Jumat, 28 Agustus 2009

[daarut-tauhiid] Utang Indonesia pada Umat Islam: Merdeka!

 

Jumat, 28 Agustus 2009 pukul 01:12:00

Utang Indonesia pada Umat Islam

Oleh Herry Nurdi

Penulis, Wartawan Islam

Perkembangan penyelesaian masalah terorisme di Indonesia, menuju arah yang
sangat tidak kondusif bagi kaum Muslimin di negeri ini. Berbagai pernyataan
dan statement yang dilontarkan oleh beberapa pihak, baik secara resmi atau
selentingan, telah melahirkan dampak yang sangat serius bagi gerakan dakwah
di negeri ini. Tentu saja perkembangan ini harus dikawal dalam koridor yang
benar agar tak menimbulkan keresahan baru yang bernama kecurigaan komunal.

Bayangkan saja, jika seorang psikolog menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan
rohis (Rohani Islam) yang ada di sekolah menengah umum adalah bahan baku
dari tindak kekerasan. Ditambah lagi, dengan seorang yang mengaku pengamat,
berkata dengan senyum di bibir bahwa pendanaan kegiatan terorisme juga
berasal dari mobilisasi zakat, infak, dan sedekah. Semua ditayangkan di
televisi dalam siaran live yang tentu saja tanpa filter rasa keadilan bagi
umat Islam.

Pada tahap yang lebih awal, pesantren telah menuai kecurigaan. Begitu juga,
dengan kegiatan dakwah. Dan, hari ini kita saksikan, betapa aktivis dakwah
berada dalam suasana terintimidasi. Jenggot, celana cingkrang, baju koko,
cadar, dan dahi yang hitam menjadi atribut pelengkap yang mengantarkan
kecurigaan. Dengan segala hormat pada semua pihak yang terlibat, Pemerintah
Indonesia tidak boleh menjadi pemerintah yang kelak akan dicatat sebagai
pemerintah yang menindas umat Islam.

Masih dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan, sekadar mengingatkan sejarah
yang mungkin terlupa. Negeri ini memiliki utang yang tak terbayar pada
perjuangan yang telah diberikan umat Islam. Hanya untuk mengambil beberapa
contoh, Pangeran Diponegoro, memakai simbol-simbol dalam memimpin Perang
Jawa melawan penjajah Belanda. Dengan serban, baju putih panjang, dan yang
paling penting, dengan ajaran Islam Pangeran Diponegoro memimpin perang yang
dalam sejarah Belanda disebut-sebut sebagai perang, yang hampir
menenggelamkan negeri penjajah itu dengan kebangkrutan.

Baca saja nama panjang dan gelar Pangeran Diponegoro. Sultan Abdulhamid
Erucakra Sayidin Panatagama Khalifat Rasulullah Sayidin Panatagama. Dengan
sadar, Pangeran Diponegoro mencantumkan nama Sultan Abdulhamid, yang saat
itu menjadi Khalifah Turki Utsmani sebagai jaringan perjuangannya. Bahkan,
pemilihan nama Sultan pada periode Sultan Hamengkubuwono I adalah simbol
perlawanan secara halus pada kekuatan VOC, penjajah Belanda. (Soemarsaid
Moertono, 1985; P Swantoro, 2002).

Tapi, hari ini, simbol yang mampu menggalang kekuatan perjuangan kemerdekaan
itu dicurigai. Pencantuman hubungan internasional, dengan Mesir, Turki, Arab
Saudi, disebut dengan transnasional yang juga diucapkan dengan nada penuh
kecurigaan. Dulu, simbol-simbol itu berperan sangat besar memerdekakan
negeri ini.

Begitu pula, dengan slogan dan pekik perjuangan, Islam dan kaum Muslimin
menorehkan sejarah yang tak bisa dihapus dan harus diingat lagi ketika jihad
disudutkan seperti saat sekarang. Bung Tomo, menggerakkan Arek-arek Suroboyo
melawan agresi militer ulang yang dilakukan penjajah Belanda, dengan
pembukaan kalimat Bismillahirrahmanirrahim dan ditutup dengan Allahu Akbar
yang disandingkan dengan kata Merdeka.

Saoedara-saoedara ra'jat Soerabaja,

Siaplah keadaan genting.

Tetapi saja peringatkan sekali lagi, djangan moelai menembak,

Baroe kalaoe kita ditembak, maka kita akan ganti menjerang mereka itu.

Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.

Dan oentoek kita, saoedara-saoedara lebih baik kita hantjur leboer daripada
tidak merdeka.

Sembojan kita tetap: Merdeka atau Mati.

Dan kita jakin, saoedara-saoedara, pada akhirnja pastilah kemenangan akan
djatuh ke tangan kita sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar

pertjajalah saoedara-saoedara,

Toehan akan melindungi kita sekalian Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu
Akbar! Merdeka!

Maka sekali lagi, negara ini boleh menjadi negara yang anti terhadap pekikan
Allahu Akbar dan seruan-seruan dakwah yang mengajak menuju kebaikan dan
kebenaran.

Ketika Republik Indonesia masih sangat belia, negara ini pernah menjadi
Republik Indonesia Serikat sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar.
Indonesia terpecah-pecah menjadi 17 negara bagian. Penjajah Belanda tidak
akan ridha dan ringan hati melepaskan Indonesia sebagai negeri yang merdeka
dan berdaulat. Andai saja Mohammad Natsir, tidak tampil dengan pidatonya
yang kini dikenal dengan Mosi Integral Natsir, tentu seluruh pemimpin bangsa
hari ini tidak akan bisa menyebut dengan bangga kalimat Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).

Sebab, berdirinya RIS meminta konsekuensi besar. Terjadi rasionalisasi atas
kekuatan Tentara Nasional Indonesia. Perwira-perwira penjajah Belanda
menjadi penasihat TNI. Pejuang dan tentara rakyat dirumahkan. Sebagai
gantinya, Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) diintegrasikan ke
dalam tubuh TNI. Bagaimana mungkin negara ini akan kuat, jika di dalam
tulang punggung yang menjaga kemerdekaannya, berdiri jenderal-jenderal
penasihat dan unsur-unsur dari kalangan penjajah?

Dalam sidang RIS tahun 1950, Mohammad Natsir, seorang pemimpin dakwah di
negeri ini, seorang dai, seorang ustaz, seorang ulama, tampil menyelamatkan
Indonesia. Maka, dengan segala hormat, TNI dan Kepolisian Republik Indonesia
tidak boleh menjadi alat negara yang berperilaku sewenang-wenang pada umat
Islam Indonesia.

Apalagi, ditambah sebuah fakta sejarah tentang seorang pejuang bernama
Jenderal Soedirman. Seorang guru madrasah Muhammadiyah, yang memimpin
gerilya perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Jenderal Soedirman
adalah seorang guru agama. Mengisi ceramah dan mengajar mengaji keliling di
wilayah-wilayah Cilacap dan Banyumas. Jabatannya di Muhammadiyah adalah
wakil ketua Pemuda Muhammadiyah Karisidenan Banyumas.

Wilayah yang sama saat ini dicurigai polisi sebagai sebagai kawasan
persembunyian buronan yang dicari. Maka sekali lagi, dengan segala hormat,
polisi, aparat keamanan, bahkan masyarakat tidak boleh menaruh curiga pada
ustaz, guru mengaji, apalagi ulama yang telah membuktikan diri menjaga
negeri Allah bernama Indonesia yang semoga dilimpahi berkah.

Pasti tidak terlambat mengucapkan selamat hari kemerdekaan. Kaum Muslimin
tidak pernah menganggap perjuangan sebagai piutang yang harus dibayar. Tapi,
umat Islam sangat yakin, negara ini adalah negara yang besar yang tak akan
melupakan sumbangsih perjuangan umat Islam.

Wallahu a'lam .

--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können.
>> al-Ra'd [13]: 28

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: