Selasa, 27 Desember 2011

[daarut-tauhiid] Sikap Resmi NU dan Muhammadiyah tentang Natal, Doa Bersama, Menjaga Gereja dll.

*SIKAP NU DAN MUHAMMADIYAH *

*Tentang*

*Doa Bersama Lintas Agama, Natal Bersama, Ucapan Selamat Natal, Menjaga
Gereja, dll. *

*
*

*
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*

* *

*Rahmatan Lil-'Alamin** **d**an Toleransi *

Oleh: Muhammad Idrus Ramli

(Pengurus Lajnah Ta'lif wan Nasyr PWNU Jawa Timur)

Umat Islam tentu meyakini misi *rahmatan lil-'alamin*, sebab istilah *rahmatan
lil-'alamin* telah dinyatakan oleh al-Qur'an. Istilah *rahmatan
lil-'alamin*dipetik dari salah satu ayat al-Qur'an,
*"Ma maa arsalnaaka illaa rahmatan lil-'aalamiin (Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam)."* (QS
al-Anbiya' : 107).

Dalam ayat itu, "*rahmatan lil-'alamin**"* secara tegas dikaitkan dengan
kerasulan Nabi Muhammad saw. Artinya, Allah tidaklah menjadikan Nabi saw
sebagai rasul, kecuali karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi semesta
alam. Karena rahmat yang diberikan Allah kepada semesta alam ini dikaitkan
dengan kerasulan Nabi saw, maka umat manusia dalam menerima bagian dari
rahmat tersebut berbeda-beda. Ada yang menerima rahmat tersebut dengan
sempurna, dan ada pula yang menerima rahmat tersebut tidak sempurna.

Ibnu Abbas *radhiyallahu 'anhuma, *sahabat Nabi saw, pakar dalam Ilmu Tafsir
menyatakan: "Orang yang beriman kepada Nabi saw, maka akan memperoleh
rahmat Allah dengan sempurna di dunia dan akhirat. Sedangkan orang yang
tidak beriman kepada Nabi saw, maka akan diselamatkan dari azab yang
ditimpakan kepada umat-umat terdahulu ketika masih di dunia seperti dirubah
menjadi hewan atau dilemparkan batu dari langit." Demikian penafsiran yang
dinilai paling kuat oleh al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi dalam
tafsirnya, *al-Durr
al-Mantsur*.

Penafsiran di atas diperkuat dengan hadits shahih yang menegaskan
bahwa *rahmatan
lil-'alamin* telah menjadi karakteristik Nabi saw dalam dakwahnya. Ketika
sebagian sahabat mengusulkan kepada beliau, agar mendoakan keburukan bagi
orang-orang Musyrik, Nabi saw menjawab: *"Aku diutus bukanlah sebagai
pembawa kutukan, tetapi aku diutus sebagai pembawa rahmat." *(HR. Muslim).

Penafsiran di atas memberikan gambaran, bahwa karakter *rahmatan lil-'alamin
* memiliki keterkaitan sangat erat dengan kerasulan Nabi saw. Dalam
kitab-kitab Tafsir, tidak ditemukan keterkaitan makna *rahmatan
lil-'alamin*dengan sikap toleransi yang berlebih-lebihan dengan
komunitas
non-Muslim. Ini berangkat dari kenyataan bahwa *rahmatan
lil-'alamin*sangat erat kaitannya dengan kerasulan Nabi saw,
yakni penyampaian ajaran Islam kepada umatnya.

*Maka seorang Muslim, dalam menghayati dan menerapkan pesan Islam rahmatan
lil-'alamin tidak boleh menghilangkan misi dakwah yang dibawa oleh Islam
itu sendiri**. Misalnya, **memberikan khotbah dalam acara kebaktian agama
lain, menjaga keamanan tempat ibadah **agama lain **dan acara ritual agama
lain, atau doa bersama lintas agama dengan alasan **itu adalah
"**Islam rahmatan
lil-'alamin**"**. ** Kegiatan-kegiatan semacam itu justru **mengaburkan
makna rahmatan lil-'alamin yang berkaitan erat dengan misi dakwah Islam**.**
*

Sebagaimana dimaklumi, selain sebagai *rahmatan lil-'alamin*, Nabi saw
diutus juga bertugas sebagai *basyiiran wa nadziiran
lil-'aalamiin*(pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada
seluruh alam).
*"Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam."* (QS.
al-Furqan : 1). *"Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan (basyiiran wa nadziiran), tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui." *(QS. Saba' : 28). Sebagai pengejawantahan dari ayat-ayat ini,
seorang Muslim dalam interaksinya dengan orang lain, selain harus
menerapkan watak *rahmatan lil-'alamin*, juga bertanggungjawab menyebarkan
misi *basyiran wa nadziran lil-'alamin*.

Islam tidak melarang umatnya berinteraksi dengan komunitas agama lain.
Rahmat Allah yang diberikan melalui Islam, tidak mungkin dapat disampaikan
kepada umat lain, jika komunikasi dengan mereka tidak berjalan baik. Karena
itu, para ulama fuqaha dari berbagai madzhab membolehkan seorang Muslim
memberikan sedekah sunnah kepada non Muslim yang bukan *kafir harbi*.
Demikian pula sebaliknya, seorang Muslim diperbolehkan menerima bantuan dan
hadiah yang diberikan oleh non Muslim. Para ulama fuqaha juga mewajibkan
seorang Muslim memberi nafkah kepada istri, orang tua dan anak-anak yang
non Muslim.

Di sisi lain, karena seorang Muslim bertanggungjawab menerapkan *basyiran
wa nadziran lil-'alamin*, Islam melarang umatnya berinteraksi dengan non
Muslim dalam hal-hal yang dapat menghapus misi dakwah Islam terhadap
mereka. Mayoritas ulama fuqaha tidak memperbolehkan seorang Muslim menjadi
pekerja tempat ibadah agama lain, seperti menjadi tukang kayu, pekerja
bangunan dan lain sebagainya, karena hal itu termasuk menolong orang lain
dalam hal kemaksiatan, ciri khas dan syiar agama mereka yang salah dalam
pandangan Islam. *"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya." *(QS. al-Ma'idah : 2).

* *

*Doa Lintas Agama*

Doa bersama lintas agama, dewasa ini juga agak marak dilakukan.
Sebagian beralasan
Islam *rahmatan lil-'alamin*. Padahal, karakter *rahmatan
lil-'alamin*, sebenarnya
tidak ada kaitannya dengan doa bersama lintas agama. Sebagaimana dimaklumi,
doa merupakan inti dari pada ibadah (*mukhkhul 'ibadah*), yang dilakukan
oleh seorang hamba kepada Tuhan. Tidak jarang, seorang Muslim berdoa kepada
Allah, dengan harapan memperoleh pertolongan agar segera keluar dari
kesulitan yang sedang dihadapi. Tentu saja, ketika seseorang berharap agar
Allah segera mengabulkan doanya, ia harus lebih berhati-hati, memperbanyak
ibadah, bersedekah, bertaubat dan melakukan kebajikan-kebajikan lainnya.
Dalam hal ini, semakin baik jika ia memohon doa kepada orang-orang saleh
yang dekat kepada Allah. Hal ini sebagaimana telah dikupas secara mendalam
oleh para ulama fuqaha dalam bab *shalat istisqa'* (mohon diturunkannya
hujan) dalam kitab-kitab fiqih.

Ada dua pendapat di kalangan ulama fuqaha, tentang hukum menghadirkan kaum
non Muslim untuk doa bersama dalam shalat istisqa'. *Pertama*, menurut
mayoritas ulama (madzhab Maliki, Syafi'i dan Hanbali), tidak dianjurkan dan
makruh menghadirkan non Muslim dalam doa bersama dalam shalat istisqa'.
Hanya saja, seandainya mereka menghadiri acara tersebut dengan inisiatif
sendiri dan tempat mereka tidak berkumpul dengan umat Islam, maka itu tidak
berhak dilarang.

*Kedua*, menurut madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Maliki, bahwa non
Muslim tidak boleh dihadirkan atau hadir sendiri dalam acara doa bersama
shalat istisqa', karena mereka tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah
dengan berdoa. Doa *istisqa'* ditujukan untuk memohon turunnya rahmat dari
Allah, sedangkan rahmat Allah tidak akan turun kepada mereka. Demikian
kesimpulan pendapat ulama fuqaha dalam kitab-kitab fiqih. Maka, jika doa
diharapkan mendatangkan rahmat dari Allah, sebaiknya didatangkan orang-orang
saleh yang dekat kepada Allah, bukan mendatangkan orang-orang yang yang
jauh dari kebenaran.

Forum *Bahtsul Masail al-Diniyah al-Waqi'iyyah* Muktamar NU di PP Lirboyo
Kediri, 21-27 November 1999, menyatakan, bahwa "*Doa Bersama Antar Umat
Beragama*" hukumnya haram. Diantara dalil yang mendasarinya: Kitab *Mughnil
Muhtaj*, Juz I hal. 232:* "Wa laa yajuuzu an-yuammina 'alaa du'aa-ihim
kamaa qaalahu ar-Rauyani li-anna du'aal kaafiri ghairul maqbuuli." *(Lebih
jauh, lihat: *Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam:
Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004), *penerbit:
Lajtah Ta'lif wan-Nasyr, NU Jatim, cet.ke-3, 2007, hal. 532-534). (*Wallahu
a'lam**)*. (***)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*Tas**â**muh**: Dulu dan Kini *

Oleh: Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I.

*Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah*

* *

* *

Baik secara konsep maupun aplikasi dalam sejarah, Islam mengajarkan
toleransi yang luhur atas dasar tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
Al-Quran mengajarkan: "*Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tak
kan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.*"( QS
Al-Baqarah:256). "*Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan." (*QS. Al-An'am:108)

Prinsip-prinsip keadilan dan apresiasi yang tinggi terhadap fakta pluralitas
masyarakat telah menjadikan masyarakat profetik Madinah tampil melampaui
zamannya yang sarat dengan tribalisme Arab. Terhadap hak-hak non muslim *
dzimmi*, Rasulullah saw bersabda: "*Barang siapa menzalimi non muslim yang
terikat perjanjian dengan Islam, menghinakannya, membebaninya di luar batas
kemampuannya, atau mengambil hartanya tanpa kerelaannya maka, akulah
lawannya pada hari kiamat kelak"* (HR Abu Dawud). "*Barangsiapa membunuh
sesorang dari ahli dzimmah, ia takkan mendapatkan wangi surga, padahal
wanginya bisa didapatkan dari jarak perjalanan selama tujuhpuluh tahun"*
(HR.Nasa'i).

Sikap toleran dan ketegasan dalam prinsip-prinsip Islam pernah ditunjukkan
oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah yang kini memasuki
usianya ke-102 tahun. Afiliasi dan keberpihakannya kepada Islam sangatlah
jelas. Dalam konteks hubungan antar agama dan umat beragama beliau bukanlah
pengusung faham Pluralisme ataupun sekularisme. Bahkan menurut Alwi Shihab,
Muhammadiyah didirikan justeru sebagai respon terhadap praktek keagamaan
yang menyimpang, gerakan Kristenisasi dan gerakan Freemason yang mengusung
slogan kebebasan dengan jargonnya : *liberty, egality* dan *fraternity.*(Alwi
Shihab:1998).* *

Tidak dinafikan, KH Ahmad Dahlan merupakan sosok yang berpikiran maju,
terbuka dan toleran. Hal tersebut membuat Dokter Soetomo, seorang elite
priyayi Jawa dan salah seorang pemimpin Budi Utomo kepincut dengan
Muhammadiyah dan bersedia menjadi advisor *Hooft Bestuur* Muhammadiyah masa
itu. Beliau juga sering berdialog pemuka agama Kristen. Diantaranya ialah;
Pastur van Lith, Pastur van Driesse dan Domine Bekker. Keterbukaan beliau
memang luar biasa, namun perlu dicatat secara adil sikap tegas KH Ahmad
Dahlan dalam beraqidah.

Dalam dialognya bersama KH Ahmad Dahlan, Domine Bekker selalu
berbelit-belit dan tidak mau mengakui kekalahannya dan akhirnya pendiri
Muhammadiyah ini mengajukan tantangan kepada pemuka Kristen untuk keluar
dari agama masing-masing lalu mencari dan menyelidiki agama masing-masing.
Demikian pula dialog terbuka Kyai Dahlan dengan seorang pemuka gereja, Dr.
Lamberton yang akhirnya berujar, "*Maaf, saya tetap berpegang kepada agama
jang dipeluk oleh nenek mojang saya, karena ini menjadi kewajiban
saya. *(Yusron
Asrofi:*Kyai AhmadDahlan: Pemikiran & Kepemimpinannya, 2005*).

Pada 1969, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Azhar Basyir, MA menyampaikan kuliah
tentang Muhammadiyah di Akademi Kateketik Katolik Yogyakarta. Secara tulus
Kyai Azhar Basyir menyampaikan ucapan terima kasih, bahkan merasa mendapat
kehormatan dengan undangan dari Institusi Katolik tersebut. Ketika itu,
Kyai Azhar Basyir menyampaikan ceramah dengan judul: "*Mengapa Muhammadiyah
Muhammadijah berjuang menegakkan tauhid jang murni?".*

Kata Sang Kyai, "Karena Muhammadijah yakin benar-benar, dan ini adalah
keyakinan seluruh umat Islam, bahwa tauhid jang murni adalah ajaran Allah
sendiri. Segala ajaran jang bertendensi menanamkan kepercayaan "Tuhan
berbilang" bertentangan dengan ajaran Allah. Dan oleh karena keyakinan
"Tuhan berbilang" itu menyinggung keesaan Tuhan jang mutlak, maka keyakinan
"Tuhan berbilang" itu benar-benar dimurkai Allah. Tauhid murni mengajarkan
keesaan Tuhan secara mutlak. Kepercayaan bahwa sesuatu atau seseorang
selain Allah mempunjai sifat ke-Tuhanan, disebut "syirik". Syirik adalah
perbuatan dosa terbesar jang tidak diampuni Allah."

Sikap toleran, keterbukaan dan keteguhan iman KH Ahmad Dahlan, dan KH Ahmad
Azhar Basyir terbaca di atas seharusnya menjadi referensi keteladanan yang
otentik dalam merumuskan sikap toleransi antar umat beragama di Indonesia,
terkhusus* *Pimpinan dan warga Persyarikatan Muhammadiyah. Segala hal yang
potensial meruntuhkan bangunan aqidah dan iman seorang muslim mesti
disikapi secara tegas, adil dan beradab. Ketegasan sikap secara beradab
dalam menjaga akidah umat Islam, tidak perlu dirisaukan. Apalagi
disalahpahami sebagai sikap ekslusif yang akan melahirkan radikalisme
keagamaan.

Tentang ucapan "S*elamat hari Natal*" dan hukum mengikuti Perayaan Natal
Bersama, umpamanya, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
menerbitkan fatwa yang persis sama dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia. Di
antara kandungan Fatwa tersebut ialah: "Umat Islam diperbolehkan untuk
bekerjasama dan bergaul dengan umat-umat agama-agama dalam masalah-masalah
keduniaan serta tidak boleh mencampuradukkan agama dengan aqidah dan
peribadatan agama lain seperti meyakini Tuhan lebih dari satu, Tuhan
mempunyai anak dan Isa Al-Masih itu anaknya. Orang yang meyakininya
dinyatakan kafir dan musyrik. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
menjauhkan diri dari hal-hal yang *syubhat* dan dari larangan Allah SWT
serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Dalam konteks ini, perayaan Natal di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
perkara-perkara akidah tersebut di atas. Karenanya, mengikuti upacara Natal
bersama bagi umat Islam hukumnya *haram*. Demikian pula mengucapkan Selamat
Natal merupakan bagian langsung dari perkara *syubuhat* yang dianjurkan
untuk tidak dilakukan.(*Fatwa-Fatwa Tarjih*, Cetakan VI, 2003, hal.
209-210).

Di antara keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah yang termuat dalam *Berita
Resmi Muhammadiyah, No 01/2010-2015 Syawwal 1431/September 2010, hal.
238 *dinyatakan
sebagai berikut: "Muhammadiyah menerima pluralitas agama tetapi menolak
pluralisme yang mengarah pada sinkretisme, sintesisme, dan relativisme.
Karena itu, umat Islam diajak untuk memahami kemajemukan agama dan
keberagamaan dengan mengembangkan tradisi toleransi dan koeksistensi (hidup
berdampingan secara damai). Dengan tetap meyakini kebenaran agamanya
masing-masing, setiap individu bangsa hendaknya menghindari segala bentuk
pemaksaan kehendak, ancaman dan penyiaran agama yang menimbulkan konflik
antar pemeluk agama. Pemerintah diharapkan memelihara dan meningkatkan
kehidupan beragama yang sehat untuk memperkuat kemajemukan dan persatuan
bangsa."

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, Pedoman Hidup Islami (PHI) bagi
warga Muhammadiyah menuntunkan bahwa, Islam mengajarkan agar setiap muslim
menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan tetangga
maupun anggota masyarakat lainnya masing-masing dengan memelihara hak dan
kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan non-muslim, dalam
hubungan ketetanggaan...Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga
diajarkan untuk bersikap baik dan adil, mereka berhak memperoleh hak-hak
dan kehormatan sebagai tetangga, memberi makanan yang halal dan boleh pula
menerima makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan memelihara
toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang diajarkan Agama Islam. *Wallahu
a'lam bil-shawab.* (***)


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: