman pria Rama ini.
> Hmmm, sepertinya aku butuh tenaga ekstra, karena kumparan energi di
> tubuh Rama sudah
> menumpuk banyak sekali. Sudah lebih dari lima orang yang harus kita
> tangani. Panasnya harus dilepaskan."
>
> Rama (status Wahita, melepaskan kaus dan singlet): "OK... Wah, gerah
> juga ya? Well, daerah kepala...migren...penyakit malarindu... "
>
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:02 WIB: Setelah menggunakan
> Wahita dan Tiara untuk melakukan gerakan penyembuhan dan konseling,
> Wahita dan Tiara
> langsung non aktif. Rama pun merebahkan diri di atas terpal, posisi
> terlentang berdesak-desakan dengan teman wanitanya di dalam sleeping
> bag.
>
> Lala (tertawa terpingkal-pingkal): "Hihihihihi, kok tiba-tiba aja
> ngomongin pentil sih? Aku jadi ngebayangin pentilnya Rama,
> temen-temennya Rama, dan pentil-pentil
> kita sendiri nih! Hahahahaha!"
>
> Wahita dan Tiara (kecapaian): "Zzz...zzz...zzz"
>
> Aurora (memberi analisa terakhir sebelum ikut shut down): "Tanpa
> adanya kontrol Wahita dan membiarkan Lala mendominasi dialog tentang
> pentil ini, Rama telah
> melewati ambang batas kewarasan sebuah otak manusia... Semoga analisa
> ini menjadi bagian yang pentil dan berguna bagi kepentilan orang
> banyak."
>
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:28 WIB: Setelah selesai
> bersenda gurau, Rama pun tertidur. Empat karakternya; Wahita, Tiara,
> Aurora, dan Lala
> pun telah non aktif. Hanya satu kesadaran yang tetap aktif dan membuat
> Rama tetap mengetahui keadaan sekelilingnya. Dialah, Darth Aurora...
>
> Darth Aurora (menggunakan kekuatannya untuk menjangkau makhluk-makhluk
> tak kasat mata di sekeliling bumi perkemahan): "Wahai kalian semua,
> aku yang bertanggungjawab
> atas anak manusia ini. Maka, kuminta ijin kalian untuk menjaga mereka
> semua!"
>
> Darth Aurora (menyelimuti tubuh Rama dengan aura hangat, bicara
> sendiri): "Hmph... Sebenarnya aku malas melakukan ini, tapi walau
> bagaimanapun, Tuhan telah
> memberikan aku tugas sebagai fisik Rama, sebagai pelindung
> Rama...jadi, apa boleh buat... Selamat tidur, anak manusia..."
>
> Wahita (tiba-tiba berdiri di belakang Darth Aurora): "Jadi, kau
> mengakuinya juga, sobat?"
>
> Darth Aurora (kaget): "Sial! Sejak kapan kamu berdiri disitu?"
>
> Wahita: "Aku hanya pura-pura tidur, begitu pula teman-teman yang lain.
> Kau sendiri sadar kalau di alam terbuka seperti ini, Rama butuh
> perlindungan ekstra.
> Aku dan yang lain tak mungkin membiarkannya begitu saja. Jujur, kami
> kaget mendengar pengakuanmu, Darth Aurora... Ternyata kau juga
> peduli..."
>
> Darth Aurora: "Hmph! Itu hanya karena aku telah berjanji pada Tuhan
> untuk melindungi Rama, jadi jangan salah sangka!"
>
> Wahita: "Begitukah, wahai fisik Rama? Kau tak akan pernah bisa
> berbohong dari mataku, Darth Aurora. Meski kau adalah fisik Rama yang
> juga menyimpan sifat-sifat
> negatif Rama, tapi kau tetap menyayanginya dengan sepenuh hati, karena
> kau tetap ingin jadi bagian dari kami, dan bila Rama sampai sirna,
> maka kami dan
> juga kamu akan sirna, iya kan? Tapi aku tahu bukan itu saja motifmu.
> Aku tahu bahwa secara sembunyi-sembunyi kamu jugalah yang selalu
> melindungi fisik
> Rama dari ancaman dan gangguan, dan itu kamu lakukan semata-mata
> karena ingin melindungi Rama..."
>
> Darth Aurora: "Kurasa aku tak bisa mengelak, wahai Wahita, simbol
> spiritual diri Rama...namun, biar ini jadi rahasiamu dan Tuhan... Aku
> tak mau
> siapapun tahu...dan jangan tanya kenapa..."
>
> Wahita: "Tak masalah..., pentilku jaminannya...! So, kupercayakan
> Rama beserta pentilnya padamu...aku tidur..."
>
> Darth Aurora: "..."
>
> Rama pun tidur pulas dan bermimpi indah, mimpi indah tentang
> persahabatannya dengan rekan-rekan MP, yang berubah jadi kenyataan
> saat ia terbangun di pagi
> hari, hingga ia meninggalkan Gunung Padang, dan semoga saja...hingga
> ia menutup mata...
>
>
--
"Open up your mind and fly!"
Nursalam AR
Penerjemah, Penulis & Editor
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply. com
www.facebook.com/nursalam. ar
- 9c.
-
Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 5:15 pm (PDT)
Terima kasih sudah membacanya, Bang Nursalam...
Wah, sejujurnya saya memang jarang membaca buku/novel selain fiksi
atau fantasi. Tapi mungkin ada beberapa perbedaan yang bisa saya
tunjukkan (dari sisi lima bidadari).
- Lima bidadari adalah simbolisasi karakter yang sengaja dibuat dalam
kesadaran penuh, jadi bukanlah elemen kepribadian yang berbeda
(biasanya orang dengan multiple personality tidak akan menyadari apa
yang dilakukan tiap-tiap kepribadiannya saat mendominasi). Kalau ini
seperti lampu saja, tinggal di-switch mau pakai siapa untuk bicara.
- Saya rasa dengan lima bidadari ini saya bisa lebih fokus dan
spesifik menunjukkan sifa yang ada dalam diri saya
Sekali lagi terima kasih sudah membaca...!
On 8/12/09, Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com > wrote:
> Haha...asyik tenan. Ngalir, lincah dan seru tuturannya. Seperti membaca
> dialog antarkepribadian berbeda dalam novel Billy terbitan Qonita -- tentang
> seseorang dengan 28 kepribadian -- di mana tiap kepribadian saling berperan
> bahkan terkadang bertarung mendominasi. Tapi, dalam konteks Rama, ini tentu
> dalam versi berbeda dan tentu saja imajiner kan?;p.
>
> Thanks, Rama, sudah berbagi di pagi ini!
>
> Tabik,
>
> Nursalam AR
>
> On 8/12/09, Ramaditya Skywalker <ramavgm@gmail.com > wrote:
>>
>>
>>
>> --
>> "Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
>>
>> - Eko Ramaditya Adikara
>> http://www.ramaditya.com
>>
>> (Diambil dari catatan harian Ramaditya, Juni 2008)
>>
>> -> Jalan Raya Jatiwaringin, 31 Mei 2008 - 12:15 WIB: Rama berlari
>> tergopoh-gopoh meninggalkan gedung seminar, lalu memburu angkot
>> jurusan Pondok Gede -
>> Kampung Rambutan. Sementara itu, di dalam otak Rama...
>>
>> Darth Aurora (mengumpat): "Dasar brengsek! Mentang-mentang pembicara
>> itu jadi sponsor, terus seenaknya aja nyerobot sesi bicara Rama? Kalo
>> ampe telat dan
>> kemaleman di Sukabumi, apa mereka mau tanggung jawab!?"
>>
>> Tiara (mengeluh): "Aduuuuuuhhhh, pelan-pelan dong! Aku kan belum makan
>> siang?"
>>
>> Aurora (memeriksa waktu): "Tiara, menurut perhitunganku, kayaknya
>> perjalanan ke Sukabumi bakal makan waktu sekitar 4 sampai 5 jam,
>> selebihnya aku masih
>> belum tahu berapa lama waktu yang kita perluin untuk sampai ke Gunung
>> Padang.
>>
>> Tiara: "Ya ampyun!!! Kalo kita semua pingsan, gimana dong...? Wahita!!!"
>>
>> Wahita (terbang mendekati Tiara): "Jangan khawatir, Tiara. Rama kan
>> sarapan ketupat sayur dua piring plus Indomie telor kornet semangkok,
>> dan dia udah minum
>> Ovaltine, kok? Jadi, kupikir dia masih punya cukup tenaga buat nerusin
>> perjalanan ke Sukabumi dan mengaktifkan kita semua."
>>
>> Aurora (mengkalkulasi): "Ditambah juga dua kotak snack pagi yang
>> dikasih panitia seminar...jadi ada sokongan tenaga tambahan..."
>>
>> Lala (terbang kesana kemari): "Ayo ayo ayo...AYO AYO AYO!!! Itu dia
>> busnya, Langsung Jaya jurusan Kampung Rambutan - Sukabumi! Cihuy!!!"
>>
>> -> Terminal Kampung Rambutan, 31 Mei 2008 - 13:53 WIB: Akhirnya,
>> setelah menunggu sekitar 1 jam hingga isi bus penuh, Rama pun naik ke
>> bus Langsung Jaya
>> yang akan mengantarnya ke kota Sukabumi.
>>
>> Tiara (mengeluh): "Aduuuhhh, panas! Wahita! Emangnya nggak ada bus AC ya?"
>>
>> Wahita: "Aku sudah cek, Tiara, tapi memang cuma bus ekonomi ini yang
>> ada...nggak ada yang pakai AC."
>>
>> Darth Aurora: "Dan penumpang keparat itu seenaknya aja buang angin
>> tanpa mikir-mikir kita duduk di belakangnya?"
>>
>> Aurora (memeriksa peralatannya yang tiba-tiba error): "Pencemaran
>> udara...terjadi kesalahan fatal pada sistem...perangkat mati total!"
>>
>> Lala (menutup hidung): "Hhhh, gimana nggak jadi rusak coba? Wong aroma
>> buang anginnya aja kombinasi antara ubi ama telor gini nih? Ditambah
>> lagi Rama lupa
>> pake deodoran...komplit deh!"
>>
>> Wahita: "Aurora, apa peralatanmu masih bisa diperbaiki dengan cadangan
>> tenaga Rama sekarang? Karena tanpa itu, kita bakal kesulitan nemuin
>> perkemahan teman-teman
>> Multiplyers yang mengundang Rama kesana, Apalagi Rama belum pernah ke
>> Gunung Padang sebelumnya."
>>
>> Aurora: "Riskan sekali, Wahita...kecuali, kalau Rama sedikit mengisi
>> perutnya. Darth Aurora, bisa tolong belikan tahu goreng buat Rama?
>> Tuh, sama penjual
>> itu tuh!"
>>
>> Darth Aurora: "Seenaknya aja nyuruh!? Aku nggak peduli Rama mau nyasar
>> kek, mau pingsan kek, terserah! Aku nggak peduli sama perjalanan ini!"
>>
>> Lala" "Alaaa, masak seeh!? Siapa tuh yang paling semangat ngepakin
>> barang habis nerima undangan camping dari teman-teman MP-nya Rama?
>> Siapa juga tuh yang
>> dengan semangat 45-nya lari dan gelantungan di angkot demi supaya bisa
>> cepet sampai ke Gunung Padang?"
>>
>> Darth Aurora (mengarahkan pedangnya ke arah Lala): "Say that
>> again........."
>>
>> Wahita: "Eh eh eh eh, udah udah! Kok jadi ribut sendiri sih? Ya udah,
>> biar aku yang beli tahunya."
>>
>> Rama (Status Wahita): "Maaf, Mang! Boleh beli tahu gorengnya sebungkus?"
>>
>> Penjual Tahu: "Mangga, Jang! Ini sebungkusnya 4 ribu."
>>
>> Rama (status Wahita): "4 ribu?"
>>
>> Darth Aurora: "Kampret!!! Wahita, minggir!!!"
>>
>> Rama (status Darth Aurora): "Mahal banget sih, Mang!? Biasanya
>> seribuan, kok 4 ribu? Yang bener dong, Mang!"
>>
>> Penjual Tahu (agak takut karena suara Rama yang meninggi): "Iya, Jang!
>> Biasa juga segitu?"
>>
>> Wahita: "Pssssst, udah lah! Darth Aurora, biar aku yang ngomong..."
>>
>> Rama (status Wahita): "Hmmm...mmm..., ya udah lah, ini uangnya, Mang."
>>
>> Penjual Tahu (menyerahkan tahu, lalu pergi): "Makasih ya, Jang!"
>>
>> Darth Aurora (mencengkeram leher Wahita): "Shit! Kenapa kamu sok
>> berlagak pahlawan dan ngebiarin tukang tahu sialan itu pergi!? Bedebah
>> itu udah nipu kita!"
>>
>> Wahita (melepaskan cengkeraman Darth Aurora dengan sedikit sentilan
>> aura): "Let it be... Darth Aurora, saat ini Rama sedang dalam
>> perjalanan jauh dan membutuhkan
>> banyak tenaga untuk bisa mengaktifkan kita berlima. Kalau kamu nggak
>> bisa ngendaliin diri dan membuang energi percuma, bisa-bisa Rama
>> pingsan di jalan.
>> Please be wise, control yourself..."
>>
>> Darth Aurora: "...like hell I will!"
>>
>> Wahita: "OK, Tiara...ayo makan... Kamu kan yang dari tadi ngeluh? Ayo
>> charge ulang tenaga Rama...that's your job..."
>>
>> Tiara: "Yups... NYAM NYAM NYAM!"
>>
>> Wahita: "So, how's that, Aurora?"
>>
>> Aurora: "Reparasi berhasil...sistem aura Rama dan peralatanku sudah
>> bekerja normal..."
>>
>> Lala: "Masih jauh nggak? Aku udah nggak sabar nih mau ketemu
>> teman-teman disana! Pasti nyenengin banget deh!"
>>
>> Aurora: "Tergantung macet tidaknya jalan kesana. Sekarang laju bus
>> agak tersendat karena memang sudah macet dari tadi, tapi menurutku
>> Rama bisa sampai Sukabumi
>> sebelum gelap. Menurutku, lebih baik kita berlima non aktif untuk
>> sementara waktu."
>>
>> Wahita: "Supaya Rama tertidur ya? Ide bagus. Jadi Rama nggak harus
>> terus-terusan mengeluarkan tenaga untuk mengaktifkan kita. Tapi, salah
>> satu dari kita
>> harus ada yang aktif buat berjaga-jaga, kali kali aja ada SMS atau
>> telepon dari temannya Rama disana, atau untuk menjaga dari copet dan
>> orang Jahat. So...?"
>>
>> Darth Aurora: "Yeah yeah yeah, I'll do it!"
>>
>> Wahita: "Terkadang kamu bisa juga bijaksana ya, sobat?
>> OK...teman-teman, kita non aktif sekarang!"
>>
>> -> Sukabumi, 31 Mei 2008 - 16:48 WIB: Akhirnya, bus yang ditumpangi
>> Rama memasuki terminal Sukabumi. Setelah turun dari bus, Rama segera
>> mencari tukang
>> ojek dan memintanya untuk mengantar sampai ke Gunung Padang.
>>
>> Lala (terbang kegirangan): "Asyik!!! Waaahhh!!! Seru banget! Udaranya
>> sejuk! Pemandangan sekitar juga mempesona!!! Wah, ternyata lebih asyik
>> menikmati pemandangan
>> ini dari motor ketimbang dari mobil ya? Jadi nggak rugi nih walaupun
>> nggak berangkat bareng rombongan! Aurora, bisa zoom out nggak supaya
>> lebih jelas
>> ngeliat pemandangannya?"
>>
>> Aurora: "Maaf, Lala...tenaga Rama udah nggak mencukupi untuk melakukan
>> zoom out dan memperluas bidang pandang."
>>
>> Lala: "Ah, sayang, ya? Padahal pemandangan gunung di waktu matahari
>> terbenam gini tuh indah banget."
>>
>> Tiara: "Setuju! Walaupun aku agak kedinginan nih, tapi suasananya
>> romantis!"
>>
>> Wahita: "Luar biasa... Jadi ini legenda Situs Megalitik Gunung Padang
>> yang terkenal itu? Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi
>> kesempatan menyaksikan
>> karyanya yang menakjubkan ini..."
>>
>> Lala (terbang berputar untuk mengamati sekitar): "Eh, lihat! Ada
>> perkebunan teh juga disini! Lihat juga, tuh! Ada lembah, di bawahnya
>> ada sawah! Waaah!?"
>>
>> Tiara: "Iya! Aku juga suka suasananya...remang-remang, dan banyak
>> kerlipan lampu di sisi gunung... Suara hembusan angin dan satwa
>> sekitar juga membuat suasana
>> jadi ... duh, aku jadi terharu..."
>>
>> Wahita: "Aurora, apa kau punya pengetahuan seputar Situs Megalitik
>> Gunung Padang ini?"
>>
>> Aurora (membuka perangkat gadgetnya): "Iya. Gunung ini disokong oleh
>> bebatuan alami yang dibangun dan disusun oleh nenek moyang bangsa
>> Indonesia sejak ratusan
>> tahun silam. Nama "Gunung Padang" sendiri diambil karena ukuran tempat
>> ini yang besar, dan puncak gunungnya bercahaya bila diterpa sinar.
>> Pemerintah Indonesia
>> baru meresmikan tempat ini tahun 1982, dan sejak itu, tempat yang juga
>> menjadi sarana ziarah dan pemujaan ini banyak dikunjungi orang.
>> Presiden Susilo
>> Bambang Yudhoyono bahkan pernah kesini juga..."
>>
>> Wahita: "Maha besar Tuhan yang telah melukis tempat ini..."
>>
>> Lala: "Ngomong-ngomong mana nih Darth Aurora? Kok nggak kedengeran
>> suaranya?"
>>
>> Darth Aurora (mabuk gunung): "..."
>>
>> -> Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 18:40 WIB: Akhirnya, setelah lebih
>> dari 1 jam berkendara di atas ojek, Rama tiba juga di tempat tujuan
>> dan langsung disambut
>> Mas Opang, rekan MP yang mengundangnya. Lalu, Mas Opang membawa Rama
>> masuk ke rumah penduduk yang bertindak selaku kuncen, lalu
>> memperkenalkannya dengan
>> teman-teman yang lain.
>>
>> Lala: "Wah, bocor-bocor tuh temennya Rama! Apalagi yang namanya Yeyen,
>> seru banget orangnya! Itu Rika, si Chatfly ya? Cool as always!"
>>
>> Aurora: "Iya..., kamu masih ingat ya, Lala? Beberapa di antara mereka
>> kan sudah pernah ketemuan sebelumnya, jadi ... lho, Tiara? Kamu
>> kenapa?"
>>
>> Tiara (meneteskan air mata, lalu mulai terisak): "..."
>>
>> Lala (kaget): "Tiara? Tiara!? Ih, kamu kenapa? Kok tiba-tiba aja nangis?"
>>
>> Tiara (terisak): "Oh, tidak..., ya Tuhan... Wahita...tolong hentikan
>> mendeteksi isi kepalanya...aku...aku tak sanggup menyaksikan dan
>> merasakan kesedihannya...
>> Wahita, kumohon..."
>>
>> Wahita (menghentikan proses deteksi dan penyaluran energi ke tubuh
>> teman baru Rama): "Jadi kamu juga merasakannya ya, Tiara? Maafkan
>> aku...aku tak sengaja
>> menemukan kesedihan dan penderitaan dalam kepala wanita ini saat
>> melakukan pemijatan..."
>>
>> Tiara (mulai histeris): "Aku mohon berhenti, Wahita...! Please...!"
>>
>> Wahita (terbang menghampiri Tiara dan menenangkannya dengan mengelus
>> rambut Tiara): "Tenanglah, Tiara... Sebagai sisi emosional dari Rama
>> yang paling peka
>> terhadap rasa, kamu seharusnya tidak terlalu membandingkannya dengan
>> keadaan diri Rama. Iya, memang benar bahwa penderitaan dan kesedihan
>> dalam kepala
>> teman wanita Rama itu sangat berat, tapi..."
>>
>> Tiara (histeris, memotong ucapan Wahita): "Tapi trauma yang dialami
>> wanita itu mengingatkanku pada kisah sedih itu! Oh, Tuhan! Aku tak mau
>> Rama mengalaminya
>> lagi...mengalami hal yang sama...!"
>>
>> Wahita (merangkul Tiara): "Dengar dulu kataku... Tiara, ini sudah
>> menjadi tugas Rama untuk membantu siapa saja, termasuk melegakan hati
>> teman-temannya dari
>> beban apapun yang dirasakan. Jadi, kita akan sering sekali menjumpai
>> hal semacam ini. Jadi, kumohon kamu bisa mengontrol emosimu, karena
>> ini bukan beban
>> buat Rama dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. So,
>> wipe your tears dry... Kasihan tuh Lala main main sendiri. Jangan
>> sampai kepekaanmu
>> mengubah ekspresi muka Rama jadi sedih... Ingat, dia diundang untuk
>> memberi semangat buat teman-temannya. So, let's help him, okay?"
>>
>> Tiara (menghentikan tangisnya,): "...iya...maaf ya..."
>>
>> Wahita: "That's better! So, kita berikan waktu rekreasi ini untuk
>> Rama... Lala, kamu yang paling depan ya! Keluarkan seluruh keceriaan
>> yang kamu punya!
>> Tiara, nikmati suasana sekitar dan bersantailah, sementara Darth
>> Aurora yang akan berjaga-jaga kalau ada apa-apa. Biar aku yang tuntun
>> Rama jalan dan mendaki
>> gunung ini. Aurora, bisa tolong analisa keadaan sekeliling?"
>>
>> Aurora: "Keadaan aman dari gangguan fisik maupun mental. Kondisi area
>> tidak terlalu sulit untuk dikuasai, hanya saja Rama harus berhati-hati
>> dengan undak-undakannya,
>> karena semuanya terbuat dari batu."
>>
>> Darth Aurora (mendengus): "...and WHY everytime we have to deal with
>> security everyone always order ME, ME ALONE!?"
>>
>> -> Puncak Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 20:30 WIB: Akhirnya, Rama
>> beserta rombongan sampai juga di puncak gunung dan bergabung dengan
>> rekan-rekan MP yang
>> telah sampai lebih dulu dan sudah selesai mendirikan tenda. Setelah
>> makan dan berbincang-bincang, tibalah saat peserta memperkenalkan
>> diri.
>>
>> Darth Aurora (membusungkan dada): "Hahahahaha, lihat muka dan ekspresi
>> kagum mereka waktu tahu Rama datang kesini sendiri tanpa dibantu orang
>> lain. Ya, ayo
>> puji terus, karena itu memang layak!"
>>
>> Wahita: "Jangan jumawa, Darth Aurora. Rama bisa sampai kesini bukan
>> karena kita saja, tapi karena Tuhan memang memberinya perlindungan dan
>> orang lain juga
>> ikut membantunya. Jadi, simpan arogansimu itu, Darth Aurora..."
>>
>> Darth Aurora: "..."
>>
>> Lala: "Tuh khan? Ribut lagi ribut lagi? Aku kan lagi asyik ngobrol ama
>> Bu Rachmi, nih! Eh, oops? Wah? Waduh? Gimana neeh!?"
>>
>> Aurora: "Kenapa, Lala?"
>>
>> Lala: "Mas Opang tuh! Dia minta Rama berdiri dan ngasih motivasi!
>> Aduh, gawat gawat gawat! Aku ini kan penggembira, jadi nggak bakalan
>> bisa ngomong serius
>> tanpa hahahihi di hadapan orang banyak? Yang bisa kan cuma Wahita?
>> Duh, mana dia lagi tidur? Gimana dong?"
>>
>> Rama (status Lala, berusaha bicara serius seperti saat kesadaran
>> dikendalikan Wahita): "Ya, ehem...selamat malam teman-teman, terima
>> kasih telah saya diundang...ehem,
>> telah mengundang saya untuk menghadiri malam yang berbahagia ini..."
>>
>> Lala (panik): "Aduuuuhhh!!!??? Gimana donk!?!? Wahita!!! Ayo bangun
>> dong!!! Aku groggy nih!!! Nggak biasa ngomong serius kayak
>> kamu...please dong!!! AYO
>> BANGUUUUUUNNNN!!!!!"
>>
>> Wahita (tiba-tiba bangun): "Kamu butuh bantuan, Lala?"
>>
>> Lala: "NGGAK!!! Makan aja tuh bolu sebakul! Ya IYA LAA, masa iya DONK?
>> Ayo gantiin posisiku nih! Tuh kaki Rama udah gemeteran khan?"
>>
>> Wahita: "OK...biar aku maju, sekarang kamu istirahat aja..."
>>
>> Lala: "Thanks, God! Btw, lap dulu tuh iler sama beleknya!"
>> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 00:36 WIB: Rama semakin akrab
>> dengan rekan-rekan MP yang lain. Sambil duduk di atas matras yang
>> digelar di tengah-tengah
>> barisan tenda, Rama membaur dengan rekan-rekan MP yang tengah
>> menikmati suasana malam.
>>
>> Rama (status Wahita, melakukan gerakan penyembuhan ke tubuh salah satu
>> teman): "Hmmm, lepaskan bebanmu... Kalau mau nangis, nangis aja...
>> Beban pikiranmu
>> memang harus dirilis nih, supaya kamu plong..."
>> Teman Wanita (sambil menangis): "Iya...makasih ya..."
>>
>> Teman Pria: "Habis itu saya juga mau ya!"
>>
>> Rama (status Wahita): "OK!"
>>
>> Aurora: "Peringatan! Rama butuh energi tambahan! Mohon segera mengisi
>> perut dengan makanan!"
>>
>> Rama (status Wahita): "Maaf, boleh minta bolu kejunya?"
>>
>> Teman Wanita 2: "Oh, iya iya..., ini nih! Rama mau kopi juga?"
>>
>> Rama (Wahita mundur, status Lala): "CofeeMix ada nggak? Pokoknya apa
>> yang ada keluarin aja deh! Mbak, kamu mau nggak keluar bareng aku?"
>>
>> Teman Wanita: "Ih apaan seeh!?"
>> Tiara (makan dan minum): "NYAM NYAM NYAM"
>>
>> Aurora: "Tenaga pulih, siap digunakan!"
>>
>> Wahita: "OK Lala, ayo mundur. Biar aku tangani teman pria Rama ini.
>> Hmmm, sepertinya aku butuh tenaga ekstra, karena kumparan energi di
>> tubuh Rama sudah
>> menumpuk banyak sekali. Sudah lebih dari lima orang yang harus kita
>> tangani. Panasnya harus dilepaskan."
>>
>> Rama (status Wahita, melepaskan kaus dan singlet): "OK... Wah, gerah
>> juga ya? Well, daerah kepala...migren...penyakit malarindu... "
>>
>> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:02 WIB: Setelah menggunakan
>> Wahita dan Tiara untuk melakukan gerakan penyembuhan dan konseling,
>> Wahita dan Tiara
>> langsung non aktif. Rama pun merebahkan diri di atas terpal, posisi
>> terlentang berdesak-desakan dengan teman wanitanya di dalam sleeping
>> bag.
>>
>> Lala (tertawa terpingkal-pingkal): "Hihihihihi, kok tiba-tiba aja
>> ngomongin pentil sih? Aku jadi ngebayangin pentilnya Rama,
>> temen-temennya Rama, dan pentil-pentil
>> kita sendiri nih! Hahahahaha!"
>>
>> Wahita dan Tiara (kecapaian): "Zzz...zzz...zzz"
>>
>> Aurora (memberi analisa terakhir sebelum ikut shut down): "Tanpa
>> adanya kontrol Wahita dan membiarkan Lala mendominasi dialog tentang
>> pentil ini, Rama telah
>> melewati ambang batas kewarasan sebuah otak manusia... Semoga analisa
>> ini menjadi bagian yang pentil dan berguna bagi kepentilan orang
>> banyak."
>>
>> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:28 WIB: Setelah selesai
>> bersenda gurau, Rama pun tertidur. Empat karakternya; Wahita, Tiara,
>> Aurora, dan Lala
>> pun telah non aktif. Hanya satu kesadaran yang tetap aktif dan membuat
>> Rama tetap mengetahui keadaan sekelilingnya. Dialah, Darth Aurora...
>>
>> Darth Aurora (menggunakan kekuatannya untuk menjangkau makhluk-makhluk
>> tak kasat mata di sekeliling bumi perkemahan): "Wahai kalian semua,
>> aku yang bertanggungjawab
>> atas anak manusia ini. Maka, kuminta ijin kalian untuk menjaga mereka
>> semua!"
>>
>> Darth Aurora (menyelimuti tubuh Rama dengan aura hangat, bicara
>> sendiri): "Hmph... Sebenarnya aku malas melakukan ini, tapi walau
>> bagaimanapun, Tuhan telah
>> memberikan aku tugas sebagai fisik Rama, sebagai pelindung
>> Rama...jadi, apa boleh buat... Selamat tidur, anak manusia..."
>>
>> Wahita (tiba-tiba berdiri di belakang Darth Aurora): "Jadi, kau
>> mengakuinya juga, sobat?"
>>
>> Darth Aurora (kaget): "Sial! Sejak kapan kamu berdiri disitu?"
>>
>> Wahita: "Aku hanya pura-pura tidur, begitu pula teman-teman yang lain.
>> Kau sendiri sadar kalau di alam terbuka seperti ini, Rama butuh
>> perlindungan ekstra.
>> Aku dan yang lain tak mungkin membiarkannya begitu saja. Jujur, kami
>> kaget mendengar pengakuanmu, Darth Aurora... Ternyata kau juga
>> peduli..."
>>
>> Darth Aurora: "Hmph! Itu hanya karena aku telah berjanji pada Tuhan
>> untuk melindungi Rama, jadi jangan salah sangka!"
>>
>> Wahita: "Begitukah, wahai fisik Rama? Kau tak akan pernah bisa
>> berbohong dari mataku, Darth Aurora. Meski kau adalah fisik Rama yang
>> juga menyimpan sifat-sifat
>> negatif Rama, tapi kau tetap menyayanginya dengan sepenuh hati, karena
>> kau tetap ingin jadi bagian dari kami, dan bila Rama sampai sirna,
>> maka kami dan
>> juga kamu akan sirna, iya kan? Tapi aku tahu bukan itu saja motifmu.
>> Aku tahu bahwa secara sembunyi-sembunyi kamu jugalah yang selalu
>> melindungi fisik
>> Rama dari ancaman dan gangguan, dan itu kamu lakukan semata-mata
>> karena ingin melindungi Rama..."
>>
>> Darth Aurora: "Kurasa aku tak bisa mengelak, wahai Wahita, simbol
>> spiritual diri Rama...namun, biar ini jadi rahasiamu dan Tuhan... Aku
>> tak mau
>> siapapun tahu...dan jangan tanya kenapa..."
>>
>> Wahita: "Tak masalah..., pentilku jaminannya...! So, kupercayakan
>> Rama beserta pentilnya padamu...aku tidur..."
>>
>> Darth Aurora: "..."
>>
>> Rama pun tidur pulas dan bermimpi indah, mimpi indah tentang
>> persahabatannya dengan rekan-rekan MP, yang berubah jadi kenyataan
>> saat ia terbangun di pagi
>> hari, hingga ia meninggalkan Gunung Padang, dan semoga saja...hingga
>> ia menutup mata...
>>
>>
>
>
>
> --
> "Open up your mind and fly!"
>
> Nursalam AR
> Penerjemah, Penulis & Editor
> 0813-10040723
> 021-92727391
> www.nursalam.multiply. com
> www.facebook.com/nursalam. ar
>
--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com
- 9d.
-
Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
Posted by: "patisayang" patisayang@yahoo.com patisayang
Tue Aug 11, 2009 7:12 pm (PDT)
Ramaaa! Gile bener bidadari2mu itu. Nano-nano! :)Nyesel br kenal skrg. Btw, u kan cwok, knp g bidadara aja? Gak bs dipakein baju seksi ya? Hehe...Mau kubikinkan teman versiku ngambl dr multiple intelligence gak? Hehe.
Salam,
Indar
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Ramaditya Skywalker <ramavgm@...com > wrote
>
>
> (Diambil dari catatan harian Ramaditya, Juni 2008)
>
>
> Darth Aurora (mengumpat): "Dasar brengsek! Mentang-mentang pembicara
> itu jadi sponsor, terus seenaknya aja nyerobot sesi bicara Rama? Kalo
> ampe telat dan
> kemaleman di Sukabumi, apa mereka mau tanggung jawab!?"
>
> Tiara (mengeluh): "Aduuuuuuhhhh, pelan-pelan dong! Aku kan belum makan siang?"
>
> Aurora (memeriksa waktu): "Tiara, menurut perhitunganku, kayaknya
> perjalanan ke Sukabumi bakal makan waktu sekitar 4 sampai 5 jam,
> selebihnya aku masih
> belum tahu berapa lama waktu yang kita perluin untuk sampai ke Gunung Padang.
>
> Tiara: "Ya ampyun!!! Kalo kita semua pingsan, gimana dong...? Wahita!!!"
>
> Wahita (terbang mendekati Tiara): "Jangan khawatir, Tiara. Rama kan
> sarapan ketupat sayur dua piring plus Indomie telor kornet semangkok,
> dan dia udah minum
> Ovaltine, kok? Jadi, kupikir dia masih punya cukup tenaga buat nerusin
> perjalanan ke Sukabumi dan mengaktifkan kita semua."
>
> Aurora (mengkalkulasi): "Ditambah juga dua kotak snack pagi yang
> dikasih panitia seminar...jadi ada sokongan tenaga tambahan..."
>
> Lala (terbang kesana kemari): "Ayo ayo ayo...AYO AYO AYO!!! Itu dia
> busnya, Langsung Jaya jurusan Kampung Rambutan - Sukabumi! Cihuy!!!"
>
> -> Terminal Kampung Rambutan, 31 Mei 2008 - 13:53 WIB: Akhirnya,
> setelah menunggu sekitar 1 jam hingga isi bus penuh, Rama pun naik ke
> bus Langsung Jaya
> yang akan mengantarnya ke kota Sukabumi.
>
> Tiara (mengeluh): "Aduuuhhh, panas! Wahita! Emangnya nggak ada bus AC ya?"
>
> Wahita: "Aku sudah cek, Tiara, tapi memang cuma bus ekonomi ini yang
> ada...nggak ada yang pakai AC."
>
> Darth Aurora: "Dan penumpang keparat itu seenaknya aja buang angin
> tanpa mikir-mikir kita duduk di belakangnya?"
>
> Aurora (memeriksa peralatannya yang tiba-tiba error): "Pencemaran
> udara...terjadi kesalahan fatal pada sistem...perangkat mati total!"
>
> Lala (menutup hidung): "Hhhh, gimana nggak jadi rusak coba? Wong aroma
> buang anginnya aja kombinasi antara ubi ama telor gini nih? Ditambah
> lagi Rama lupa
> pake deodoran...komplit deh!"
>
> Wahita: "Aurora, apa peralatanmu masih bisa diperbaiki dengan cadangan
> tenaga Rama sekarang? Karena tanpa itu, kita bakal kesulitan nemuin
> perkemahan teman-teman
> Multiplyers yang mengundang Rama kesana, Apalagi Rama belum pernah ke
> Gunung Padang sebelumnya."
>
> Aurora: "Riskan sekali, Wahita...kecuali, kalau Rama sedikit mengisi
> perutnya. Darth Aurora, bisa tolong belikan tahu goreng buat Rama?
> Tuh, sama penjual
> itu tuh!"
>
> Darth Aurora: "Seenaknya aja nyuruh!? Aku nggak peduli Rama mau nyasar
> kek, mau pingsan kek, terserah! Aku nggak peduli sama perjalanan ini!"
>
> Lala" "Alaaa, masak seeh!? Siapa tuh yang paling semangat ngepakin
> barang habis nerima undangan camping dari teman-teman MP-nya Rama?
> Siapa juga tuh yang
> dengan semangat 45-nya lari dan gelantungan di angkot demi supaya bisa
> cepet sampai ke Gunung Padang?"
>
> Darth Aurora (mengarahkan pedangnya ke arah Lala): "Say that again........."
>
> Wahita: "Eh eh eh eh, udah udah! Kok jadi ribut sendiri sih? Ya udah,
> biar aku yang beli tahunya."
>
> Rama (Status Wahita): "Maaf, Mang! Boleh beli tahu gorengnya sebungkus?"
>
> Penjual Tahu: "Mangga, Jang! Ini sebungkusnya 4 ribu."
>
> Rama (status Wahita): "4 ribu?"
>
> Darth Aurora: "Kampret!!! Wahita, minggir!!!"
>
> Rama (status Darth Aurora): "Mahal banget sih, Mang!? Biasanya
> seribuan, kok 4 ribu? Yang bener dong, Mang!"
>
> Penjual Tahu (agak takut karena suara Rama yang meninggi): "Iya, Jang!
> Biasa juga segitu?"
>
> Wahita: "Pssssst, udah lah! Darth Aurora, biar aku yang ngomong..."
>
> Rama (status Wahita): "Hmmm...mmm..., ya udah lah, ini uangnya, Mang."
>
> Penjual Tahu (menyerahkan tahu, lalu pergi): "Makasih ya, Jang!"
>
> Darth Aurora (mencengkeram leher Wahita): "Shit! Kenapa kamu sok
> berlagak pahlawan dan ngebiarin tukang tahu sialan itu pergi!? Bedebah
> itu udah nipu kita!"
>
> Wahita (melepaskan cengkeraman Darth Aurora dengan sedikit sentilan
> aura): "Let it be... Darth Aurora, saat ini Rama sedang dalam
> perjalanan jauh dan membutuhkan
> banyak tenaga untuk bisa mengaktifkan kita berlima. Kalau kamu nggak
> bisa ngendaliin diri dan membuang energi percuma, bisa-bisa Rama
> pingsan di jalan.
> Please be wise, control yourself..."
>
> Darth Aurora: "...like hell I will!"
>
> Wahita: "OK, Tiara...ayo makan... Kamu kan yang dari tadi ngeluh? Ayo
> charge ulang tenaga Rama...that's your job..."
>
> Tiara: "Yups... NYAM NYAM NYAM!"
>
> Wahita: "So, how's that, Aurora?"
>
> Aurora: "Reparasi berhasil...sistem aura Rama dan peralatanku sudah
> bekerja normal..."
>
> Lala: "Masih jauh nggak? Aku udah nggak sabar nih mau ketemu
> teman-teman disana! Pasti nyenengin banget deh!"
>
> Aurora: "Tergantung macet tidaknya jalan kesana. Sekarang laju bus
> agak tersendat karena memang sudah macet dari tadi, tapi menurutku
> Rama bisa sampai Sukabumi
> sebelum gelap. Menurutku, lebih baik kita berlima non aktif untuk
> sementara waktu."
>
> Wahita: "Supaya Rama tertidur ya? Ide bagus. Jadi Rama nggak harus
> terus-terusan mengeluarkan tenaga untuk mengaktifkan kita. Tapi, salah
> satu dari kita
> harus ada yang aktif buat berjaga-jaga, kali kali aja ada SMS atau
> telepon dari temannya Rama disana, atau untuk menjaga dari copet dan
> orang Jahat. So...?"
>
> Darth Aurora: "Yeah yeah yeah, I'll do it!"
>
> Wahita: "Terkadang kamu bisa juga bijaksana ya, sobat?
> OK...teman-teman, kita non aktif sekarang!"
>
> -> Sukabumi, 31 Mei 2008 - 16:48 WIB: Akhirnya, bus yang ditumpangi
> Rama memasuki terminal Sukabumi. Setelah turun dari bus, Rama segera
> mencari tukang
> ojek dan memintanya untuk mengantar sampai ke Gunung Padang.
>
> Lala (terbang kegirangan): "Asyik!!! Waaahhh!!! Seru banget! Udaranya
> sejuk! Pemandangan sekitar juga mempesona!!! Wah, ternyata lebih asyik
> menikmati pemandangan
> ini dari motor ketimbang dari mobil ya? Jadi nggak rugi nih walaupun
> nggak berangkat bareng rombongan! Aurora, bisa zoom out nggak supaya
> lebih jelas
> ngeliat pemandangannya?"
>
> Aurora: "Maaf, Lala...tenaga Rama udah nggak mencukupi untuk melakukan
> zoom out dan memperluas bidang pandang."
>
> Lala: "Ah, sayang, ya? Padahal pemandangan gunung di waktu matahari
> terbenam gini tuh indah banget."
>
> Tiara: "Setuju! Walaupun aku agak kedinginan nih, tapi suasananya romantis!"
>
> Wahita: "Luar biasa... Jadi ini legenda Situs Megalitik Gunung Padang
> yang terkenal itu? Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi
> kesempatan menyaksikan
> karyanya yang menakjubkan ini..."
>
> Lala (terbang berputar untuk mengamati sekitar): "Eh, lihat! Ada
> perkebunan teh juga disini! Lihat juga, tuh! Ada lembah, di bawahnya
> ada sawah! Waaah!?"
>
> Tiara: "Iya! Aku juga suka suasananya...remang-remang, dan banyak
> kerlipan lampu di sisi gunung... Suara hembusan angin dan satwa
> sekitar juga membuat suasana
> jadi ... duh, aku jadi terharu..."
>
> Wahita: "Aurora, apa kau punya pengetahuan seputar Situs Megalitik
> Gunung Padang ini?"
>
> Aurora (membuka perangkat gadgetnya): "Iya. Gunung ini disokong oleh
> bebatuan alami yang dibangun dan disusun oleh nenek moyang bangsa
> Indonesia sejak ratusan
> tahun silam. Nama "Gunung Padang" sendiri diambil karena ukuran tempat
> ini yang besar, dan puncak gunungnya bercahaya bila diterpa sinar.
> Pemerintah Indonesia
> baru meresmikan tempat ini tahun 1982, dan sejak itu, tempat yang juga
> menjadi sarana ziarah dan pemujaan ini banyak dikunjungi orang.
> Presiden Susilo
> Bambang Yudhoyono bahkan pernah kesini juga..."
>
> Wahita: "Maha besar Tuhan yang telah melukis tempat ini..."
>
> Lala: "Ngomong-ngomong mana nih Darth Aurora? Kok nggak kedengeran suaranya?"
>
> Darth Aurora (mabuk gunung): "..."
>
> -> Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 18:40 WIB: Akhirnya, setelah lebih
> dari 1 jam berkendara di atas ojek, Rama tiba juga di tempat tujuan
> dan langsung disambut
> Mas Opang, rekan MP yang mengundangnya. Lalu, Mas Opang membawa Rama
> masuk ke rumah penduduk yang bertindak selaku kuncen, lalu
> memperkenalkannya dengan
> teman-teman yang lain.
>
> Lala: "Wah, bocor-bocor tuh temennya Rama! Apalagi yang namanya Yeyen,
> seru banget orangnya! Itu Rika, si Chatfly ya? Cool as always!"
>
> Aurora: "Iya..., kamu masih ingat ya, Lala? Beberapa di antara mereka
> kan sudah pernah ketemuan sebelumnya, jadi ... lho, Tiara? Kamu
> kenapa?"
>
> Tiara (meneteskan air mata, lalu mulai terisak): "..."
>
> Lala (kaget): "Tiara? Tiara!? Ih, kamu kenapa? Kok tiba-tiba aja nangis?"
>
> Tiara (terisak): "Oh, tidak..., ya Tuhan... Wahita...tolong hentikan
> mendeteksi isi kepalanya...aku...aku tak sanggup menyaksikan dan
> merasakan kesedihannya...
> Wahita, kumohon..."
>
> Wahita (menghentikan proses deteksi dan penyaluran energi ke tubuh
> teman baru Rama): "Jadi kamu juga merasakannya ya, Tiara? Maafkan
> aku...aku tak sengaja
> menemukan kesedihan dan penderitaan dalam kepala wanita ini saat
> melakukan pemijatan..."
>
> Tiara (mulai histeris): "Aku mohon berhenti, Wahita...! Please...!"
>
> Wahita (terbang menghampiri Tiara dan menenangkannya dengan mengelus
> rambut Tiara): "Tenanglah, Tiara... Sebagai sisi emosional dari Rama
> yang paling peka
> terhadap rasa, kamu seharusnya tidak terlalu membandingkannya dengan
> keadaan diri Rama. Iya, memang benar bahwa penderitaan dan kesedihan
> dalam kepala
> teman wanita Rama itu sangat berat, tapi..."
>
> Tiara (histeris, memotong ucapan Wahita): "Tapi trauma yang dialami
> wanita itu mengingatkanku pada kisah sedih itu! Oh, Tuhan! Aku tak mau
> Rama mengalaminya
> lagi...mengalami hal yang sama...!"
>
> Wahita (merangkul Tiara): "Dengar dulu kataku... Tiara, ini sudah
> menjadi tugas Rama untuk membantu siapa saja, termasuk melegakan hati
> teman-temannya dari
> beban apapun yang dirasakan. Jadi, kita akan sering sekali menjumpai
> hal semacam ini. Jadi, kumohon kamu bisa mengontrol emosimu, karena
> ini bukan beban
> buat Rama dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. So,
> wipe your tears dry... Kasihan tuh Lala main main sendiri. Jangan
> sampai kepekaanmu
> mengubah ekspresi muka Rama jadi sedih... Ingat, dia diundang untuk
> memberi semangat buat teman-temannya. So, let's help him, okay?"
>
> Tiara (menghentikan tangisnya,): "...iya...maaf ya..."
>
> Wahita: "That's better! So, kita berikan waktu rekreasi ini untuk
> Rama... Lala, kamu yang paling depan ya! Keluarkan seluruh keceriaan
> yang kamu punya!
> Tiara, nikmati suasana sekitar dan bersantailah, sementara Darth
> Aurora yang akan berjaga-jaga kalau ada apa-apa. Biar aku yang tuntun
> Rama jalan dan mendaki
> gunung ini. Aurora, bisa tolong analisa keadaan sekeliling?"
>
> Aurora: "Keadaan aman dari gangguan fisik maupun mental. Kondisi area
> tidak terlalu sulit untuk dikuasai, hanya saja Rama harus berhati-hati
> dengan undak-undakannya,
> karena semuanya terbuat dari batu."
>
> Darth Aurora (mendengus): "...and WHY everytime we have to deal with
> security everyone always order ME, ME ALONE!?"
>
> -> Puncak Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 20:30 WIB: Akhirnya, Rama
> beserta rombongan sampai juga di puncak gunung dan bergabung dengan
> rekan-rekan MP yang
> telah sampai lebih dulu dan sudah selesai mendirikan tenda. Setelah
> makan dan berbincang-bincang, tibalah saat peserta memperkenalkan
> diri.
>
> Darth Aurora (membusungkan dada): "Hahahahaha, lihat muka dan ekspresi
> kagum mereka waktu tahu Rama datang kesini sendiri tanpa dibantu orang
> lain. Ya, ayo
> puji terus, karena itu memang layak!"
>
> Wahita: "Jangan jumawa, Darth Aurora. Rama bisa sampai kesini bukan
> karena kita saja, tapi karena Tuhan memang memberinya perlindungan dan
> orang lain juga
> ikut membantunya. Jadi, simpan arogansimu itu, Darth Aurora..."
>
> Darth Aurora: "..."
>
> Lala: "Tuh khan? Ribut lagi ribut lagi? Aku kan lagi asyik ngobrol ama
> Bu Rachmi, nih! Eh, oops? Wah? Waduh? Gimana neeh!?"
>
> Aurora: "Kenapa, Lala?"
>
> Lala: "Mas Opang tuh! Dia minta Rama berdiri dan ngasih motivasi!
> Aduh, gawat gawat gawat! Aku ini kan penggembira, jadi nggak bakalan
> bisa ngomong serius
> tanpa hahahihi di hadapan orang banyak? Yang bisa kan cuma Wahita?
> Duh, mana dia lagi tidur? Gimana dong?"
>
> Rama (status Lala, berusaha bicara serius seperti saat kesadaran
> dikendalikan Wahita): "Ya, ehem...selamat malam teman-teman, terima
> kasih telah saya diundang...ehem,
> telah mengundang saya untuk menghadiri malam yang berbahagia ini..."
>
> Lala (panik): "Aduuuuhhh!!!??? Gimana donk!?!? Wahita!!! Ayo bangun
> dong!!! Aku groggy nih!!! Nggak biasa ngomong serius kayak
> kamu...please dong!!! AYO
> BANGUUUUUUNNNN!!!!!"
>
> Wahita (tiba-tiba bangun): "Kamu butuh bantuan, Lala?"
>
> Lala: "NGGAK!!! Makan aja tuh bolu sebakul! Ya IYA LAA, masa iya DONK?
> Ayo gantiin posisiku nih! Tuh kaki Rama udah gemeteran khan?"
>
> Wahita: "OK...biar aku maju, sekarang kamu istirahat aja..."
>
> Lala: "Thanks, God! Btw, lap dulu tuh iler sama beleknya!"
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 00:36 WIB: Rama semakin akrab
> dengan rekan-rekan MP yang lain. Sambil duduk di atas matras yang
> digelar di tengah-tengah
> barisan tenda, Rama membaur dengan rekan-rekan MP yang tengah
> menikmati suasana malam.
>
> Rama (status Wahita, melakukan gerakan penyembuhan ke tubuh salah satu
> teman): "Hmmm, lepaskan bebanmu... Kalau mau nangis, nangis aja...
> Beban pikiranmu
> memang harus dirilis nih, supaya kamu plong..."
> Teman Wanita (sambil menangis): "Iya...makasih ya..."
>
> Teman Pria: "Habis itu saya juga mau ya!"
>
> Rama (status Wahita): "OK!"
>
> Aurora: "Peringatan! Rama butuh energi tambahan! Mohon segera mengisi
> perut dengan makanan!"
>
> Rama (status Wahita): "Maaf, boleh minta bolu kejunya?"
>
> Teman Wanita 2: "Oh, iya iya..., ini nih! Rama mau kopi juga?"
>
> Rama (Wahita mundur, status Lala): "CofeeMix ada nggak? Pokoknya apa
> yang ada keluarin aja deh! Mbak, kamu mau nggak keluar bareng aku?"
>
> Teman Wanita: "Ih apaan seeh!?"
> Tiara (makan dan minum): "NYAM NYAM NYAM"
>
> Aurora: "Tenaga pulih, siap digunakan!"
>
> Wahita: "OK Lala, ayo mundur. Biar aku tangani teman pria Rama ini.
> Hmmm, sepertinya aku butuh tenaga ekstra, karena kumparan energi di
> tubuh Rama sudah
> menumpuk banyak sekali. Sudah lebih dari lima orang yang harus kita
> tangani. Panasnya harus dilepaskan."
>
> Rama (status Wahita, melepaskan kaus dan singlet): "OK... Wah, gerah
> juga ya? Well, daerah kepala...migren...penyakit malarindu... "
>
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:02 WIB: Setelah menggunakan
> Wahita dan Tiara untuk melakukan gerakan penyembuhan dan konseling,
> Wahita dan Tiara
> langsung non aktif. Rama pun merebahkan diri di atas terpal, posisi
> terlentang berdesak-desakan dengan teman wanitanya di dalam sleeping
> bag.
>
> Lala (tertawa terpingkal-pingkal): "Hihihihihi, kok tiba-tiba aja
> ngomongin pentil sih? Aku jadi ngebayangin pentilnya Rama,
> temen-temennya Rama, dan pentil-pentil
> kita sendiri nih! Hahahahaha!"
>
> Wahita dan Tiara (kecapaian): "Zzz...zzz...zzz"
>
> Aurora (memberi analisa terakhir sebelum ikut shut down): "Tanpa
> adanya kontrol Wahita dan membiarkan Lala mendominasi dialog tentang
> pentil ini, Rama telah
> melewati ambang batas kewarasan sebuah otak manusia... Semoga analisa
> ini menjadi bagian yang pentil dan berguna bagi kepentilan orang
> banyak."
>
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:28 WIB: Setelah selesai
> bersenda gurau, Rama pun tertidur. Empat karakternya; Wahita, Tiara,
> Aurora, dan Lala
> pun telah non aktif. Hanya satu kesadaran yang tetap aktif dan membuat
> Rama tetap mengetahui keadaan sekelilingnya. Dialah, Darth Aurora...
>
> Darth Aurora (menggunakan kekuatannya untuk menjangkau makhluk-makhluk
> tak kasat mata di sekeliling bumi perkemahan): "Wahai kalian semua,
> aku yang bertanggungjawab
> atas anak manusia ini. Maka, kuminta ijin kalian untuk menjaga mereka semua!"
>
> Darth Aurora (menyelimuti tubuh Rama dengan aura hangat, bicara
> sendiri): "Hmph... Sebenarnya aku malas melakukan ini, tapi walau
> bagaimanapun, Tuhan telah
> memberikan aku tugas sebagai fisik Rama, sebagai pelindung
> Rama...jadi, apa boleh buat... Selamat tidur, anak manusia..."
>
> Wahita (tiba-tiba berdiri di belakang Darth Aurora): "Jadi, kau
> mengakuinya juga, sobat?"
>
> Darth Aurora (kaget): "Sial! Sejak kapan kamu berdiri disitu?"
>
> Wahita: "Aku hanya pura-pura tidur, begitu pula teman-teman yang lain.
> Kau sendiri sadar kalau di alam terbuka seperti ini, Rama butuh
> perlindungan ekstra.
> Aku dan yang lain tak mungkin membiarkannya begitu saja. Jujur, kami
> kaget mendengar pengakuanmu, Darth Aurora... Ternyata kau juga
> peduli..."
>
> Darth Aurora: "Hmph! Itu hanya karena aku telah berjanji pada Tuhan
> untuk melindungi Rama, jadi jangan salah sangka!"
>
> Wahita: "Begitukah, wahai fisik Rama? Kau tak akan pernah bisa
> berbohong dari mataku, Darth Aurora. Meski kau adalah fisik Rama yang
> juga menyimpan sifat-sifat
> negatif Rama, tapi kau tetap menyayanginya dengan sepenuh hati, karena
> kau tetap ingin jadi bagian dari kami, dan bila Rama sampai sirna,
> maka kami dan
> juga kamu akan sirna, iya kan? Tapi aku tahu bukan itu saja motifmu.
> Aku tahu bahwa secara sembunyi-sembunyi kamu jugalah yang selalu
> melindungi fisik
> Rama dari ancaman dan gangguan, dan itu kamu lakukan semata-mata
> karena ingin melindungi Rama..."
>
> Darth Aurora: "Kurasa aku tak bisa mengelak, wahai Wahita, simbol
> spiritual diri Rama...namun, biar ini jadi rahasiamu dan Tuhan... Aku
> tak mau
> siapapun tahu...dan jangan tanya kenapa..."
>
> Wahita: "Tak masalah..., pentilku jaminannya...! So, kupercayakan
> Rama beserta pentilnya padamu...aku tidur..."
>
> Darth Aurora: "..."
>
> Rama pun tidur pulas dan bermimpi indah, mimpi indah tentang
> persahabatannya dengan rekan-rekan MP, yang berubah jadi kenyataan
> saat ia terbangun di pagi
> hari, hingga ia meninggalkan Gunung Padang, dan semoga saja...hingga
> ia menutup mata...
>
- 9e.
-
Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
Posted by: "Satya Aditya" ukasah_aditya@yahoo.com ukasah_aditya
Tue Aug 11, 2009 7:17 pm (PDT)
Rama..!!! Hebat tulisanmu, Semangat berkarya ya
Salam
Ukasah aditya
~Pena Peradaban~
"Turn From zero to hero"
--- On Tue, 8/11/09, patisayang <patisayang@yahoo.com > wrote:
From: patisayang <patisayang@yahoo.com >
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Date: Tuesday, August 11, 2009, 10:12 PM
Ramaaa! Gile bener bidadari2mu itu. Nano-nano! :)Nyesel br kenal skrg. Btw, u kan cwok, knp g bidadara aja? Gak bs dipakein baju seksi ya? Hehe...Mau kubikinkan teman versiku ngambl dr multiple intelligence gak? Hehe.
Salam,
Indar
--- In sekolah-kehidupan@ yahoogroups. com, Ramaditya Skywalker <ramavgm@... > wrote
>
>
> (Diambil dari catatan harian Ramaditya, Juni 2008)
>
>
> Darth Aurora (mengumpat): "Dasar brengsek! Mentang-mentang pembicara
> itu jadi sponsor, terus seenaknya aja nyerobot sesi bicara Rama? Kalo
> ampe telat dan
> kemaleman di Sukabumi, apa mereka mau tanggung jawab!?"
>
> Tiara (mengeluh): "Aduuuuuuhhhh, pelan-pelan dong! Aku kan belum makan siang?"
>
> Aurora (memeriksa waktu): "Tiara, menurut perhitunganku, kayaknya
> perjalanan ke Sukabumi bakal makan waktu sekitar 4 sampai 5 jam,
> selebihnya aku masih
> belum tahu berapa lama waktu yang kita perluin untuk sampai ke Gunung Padang.
>
> Tiara: "Ya ampyun!!! Kalo kita semua pingsan, gimana dong...? Wahita!!!"
>
> Wahita (terbang mendekati Tiara): "Jangan khawatir, Tiara. Rama kan
> sarapan ketupat sayur dua piring plus Indomie telor kornet semangkok,
> dan dia udah minum
> Ovaltine, kok? Jadi, kupikir dia masih punya cukup tenaga buat nerusin
> perjalanan ke Sukabumi dan mengaktifkan kita semua."
>
> Aurora (mengkalkulasi) : "Ditambah juga dua kotak snack pagi yang
> dikasih panitia seminar...jadi ada sokongan tenaga tambahan..."
>
> Lala (terbang kesana kemari): "Ayo ayo ayo...AYO AYO AYO!!! Itu dia
> busnya, Langsung Jaya jurusan Kampung Rambutan - Sukabumi! Cihuy!!!"
>
> -> Terminal Kampung Rambutan, 31 Mei 2008 - 13:53 WIB: Akhirnya,
> setelah menunggu sekitar 1 jam hingga isi bus penuh, Rama pun naik ke
> bus Langsung Jaya
> yang akan mengantarnya ke kota Sukabumi.
>
> Tiara (mengeluh): "Aduuuhhh, panas! Wahita! Emangnya nggak ada bus AC ya?"
>
> Wahita: "Aku sudah cek, Tiara, tapi memang cuma bus ekonomi ini yang
> ada...nggak ada yang pakai AC."
>
> Darth Aurora: "Dan penumpang keparat itu seenaknya aja buang angin
> tanpa mikir-mikir kita duduk di belakangnya? "
>
> Aurora (memeriksa peralatannya yang tiba-tiba error): "Pencemaran
> udara...terjadi kesalahan fatal pada sistem...perangkat mati total!"
>
> Lala (menutup hidung): "Hhhh, gimana nggak jadi rusak coba? Wong aroma
> buang anginnya aja kombinasi antara ubi ama telor gini nih? Ditambah
> lagi Rama lupa
> pake deodoran...komplit deh!"
>
> Wahita: "Aurora, apa peralatanmu masih bisa diperbaiki dengan cadangan
> tenaga Rama sekarang? Karena tanpa itu, kita bakal kesulitan nemuin
> perkemahan teman-teman
> Multiplyers yang mengundang Rama kesana, Apalagi Rama belum pernah ke
> Gunung Padang sebelumnya."
>
> Aurora: "Riskan sekali, Wahita...kecuali, kalau Rama sedikit mengisi
> perutnya. Darth Aurora, bisa tolong belikan tahu goreng buat Rama?
> Tuh, sama penjual
> itu tuh!"
>
> Darth Aurora: "Seenaknya aja nyuruh!? Aku nggak peduli Rama mau nyasar
> kek, mau pingsan kek, terserah! Aku nggak peduli sama perjalanan ini!"
>
> Lala" "Alaaa, masak seeh!? Siapa tuh yang paling semangat ngepakin
> barang habis nerima undangan camping dari teman-teman MP-nya Rama?
> Siapa juga tuh yang
> dengan semangat 45-nya lari dan gelantungan di angkot demi supaya bisa
> cepet sampai ke Gunung Padang?"
>
> Darth Aurora (mengarahkan pedangnya ke arah Lala): "Say that again....... .."
>
> Wahita: "Eh eh eh eh, udah udah! Kok jadi ribut sendiri sih? Ya udah,
> biar aku yang beli tahunya."
>
> Rama (Status Wahita): "Maaf, Mang! Boleh beli tahu gorengnya sebungkus?"
>
> Penjual Tahu: "Mangga, Jang! Ini sebungkusnya 4 ribu."
>
> Rama (status Wahita): "4 ribu?"
>
> Darth Aurora: "Kampret!!! Wahita, minggir!!!"
>
> Rama (status Darth Aurora): "Mahal banget sih, Mang!? Biasanya
> seribuan, kok 4 ribu? Yang bener dong, Mang!"
>
> Penjual Tahu (agak takut karena suara Rama yang meninggi): "Iya, Jang!
> Biasa juga segitu?"
>
> Wahita: "Pssssst, udah lah! Darth Aurora, biar aku yang ngomong..."
>
> Rama (status Wahita): "Hmmm...mmm. .., ya udah lah, ini uangnya, Mang."
>
> Penjual Tahu (menyerahkan tahu, lalu pergi): "Makasih ya, Jang!"
>
> Darth Aurora (mencengkeram leher Wahita): "Shit! Kenapa kamu sok
> berlagak pahlawan dan ngebiarin tukang tahu sialan itu pergi!? Bedebah
> itu udah nipu kita!"
>
> Wahita (melepaskan cengkeraman Darth Aurora dengan sedikit sentilan
> aura): "Let it be... Darth Aurora, saat ini Rama sedang dalam
> perjalanan jauh dan membutuhkan
> banyak tenaga untuk bisa mengaktifkan kita berlima. Kalau kamu nggak
> bisa ngendaliin diri dan membuang energi percuma, bisa-bisa Rama
> pingsan di jalan.
> Please be wise, control yourself..."
>
> Darth Aurora: "...like hell I will!"
>
> Wahita: "OK, Tiara...ayo makan... Kamu kan yang dari tadi ngeluh? Ayo
> charge ulang tenaga Rama...that' s your job..."
>
> Tiara: "Yups... NYAM NYAM NYAM!"
>
> Wahita: "So, how's that, Aurora?"
>
> Aurora: "Reparasi berhasil...sistem aura Rama dan peralatanku sudah
> bekerja normal..."
>
> Lala: "Masih jauh nggak? Aku udah nggak sabar nih mau ketemu
> teman-teman disana! Pasti nyenengin banget deh!"
>
> Aurora: "Tergantung macet tidaknya jalan kesana. Sekarang laju bus
> agak tersendat karena memang sudah macet dari tadi, tapi menurutku
> Rama bisa sampai Sukabumi
> sebelum gelap. Menurutku, lebih baik kita berlima non aktif untuk
> sementara waktu."
>
> Wahita: "Supaya Rama tertidur ya? Ide bagus. Jadi Rama nggak harus
> terus-terusan mengeluarkan tenaga untuk mengaktifkan kita. Tapi, salah
> satu dari kita
> harus ada yang aktif buat berjaga-jaga, kali kali aja ada SMS atau
> telepon dari temannya Rama disana, atau untuk menjaga dari copet dan
> orang Jahat. So...?"
>
> Darth Aurora: "Yeah yeah yeah, I'll do it!"
>
> Wahita: "Terkadang kamu bisa juga bijaksana ya, sobat?
> OK...teman-teman, kita non aktif sekarang!"
>
> -> Sukabumi, 31 Mei 2008 - 16:48 WIB: Akhirnya, bus yang ditumpangi
> Rama memasuki terminal Sukabumi. Setelah turun dari bus, Rama segera
> mencari tukang
> ojek dan memintanya untuk mengantar sampai ke Gunung Padang.
>
> Lala (terbang kegirangan): "Asyik!!! Waaahhh!!! Seru banget! Udaranya
> sejuk! Pemandangan sekitar juga mempesona!!! Wah, ternyata lebih asyik
> menikmati pemandangan
> ini dari motor ketimbang dari mobil ya? Jadi nggak rugi nih walaupun
> nggak berangkat bareng rombongan! Aurora, bisa zoom out nggak supaya
> lebih jelas
> ngeliat pemandangannya? "
>
> Aurora: "Maaf, Lala...tenaga Rama udah nggak mencukupi untuk melakukan
> zoom out dan memperluas bidang pandang."
>
> Lala: "Ah, sayang, ya? Padahal pemandangan gunung di waktu matahari
> terbenam gini tuh indah banget."
>
> Tiara: "Setuju! Walaupun aku agak kedinginan nih, tapi suasananya romantis!"
>
> Wahita: "Luar biasa... Jadi ini legenda Situs Megalitik Gunung Padang
> yang terkenal itu? Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi
> kesempatan menyaksikan
> karyanya yang menakjubkan ini..."
>
> Lala (terbang berputar untuk mengamati sekitar): "Eh, lihat! Ada
> perkebunan teh juga disini! Lihat juga, tuh! Ada lembah, di bawahnya
> ada sawah! Waaah!?"
>
> Tiara: "Iya! Aku juga suka suasananya.. .remang-remang, dan banyak
> kerlipan lampu di sisi gunung... Suara hembusan angin dan satwa
> sekitar juga membuat suasana
> jadi ... duh, aku jadi terharu..."
>
> Wahita: "Aurora, apa kau punya pengetahuan seputar Situs Megalitik
> Gunung Padang ini?"
>
> Aurora (membuka perangkat gadgetnya): "Iya. Gunung ini disokong oleh
> bebatuan alami yang dibangun dan disusun oleh nenek moyang bangsa
> Indonesia sejak ratusan
> tahun silam. Nama "Gunung Padang" sendiri diambil karena ukuran tempat
> ini yang besar, dan puncak gunungnya bercahaya bila diterpa sinar.
> Pemerintah Indonesia
> baru meresmikan tempat ini tahun 1982, dan sejak itu, tempat yang juga
> menjadi sarana ziarah dan pemujaan ini banyak dikunjungi orang.
> Presiden Susilo
> Bambang Yudhoyono bahkan pernah kesini juga..."
>
> Wahita: "Maha besar Tuhan yang telah melukis tempat ini..."
>
> Lala: "Ngomong-ngomong mana nih Darth Aurora? Kok nggak kedengeran suaranya?"
>
> Darth Aurora (mabuk gunung): "..."
>
> -> Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 18:40 WIB: Akhirnya, setelah lebih
> dari 1 jam berkendara di atas ojek, Rama tiba juga di tempat tujuan
> dan langsung disambut
> Mas Opang, rekan MP yang mengundangnya. Lalu, Mas Opang membawa Rama
> masuk ke rumah penduduk yang bertindak selaku kuncen, lalu
> memperkenalkannya dengan
> teman-teman yang lain.
>
> Lala: "Wah, bocor-bocor tuh temennya Rama! Apalagi yang namanya Yeyen,
> seru banget orangnya! Itu Rika, si Chatfly ya? Cool as always!"
>
> Aurora: "Iya..., kamu masih ingat ya, Lala? Beberapa di antara mereka
> kan sudah pernah ketemuan sebelumnya, jadi ... lho, Tiara? Kamu
> kenapa?"
>
> Tiara (meneteskan air mata, lalu mulai terisak): "..."
>
> Lala (kaget): "Tiara? Tiara!? Ih, kamu kenapa? Kok tiba-tiba aja nangis?"
>
> Tiara (terisak): "Oh, tidak..., ya Tuhan... Wahita...tolong hentikan
> mendeteksi isi kepalanya... aku...aku tak sanggup menyaksikan dan
> merasakan kesedihannya. ..
> Wahita, kumohon..."
>
> Wahita (menghentikan proses deteksi dan penyaluran energi ke tubuh
> teman baru Rama): "Jadi kamu juga merasakannya ya, Tiara? Maafkan
> aku...aku tak sengaja
> menemukan kesedihan dan penderitaan dalam kepala wanita ini saat
> melakukan pemijatan... "
>
> Tiara (mulai histeris): "Aku mohon berhenti, Wahita...! Please...!"
>
> Wahita (terbang menghampiri Tiara dan menenangkannya dengan mengelus
> rambut Tiara): "Tenanglah, Tiara... Sebagai sisi emosional dari Rama
> yang paling peka
> terhadap rasa, kamu seharusnya tidak terlalu membandingkannya dengan
> keadaan diri Rama. Iya, memang benar bahwa penderitaan dan kesedihan
> dalam kepala
> teman wanita Rama itu sangat berat, tapi..."
>
> Tiara (histeris, memotong ucapan Wahita): "Tapi trauma yang dialami
> wanita itu mengingatkanku pada kisah sedih itu! Oh, Tuhan! Aku tak mau
> Rama mengalaminya
> lagi...mengalami hal yang sama...!"
>
> Wahita (merangkul Tiara): "Dengar dulu kataku... Tiara, ini sudah
> menjadi tugas Rama untuk membantu siapa saja, termasuk melegakan hati
> teman-temannya dari
> beban apapun yang dirasakan. Jadi, kita akan sering sekali menjumpai
> hal semacam ini. Jadi, kumohon kamu bisa mengontrol emosimu, karena
> ini bukan beban
> buat Rama dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. So,
> wipe your tears dry... Kasihan tuh Lala main main sendiri. Jangan
> sampai kepekaanmu
> mengubah ekspresi muka Rama jadi sedih... Ingat, dia diundang untuk
> memberi semangat buat teman-temannya. So, let's help him, okay?"
>
> Tiara (menghentikan tangisnya,): "...iya...maaf ya..."
>
> Wahita: "That's better! So, kita berikan waktu rekreasi ini untuk
> Rama... Lala, kamu yang paling depan ya! Keluarkan seluruh keceriaan
> yang kamu punya!
> Tiara, nikmati suasana sekitar dan bersantailah, sementara Darth
> Aurora yang akan berjaga-jaga kalau ada apa-apa. Biar aku yang tuntun
> Rama jalan dan mendaki
> gunung ini. Aurora, bisa tolong analisa keadaan sekeliling?"
>
> Aurora: "Keadaan aman dari gangguan fisik maupun mental. Kondisi area
> tidak terlalu sulit untuk dikuasai, hanya saja Rama harus berhati-hati
> dengan undak-undakannya,
> karena semuanya terbuat dari batu."
>
> Darth Aurora (mendengus): "...and WHY everytime we have to deal with
> security everyone always order ME, ME ALONE!?"
>
> -> Puncak Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 20:30 WIB: Akhirnya, Rama
> beserta rombongan sampai juga di puncak gunung dan bergabung dengan
> rekan-rekan MP yang
> telah sampai lebih dulu dan sudah selesai mendirikan tenda. Setelah
> makan dan berbincang-bincang, tibalah saat peserta memperkenalkan
> diri.
>
> Darth Aurora (membusungkan dada): "Hahahahaha, lihat muka dan ekspresi
> kagum mereka waktu tahu Rama datang kesini sendiri tanpa dibantu orang
> lain. Ya, ayo
> puji terus, karena itu memang layak!"
>
> Wahita: "Jangan jumawa, Darth Aurora. Rama bisa sampai kesini bukan
> karena kita saja, tapi karena Tuhan memang memberinya perlindungan dan
> orang lain juga
> ikut membantunya. Jadi, simpan arogansimu itu, Darth Aurora..."
>
> Darth Aurora: "..."
>
> Lala: "Tuh khan? Ribut lagi ribut lagi? Aku kan lagi asyik ngobrol ama
> Bu Rachmi, nih! Eh, oops? Wah? Waduh? Gimana neeh!?"
>
> Aurora: "Kenapa, Lala?"
>
> Lala: "Mas Opang tuh! Dia minta Rama berdiri dan ngasih motivasi!
> Aduh, gawat gawat gawat! Aku ini kan penggembira, jadi nggak bakalan
> bisa ngomong serius
> tanpa hahahihi di hadapan orang banyak? Yang bisa kan cuma Wahita?
> Duh, mana dia lagi tidur? Gimana dong?"
>
> Rama (status Lala, berusaha bicara serius seperti saat kesadaran
> dikendalikan Wahita): "Ya, ehem...selamat malam teman-teman, terima
> kasih telah saya diundang...ehem,
> telah mengundang saya untuk menghadiri malam yang berbahagia ini..."
>
> Lala (panik): "Aduuuuhhh!! !??? Gimana donk!?!? Wahita!!! Ayo bangun
> dong!!! Aku groggy nih!!! Nggak biasa ngomong serius kayak
> kamu...please dong!!! AYO
> BANGUUUUUUNNNN! !!!!"
>
> Wahita (tiba-tiba bangun): "Kamu butuh bantuan, Lala?"
>
> Lala: "NGGAK!!! Makan aja tuh bolu sebakul! Ya IYA LAA, masa iya DONK?
> Ayo gantiin posisiku nih! Tuh kaki Rama udah gemeteran khan?"
>
> Wahita: "OK...biar aku maju, sekarang kamu istirahat aja..."
>
> Lala: "Thanks, God! Btw, lap dulu tuh iler sama beleknya!"
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 00:36 WIB: Rama semakin akrab
> dengan rekan-rekan MP yang lain. Sambil duduk di atas matras yang
> digelar di tengah-tengah
> barisan tenda, Rama membaur dengan rekan-rekan MP yang tengah
> menikmati suasana malam.
>
> Rama (status Wahita, melakukan gerakan penyembuhan ke tubuh salah satu
> teman): "Hmmm, lepaskan bebanmu... Kalau mau nangis, nangis aja...
> Beban pikiranmu
> memang harus dirilis nih, supaya kamu plong..."
> Teman Wanita (sambil menangis): "Iya...makasih ya..."
>
> Teman Pria: "Habis itu saya juga mau ya!"
>
> Rama (status Wahita): "OK!"
>
> Aurora: "Peringatan! Rama butuh energi tambahan! Mohon segera mengisi
> perut dengan makanan!"
>
> Rama (status Wahita): "Maaf, boleh minta bolu kejunya?"
>
> Teman Wanita 2: "Oh, iya iya..., ini nih! Rama mau kopi juga?"
>
> Rama (Wahita mundur, status Lala): "CofeeMix ada nggak? Pokoknya apa
> yang ada keluarin aja deh! Mbak, kamu mau nggak keluar bareng aku?"
>
> Teman Wanita: "Ih apaan seeh!?"
> Tiara (makan dan minum): "NYAM NYAM NYAM"
>
> Aurora: "Tenaga pulih, siap digunakan!"
>
> Wahita: "OK Lala, ayo mundur. Biar aku tangani teman pria Rama ini.
> Hmmm, sepertinya aku butuh tenaga ekstra, karena kumparan energi di
> tubuh Rama sudah
> menumpuk banyak sekali. Sudah lebih dari lima orang yang harus kita
> tangani. Panasnya harus dilepaskan."
>
> Rama (status Wahita, melepaskan kaus dan singlet): "OK... Wah, gerah
> juga ya? Well, daerah kepala...migren. ..penyakit malarindu... "
>
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:02 WIB: Setelah menggunakan
> Wahita dan Tiara untuk melakukan gerakan penyembuhan dan konseling,
> Wahita dan Tiara
> langsung non aktif. Rama pun merebahkan diri di atas terpal, posisi
> terlentang berdesak-desakan dengan teman wanitanya di dalam sleeping
> bag.
>
> Lala (tertawa terpingkal-pingkal) : "Hihihihihi, kok tiba-tiba aja
> ngomongin pentil sih? Aku jadi ngebayangin pentilnya Rama,
> temen-temennya Rama, dan pentil-pentil
> kita sendiri nih! Hahahahaha!"
>
> Wahita dan Tiara (kecapaian): "Zzz...zzz.. .zzz"
>
> Aurora (memberi analisa terakhir sebelum ikut shut down): "Tanpa
> adanya kontrol Wahita dan membiarkan Lala mendominasi dialog tentang
> pentil ini, Rama telah
> melewati ambang batas kewarasan sebuah otak manusia... Semoga analisa
> ini menjadi bagian yang pentil dan berguna bagi kepentilan orang
> banyak."
>
> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:28 WIB: Setelah selesai
> bersenda gurau, Rama pun tertidur. Empat karakternya; Wahita, Tiara,
> Aurora, dan Lala
> pun telah non aktif. Hanya satu kesadaran yang tetap aktif dan membuat
> Rama tetap mengetahui keadaan sekelilingnya. Dialah, Darth Aurora...
>
> Darth Aurora (menggunakan kekuatannya untuk menjangkau makhluk-makhluk
> tak kasat mata di sekeliling bumi perkemahan): "Wahai kalian semua,
> aku yang bertanggungjawab
> atas anak manusia ini. Maka, kuminta ijin kalian untuk menjaga mereka semua!"
>
> Darth Aurora (menyelimuti tubuh Rama dengan aura hangat, bicara
> sendiri): "Hmph... Sebenarnya aku malas melakukan ini, tapi walau
> bagaimanapun, Tuhan telah
> memberikan aku tugas sebagai fisik Rama, sebagai pelindung
> Rama...jadi, apa boleh buat... Selamat tidur, anak manusia..."
>
> Wahita (tiba-tiba berdiri di belakang Darth Aurora): "Jadi, kau
> mengakuinya juga, sobat?"
>
> Darth Aurora (kaget): "Sial! Sejak kapan kamu berdiri disitu?"
>
> Wahita: "Aku hanya pura-pura tidur, begitu pula teman-teman yang lain.
> Kau sendiri sadar kalau di alam terbuka seperti ini, Rama butuh
> perlindungan ekstra.
> Aku dan yang lain tak mungkin membiarkannya begitu saja. Jujur, kami
> kaget mendengar pengakuanmu, Darth Aurora... Ternyata kau juga
> peduli..."
>
> Darth Aurora: "Hmph! Itu hanya karena aku telah berjanji pada Tuhan
> untuk melindungi Rama, jadi jangan salah sangka!"
>
> Wahita: "Begitukah, wahai fisik Rama? Kau tak akan pernah bisa
> berbohong dari mataku, Darth Aurora. Meski kau adalah fisik Rama yang
> juga menyimpan sifat-sifat
> negatif Rama, tapi kau tetap menyayanginya dengan sepenuh hati, karena
> kau tetap ingin jadi bagian dari kami, dan bila Rama sampai sirna,
> maka kami dan
> juga kamu akan sirna, iya kan? Tapi aku tahu bukan itu saja motifmu.
> Aku tahu bahwa secara sembunyi-sembunyi kamu jugalah yang selalu
> melindungi fisik
> Rama dari ancaman dan gangguan, dan itu kamu lakukan semata-mata
> karena ingin melindungi Rama..."
>
> Darth Aurora: "Kurasa aku tak bisa mengelak, wahai Wahita, simbol
> spiritual diri Rama...namun, biar ini jadi rahasiamu dan Tuhan... Aku
> tak mau
> siapapun tahu...dan jangan tanya kenapa..."
>
> Wahita: "Tak masalah..., pentilku jaminannya.. .! So, kupercayakan
> Rama beserta pentilnya padamu...aku tidur..."
>
> Darth Aurora: "..."
>
> Rama pun tidur pulas dan bermimpi indah, mimpi indah tentang
> persahabatannya dengan rekan-rekan MP, yang berubah jadi kenyataan
> saat ia terbangun di pagi
> hari, hingga ia meninggalkan Gunung Padang, dan semoga saja...hingga
> ia menutup mata...
>
- 9f.
-
Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke Gunung Padang
Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 11:50 pm (PDT)
Hehehe, Mbak Indar, kan saya cowok, jadi wajar lah kalau seneng
dikelilingi cewek-cewek! *senyum kuda* Terima kasih juga buat Mas
Aditya (wah namanya hampir sama nih).
Semangaaattt!!!
On 8/12/09, Satya Aditya <ukasah_aditya@yahoo.com > wrote:
>
> Rama..!!! Hebat tulisanmu, Semangat berkarya ya
>
>
>
> Salam
> Ukasah aditya
> ~Pena Peradaban~
> "Turn From zero to hero"
>
> --- On Tue, 8/11/09, patisayang <patisayang@yahoo.com > wrote:
>
>
> From: patisayang <patisayang@yahoo.com >
> Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Catatan Lima Bidadari) Perjalanan Ke
> Gunung Padang
> To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
> Date: Tuesday, August 11, 2009, 10:12 PM
>
>
>
>
>
>
> Ramaaa! Gile bener bidadari2mu itu. Nano-nano! :)Nyesel br kenal skrg. Btw,
> u kan cwok, knp g bidadara aja? Gak bs dipakein baju seksi ya? Hehe...Mau
> kubikinkan teman versiku ngambl dr multiple intelligence gak? Hehe.
>
> Salam,
> Indar
>
> --- In sekolah-kehidupan@ yahoogroups. com, Ramaditya Skywalker <ramavgm@...
>> wrote
>>
>>
>> (Diambil dari catatan harian Ramaditya, Juni 2008)
>>
>
>>
>> Darth Aurora (mengumpat): "Dasar brengsek! Mentang-mentang pembicara
>> itu jadi sponsor, terus seenaknya aja nyerobot sesi bicara Rama? Kalo
>> ampe telat dan
>> kemaleman di Sukabumi, apa mereka mau tanggung jawab!?"
>>
>> Tiara (mengeluh): "Aduuuuuuhhhh, pelan-pelan dong! Aku kan belum makan
>> siang?"
>>
>> Aurora (memeriksa waktu): "Tiara, menurut perhitunganku, kayaknya
>> perjalanan ke Sukabumi bakal makan waktu sekitar 4 sampai 5 jam,
>> selebihnya aku masih
>> belum tahu berapa lama waktu yang kita perluin untuk sampai ke Gunung
>> Padang.
>>
>> Tiara: "Ya ampyun!!! Kalo kita semua pingsan, gimana dong...? Wahita!!!"
>>
>> Wahita (terbang mendekati Tiara): "Jangan khawatir, Tiara. Rama kan
>> sarapan ketupat sayur dua piring plus Indomie telor kornet semangkok,
>> dan dia udah minum
>> Ovaltine, kok? Jadi, kupikir dia masih punya cukup tenaga buat nerusin
>> perjalanan ke Sukabumi dan mengaktifkan kita semua."
>>
>> Aurora (mengkalkulasi) : "Ditambah juga dua kotak snack pagi yang
>> dikasih panitia seminar...jadi ada sokongan tenaga tambahan..."
>>
>> Lala (terbang kesana kemari): "Ayo ayo ayo...AYO AYO AYO!!! Itu dia
>> busnya, Langsung Jaya jurusan Kampung Rambutan - Sukabumi! Cihuy!!!"
>>
>> -> Terminal Kampung Rambutan, 31 Mei 2008 - 13:53 WIB: Akhirnya,
>> setelah menunggu sekitar 1 jam hingga isi bus penuh, Rama pun naik ke
>> bus Langsung Jaya
>> yang akan mengantarnya ke kota Sukabumi.
>>
>> Tiara (mengeluh): "Aduuuhhh, panas! Wahita! Emangnya nggak ada bus AC ya?"
>>
>> Wahita: "Aku sudah cek, Tiara, tapi memang cuma bus ekonomi ini yang
>> ada...nggak ada yang pakai AC."
>>
>> Darth Aurora: "Dan penumpang keparat itu seenaknya aja buang angin
>> tanpa mikir-mikir kita duduk di belakangnya? "
>>
>> Aurora (memeriksa peralatannya yang tiba-tiba error): "Pencemaran
>> udara...terjadi kesalahan fatal pada sistem...perangkat mati total!"
>>
>> Lala (menutup hidung): "Hhhh, gimana nggak jadi rusak coba? Wong aroma
>> buang anginnya aja kombinasi antara ubi ama telor gini nih? Ditambah
>> lagi Rama lupa
>> pake deodoran...komplit deh!"
>>
>> Wahita: "Aurora, apa peralatanmu masih bisa diperbaiki dengan cadangan
>> tenaga Rama sekarang? Karena tanpa itu, kita bakal kesulitan nemuin
>> perkemahan teman-teman
>> Multiplyers yang mengundang Rama kesana, Apalagi Rama belum pernah ke
>> Gunung Padang sebelumnya."
>>
>> Aurora: "Riskan sekali, Wahita...kecuali, kalau Rama sedikit mengisi
>> perutnya. Darth Aurora, bisa tolong belikan tahu goreng buat Rama?
>> Tuh, sama penjual
>> itu tuh!"
>>
>> Darth Aurora: "Seenaknya aja nyuruh!? Aku nggak peduli Rama mau nyasar
>> kek, mau pingsan kek, terserah! Aku nggak peduli sama perjalanan ini!"
>>
>> Lala" "Alaaa, masak seeh!? Siapa tuh yang paling semangat ngepakin
>> barang habis nerima undangan camping dari teman-teman MP-nya Rama?
>> Siapa juga tuh yang
>> dengan semangat 45-nya lari dan gelantungan di angkot demi supaya bisa
>> cepet sampai ke Gunung Padang?"
>>
>> Darth Aurora (mengarahkan pedangnya ke arah Lala): "Say that again.......
>> .."
>>
>> Wahita: "Eh eh eh eh, udah udah! Kok jadi ribut sendiri sih? Ya udah,
>> biar aku yang beli tahunya."
>>
>> Rama (Status Wahita): "Maaf, Mang! Boleh beli tahu gorengnya sebungkus?"
>>
>> Penjual Tahu: "Mangga, Jang! Ini sebungkusnya 4 ribu."
>>
>> Rama (status Wahita): "4 ribu?"
>>
>> Darth Aurora: "Kampret!!! Wahita, minggir!!!"
>>
>> Rama (status Darth Aurora): "Mahal banget sih, Mang!? Biasanya
>> seribuan, kok 4 ribu? Yang bener dong, Mang!"
>>
>> Penjual Tahu (agak takut karena suara Rama yang meninggi): "Iya, Jang!
>> Biasa juga segitu?"
>>
>> Wahita: "Pssssst, udah lah! Darth Aurora, biar aku yang ngomong..."
>>
>> Rama (status Wahita): "Hmmm...mmm. .., ya udah lah, ini uangnya, Mang."
>>
>> Penjual Tahu (menyerahkan tahu, lalu pergi): "Makasih ya, Jang!"
>>
>> Darth Aurora (mencengkeram leher Wahita): "Shit! Kenapa kamu sok
>> berlagak pahlawan dan ngebiarin tukang tahu sialan itu pergi!? Bedebah
>> itu udah nipu kita!"
>>
>> Wahita (melepaskan cengkeraman Darth Aurora dengan sedikit sentilan
>> aura): "Let it be... Darth Aurora, saat ini Rama sedang dalam
>> perjalanan jauh dan membutuhkan
>> banyak tenaga untuk bisa mengaktifkan kita berlima. Kalau kamu nggak
>> bisa ngendaliin diri dan membuang energi percuma, bisa-bisa Rama
>> pingsan di jalan.
>> Please be wise, control yourself..."
>>
>> Darth Aurora: "...like hell I will!"
>>
>> Wahita: "OK, Tiara...ayo makan... Kamu kan yang dari tadi ngeluh? Ayo
>> charge ulang tenaga Rama...that' s your job..."
>>
>> Tiara: "Yups... NYAM NYAM NYAM!"
>>
>> Wahita: "So, how's that, Aurora?"
>>
>> Aurora: "Reparasi berhasil...sistem aura Rama dan peralatanku sudah
>> bekerja normal..."
>>
>> Lala: "Masih jauh nggak? Aku udah nggak sabar nih mau ketemu
>> teman-teman disana! Pasti nyenengin banget deh!"
>>
>> Aurora: "Tergantung macet tidaknya jalan kesana. Sekarang laju bus
>> agak tersendat karena memang sudah macet dari tadi, tapi menurutku
>> Rama bisa sampai Sukabumi
>> sebelum gelap. Menurutku, lebih baik kita berlima non aktif untuk
>> sementara waktu."
>>
>> Wahita: "Supaya Rama tertidur ya? Ide bagus. Jadi Rama nggak harus
>> terus-terusan mengeluarkan tenaga untuk mengaktifkan kita. Tapi, salah
>> satu dari kita
>> harus ada yang aktif buat berjaga-jaga, kali kali aja ada SMS atau
>> telepon dari temannya Rama disana, atau untuk menjaga dari copet dan
>> orang Jahat. So...?"
>>
>> Darth Aurora: "Yeah yeah yeah, I'll do it!"
>>
>> Wahita: "Terkadang kamu bisa juga bijaksana ya, sobat?
>> OK...teman-teman, kita non aktif sekarang!"
>>
>> -> Sukabumi, 31 Mei 2008 - 16:48 WIB: Akhirnya, bus yang ditumpangi
>> Rama memasuki terminal Sukabumi. Setelah turun dari bus, Rama segera
>> mencari tukang
>> ojek dan memintanya untuk mengantar sampai ke Gunung Padang.
>>
>> Lala (terbang kegirangan): "Asyik!!! Waaahhh!!! Seru banget! Udaranya
>> sejuk! Pemandangan sekitar juga mempesona!!! Wah, ternyata lebih asyik
>> menikmati pemandangan
>> ini dari motor ketimbang dari mobil ya? Jadi nggak rugi nih walaupun
>> nggak berangkat bareng rombongan! Aurora, bisa zoom out nggak supaya
>> lebih jelas
>> ngeliat pemandangannya? "
>>
>> Aurora: "Maaf, Lala...tenaga Rama udah nggak mencukupi untuk melakukan
>> zoom out dan memperluas bidang pandang."
>>
>> Lala: "Ah, sayang, ya? Padahal pemandangan gunung di waktu matahari
>> terbenam gini tuh indah banget."
>>
>> Tiara: "Setuju! Walaupun aku agak kedinginan nih, tapi suasananya
>> romantis!"
>>
>> Wahita: "Luar biasa... Jadi ini legenda Situs Megalitik Gunung Padang
>> yang terkenal itu? Aku bersyukur kepada Tuhan karena telah diberi
>> kesempatan menyaksikan
>> karyanya yang menakjubkan ini..."
>>
>> Lala (terbang berputar untuk mengamati sekitar): "Eh, lihat! Ada
>> perkebunan teh juga disini! Lihat juga, tuh! Ada lembah, di bawahnya
>> ada sawah! Waaah!?"
>>
>> Tiara: "Iya! Aku juga suka suasananya.. .remang-remang, dan banyak
>> kerlipan lampu di sisi gunung... Suara hembusan angin dan satwa
>> sekitar juga membuat suasana
>> jadi ... duh, aku jadi terharu..."
>>
>> Wahita: "Aurora, apa kau punya pengetahuan seputar Situs Megalitik
>> Gunung Padang ini?"
>>
>> Aurora (membuka perangkat gadgetnya): "Iya. Gunung ini disokong oleh
>> bebatuan alami yang dibangun dan disusun oleh nenek moyang bangsa
>> Indonesia sejak ratusan
>> tahun silam. Nama "Gunung Padang" sendiri diambil karena ukuran tempat
>> ini yang besar, dan puncak gunungnya bercahaya bila diterpa sinar.
>> Pemerintah Indonesia
>> baru meresmikan tempat ini tahun 1982, dan sejak itu, tempat yang juga
>> menjadi sarana ziarah dan pemujaan ini banyak dikunjungi orang.
>> Presiden Susilo
>> Bambang Yudhoyono bahkan pernah kesini juga..."
>>
>> Wahita: "Maha besar Tuhan yang telah melukis tempat ini..."
>>
>> Lala: "Ngomong-ngomong mana nih Darth Aurora? Kok nggak kedengeran
>> suaranya?"
>>
>> Darth Aurora (mabuk gunung): "..."
>>
>> -> Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 18:40 WIB: Akhirnya, setelah lebih
>> dari 1 jam berkendara di atas ojek, Rama tiba juga di tempat tujuan
>> dan langsung disambut
>> Mas Opang, rekan MP yang mengundangnya. Lalu, Mas Opang membawa Rama
>> masuk ke rumah penduduk yang bertindak selaku kuncen, lalu
>> memperkenalkannya dengan
>> teman-teman yang lain.
>>
>> Lala: "Wah, bocor-bocor tuh temennya Rama! Apalagi yang namanya Yeyen,
>> seru banget orangnya! Itu Rika, si Chatfly ya? Cool as always!"
>>
>> Aurora: "Iya..., kamu masih ingat ya, Lala? Beberapa di antara mereka
>> kan sudah pernah ketemuan sebelumnya, jadi ... lho, Tiara? Kamu
>> kenapa?"
>>
>> Tiara (meneteskan air mata, lalu mulai terisak): "..."
>>
>> Lala (kaget): "Tiara? Tiara!? Ih, kamu kenapa? Kok tiba-tiba aja nangis?"
>>
>> Tiara (terisak): "Oh, tidak..., ya Tuhan... Wahita...tolong hentikan
>> mendeteksi isi kepalanya... aku...aku tak sanggup menyaksikan dan
>> merasakan kesedihannya. ..
>> Wahita, kumohon..."
>>
>> Wahita (menghentikan proses deteksi dan penyaluran energi ke tubuh
>> teman baru Rama): "Jadi kamu juga merasakannya ya, Tiara? Maafkan
>> aku...aku tak sengaja
>> menemukan kesedihan dan penderitaan dalam kepala wanita ini saat
>> melakukan pemijatan... "
>>
>> Tiara (mulai histeris): "Aku mohon berhenti, Wahita...! Please...!"
>>
>> Wahita (terbang menghampiri Tiara dan menenangkannya dengan mengelus
>> rambut Tiara): "Tenanglah, Tiara... Sebagai sisi emosional dari Rama
>> yang paling peka
>> terhadap rasa, kamu seharusnya tidak terlalu membandingkannya dengan
>> keadaan diri Rama. Iya, memang benar bahwa penderitaan dan kesedihan
>> dalam kepala
>> teman wanita Rama itu sangat berat, tapi..."
>>
>> Tiara (histeris, memotong ucapan Wahita): "Tapi trauma yang dialami
>> wanita itu mengingatkanku pada kisah sedih itu! Oh, Tuhan! Aku tak mau
>> Rama mengalaminya
>> lagi...mengalami hal yang sama...!"
>>
>> Wahita (merangkul Tiara): "Dengar dulu kataku... Tiara, ini sudah
>> menjadi tugas Rama untuk membantu siapa saja, termasuk melegakan hati
>> teman-temannya dari
>> beban apapun yang dirasakan. Jadi, kita akan sering sekali menjumpai
>> hal semacam ini. Jadi, kumohon kamu bisa mengontrol emosimu, karena
>> ini bukan beban
>> buat Rama dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. So,
>> wipe your tears dry... Kasihan tuh Lala main main sendiri. Jangan
>> sampai kepekaanmu
>> mengubah ekspresi muka Rama jadi sedih... Ingat, dia diundang untuk
>> memberi semangat buat teman-temannya. So, let's help him, okay?"
>>
>> Tiara (menghentikan tangisnya,): "...iya...maaf ya..."
>>
>> Wahita: "That's better! So, kita berikan waktu rekreasi ini untuk
>> Rama... Lala, kamu yang paling depan ya! Keluarkan seluruh keceriaan
>> yang kamu punya!
>> Tiara, nikmati suasana sekitar dan bersantailah, sementara Darth
>> Aurora yang akan berjaga-jaga kalau ada apa-apa. Biar aku yang tuntun
>> Rama jalan dan mendaki
>> gunung ini. Aurora, bisa tolong analisa keadaan sekeliling?"
>>
>> Aurora: "Keadaan aman dari gangguan fisik maupun mental. Kondisi area
>> tidak terlalu sulit untuk dikuasai, hanya saja Rama harus berhati-hati
>> dengan undak-undakannya,
>> karena semuanya terbuat dari batu."
>>
>> Darth Aurora (mendengus): "...and WHY everytime we have to deal with
>> security everyone always order ME, ME ALONE!?"
>>
>> -> Puncak Gunung Padang, 31 Mei 2008 - 20:30 WIB: Akhirnya, Rama
>> beserta rombongan sampai juga di puncak gunung dan bergabung dengan
>> rekan-rekan MP yang
>> telah sampai lebih dulu dan sudah selesai mendirikan tenda. Setelah
>> makan dan berbincang-bincang, tibalah saat peserta memperkenalkan
>> diri.
>>
>> Darth Aurora (membusungkan dada): "Hahahahaha, lihat muka dan ekspresi
>> kagum mereka waktu tahu Rama datang kesini sendiri tanpa dibantu orang
>> lain. Ya, ayo
>> puji terus, karena itu memang layak!"
>>
>> Wahita: "Jangan jumawa, Darth Aurora. Rama bisa sampai kesini bukan
>> karena kita saja, tapi karena Tuhan memang memberinya perlindungan dan
>> orang lain juga
>> ikut membantunya. Jadi, simpan arogansimu itu, Darth Aurora..."
>>
>> Darth Aurora: "..."
>>
>> Lala: "Tuh khan? Ribut lagi ribut lagi? Aku kan lagi asyik ngobrol ama
>> Bu Rachmi, nih! Eh, oops? Wah? Waduh? Gimana neeh!?"
>>
>> Aurora: "Kenapa, Lala?"
>>
>> Lala: "Mas Opang tuh! Dia minta Rama berdiri dan ngasih motivasi!
>> Aduh, gawat gawat gawat! Aku ini kan penggembira, jadi nggak bakalan
>> bisa ngomong serius
>> tanpa hahahihi di hadapan orang banyak? Yang bisa kan cuma Wahita?
>> Duh, mana dia lagi tidur? Gimana dong?"
>>
>> Rama (status Lala, berusaha bicara serius seperti saat kesadaran
>> dikendalikan Wahita): "Ya, ehem...selamat malam teman-teman, terima
>> kasih telah saya diundang...ehem,
>> telah mengundang saya untuk menghadiri malam yang berbahagia ini..."
>>
>> Lala (panik): "Aduuuuhhh!! !??? Gimana donk!?!? Wahita!!! Ayo bangun
>> dong!!! Aku groggy nih!!! Nggak biasa ngomong serius kayak
>> kamu...please dong!!! AYO
>> BANGUUUUUUNNNN! !!!!"
>>
>> Wahita (tiba-tiba bangun): "Kamu butuh bantuan, Lala?"
>>
>> Lala: "NGGAK!!! Makan aja tuh bolu sebakul! Ya IYA LAA, masa iya DONK?
>> Ayo gantiin posisiku nih! Tuh kaki Rama udah gemeteran khan?"
>>
>> Wahita: "OK...biar aku maju, sekarang kamu istirahat aja..."
>>
>> Lala: "Thanks, God! Btw, lap dulu tuh iler sama beleknya!"
>> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 00:36 WIB: Rama semakin akrab
>> dengan rekan-rekan MP yang lain. Sambil duduk di atas matras yang
>> digelar di tengah-tengah
>> barisan tenda, Rama membaur dengan rekan-rekan MP yang tengah
>> menikmati suasana malam.
>>
>> Rama (status Wahita, melakukan gerakan penyembuhan ke tubuh salah satu
>> teman): "Hmmm, lepaskan bebanmu... Kalau mau nangis, nangis aja...
>> Beban pikiranmu
>> memang harus dirilis nih, supaya kamu plong..."
>> Teman Wanita (sambil menangis): "Iya...makasih ya..."
>>
>> Teman Pria: "Habis itu saya juga mau ya!"
>>
>> Rama (status Wahita): "OK!"
>>
>> Aurora: "Peringatan! Rama butuh energi tambahan! Mohon segera mengisi
>> perut dengan makanan!"
>>
>> Rama (status Wahita): "Maaf, boleh minta bolu kejunya?"
>>
>> Teman Wanita 2: "Oh, iya iya..., ini nih! Rama mau kopi juga?"
>>
>> Rama (Wahita mundur, status Lala): "CofeeMix ada nggak? Pokoknya apa
>> yang ada keluarin aja deh! Mbak, kamu mau nggak keluar bareng aku?"
>>
>> Teman Wanita: "Ih apaan seeh!?"
>> Tiara (makan dan minum): "NYAM NYAM NYAM"
>>
>> Aurora: "Tenaga pulih, siap digunakan!"
>>
>> Wahita: "OK Lala, ayo mundur. Biar aku tangani teman pria Rama ini.
>> Hmmm, sepertinya aku butuh tenaga ekstra, karena kumparan energi di
>> tubuh Rama sudah
>> menumpuk banyak sekali. Sudah lebih dari lima orang yang harus kita
>> tangani. Panasnya harus dilepaskan."
>>
>> Rama (status Wahita, melepaskan kaus dan singlet): "OK... Wah, gerah
>> juga ya? Well, daerah kepala...migren. ..penyakit malarindu... "
>>
>> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:02 WIB: Setelah menggunakan
>> Wahita dan Tiara untuk melakukan gerakan penyembuhan dan konseling,
>> Wahita dan Tiara
>> langsung non aktif. Rama pun merebahkan diri di atas terpal, posisi
>> terlentang berdesak-desakan dengan teman wanitanya di dalam sleeping
>> bag.
>>
>> Lala (tertawa terpingkal-pingkal) : "Hihihihihi, kok tiba-tiba aja
>> ngomongin pentil sih? Aku jadi ngebayangin pentilnya Rama,
>> temen-temennya Rama, dan pentil-pentil
>> kita sendiri nih! Hahahahaha!"
>>
>> Wahita dan Tiara (kecapaian): "Zzz...zzz.. .zzz"
>>
>> Aurora (memberi analisa terakhir sebelum ikut shut down): "Tanpa
>> adanya kontrol Wahita dan membiarkan Lala mendominasi dialog tentang
>> pentil ini, Rama telah
>> melewati ambang batas kewarasan sebuah otak manusia... Semoga analisa
>> ini menjadi bagian yang pentil dan berguna bagi kepentilan orang
>> banyak."
>>
>> -> Puncak Gunung Padang, 1 Juni 2008 - 03:28 WIB: Setelah selesai
>> bersenda gurau, Rama pun tertidur. Empat karakternya; Wahita, Tiara,
>> Aurora, dan Lala
>> pun telah non aktif. Hanya satu kesadaran yang tetap aktif dan membuat
>> Rama tetap mengetahui keadaan sekelilingnya. Dialah, Darth Aurora...
>>
>> Darth Aurora (menggunakan kekuatannya untuk menjangkau makhluk-makhluk
>> tak kasat mata di sekeliling bumi perkemahan): "Wahai kalian semua,
>> aku yang bertanggungjawab
>> atas anak manusia ini. Maka, kuminta ijin kalian untuk menjaga mereka
>> semua!"
>>
>> Darth Aurora (menyelimuti tubuh Rama dengan aura hangat, bicara
>> sendiri): "Hmph... Sebenarnya aku malas melakukan ini, tapi walau
>> bagaimanapun, Tuhan telah
>> memberikan aku tugas sebagai fisik Rama, sebagai pelindung
>> Rama...jadi, apa boleh buat... Selamat tidur, anak manusia..."
>>
>> Wahita (tiba-tiba berdiri di belakang Darth Aurora): "Jadi, kau
>> mengakuinya juga, sobat?"
>>
>> Darth Aurora (kaget): "Sial! Sejak kapan kamu berdiri disitu?"
>>
>> Wahita: "Aku hanya pura-pura tidur, begitu pula teman-teman yang lain.
>> Kau sendiri sadar kalau di alam terbuka seperti ini, Rama butuh
>> perlindungan ekstra.
>> Aku dan yang lain tak mungkin membiarkannya begitu saja. Jujur, kami
>> kaget mendengar pengakuanmu, Darth Aurora... Ternyata kau juga
>> peduli..."
>>
>> Darth Aurora: "Hmph! Itu hanya karena aku telah berjanji pada Tuhan
>> untuk melindungi Rama, jadi jangan salah sangka!"
>>
>> Wahita: "Begitukah, wahai fisik Rama? Kau tak akan pernah bisa
>> berbohong dari mataku, Darth Aurora. Meski kau adalah fisik Rama yang
>> juga menyimpan sifat-sifat
>> negatif Rama, tapi kau tetap menyayanginya dengan sepenuh hati, karena
>> kau tetap ingin jadi bagian dari kami, dan bila Rama sampai sirna,
>> maka kami dan
>> juga kamu akan sirna, iya kan? Tapi aku tahu bukan itu saja motifmu.
>> Aku tahu bahwa secara sembunyi-sembunyi kamu jugalah yang selalu
>> melindungi fisik
>> Rama dari ancaman dan gangguan, dan itu kamu lakukan semata-mata
>> karena ingin melindungi Rama..."
>>
>> Darth Aurora: "Kurasa aku tak bisa mengelak, wahai Wahita, simbol
>> spiritual diri Rama...namun, biar ini jadi rahasiamu dan Tuhan... Aku
>> tak mau
>> siapapun tahu...dan jangan tanya kenapa..."
>>
>> Wahita: "Tak masalah..., pentilku jaminannya.. .! So, kupercayakan
>> Rama beserta pentilnya padamu...aku tidur..."
>>
>> Darth Aurora: "..."
>>
>> Rama pun tidur pulas dan bermimpi indah, mimpi indah tentang
>> persahabatannya dengan rekan-rekan MP, yang berubah jadi kenyataan
>> saat ia terbangun di pagi
>> hari, hingga ia meninggalkan Gunung Padang, dan semoga saja...hingga
>> ia menutup mata...
>>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com
- 10a.
-
Re: komik FACEBOOK!!! promo ya...
Posted by: "Nia Robie'" musimbunga@gmail.com
Tue Aug 11, 2009 10:29 pm (PDT)
terbukti kocak!! ahahaha..
nuhun! udah sampe...
walaupun baru beberapa lembar bacanya, bikin orang keketawaan sambil ngomong
dalem hati "iya bener. bener.. ahahaha"!
ayo beli! beli!
nuhun pak gondrong + bu Mira + Imandaru :D
Pada 10 Agustus 2009 12:28, veby <vbi_djenggotten@yahoo.com > menulis:
>
>
> Assalammu'alaikum wrwb...
> sahabat eska...sori, nyleneh dikit...hehehe numpang promo komik saya, bukan
> sekedar komik...
>
> insyaAllah dalam waktu dekat bisa ditemui di toko buku...(ya
> iyyaalaaaah...masak di warteg...)
> tapi, sekarang udah bisa dipesan di:
>
> NOVI...(novi eska tahu kan)
> 08121894517
>
> atau
> www.jamurkomik.blogspot. com
>
> atau di:
> www.inibuku.com
>
>
> ini sampulnya...
> [image: sampul_utuh by you.]
>
> ini contoh isinya...
>
> [image: mas-tjondro_contoh2 by you.]
> [image: militer_contoh3 by you.]
>
> endorsement...
>
> Facebook telah menjadi ruang sosial yang baru . Melihat fenomena itu Mas
> Vbi mencoba menggambarkannya secara kritis dan estetis lewat komik yang luar
> biasa menarik ini. Kepekaan dan kejeliannya mengantar kita untuk mengalami
> dunia facebook ini secara lebih luas. Ada kegelian, keharuan ,perasaan
> bingung absurd, bahkan kejengkelan namun juga sentilan untuk menukik lebih
> ke dalam pada diri kita. Secara segar dia menyapa kemanusiaan kita....
> -Eko Agus Prawoto, Arsitek, seniman, fesbuker-
>
> Komik ini unik banget,dengan gambar yang kocak dan detail yang digarap
> dengan kreatif. Veby berhasil menjadikan komik ini gak hanya sekedar lucu
> tapi juga berisi.
> Wahai Fesbukers, selamat bercermin di komik ini!
> -Sheila Rooswitha Putri, Komikus "Cerita si Lala"-
>
> Meski bukan fesbuker, saya melihat komik ini bisa mengangkat fenomena
> facebook yang sedang "booming" secara cerdas dan menghibur
> Syukurlah, saya tetap nggak berminat ikutan facebook hahaha
> -Muhammad Razi Rahman, wartawan, penulis buku "50 Ilmuwan Muslim Popuer",
> bukan fesbuker-
>
>
>
>
> maturnuwun...
> veby...
>
>
>
>
>
- 11.
-
(Undangan) Sharing Motivasi: Breaking the Limits - Break Your Border
Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com
Wed Aug 12, 2009 12:18 am (PDT)
--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"
- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com
BREAKING THE LIMITS: Break Your Border, Reach Your Dreams
Setiap orang memiliki keterbatasan dan kelemahan, baik berupa fisik
maupun mental. Keterbatasan dan kelemahan tersebut kerap kali menjadi
penghalang bagi seseorang untuk menyadari bahwa sebenarnya dirinya
memiliki kekuatan dan kelebihan yang mampu menjadikannya sempurna, di
mana kesempurnaan tersebut dapat digunakan untuk meraih segala impian
dan cita-cita.
Dalam kesempatan ini, saya, Eko Ramaditya Adikara (tunanetra) akan
berbagi pengalaman dalam acara sharing motivasi "Breaking the Limits."
Berdasar pada pengalaman pribadi sebagai seorang tunanetra, saya akan
menunjukkan betapa keterbatasan fisik yang saya miliki, dalam hal ini
kebutaan yang saya sandang, ternyata dapat saya gunakan sebagai media
untuk menemukan kekuatan dan kelebihan yang telah dianugerahkan Tuhan
kepada saya. Dengan kata lain, saya telah
mendobrak keterbatasan dan kelemahan saya dengan menggunakan
keterbatasan dan kelemahan itu sendiri!
Apa saja yang telah saya raih lewat "Breaking the Limits?"
Alhamdulillah, hingga saat ini saya berhasil mengubah paradigma
negatif tentang tunanetra. Ternyata, ketunanetraan yang saya alami
tidak menjadikan saya individu yang terpinggirkan dan terkucilkan.
Berkat karunia Allah, niat yang kuat, rasa syukur yang dalam, dan aksi
yang nyata, saya mampu berprofesi sebagai penulis, blogger, motivator,
game music composer, dan menerbitkan buku perdana berjudul Blind
Power: Berdamai Dengan Kegelapan.
Barangkali itu bukanlah pencapaian yang hebat atau luar biasa untuk
orang-orang yang sempurna secara fisik, namun semua itu sungguh
merupakan sebuah kekuatan dan
kelebihan yang hebat dan luar biasa yang telah diberikan Allah kepada saya.
Dalam sharing motivasi ini, Anda juga dapat memperoleh buku
otobiografi Blind Power: Berdamai Dengan Kegelapan. Buku ini berisi
kisah hidup saya, mulai dari bagaimana keluarga dan kedua orangtua
saya memberi kasih sayang serta perlakuan yang setara dengan orangtua
kebanyakan, bagaimana proses pendidikan dan pekerjaan yang saya tempuh
dengan penuh perjuangan saya tempuh, sampai hobby dan kisah-kisah
inspiratif lainnya. Semuanya dapat Anda temukan dalam buku setebal 400
halaman tersebut!
----------
Setelah sukses menyambangi beberapa propinsi di tanah air, kini sesi
sharing motivasi "Breaking the Limits" akan hadir di kota Bali!
Hari/Tanggal: Sabtu, 15 Agustus 2009
Waktu: 19:00 WIB s/d 22:00 WIB
Tempat: Hotel SHANTI, Jl. Patih Jelantik No. 1, Denpasar - Bali
Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan menghubungi panitia
penyelenggara (Dompet Dhuafa cabang Bali).
Hendry - 085 737 1111 00, 0812 3759 1000, 0361 855 7285 atau pak
Saifuz - 081 755 2371, 0361 863 1450
Sampai jumpa di sharing motivasi "Breaking the Limits!"
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
MARKETPLACE
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar