*
Peran Jejaring Sosial dalam Mengembalikan Peradaban Islam*1
*Bahtiar HS*2
"Anybody is only six steps away from anybody else."
~ Six degrees of Separation
by Stanley Milgram (1933-1984)
*Jejaring Sosial dan The Small World Phenomenon *
Jejaring sosial (social networking) adalah barang indah yang rumit. Begitu
pelik dan berlikuliku, hadir di mana-mana, sehingga tak heran jika orang
penasaran bertanya, untuk apa jejaring sosial ada? Mengapa kita terlibat
dalam jejaring sosial? Bagaimana jejaring sosial memengaruhi kita?
Empat dekade yang lalu, Stanley Milgram telah melakukan eksperimen tentang
fenomena keterhubungan ini. Dia menyimpulkan bahwa seseorang itu hanyalah
berjarak maksimal 6 simpul hubungan dengan orang lain. Anybody is only six
steps away from anybody else. Teori inilah yang kemudian dikenal dengan "Six
degrees of separation" (Muhammad, 2010). Enam derajat keterpisahan. Fenomena
ini ingin menunjukkan bahwa kita dengan orang lain yang kita sangka tidak
kenal itu ternyata "dekat". Dunia ini sempit. Lihat ilustrasi3 ini:
Six degrees of separation ini kemudian dikenal dengan "the small world
phenomenon" yang terus dikaji ilmuwan hingga kini. Secara tidak langsung,
fenomena inilah yang –dibantu komputer, net, dan web--mendasari lahirnya
jejaring sosial pada dekade terakhir ini. Orang makin menyadari bahwa mereka
ternyata bisa saling berhubungan, sama dengan komputer mereka.
Hubungan-hubungan itu menjadi jelas bersifat sosial dari pada sekedar
computer to computer atau IP (Internet Protocol) to IP.
Wikipedia mendefinisikan jejaring sosial sebagai sebuah struktur sosial yang
dibentuk dari individu-individu (atau organisasi) yang saling terhubung oleh
satu atau lebih jenis interdepensi yang spesifik, seperti: pertemanan,
kekeluargaan, kesamaan minat, pertukaran finansial, kesamaan faktor
suka-tidak suka, hubungan lain jenis (sexual), kepercayaan / keyakinan,
pengetahuan, pestige, dan jenis interdepensi lainnya. Jejaring sosial
terdiri dari node-node (nodes) dan simpul / tali (ties). Nodes dibentuk dari
para aktor yang terlibat dalam jejaring, sedangkan ties merupakan hubungan
relasi antara aktor satu dengan aktor lainnya. Perjumpaan satu aktor dengan
satu aktor lain dengan satu simpul interdependency membuat keduanya
"terhubung" (connected). Ketiadaan salah satu dari keduanya tidak akan
membentuk sebuah jejaring sosial per definisi di atas.
Mungkin dimulai dari kita mengenal teman-teman sekelas kita (your friends).
Lantas teman sekelas kita memiliki sahabat, saudara kandung, tetangga, teman
sepermainan, teman kerja, teman nemu di jalan, dan sebagainya (your friends'
friends). Masing-masing lantas punya suami, istri, anak, menantu, paman,
bibi, kakek, nenek, ... (your friends' friends' friends) ... demikian
seterusnya. Lihat ilustrasi4 di atas.
*Kekuatan Jejaring Sosial *
Menariknya jejaring sosial adalah bahwa rantai-rantai yang awalnya sederhana
itu lalu bercabang-cabang seperti berkas kilat, membentuk pola-pola njelimet
di sekujur masyarakat manusia, mengelompok membentuk jaring-jaring hubungan
besar yang menjangkau sampai jauh. Makin jauh kita melangkah dari seorang
individu dalam satu jejaring sosial, jumlah ikatan dengan manusia lain serta
kerumitan percabangan jejaring akan semakin meningkat pesat (Christakis &
Flower, 2010).
Maka bayangkanlah jika jumlah anggota terhubung dalam satu jejaring sosial
itu mencapai 1.000, 3.000, 10.000 orang. Bagaimana rumitnya berhubungan
dengan mereka semua! Sekarang bayangkan jika kita masuk ke dalam jejaring
sosial dengan anggota tak kurang dari 400 juta orang! Demikianlah Mark
Zuckerberg mengumumkan pencapaian jumlah user Facebook pada ultah ke-6
Februari 2010 lalu. 400 juta orang! Padahal 2 bulan sebelumnya Zuckerberg
mengumumkan jumlah Facebooker "baru" mencapai 350 juta dan pada September
2009 ia menyebut angka 300 juta (lihat: blog.facebook.com). Berarti hanya
dalam 2 bulan terakhir jumlah Facebooker telah meningkat 50 juta user baru
atau 833.333 user per hari. Benar-benar pertumbuhan yang "meteorik" (lihat
ilustrasi5 di atas).
Bagaimana jika tiba-tiba saja Zuckerberg sedang pusing lalu mengutip fee Rp
1.000,-saja untuk setiap anggota facebook. Berapa duit yang bakal ia terima?
Sedangkan dari iklan saja Facebook telah meraih pundi dollar USD 500 juta
per tahun. Tahun 2010 ini malah diprediksi USD 605 juta untuk mengalahkan
MySpace.
Di sisi lain, database anggota facebook adalah aset berharga dan layak jual.
Tak heran jika Facebook berencana menjual database itu ke sejumlah
perusahaan. Data itu bisa digunakan untuk banyak hal, diantaranya riset
pasar, menggelar polling –seperti dilakukan di USA, Israel, dan Palestina,
kampanye (Barack Obama harus berterima kasih pada Facebook), dan sebagainya.
Belum lagi fasilitas-fasilitas yang disediakan Facebook, seperti pembuatan
group. Maka di tanah air, kasus-kasus dukungan seperti terhadap
Bibit-Candra, Koin untuk Prita, KPK, Susno Duadji, dan s sebagainya melalui
jejaring sosial seperti Fac cebook patut diperhitungkan. KPK, Susno Duadji,
dan sebagainya melalui jejaring sosial seperti Facebook patut
diperhitungkan.
Apalagi kini jejaring sosial sepeerti Facebook sudah mempergunakan lebih
dari 100 bahasa di dunia. Jutaan orang terhubungg dengan mudah karena bisa
menggunakan bahasa mereka sendiri, bukankah ini sebuah k kekuatan?
Christakis & Flower bahkan sampa ai pada satu kesimpulan bahwa hubungan
antarmanusia, seperti melalui jejaring sosial ini, bukan hanya bagian alami
yang perlu dalamm kehidupan kita, tapi juga kekuatan untuk beerbuat
kebaikan. Sebagaimana otak kita bisa mmeelakukan hal-hal yang tak bisa
dilakukan oleh h satu sel saraf saja, begitu pula jejaring sosia al bisa
melakukan hal-hal yang tak bisa dilakukan oleh satu orang saja.
"hubungan antarmanusia, seperti melalui jejaring sosial ini, bukan hanya
bagian alami yang perlu dalam kehidupan kita, tapi juga kekuatan untuk
berbuat kebaikan."
Sungguh Rasulullah shollallohuu 'alaihi wasallam telah mengemukakan
kekuuatan 'jejaring sosial' ini 1400 tahun yang lalu dalam sabdanya:
"Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya merasa sakit,
seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh
ikut pula merasakan sakit." (HR. Muslim)
"Orang Mukmin yang satu dengan yang lainnya ibarat satu bangunan yang
masing-masing bagian saling menguatkan." (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
Ibarat satu tubuh, ibarat satu bangunan. Satu pengibaratan yang begitu indah
dan dalam, menyiratkan adanya saling keberinteraksian, saling merasakan apa
yang dirasakan Muslim atau Mukmin lainnya, dan potensi kekuatan penopang
satu dengan lainnyaa. Apa yang dimaksud Nabi ini kiranya jauh lebih dahsyat
dari sekedar jejaring "sosial"..
Kita pun memberinya istilah yyang lebih terasa dekat: "ukhuwah". Ikatan
persaudaraan. Konon di dalam Al-Qur'an dari keseluruhan kata dasar "al-akh"
yang artinya saudara, semuanya menunjukkan hubungan darah (keluarga). Namun
ada satu kata dari kata dasar "al-akh" yang tidak berarti saudara sedarah,
yakni pada Q.S. Al-Hujuraat [4 49]: 10,
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat."
"Ikhwah" di dalam ayat ini menjadikan antar-Mukmin itu bersaudara. Sifat
persaudaraannya bahkan seperti saudara sedarah sebagaimana digunakannya kata
"al-akh" dan derivasinya pada ayat-ayat lain (Shihab, 1996).
Jika jejaring sosial memiliki kekuatan sedemikian dahsyat, apalagi jejaring
sosial dalam konteks persaudaraan antar-Mukmin dan Muslim, bisakah kita
manfaatkan untuk mengembalikan peradaban Islam yang tengah terpuruk saat
ini?
*Kebudayaan dan Peradaban *
Secara etimologis, kata "peradaban" adalah terjemahan dari kata bahasa Arab
"alhadharah". Sayangnya, kata ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan "kebudayaan". Padahal, kebudayaan di dalam bahasa Arab
disebut tersendiri sebagai "atstsaqafah" atau "at-tamaddun". Tidak heran
jika di Indonesia, juga di Barat, kedua kata itu disinonimkan. Kebudayaan =
peradaban = culture = civilization (rangkuman pendapat oleh Fadil, 2008).
Dalam perkembangan ilmu Antropologi, kedua kata itu dibedakan. Kebudayaan
adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Kebudayaan berasal dari "budhayah", jamak dari "budhi" yang berarti "budi"
atau "akal". Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal. Kebudayaan juga ada yang berpendapat
berasal dari kata "budi" dan "daya", sehingga mengandung makna himpunan
segala usaha dan daya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat
budi, untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai kesempurnaan.
Endang Saifuddin Anshari setelah merangkum seluruh pengertian tentang
kebudayaan menyimpulkan beberapa hal yang patut digarisbawahi:
1. Kebudayaan adalah hasil budidaya manusia dalam kehidupan bersama dalam
suatu ruang dan waktu, yang lalu diwariskan kepada generasi penerusnya. Jadi
kebudayaan bukan pembawaan, bukan pula sesuatu yang diwahyukan dari Tuhan.
2. Ruang lingkup kebudayaan meliputi segala aspek kehidupan: sistem religi,
sistem organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,
teknologi dan peralatan.
3. Kebudayaan dibagi dua: immateri dan materi. Koentjaraningrat membaginya
dalam tiga wujud: (1) wujud ideal (2) sistem sosial (3) fisik. Wujud ideal
kebudayaan bersifat abstrak, tidak dapat diraba dan difoto, terdapat di
dalam kepala-kepala atau alam pikiran masyarakat di mana kebudayaan itu
hidup. Kebudayaan ideal ini bisa dituliskan dalam buku atau media lain oleh
para penulis warga masyarakat yang bersangkutan.
Wujud sistem sosial kebudayaan tercermin pada aktivitas manusia yang
berinteraksi, berhubungan, bergaul satu dengan lainnya, berdasarkan adat
tata-kelakuan tertentu. Sistem sosial bersifat konkrit, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, dipotret dan
didokumentasikan. Jejaring sosial kiranya berada di lingkup ini.
Sedangkan wujud fisik kebudayaan merupakan kebudayaan yang paling konkrit,
karena merupakan seluruh dari hasil fisik dan aktivitas perbuatan dan karya
manusia dalam masyarakat. Misalnya: pabrik, bangunan, komputer, corak batik,
kancing baju, dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas, maka kebudayaan itu:
1. Bertujuan untuk kesempurnaan dan kesejahteraan manusia
2. Merupakan jawaban atas tantangan, tuntutan, dan dorongan antara diri
manusia dan dari ekstra diri manusia
3. Mengalami proses tumbuh dan berkembang, pasang surut, kepunahan,
tergantung pada masyarakatnya mau menjaga dan memelihara atau tidak.
Kebudayaan merupakan pengertian yang umum, mencakup kebudayaan primitif,
sedang berkembang, maupun yang modern. Kebudayaan yang sudah maju biasa
disebut pula "peradaban" atau "civilization" (Inggris). Istilah peradaban
biasanya digunakan untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang
adiluhung, indah, seperti: kesenian, ilmu pengetahuan, kebudayaan yang sopan
santun, serta sistem pergaulan yang kompleks, sistem teknologi. Itu berarti,
boleh dikatakan, kebudayaan mencakup peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Menurut A.A.A. Fyzee, peradaban dapat diartikan dalam hubungannya dengan
kewarganegaraan karena kata itu terambil dari kata "civies" (Latin) atau
"civil" (Inggris) yang berarti menjadi seorang warganegara yang berkemajuan.
Dalam hal ini, peradaban dapat diartikan menjadi dua cara: (1) proses
menjadi berkeadaban, dan (2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang
atau maju. Karena itu, suatu peradaban ditunjukkan dalam gejala-gejala
lahir, misalnya memiliki kota-kota besar, masyarakat telah memiliki keahlian
di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan,
dsb.), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian
yang indah (Maryam dkk., 2003).
*Peradaban dan Kebudayaan Islam *
Landasan peradaban Islam sendiri, karenanya, adalah kebudayaan Islam,
terutama wujud idealnya. Sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama
Islam. Karena itu, tidak seperti agama bumi, dalam Islam, agama bukan
kebudayaan, tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Dalam pandangan Al-Faruqi,
intisari peradaban Islam adalah agama Islam; dan intisari agama Islam adalah
tauhid, perbuatan yang menegaskan bahwa Allah subhanahu wata'ala itu Esa,
Pencipta mutlak lagi utama, Tuhan semesta alam. Karena itu, tauhid adalah
yang memberikan identitas peradaban Islam, yang mengikat semua bagian,
sehingga menjadikan mereka suatu badan yang integral dan organis yang
disebut peradaban (Al-Faruqi, 2003).
Masjid Biru di Cordoba. Salah satu warisan peradaban Islam di Spanyol, yang
merupakan kebudayaan dalam wujud fisik6.
Islam telah mendorong pemeluknya untuk menciptakan kebudayaan dengan
berbagai seginya. Dorongan tersebut dapat dikaji dari ajaran dasarnya
(Fadil, 2008), diantaranya:
1. Islam menghormati akal manusia, meletakkan pada tempat yang terhormat,
menyuruh manusia mempergunakan akal untuk memeriksa dan memikirkan alam,
disamping dzikir kepada Allah (Q.S. Ali 'Imran [3]: 190-192)
2. Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu (Q.S. Al-Mujadilah [58]:
11)
3. Islam melarang taqlid buta, menerima sesuatu tanpa diperiksa, meski dari
nenek moyang sekalipun (Q.S. Bani Israil [17]: 36)
4. Islam menyuruh pemeluknya mencari keridhaan Allah dalam semua nikmat yang
telah diterima, menyuruh mempergunakan hak-haknya atas keduniaan, dalam
pimpinan dan aturan agama (Q.S. Al-Qashash [28]: 77)
5. Islam menyuruh pemeluknya gemar bepergian meninggalkan kampung halaman,
berjalan ke negeri lain, menghubungkan silaturahim dengan bangsa dan
golongan lain, bertukar pikiran, pengetahuan dan pandangan (Q.S. Ali Imran
[3]: 97, Al-Hajj [22]: 46)
6. Islam menyuruh pemeluknya memeriksa dan menerima kebenaran dari mana dan
siapapun datangnya (Q.S. Az-Zumar[39]: 17-18)
7. Islam menggalakkan para pemeluknya selalu mengadakan barang yang belum
ada, merintis jalan yang belum ditempuh, membuat inisiatif dalam hal
keduniaan yang memberi manfaat kepada masyarakat. Dengan dorongan-dorongan
inilah peradaban Islam terbangun dan mencapai puncak-puncak kejayaannya
sepanjang sejarah. Mengutip Dr. Hamid Fahmy Zarkasy dalam "Membangun
Peradaban Islam dengan Ilmu Pengetahuan" (Fahmy, 2007), maka beliau
sampaikan sbb.:
"... Pada awalnya, sekitar 632 M, ketika Rasulullah shollallohu 'alaihi
wasallam wafat, beliau telah melaksanakan berbagai tugas besar, yaitu yang
pertama-tama adalah menyampaikan risalah (al-Qur'an), lalu membentuk
komunitas muslim dan menyatukan suku-suku Arab sehingga menjadi sebuah
bangsa yang homogin dan kuat, mendirikan negara Madinah, dan mendirikan
institusi pendidikan yang kemudian menjadi cikal bakal tradisi intelektual
Islam.
Di masa Khulafa' al-Rasyidun Islam telah menyebar keluar dari jazirah
Arabia. Pada waktu kekhalifahan Umayyah berdiri (tahun 661 M), umat Islam
telah menguasai Damascus, pusat wilayah terpenting kerajaan Bizantium,
Palestina, Suriah, Persia, (635-640 M), Mesir (641 M), Siprus (649 M),
Iskandariyah (652 M), Transoxiana, kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dua
kawasan yang dulunya jatuh ke tangan Alexander the Great.
Pada waktu kekhalifahan Umayyah dengan komando panglima perang al-Hajjaj bin
Yusuf, wilayah kekuasaan Islam meluas ke Bukhara, Takaristan (Afghanistan),
Balkh, Samarqand, Khwarizm, Cina, Mongolia, Tashkent (751M) dan
negara-negara Asia Tengah lainnya. Selanjutnya dibawah Panglima Muhammad ibn
Qasim –anak tiri al-Hajjaj--Umayyah berhasil menguasai anak benua India.
Pada tahun 711M ummat Islam di bawah kepemimpinan panglima perang Tariq bin
Jihad berhasil menguasai Andalusia. Perhatikan peta penyebaran Islam di
bawah ini7.
Pada waktu itu Damascus menjadi ibukota dunia Islam yang kekuasaannya
meliputi bagian-bagian penting benua Asia, Afrika dan Eropa. Di timur dari
Asia Tengah dan Transoxiana sampai ke perbatasan Cina, anak benua India; di
Barat dari Afrika Utara, Spanyol hingga ke Perancis selatan. Bukan hanya
itu, institusi-institusi sosial dan hukum di dunia Islam yang baru berdiri
itu pun berlaku. Perlu dicatat pula bahwa Muslim memasuki kawasan yang telah
lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa perlawanan yang berarti.
Menurut William R Cook pada tahun 711 -713 M kerajaan Kristen di kawasan
Laut Tengah jatuh ke tangan Muslim dengan tanpa pertempuran, meskipun pada
abad ke-7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300 tahun
hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Ketika kekuasaan
Umayyah melemah dan runtuh, kekhalifahan Abbasiyah muncul di Baghdad.
Ibukota dunia Islam lalu berpindah dari Damascus ke Baghdad. Perlu dicatat
bahwa pada tahun 755 sesudah kekhalifahan Umayyah disingkirkan dari Damascus
oleh dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, putera mahkota Umayyah
yang terakhir Abd al-Rahman lari ke Spanyol dan mendirikan kekuasaan disana
yang bebas dari kekuasaan Abbasiyah.
Dimasa kekuasaannya Abd al-Rahman berhasil membangun masjid Cordova yang
megah, tapi pada masa penaklukan Ferdinand III tahun 1236, ia diubah menjadi
katedral Kristen. Selain itu Cordova menurut Philip K. Hitti "telah
memprakarsai gerakan intelektual yang membuat Spanyol-Islam dari abad
sembilan sampai sebelas menjadi salah satu Pusat Kebudayaan Islam". Kemajuan
dalam bidang seni, sastra, ilmu agama, sains, filsafat, tata kota dan
lain-lain telah mempesona orang-orang Kristen yang akhirnya mereka terdorong
untuk meniru gaya hidup orang Islam. Karena jumlah mereka cukup banyak dan
membentuk kelas sosial tersendiri maka akhirnya orang-orang peniru itu
diberi julukan Mozarab (arabnya Musta'rib).
Setelah Spanyol akhirnya runtuh pada tahun 1031 M, tumbuh kerajaan-kerajaan
kecil yang lemah dan saling bermusuhan. Puncak kejatuhannya adalah tahun
1492 ketika Granada jatuh. Sisa-sisa peninggalannya diambil alih oleh
raja-raja Katholik dan bahkan di bawah raja Philiph II umat Islam
benar-benar diusir dari negeri yang pernah mereka makmurkan itu. Bahkan di
masa Isabel negeri itu benar-benar menjadi korban kecemburuan agama dan
dihancurkan. Jadi umat Islam berkuasa di Spanyol sejak tahun 755 hingga
dinasti Muslim di Granada dikalahkan pada tahun 1492 M, yang secara
keseluruhan terhitung Muslim menguasai Spanyol selama 800 tahun.
Abbasiyah berkuasa selama kurang lebih 500 tahun (750-1258), menguasai
kawasan-kawasan yang sebelumnya dikuasai dinasti Umayyah. Luas wilayah
Abbasiyah dapat dilihat dari propinsi-propinsi yang berada dibawah
kekuasaannya. Dimasa kekuasaan Abbasiyah terdapat kurang lebih 23 propinsi,
diantaranya adalah Afrika sebelah Barat, Mesir, Palestina, Irak, Azerbaijan,
Persia, Afghanistan, Bukhara Samarqand, Tashkent, Turki, dan lain
sebagainya. Dimasa kekhalifahan Abbasiyah konsentrasi bukan pada perluasan
wilayah tapi pada pengembangan ilmu pengetahuan.
Kekhalifahan Abbasiyah akhirnya jatuh ke tangan tentara Hulagu, penguasa
Mongol. Dengan menguasai Baghdad tahun 1258, Hulagu menghancurkan hampir
keseluruhan kota, termasuk perpustakaannya yang tak ada bandingannya itu.
Tidak lama setelah Baghdad jatuh berdirilah kekhalifahan Islam baru di Turki
pada tahun 1299, yang asal usulnya adalah dari bangsa Seljuk. Namun Turki
resmi menjadi sebuah kekhalifahan setelah peristiwa penaklukan
Konstantinopel (kemudian disebut Istanbul) pada tahun 1453. Kekhalifahan
Turki ini berkuasa hingga 1922, dengan luas kekuasaannya meliputi tiga benua
yaitu Eropa Tenggara, Timur tengah dan Afrika Utara, membentang dari selat
Gibraltar di Barat, hingga Laut Kaspia dan Teluk Persia di Timur. Dari
pinggiran Austria, Slovakia dan beberapa bagian Ukraina di Utara hingga
Sudan, Eriterea, Somalia dan Yaman di Selatan. Kekhalifahan ini merupakan
pusat yang menghubungkan dunia Timur dan Barat selama 6 abad lamanya. Dengan
ibukotanya Istanbul, kekaisaran Turki Usmani ini menggantikan kekaisaran di
kawasan Laut Tengah seperti Romawi dan Bizantium, sehingga tak heran jika
Turki Usmani ini dianggap pewaris kekaisaran Romawi dan juga tradisi
kekhalifahan Islam.
Di masa kegemilangannya kekhalifahan Turki Usmani menjadi satu-satunya
kekuatan Islam yang benar-benar menjadi halangan bagi bangkitnya kekuatan
Eropa Barat, antara abad ke 15 hingga 19 M. Ia perlahan-lahan menurun pada
abad ke 19 dan benar-benar runtuh pada Perang Dunia I, sehingga
pemerintahannya hancur dan terpecah-pecah menjadi negara-negara nasional.
Sebagainya gantinya timbullah Revolusi Turki di bawah pimipinan Mustafa
Kemal Ataturk yang pada tanggal 1 November 1922 kekhalifahan Turki
dihapuskan dan pada 29 Oktober 1923 secara resmi berganti menjadi Republik."
Perhatikan peta kekuasaan Muslim di bawah ini8.
*Peradaban Islam dan Kegemilangan Ilmu *
Fahmy menyimpulkan bahwa apa yang tersirat dari kegemilangan peradaban Islam
sejak zaman Khulafa' Rasyidah abad 7 M hingga runtuhnya kekhalifahan Turki
Usmani pada abad ke-19 M adalah kegemilangan ilmu pengetahuan.
Ketika umat Islam meluaskan wilayah kekuasaannya, mereka melakukan tiga hal
penting yang dapat disarikan menjadi tiga tahap. Tahap pertama, perluasan
kekuasaan politik yang didominasi oleh kekuatan militer. Kedua, penyebaran
agama ke tengah-tengah masyarakat.
Pada tahap ini yang dominan adalah kegiatan dakwah dan kegiatan keilmuan
yang berpegang pada al-Qur'an. Umat berupaya mengintegrasikan ajaran-ajaran
dalam al-Qur'an dengan ilmu-ilmu yang berasal dari peradaban lain,
terutamanya Yunani, India dan Persia. Ketiga, penyebaran bahasa Arab menjadi
bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa komunikasi.
Dari ketiga tahap ini dapat dikatakan bahwa kekuasaan dalam sejarah Islam
selalu dibarengi dengan ilmu pengetahuan atau bahkan terkadang
dipersembahkan untuk ilmu pengetahuan.
Karena itu, peradaban emas yang pernah dicapai oleh kaum Muslimin itu
ditandai dengan (1) tingginya kemampuan literasi pada diri ilmuwan dan
tokoh-tokoh cendekiawan oleh sebab ilmu pengetahuan, serta (2) lahirnya
ilmuwan besar berikut karya-karya mereka (Iskandar, 2010).
Jika buku dianggap sebagai salah satu warisan sebuah peradaban yang
gilang-gemilang, maka peradaban Islam menjadi peradaban garda depan yang
ditopang oleh buku (literasi). Di samping menjadi sumber inspirasi bagi
kemajuan sebuah peradaban, buku juga menjadi ukuran sejauh mana sebuah
peradaban dipandang maju. Tak heran jika para khalifah menaruh perhatian
yang serius terhadap karya berupa buku dari para cendekiawan muslim.
Perpustakaan Umum Cordova memiliki tak kurang 400.000 buku. Perpustakaan
Darul Hikmah, Kairo, mengoleksi 2 juta judul buku. Perpustakaan Umum Tripoly
bahkan memiliki koleksi buku lebih dari 3 juta judul –yang kemudian dibakar
oleh pasukan Salib Eropa. Sementara Perpustakaan al-Hakim di Andalusia
memiliki koleksi buku di dalam 40 ruangannya, dimana satu ruangan memiliki
tak kurang dari 18.000 buku. Artinya, total 720.000 buku.
Al-Azhar, pusat pengajaran ilmu pengetahuan Islam terbesar dan simbol
peradaban Islam dunia yang masih bertahan hingga kini9.
Bloom & Blair berkomentar tentang hal ini, "Rata-rata tingkat kemampuan
literasi (kemampuan melek huruf membaca dan menulis) dunia Islam di abad
pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan
di setiap tempat dalam peradaban ini." (Bloom & Blair, 2002).
Dari perpustakaan-perpustakaan itulah dimulainya penerjemahan buku-buku,
yang dilanjutkan dengan pengkajian dan pengembangan atas isi buku-buku
tersebut. Dari sini pula sesungguhnya dimulainya kelahiran para ilmuwan dan
cendekiawan Muslim yang kemudian melahirkan karya-karya yang amat
mengagumkan, yang mereka sumbangkan demi kemajuan peradaban Islam saat itu.
Ibnu Sina (ahli kedokteran, yang di Barat dikenal dengan Avicenne. Lihat
gambar di samping10), Ibn Rusyd (filosof, dokter, pakar fikih), Az-Zahrawi
(ahli bedah), Al-Khawarizm (ahli matematika), Al-Idrisi (pakar geografi),
Jabir ibn Hayyan (ahli kimia), dan masih banyak ilmuwan Muslim yang lain.
Jacques C. Reister berkomentar, "Selama lima ratus tahun Islam menguasai
dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi."
Tak kurang mengejutkan, Barach Obama dalam pidatonya 5 Juli 2009 lalu sempat
berujar, "Peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat
seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad
serta membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali dan era Pencerahan di
Eropa."
*Runtuhnya Peradaban Islam *
Peradaban Islam runtuh oleh banyak sebab. Tiga sebab pokok kemunduran
peradaban Islam (Fadil, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Banyak filsafat Islam yang dimasukkan oleh al-Ghazali dalam alam islami
Timur. Sementara Ibn Rusyd secara agak berlebihan memasukkannya ke alam
islami Barat. Al-Ghazali cenderung mengarah ke bidang rohaniah sehingga
melebur ke alam tasawuf (sufistik). Ini menjadikan kaum muslimin stagnan,
jumud, dan pintu ijtihad tertutup. Sementara Ibn Rusyd lebih condong ke
materialisme yang diterima Barat. Al-Ghazali sukses di Timur, Ibn Rusyd
sukses di Barat. Meluaslah jurang antara Timur dan Barat.
2. Para khalifah dan amir mulai melalaikan ilmu pengetahuan. Puncak-puncak
kejayaan telah melalaikan para pemimpin kekhalifahan dan pemimpin umat
menuju kemerosotan di berbagai bidang, terutama ilmu pengetahuan. Mereka
lebih senang berpesta-pora dalam kemewahan. Aturan-aturan agama dilanggar.
Ketauhidan diabaikan. Al-Mutawakkil misalnya memiliki selir 4000 orang,
ghilman (kasim, budak lelaki) yang merupakan warisan Persia telah menjadi
institusi sosial. Khalifah al-Amin bahkan mensahkan mereka menjadi alat
pelampiasan nafsu homoseksual. Khalifah al-Mumtaz (khalifah ke-13 Bani
Abbasiyah) adalah khalifah pertama yang menggunakan pelana dan baju emas.
Khalifah Harun al-Rasyid menyuruh orang menuliskan namanya pada pualam merah
delima yang sangat terkenal dalam dunia Arab, sebanding dengan Kohinoor di
India yang berbiaya pembuatan 40.000 dinar. Harem, pesta, foya-foya, emas,
intan permata, kekuasan yang disalahgunakan, kekuasaan mutlak para khalifah
diselewengkan. Semua menjauhkan mereka dari tauhid. Padahal, tauhid adalah
saripati agama Islam; dan agama Islam adalah saripati kebudayaan dan
peradaban Islam. Tanpa tauhid, peradaban Islam pastilah runtuh.
Wallahu a'lam.
3. Dunia Islam ditimpa berbagai pemberontakan, baik intern maupun ekstern.
Serangan dari ekstern yang sangat berpengaruh adalah
a. Perang Salib dari abad ke-11 hingga akhir abad 13.
b. Pada saat umat Islam di Asia Barat dan Mesir mendapat serang dalam Perang
Salib, umat Islam di Spanyol mendapat serangan dari negara Kristen di utara.
Kekhalifahan Umayyah di Spanyol terpecah-belah dalam imarat-imarat kecil.
Satu persatu kerajaan Islam di Spanyol jatuh, hingga terakhir pada 2 Januari
1492 Granada, benteng terakhir umat Islam di Spanyol dapat ditaklukkan oleh
Raja Ferdinand. Umat Islam dibantai habis. Yang tidak tertangkap, lari
keluar Spanyol.
c. Penyerbuan Bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan ke kekhalifahan
Abbasiyyah di Baghdad. Tanggal 2 Januari 1258 mereka mengepung Baghdad. 13
Februari 1258 bangsa Mongol memasuki kota Baghdad dan membumi-hanguskan kota
1001 malam itu. Tak kurang 800.000 orang muslim dibunuh, termasuk khalifah
Al-Musta'sim yang meninggal di bawah tapak kaki kuda bangsa Mongol.
Peradaban adiluhung yang telah dibangun 500 tahun diluluhlantakkan dalam
waktu singkat, termasuk koleksi ribuan kitab di perpustakaan kota Baghdad
yang ditenggelamkan dan tintanya menghitami sungat Tigris. Peta di atas
menggambarkan kekuasaan Hulagu Khan pasca invasi ke Baghdad itu11 .
d. Kekhalifahan Islam terakhir, Turki Usmani, akhirnya pun bertekuk lutut
pada Perang Dunia I, hingga kekhalifahan Turki Usmani dihapuskan dan Turki
diubah menjadi Republik oleh Kemal Attaturk pada 29 Oktober 1923. Muslim
lalu terpecah-belah dalam lebih dari 50 negara-negara kecil.
*Upaya Mengembalikan Peradaban Islam *
Dari sejarah jatuh bangunnya peradaban Islam di atas dapat diambil pelajaran
penting. Pertama, bahwa peradaban dimulai dari komunitas kecil yang bergiat
mempelajari saripati agama, yakni tauhid, dengan bersumberkan pada Al-Qur'an
dan Hadits. Kedua, komunitas berbasiskan Al-Qur'an dan Hadits ini semakin
besar, membentuk kekuatan (militer), dan menjadi institusi negara. Dan
ketiga, visi dan misi umat Islam secara keseluruhan hampir sama:
mengembangkan ilmu pengetahuan (Fahmy, 2007).
Jadi, dari ketiga poin di atas, kini dapat diambil ta'bir bahwa jika
peradaban Islam dahulu dibangun dengan ilmu pengetahuan, maka di masa kini
dan masa depan, peradaban Islam juga harus dibangun dari ilmu pengetahuan
pula. Hanya saja, upaya untuk mengembalikan peradaban Islam itu menemui
tantangan yang sangat berbeda dengan masa dahulu, diantaranya:
1. Dulu umat Islam secara politis dapat mempersatukan wilayah teritori yang
sangat luas menjadi satu kekhalifahan. Sekarang agaknya sulit mempersatukan
lebih dari 50 negara muslim-–akibat kolonialisme dan nasionalisme--dalam
satu ikatan. Mereka tidak mudah dipersatukan.
2. Masuknya faham-faham Barat, seperti: demokrasi, sekulerisme, liberalisme,
kapitalisme, sosialisme, dan sebagainya yang telah memengaruhi dan bahkan
mengubah cara berpikir umat Islam. Akibatnya, perbedaan cara pandang umat
Islam terhadap suatu masalah menjadi semakin tajam, beragam dan
berbeda-beda.
3. Perpecahan antarumat, baik dalam masalah Aqidah, Syariah, maupun Politik.
4. Ada umat Islam yang mau bekerjasama dengan asing dan bermusuhan dengan
umat Islam sendiri.
5. Dalam ekonomi, negara-negara Islam yang kaya raya dengan sumber daya alam
telah dikuasai oleh sistem kapitalisme sehingga menjadi mandul. Umat Islam
tidak bisa mengatur ekonominya sendiri, bahkan tidak bisa memproduksi
kebutuhan sendiri.
6. Al-Qur'an dan As-Sunnah (Al-Hadits) tidak lagi menjadi kajian utama di
berbagai lembaga pendidikan Islam. Demikian juga Bahasa Arab telah
ditinggalkan umat Islam.
Oleh karena itu, upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengembalikan
peradaban Islam, diantaranya:
1. Mengembalikan persatuan umat. Perpecahan adalah sebab utama umat kepada
kejatuhan peradaban. Maka persatuan dan kesatuan adalah satu-satunya
alternatif untuk meraih kemenangan, mengembalikan kejayaan peradaban Islam
kembali.
a. Menyeru umat untuk berkomitmen terhadap Islam, baik dari segi aqidah,
syariah, maupun politik.
b. Mengambil satu sumber hidayah, yakni Al-Qur'an dan Hadits. Sementara itu
mengikuti petunjuk orang-orang Yahudi, Nasrani, serta pemeluk lainnya hanya
akan membuat kita tersesat arah serta jalan.
c. Membina persatuan aqidah umat.
2. Mendirikan (kembali) Daulah Islam dan Mengembalikan Khilafah Rasyidah.
Syed Muhammad Naquib al-Attas melihat dari sisi lain, bahwa pemicu situasi
dan kondisi yang runyam seperti saat ini bukanlah masalah politik atau
kepemimpinan dalam Islam. Kesalahannya terletak pada kebingungan dan
kesalahan persepsi para pemimpin Muslim di semua lapisan dan segi. Hal itu
berdampak pada arah dan tujuan sistem pendidikan Islam. Seperti lingkaran
setan, sistem pendidikan yang diproduk oleh pemimpin berkualitas rendah akan
menghasilkan pemimpin berkualitas rendah pula. Al-Attas menyebut situasi
seperti ini sebagai keadaan "ketiadaan adab" (loss of adab).
Oleh sebab itu solusi yang ditawarkan al-Attas sangat mendasar yaitu:
1. Menghilangkan kebingungan dan kekeliruan dalam ilmu pengetahuan.
Kebingungan dan kekeliruan menurut al-Attas disebabkan oleh kebodohan, dan
kebodohan menurutnya seperti yang ia rujuk dari definisi ibn Manzur dalam
Lisan al-Arab ada dua: "pertama kebodohan ringan adalah kurangnya ilmu
mengenai sesuatu yang seharusnya diketahui; kedua, kebodohan berat, yaitu
keyakian yang salah yang bertentangan dengan fakta ataupun realitas,
meyakini sesuatu yang berbeda dari sesuatu itu sendiri, ataupun melakukan
sesuatu dengan cara-cara yang berbeda dari bagaimana seharusnya sesuatu itu
dilakukan."
2. Faham yang telah berbentuk konsep yang datangnya dari pandangan hidup
asing dan masuk ke dalam pikiran umat Islam harus dihilangkan dari pikiran
umat Islam. Kepercayaan pada mitologi, kekuatan magis, doktrin-doktri
nasional dan kultural yang bertentangan dengan Islam, serta faham-faham
sekularisme, liberalisme, sosialisme dsb. Jika paham itu berasal dari Barat
maka perlu langkah de-westernisasi secara sistimatis dan terprogram.
Selanjutnya memasukkan konsep-konsep penting Islam ke dalam pikiran umat
Islam. Al-Attas mengusulkan Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer.
Bagaimanapun ilmu itu bukan bebas nilai (value free), tetapi sarat nilai
(value laden).
*Peran Jejaring Sosial *
Dimana peran Jejaring Sosial khususnya dan IT umumnya dalam mengembalikan
peradaban Islam?
Saya melihat jejaring sosial (dan IT) adalah sebatas sarana (tools) mutakhir
yang mendukung upaya-upaya mengembalikan peradaban Islam agar lebih efektif
dan efisien. Jejaring sosial bukanlah bagian dari "upaya", tetapi bagian
dari "alat" untuk mencapai tujuan mengembalikan peradaban. Sarana yang
dimaksud sama dengan penggunaan kuda, unta, pena, pedang dan sebagainya yang
digunakan dalam membangun peradaban Islam masa lalu. Karena sifatnya sebagai
sarana, maka efektivitas dan efisiensinya sangat tergantung kepada manusia
(user) atau organisasi yang mempergunakannya, dan bukan pada kecanggihan
teknologi jejaring sosial yang digunakan.
Untuk melihat peran itu, lebih dahulu perlu diketahui karakteristik atau
informasi lain tentang Jejaring Sosial, diantaranya sebagai berikut:
1. Jejaring sosial bisa diikuti oleh siapa saja, bahkan pada tingkat kita
tidak tahu secara detil dan pasti siapa anggota yang bergabung ke jejaring
sosial kita. Gambar di samping ini mungkin bisa dijadikan ilustrasi13.
Ketidaktahuan ini bisa menjadi bumerang ketika berjejaring; sebagai contoh:
kita ternyata berhubungan dengan orang yang salah (misalnya: ternyata ia
bukan teman, melainkan musuh).
2. Anggota jejaring sosial sangat beragam, sehingga sangat mungkin
"menjebak". Tidak ada filter yang disediakan oleh jejaring sosial untuk
menyaring anggotanya secara selektif, karena proses verifikasi hanya melalui
input data yang bisa manipulatif. Hanya sebagai contoh, berapa banyak
anak-anak di bawah umur bisa bergabung ke Facebook? Padahal Facebook
mensyaratkan umur minimal 13 tahun untuk bisa melakukan registrasi sebagai
anggota.
Keberagaman tersebut tentu menyisakan pekerjaan ekstra dalam kaitannya upaya
bersatu padu untuk mengembalikan peradaban umat lewat jejaring sosial.
Misal: tidak mungkin kita mengajak anak-anak belum cukup umur untuk mencari
solusi untuk mengatasi bagaimana mendidik anak yang tepat sesuai syariat
Islam.
3. Jenis jejaring sosial sangat banyak (lihat perkembangannya hingga 2006
pada gambar di samping14) dengan fasilitas dan fitur yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Belum ada integrasi antarjejaring sosial, kecuali barangkali
sekedar linked pada fasilitas tertentu. Dengan demikian, mengelola anggota
–jika berbeda jejaring sosial, tentu merupakan kesulitan tersendiri.
4. Meski Milgram menyatakan keterhubungan antar individu bisa sampai 6
derajat, tetapi pada penelitian mutakhir tentang penyebaran pengaruh melalui
jejaring sosial menunjukkan hanya sampai 3 derajat saja. Mereka menyebutnya
Aturan Tiga Derajat (Three Degrees of Influence Rule). Semua yang kita
lakukan atau "katakan" cenderung menyebar sepanjang jejaring kita berdampak
kepada teman kita (satu derajat), temannya teman kita (dua derajat), dan
temannya temannya teman kita (tiga derajat). Pengaruh itu berangsur-angsur
melemah dan tidak lagi kuat bagi orang-orang di luar perbatasan sosial yang
terletak di tiga derajat keterpisahan. Demikian pula, kita dipengaruhi teman
dalam tiga derajat dan biasanya tidak dipengaruhi oleh mereka yang berada di
luarnya (Christakis, 2010). Lihat ilustrasi gambar di samping ini15 . Jika
kita memiliki 20 teman, dan masing-masing teman juga memiliki 20 teman,
demikian juga temannya teman, maka dengan tiga derajat keterpisahan kita
memiliki 20 x 20 x 20 = 8.000 teman. Jumlah yang banyak buat kita, tetapi
terlalu sedikit tentunya bagi sebuah peradaban.
Christakis sampai pada kesimpulan bahwa enam derajat keterpisahan antara dua
individu menunjukkan seberapa luas kita terhubung. Tetapi tiga derajat
keterpisahan menunjukkan seberapa luas "pengaruh" yang bisa kita tularkan.
Dalam konteks membangun kembali peradaban, yang kita perlukan tentu hubungan
hingga level "memengaruhi", bahkan "menggerakkan".
Mungkin akan lebih powerful jika ke-8000 sambungan kita adalah orang-orang
yang sangat kita kenal komitmennya dan kita tahu pasti bahwa mereka adalah
"teman seperjuangan". Tetapi jika masing-masing memiliki 8.000 teman juga,
maka itu "hanya" akan menghasilkan 64.000.000 sambungan (berderajat hingga
enam keterpisahan). Seperempat penduduk Indonesia. Tetapi pada kenyataannya,
tidak ada percabangan yang 100% berjalan seperti itu. Anda yang berkecimpung
di bisnis MLM pasti bisa menjawabnya.
5. Karena struktur keterhubungan anggota bebas, maka boleh jadi bentuk
struktur jejaring sosial kita bukanlah seperti barisan ember, pohon telepon,
atau sepasukan tentara. Bentuknya lebih merupakan benang-ruwet. Artinya,
"temannya temannya teman" kita boleh jadi ternyata "teman" kita juga. Ini
tentu agak sulit dalam mengelola, jika struktur jejaring sosial kita
ibaratkan sebuah organisasi.
6. Dalam sebuah penelitian ditemukan fakta bahwa rentang umur anggota
Facebook terbesar adalah 18-24, 25-34, dan 14-17. Mereka berumur dengan
tingkat konsumtif yang rendah. Disimpulkan bahwa mereka bergabung ke
jejaring sosial sekedar "having fun", untuk bersenang-senang saja. Apakah
kita bisa membangun peradaban dengan tipe orang-orang semacam ini?
7. Dalam sebuah penelitian juga disebutkan bahwa rata-rata orang mengakses
situs jejaring sosial tiap harinya 2x lebih banyak daripada menonton
televisi. Apakah yang mereka kerjakan, kira-kira (lihat no. 6)? Kelihatannya
jejaring sosial, terhubung dengan orang lain, "lebih mengasyikkan" daripada
menonton televisi. Apakah kita bisa memgembalikan peradaban dengan mereka?
8. Pemilik Facebook adalah Mark Zukerberg (gambar di atas, banyak di
internet). Ia seorang Yahudi. Kabarnya-–saya belum mendapat
datanya—-situs-situs jejaring sosial yang lain (luar negeri) setali tiga
uang. No comment. Pertanyaannya, apakah kita akan memanfaatkan jejaring
sosial Yahudi untuk membangun peradaban Islam? Ada beberapa jejaring sosial
(kabarnya) milik muslim, seperti: Muxlim.com, Iqranation.com,
Muslimsocial.com, Naseeb.com, Pencerahanhati.com. Tetapi efektivitasnya
perlu dikaji kembali.
9. Dll.
Singkat kata, jejaring sosial memang powerful kaitannya untuk membangun
jejaring dengan banyak orang untuk melakukan sesuatu. Tetapi melihat
efektivitas, Aturan Tiga Derajat Pengaruh, ketidakpastian anggota,
penggunaan resource miliki Yahudi, anggotanya yang lebih banyak having fun
saja ketimbang keperluan lebih serius, maka menurut pendapat saya, Jejaring
Sosial di satu sisi hanya sebagai alat bantu (sarana) dalam melakukan
upaya-upaya mengembalikan peradaban Islam, dan di sisi lain efektivitasnya
layak dikaji ulang. Tetapi untuk lingkup kecil, dengan manajemen yang bagus,
kiranya masih bisa memberikan manfaat bagi berjalannya dakwah kepada sesama
muslim dalam kaitannya dengan tujuan yang besar, seperti membangun kembali
peradaban Islam yang telah terpuruk setidaknya sejak 1924 ketika
kekhalifahan Turki Usmani dihapuskan.
Nampaknya penggunaan IT mengandungi fungsi yang sama, sebagai alat bantu,
yang mungkin lebih luas penggunaannya ketimbang jejaring sosial. Kiranya
inovasi dan kreativitas sangat dituntut kepada semua pihak, utamanya kaum
muda Muslim, untuk menemukan cara-cara yang lenbih efektif dan efisien,
serta masif, dalam bahu-membahu mengembalikan peradaban Islam dengan
menggunakan teknologi, utamanya IT dan jejaring sosial.
Wallahu a'lam.
***
Referensi
Nicholas A. Christakis, M.D., Ph.D., James H. Flower, Ph.D. Connected:
Dahsyatnya Kekuatan Jejaring Sosial Mengubah Hidup Kita. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta, 2010
Fadil SJ, Drs., M.Ag. Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah.
UIN Malang Press: Malang, 2008
Siti Maryam dkk. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern.
LESFI IAIN Sunan Kalijaga: Jogjakarta, 2003
Ismail R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi. Atlas Budaya Islam: Menjelajah
Khazanah Peradaban Gemilang. Mizan: Bandung, 2003
Umar Sulaiman Al-Asyqar, Dr. Umat Islam Menyongsong Peradaban Baru. Penerbit
Amzah: 2002
Roby Muhammad. Search in Social Networks. Columbia University: 2010
Hamid Fahmy Zarkasy, Dr. Membangun Peradaban Islam dengan Ilmu Pengetahuan.
Universitas Ibnu Khaldun: Bogor, 2007
Beberapa sumber di internet.
Penulis
Bahtiar HS, dilahirkan di kota reog Ponorogo pada 1971. Ia adalah General
Manager sebuah perusahaan penyedia solusi di bidang teknologi informasi (IT)
berpusat di Surabaya. Lulus dari Teknik Informatika ITS Surabaya tahun 1997.
Ia suka menulis hal-hal yang kontemplatif dan inspiratif. Lahirlah dari
tangannya tulisantulisan semacam Oase Iman di portal eramuslim maupun Napak
Tilas di majalah alMu'tashim — dimana ia menjadi pemimpin redaksinya.
Ia pernah menjadi pemenang dengan penghargaan khusus LMCPI Annida ke-IV,
Juara Harapan III Lomba Penulisan Cerita Fiksi Keagamaan Depag RI tahun
2002, pemenang kategori Breakthru (berdasarkan orisinalitas ide) dalam
Speedy Blogging Competition 2008 Telkom Speedy, pemenang pendukung pada
PropertyKita.com Blogging Competition 2009, pemenang finalis lomba menulis
tentang Perbankan Islam pada iB Blogging Competition 2009 Kompasiana.
Beberapa buku antologinya: Suatu Petang di Kafe Kuningan (FBA Press, 2001),
Merah di Jenin (FBA Press, 2002), Cahaya di Lorong Purnama (Asy-Syamil,
2002) dan Matahari Tak Pernah Sendiri (LPPH, 2004). Bukunya terbit pada
pertengahan 2008 berjudul Jejak-jejak Surga Sang Nabi, berbasis tarikh
Rasulullah Saw. (Lingkar Pena Publishing House, Jakarta, 2009). Salah satu
tulisannya di Oase Iman dimuat dalam antologi Oase Iman: Menembus Batas
Logika (Eramuslim Global Media, Jakarta, 2009). Dan saat ini tengah
menantikan kelahiran bukunya kedua: 20 Tahun Mencari Keadilan (Inti Medina,
2010).
Ia sempat menjadi editor beberapa buku, antara lain: Roman Percintaan Para
Nabi (Bina Ilmu, 2007), Al-Kayyis: Insan Berkecerdasan Hati (JDA Press,
2007), Anak Cerdas Anak Mulia Anak Indah (Arga Publishing, 2008), Panduan
Singkat Haji Tamattu' (Nashiril Haq, 2008), Meniti Jalan Al-Kayyis2: Menjaga
Hati, Menyemai Cinta (Vde Press, 2008), dan Menyambut Usia 40 Tahun
(Nashiril Haq, 2009).
Ketua FLP Jatim 2004-2006 tinggal di Surabaya bersama istri tercintanya dan
malaikatmalaikat kecilnya. Email: bahtiar.hs@infoglobal.co.id atau lewat
blog pribadinya: http://bahtiarhs.net
***
1 Disampaikan pada acara Seminar Parade SITC 2010, Ahad, 2 Jumadil Tsaniy
1431 H | 16 Mei 2010 M
2 Praktisi IT, alumnus Teknik Informatika ITS angkatan 1990.
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar