http://warnaislam.
Saat tua nanti, ketika duduk bersimpuh di depan cucu-cucu kelak kita
akan bercerita, "Dulu kakek itu…." Semua kisah perjalanan hidup akan
kita putar kembali mencoba memperdengarkannya kepada anak-anak dan cucu
berharap mereka mau belajar dari apa-apa yang sekarang menjadi catatan
sejarah.
Ketika renta nanti, saat tubuh tak mampu berbuat banyak karena sudah
teramat lemah. Kita akan berkata di depan cucu, "dulu kakek kuat,
tenaganya besar, mampu mengangkat beban seberat puluhan kilogram…" dan
seterusnya. Namun saat menceritakan itu, air mata berlinang tak terasa.
Karena tenaga besar dan kekuatan yang kita punya kala muda dulu
ternyata tak digunakan untuk banyak membantu orang-orang lemah, tak
berguna bagi kehidupan orang lain yang benar-benar memerlukan
pertolongan.
Sewaktu wajah sudah mulai keriput, tak tampan atau cantik lagi, kita
mencoba memberikan senyum termanis agar tetap mempesona, cerita pun
mengalir, "Kakek itu dulu ganteng, senyum menawan, banyak gadis yang
tertarik…." Atau, "Dulu nenek jadi primadona, banyak lelaki antri untuk
melamar…". Sewaktu menceritakan hal itu, sesungguhnya kita tengah
meratapi betapa tak berharganya keelokan wajah saat tua tiba. "kenapa
dulu saya mengagung-agungkan sesuatu yang bakal sirna?"
Saat rapuh nanti, ketika kaki ini begitu berat untuk diangkat, kita pun
bercerita, "dulu kakek pendaki gunung, sering menjelajah ke banyak
Negara, banyak tempat-tempat hebat…" dan masih banyak lagi. Walau
demikian, sesungguhnya saat bercerita itu kita pun menangis, menyesal
karena selagi muda tak banyak melangkahkan kaki ke masjid, atau ke
tempat-tempat kajian ilmu agama, menjelajahi rumah-rumah yatim piatu
dan fakir miskin untuk mengulurkan bantuan.
Ketika mata ini rabun, tak mampu lagi membaca bahkan huruf-huruf yang
diperbesar sepuluh kali lipat, kita bercerita, "kakek itu kutu buku,
ribuan buku sudah kakek baca sehingga banyak ilmu yang kakek
pelajari…". Tetapi kita pun tak kuasa membendung kesedihan disaat yang
sama, karena diantara ribuan buku yang rajin kita baca, kita lupa
menyelipkan al quran diantaranya. Dibanyak waktu yang kita punya untuk
membaca buku, tak menyisihkan waktu yang cukup untuk menikmati
pesan-pesan terkandung dalam al quran.
Kala tua menyapa, akal tak mampu lagi bekerja banyak. Pikun menjadi
penyakit utama, lupa sudah apa-apa yang dulu pernah menjadi prestasi
terbaik, maka kita pun memaksa bercerita, "dulu kakek…. eh lupa… kakek
itu, hmmm,… eh lupa lagi…". Padahal dulu ketika muda pun kita memang
kerap terlupa, lupa beribadah, lupa berzakat, lupa bersedekah dan
infak, lupa pula membenahi kekurangan dalam diri.
Sekarang, sebelum kita benar-benar tua. Selagi wajah masih tampan dan
cantik, mumpung tenaga masih kuat, kaki masih mampu jauh melangkah, dan
yang pasti selagi usia masih menyatu dengan raga, mari lakukan yang
terbaik untuk bisa kita ceritakan kelak untuk anak dan cucu di hari
tua. Agar mereka mendapatkan pelajaran berharga dari lidah-lidah yang
gemetar bercerita penglaman masa lalu yang selalu indah. Itu hanya bisa
dimulai dari sekarang, sebelum masa tua itu tiba.
Kawan, waktu yang kita punya hanya sebentar dan itu sangat berharga. Ia
takkan mungkin kembali, jangan sampai kita menyesal di hari tua nanti
dan berharap bisa mengulang masa muda adalah mustahil. Sebelum masa itu
tiba, mulailah menghargai waktu, semoga. (gaw)
Bayu Gawtama
Life-Sharer
http://bayugawtama.
087 87 877 1961
Firefox 3: Lebih Cepat, Lebih Aman, Dapat Disesuaikan dan Gratis.http:
[Non-text portions of this message have been removed]
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar