Sabtu, 18 Februari 2012

[daarut-tauhiid] Kisah wanita mulia, ibu dari seorang pahlawan belia (1)

Kisah wanita mulia, ibu dari seorang pahlawan belia (1)

Siraaj

*
*

*(Arrahmah.com <http://arrahmah.com/>)* – Dalam *Shifatus Shofwah* oleh
Ibnul Jauzi dan *Masyaraqiul Asywaq* oleh Ibnu Nahhas dikisahkan seorang
salih yang bernama Abu Qudamah Asy-Syami.

Abu Qudamah adalah seorang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan *jihad fi
sabilillah*. Tak pernah ia mendengar akan *jihad fi sabilillah*, atau
adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali ia selalu
ambil bagian bertempur di pihak kaum muslimin.

Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seseorang
yang menghampirinya seraya berakta, "Hai Abu Qudamah, Anda adalah orang
yang gemar berjihad di jalan Allah, maka ceritakanlah peristiwa paling
ajaib yang pernah kau alami dalam berjihad."

"Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian," kata Abu Qudamah.

"Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum
Salibis di beberapa pos penjagaan dekat perbatasan. Dalam perjalanan itu
aku melalui kota Raqh (sebuah kota di Irak, dekat sungai Eufrat). Di sana
aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku.
Di samping itu aku mengajak warga kota lewat masjid-masjid, untuk ikut
serta dalam jihad dan berinfak *fi sabilillah*.

Menjelang malam harinya, ada orang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan,
ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan gaunnya.

"Apa yang Anda inginkan?" tanyaku.

"Andakah yang bernama Abu Qudamah?" katanya balik bertanya.

"Benar," jawabku.

"Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di
perbatasan?" tanyanya kembali.

"Ya, benar," jawabku.

Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat,
kemudian berpaling sambil menangis.

Pada kertas itu tertulis, "Anda mengajak kami untuk ikut berjihad, namun
aku tak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua buah kuncir kesayanganku agar
Anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada
kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku karenanya."

"Demi Allah, aku kagum atas semangat dan kegigihan wanita itu untuk ikut
berjihad, demikian pula dengan kerinduannya untuk mendapat ampunan Allah
dan Surga-Nya," kata Abu Qudamah.

Keesokan harinya, aku bersama sahabatlu beranjak meninggalkan Raqh. Tatkala
kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada
seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil,

"Hai Abu Qudamah.. Abu Qudamah.. tunggulah sebentar, semoga Allah
merahmatimu," teriak orang itu.

"Kalian berangkat saja duluan, biar aku yang mencari tahu tentang orang
ini," perintahku pada para sahabatku.

Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan,

"Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak
menolak keikutsertaanku."

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku.

"Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir," jawabnya.

"Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau memang cukup dewasa dan
wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib
berjihad, terpaksa kutolak." Kataku.

Ketika ia menyingkap wajahnya, tampak olehku wajah yang putih bersinar bak
bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia, dan umurnya baru 17 tahun.

"Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?" tanyaku.

"Ayah terbunuh di tangan kaum Salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk
memerangi orang-orang yang membunuh ayahku," jawabnya.

"Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?" tanyanku lagi.

"Ya," jawabnya.

"Kembalilah ke ibumu dan rawatlah ia baik-baik, karena surga ada di bawah
telapak kakinya," pintaku kepadanya.

"Kau tak kenal ibuku?" tanyanya.

"Tidak," jawabku.

"Ibuku ialah pemilik titipan itu," katanya.

"Titipan yang mana," tanyaku.

"Dialah yang menitipkan tali kuda itu," jawabnya.

"Tali kuda yang mana?" tanyaku keheranan.

"*Subhanallah..*!! alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan
wanita yang tadi malam menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?"

"Ya, aku ingat," jawabku.

"Dialah ibuku! Dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah
dariku supaya aku tidak kembali lagi," katanya.

"Ibuku berkata, 'Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh,
janganlah kamu melarikan diri. Persembahkanlah jiwamu untuk Allah. mintalah
kedudukan di sisi-Nya, dan mintalah agar engkau ditempatkan bersama ayah
dan paman-pamanmu di surga. Jika Allah mengaruniamu mati syahid, maka
mintalah syafaat bagiku."

Kemudian ibu memelukku, lalu menengadahkan kepalanya ke langit seraya
berkata, "Ya Allah.. ya Ilahi.. inilah puteraku, buah hati dan belahan
jiwaku, kupersembahkan ia untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya'."

"Aku benar-benar takjub dengan anak ini," kata Abu Qudamah, lalu anak
itupun segera menyela,

"Karenanya, kumohon atas nama Allah, janganlah kau halangi aku untuk
berjihad bersamamu. Insya Allah akulah asy-syahid putra asy-syahid. Aku
telah hafal Alquran. Aku juga pandai menunggang kuda dan memanah. Maka
janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih belia." kata anak itu
memelas.

Setelah itu mendengar uraiannya aku tak kuasa melarangnya, maka
kusertakanlah ia bersamaku.

Demi Allah, ternyata tak pernah kulihat orang yang lebih cekatan darinya.
Ketika pasukan bergerak, dialah yang tercepat, ketika kami singgah untuk
beristirahat, dialah yang paling sibuk mengurus kami, sedang lisannya tak
pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali.

Kemudian, kami pun singgah di suatu tempat dekat pos perbatasan. Saat itu
matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami
hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, bocah itu
bersumpah atas nama Allah bahwa ialah yang akan menyiapkannya. Tentu saja
kami melarangnya karena ia baru saja kecapaian selama perjalanan panjang
tadi.

Akan tetapi bocah itu bersikeras untuk menyiapkan hidangan bagi kami. Lama
kami beristirahat di suatu tempat, kami katakan kepadanya, "Menjauhlah
sedikit agar asap kayu bakarmu tidak mengganggu kami."

Maka bocah itu pun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak.
Akan tetapi bocah itu tak kunjung tiba. Mereka merasa bahwa ia agak
terlambat menyiapkan hidangan mereka.

"Hai Abu Qudamah, temuilah bocah itu. Ia sudah terlalu lama memasak. Ada
apa dengannya?" pinta seseorang kepadaku. Lalu aku bergegas menemuinya,
maka kudapati bocah itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu di
atasnya. Tapi karena terlalu lelah, ia pun tertidur sambil menyandarkan
kepalanya pada sebuah batu.

Melihat kondisinya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tak sampai hati
mengganggu tidurnya, namun aku juga tak mungkin kembali kepada mereka
dengan tangan hampa, karena sampai sekarang kami belum menyantap apa-apa.

Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Aku pun mulai
meramu masakannya, dan sembari menyiapkan masakan, sesekali aku melirik
bocah itu. Suatu ketika terlihat olehku bahwa bocah itu tersenyum. Lalu
perlahan senyumnya makin melebar dan mulailah ia tertawa kegirangan.

Aku merasa takjub melihat tingkahnya tadi, kemudian ia tersentak dari
mimpinya dan terbangun.

Ketika melihatku menyiapkan masakan sendiran, ia nampak gugup dan buru-buru
mengatakan,

"Paman, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagi
kalian."

"Ah tidak, kamu tidak terlambat kok," jawabku.

"Sudah, tinggalkan saja masakan ini, biar aku yang menyiapkannya, aku
adalah pelayan kalian selama jihad," kata bocah itu.

"Tidak," sahutku, "Demi Allah, kau tak kuzinkan menyiapkan apa-apa bagi
kami sampai kau ceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur
tadi? Keadaanmu sungguh mengherankan," lanjutku.

"Paman, itu sekedar mimpi yang kulihat sewaktu tidur," kata si bocah.

"Mimpi apa yang kau lihat?" tanyaku.

"Sudahlah, tak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku
dengan Allah," sahut bocah itu.

"Tidak bisa, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakannya," kataku.

"Paman, dalam mimpi tadi aku melihat seakan aku berada di surga, kudapati
surga itu dalam segala keindahan dan keanggunannya, sebagaimana yang Allah
ceritakan dalam Alquran.

Sembari aku jalan-jalan di dalamnya dengan terkagum-kagum, tiba-tiba
tampaklah olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas
dan perak, dan terasnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari
emas.

Di teras itu ada tirai-tirai yang terjuntai, lalu perlahan tirai itu
tersingkap dan tampaklah gadis-gadis belia nan cantik jelita, wajah mereka
bersinar bak rembulan."

Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikan
yang luar biasa, gumamku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih
cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang
ada di sampingnya seraya mengatakan, "Inilah (calon) suami *al-mardhiyyah*..
ya, dialah calon suaminya.. benar, dialah orangnya!"

Aku tak paham siapa itu *al-mardhiyyah*, maka aku bertanya kepadanya,
"Kamukah *al-mardhiyyah*..?

"Aku hanyalah satu di antara dayang-dayang *al-mardhiyyah*…" katanya. "Anda
ingin bertemu dengan *al-mardhiyyah*..?" tanya gadis itu.

"Kemarilah.. masuklah ke sini, semoga Allah merahmatimu," serunya.

Tiba-tiba kulihat di atasnya ada sebuah kamar dari emas merah.. dalam kamar
itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari
perak putih yang berkilauan.

Dan di atasnya.. seorang gadis belia dengan wajah bersinar laksana surya!!
Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah
mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikkannya..!!!

Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, "Selama datang, hai
wali Allah dan Kekasih-Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah
milikku."

Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya..
namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata,

"Wahai kekasihku dan tambatan hatiku.. semoga Allah menjauhkanmu dari
segala kekejian.. urusanmu di dunia masih tersisa sedikit.. InsyaAllah
besok kita bertemu selepas ashar."

Aku pun tersenyum dan senang mendengarnya."

Abu Qudamah melanjutkan, "Usai mendengar cerita indah dari si bocah tadi,
aku berkata kepadanya, "InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik."

Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama, kemudian meneruskan
perjalanan kami menuju pos perbatasan.

*Bersambung insya Allah…*

***

*Sumber: Ibunda Para Ulama*,* Sufyan bin Fuad Baswedan, Wafa Press, Cetakan
Pertama Ramadhan 1427 H / Oktober 2006*

*Ilustrasi foto oleh: gurbet ruzgari*

(muslimahzone.com/arrahmah.com<http://arrahmah.com/read/2012/02/18/18166-kisah-wanita-mulia-ibu-dari-seorang-pahlawan-belia-1.html>
)


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: