Jumat, 04 September 2009

[daarut-tauhiid] Puasa Sufi Imam Al-Ghazaly

Puasa Sufi Imam Al-Ghazaly

Sesungguhnya ada tiga tingkatan puasa: biasa, khusus dan sangat khusus.
Puasa biasa, maksudnya adalah menahan diri terhadap makan, minum dan
hubungan biologis antara suami istri dalam jangka waktu tertentu.
Puasa khusus, maksudnya adalah menjaga telinga, mata, lidah, tangan serta
kaki dan juga anggota badan lainnya dari berbuat dosa.

Sedang puasa yang sangat khusus, maksudnya adalah puasa hati dengan
mencegahnya dari memikirkan perkara perkara yang hina dan duniawi, yang ada
hanyalah mengingat Allah swt. dan akhirat. Jenis puasa demikian dianggap
batal bila sampai mengingat perkara perkara duniawi selain Allah dan tidak
untuk akhirat. Puasa yang dilakukan dengan mengingat perkara perkara duniawi
adalah batal, kecuali mendorong ke arah pemahaman agama, karena ini
merupakan tanda ingat pada akhirat, dan tidak termasuk pada yang bersifat
duniawi.

Mereka yang masuk ke dalam tingkatan puasa sangat khusus akan merasa berdosa
bila hari-harinya hanya terisi dengan hal hal yang dapat membatalkan puasa.
Rasa berdosa ini bermula dari rasa tak yakin terhadap karunia serta janji
Allah swt. untuk mencukupkan (dengan) rezeki Nya.
Untuk tingkatan ketiga ini adalah milik atau hanya dapat dicapai oleh para
Rasul, para wali Allah dan mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri
kepada Nya. Tidaklah cukup dilukiskan dengan kata-kata, karena hal tersebut
telah menjadi nyata dalam tindakan (aksi). Tujuan mereka hanyalah semata
mata mengabdi (berdedikasi) kepada Allah swt, mengabaikan segala sesuatu
selain Dia. Terkait dengan makna firman Allah swt, "Katakanlah, Allah!
Kemudian biarkanlah mereka bermain main dalam kesesatannya." (Q s. 6: 91).

Syarat-syarat Batin
Puasa khusus adalah jenis ibadah yang diamalkan sebagaimana oleh orang orang
saleh. Puasa ini bermakna menjaga seluruh organ tubuh manusia agar tidak
melakukan dosa dan harus pula memenuhi keenam syaratnya:

1. Tidak Melihat Apa yang Dibenci Allah Swt.
Suatu hal yang suci, menahan diri dari melihat sesuatu yang dicela (makruh),
atau yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah swt.
Nabi Muhammad saw. bersabda, "pandangan adalah salah satu dari panah-panah
beracun milik setan, yang telah dikutuk Allah. Barangsiapa menjaga
pandangannya, semata mata karena takut kepada Nya, niscaya Allah swt. akan
memberinya keimanan, sebagaimana rasa manis yang diperolehnya dari dalam
hati. " (H.r. al Hakim, hadis shahih). Jabir meriwayatkan dari Anas, bahwa
Rasulullah saw. telah bersabda, "Ada lima hal yang dapat membatalkan puasa
seseorang: berdusta, mengurnpat, menyebar isu (fitnah), bersumpah palsu dan
memandang dengan penuh nafsu."

2. Menjaga Ucapan
Menjaga lidah (lisan) dari perkataan sia-sia, berdusta, mengumpat,
menyebarkan fitnah, berkata keji dan kasar, melontarkan kata kata permusuhan
(pertentangan dan kontroversi); dengan lebih banyak berdiam diri,
memperbanyak dzikir dan membaca [mengkaji] al-Qur'an. Inilah puasa lisan.
Said Sufyan berkata, "Sesungguhnya mengumpat akan merusak puasa! Laits
mengutip Mujahid yang berkata, 'Ada dua hal yang merusak puasa, yaitu
mengumpat dan berbohong."
Rasulullah saw. bersabda, "Puasa adalah perisai. Maka barangsiapa di
antaramu sedang berpuasa janganlah berkata keji dan jahil, jika ada orang
yang menyerang atau memakimu, katakanlah, Aku sedang berpuasa! Aku sedang
berpuasa'!" (H.r. Bukhari Muslim).

3. Menjaga Pendengaran
Menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tercela; karena setiap sesuatu
yang dilarang untuk diucapkan juga dilarang untuk didengarkan. Itulah
mengapa Allah swt. tidak membedakan antara orang yang suka mendengar (yang
haram) dengan mereka yang suka memakan (yang haram). Dalam al Qur'an Allah
swt. berfirman, "Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tiada
halal." (Q.s. 5: 42).
Demikian juga dalam ayat lain, Allah swt. berfirman, "Mengapa para rabbi dan
pendeta di kalangan mereka tidak melarang mereka dari berucap dosa dan
memakan barang terlarang?" (Q.s. 5: 63).

Oleh karena itu, sebaiknya berdiam diri dan menjauhi pengumpat. Allah swt.
berfirman dalam wahyu Nya, 'Jika engkau (tetap duduk bersama mereka),
sungguh, engkaupun seperti mereka ..." (Q.s. 4: 140). Itulah mengapa
Rasulullah saw. mengatakan, "Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat
dalam dosa." (H.r. at Tirmidzi).


4. Menjaga Sikap Perilaku
Menjaga semua anggota badan lainnya dari dosa: kaki dan tangan dijauhkan
dari perbuatan yang makruh, dan menjaga perut dari makanan yang diragukan
kehalalannya (syubhat) ketika berbuka puasa. Puasa tidak punya arti apa apa
bila dilakukan dengan menahan diri dari memakan yang halal dan hanya berbuka
dengan makanan haram. Barangsiapa berpuasa seperti demikian, bagaikan orang
membangun istana, tetapi merobohkan kota. Makanan yang halal juga akan
menimbulkan kemudharatan, bukan karena mutunya tetapi karena jumlahnya. Maka
puasa dimaksudkan untuk mengatasi hal tersebut. Karena didera kekhawatiran,
atau karena sakit yang berkepanjangan, seseorang dapat memakan obat secara
berlebihan.
Tetapi jelas tidak masuk akal jika kemudian ada yang menukar obat dengan
racun. Makanan haram adalah racun berbahaya bagi kehidupan beragama; sedang
makanan halal ibarat obat, yang akan memberikan kemanfaatan apabila dimakan
dalam jumlah cukup, tidak demikian halnya dalam jumlah berlebihan. Memang,
tujuan puasa adalah mendorong lahirnya sikap pertengahan.

Bersabda Rasulullah saw, "Betapa banyak orang berpuasa yang tidak
mendapatkan sesuatu, kecuali lapar dan dahaga saja!" (H.r. an Nasa'i, Ibnu
Majah). Ini ada yang mengartikan pada orang yang berpuasa namun berbuka
dengan makanan haram. Tetapi ada pula yang menafsirkan dengan orang yang
berpuasa, yang menahan diri dari makanan halal tetapi berbuka dengan daging
dan darah manusia, dikarenakan mereka telah merusak puasanya dengan
mengumpat orang lain. Lainnya lagi menafsirkan bahwa mereka ini berpuasa
tetapi tidak menjaga anggota tubuhnya dari berbuat dosa.

5. Menghindari Makan Berlebihan
Berbuka puasa dengan makan yang tidak berlebihan, sehingga rongga dadanya
menjadi sesak. Tidak ada kantung yang lebih tidak disukai Allah swt. selain
perut yang penuh (berlebihan) dengan makanan halal. Dapatkah puasa
bermanfaat sebagai cara mengalahkan musuh Allah swt. dan mengendalikan hawa
nafsu, bila kita berbuka menyesaki perut dengan apa yang biasa kita makan
siang hari? Terlebih lagi, biasanya di bulan puasa masih disediakan makanan
tambahan, yang justru di hari-hari biasa tidak tersedia.

Sesungguhnya hakikat puasa adalah melemahkan tenaga yang biasa dipergunakan
setan untuk mengajak kita ke arah kejahatan. Oleh sebab itu, lebih penting
(esensial) bila mampu mengurangi porsi makan malam dalam bulan Ramadhan
dibanding malam malam di luar bulan Ramadhan, saat tidak berpuasa.
Karenanya, tidak akan mendapatkan manfaat di saat berpuasa bila tetap makan
dengan porsi makanan yang biasa dimakan pada hari hari biasa. Bahkan
dianjurkan mengurangi tidur di siang hari, dengan harapan dapat merasakan
semakin melemahnya kekuatan jasmani, yang akan mengantarkannya pada
penyucian jiwa.

Oleh karena itu, barangsiapa telah "meletakkan" kantung makanan di antara
hati dan dadanya, tentu akan buta terhadap karunia tersebut. Meskipun
perutnya kosong, belum tentu terangkat hijab (tabir) yang terbentang antara
dirinya dengan Allah, kecuali telah mampu mengosongkan pikiran dan
mengisinya dengan mengingat kepada Allah swt. semata. Demikian adalah puncak
segalanya, dan titik mula dari semuanya itu adalah mengosongkan perut dari
makanan.

6. Menuju kepada Allah Swt. dengan Rasa Takut dan Pengharapan
Setelah berbuka puasa, selayaknya hati terayun ayun antara takut (khauf) dan
harap [raja']. Karena siapa pun tidak mengetahui, apakah puasanya diterima
sehingga dirinya termasuk orang yang mendapat karunia Nya sekaligus orang
yang dekat dengan Nya, ataukah puasanya tidak diterima, sehingga dirinya
menjadi orang yang dicela oleh Nya. Pemikiran seperti inilah yang seharusnya
ada pada setiap orang yang telah selesai melaksanakan suatu ibadah.

Dari al Hasan bin Abil Hasan al Bashri, bahwa suatu ketika melintaslah
sekelompok orang sambil tertawa terbahak bahak. Hasan al Bashri lalu
berkata, 'Allah swt. telah menjadikan Ramadhan sebagai bulan perlombaan. Di
saat mana Para hamba Nya saling berlomba dalam beribadah. Beberapa di antara
mereka sampai ke titik final lebih dahulu dan menang, sementara yang lain
tertinggal dan kalah. Sungguh menakjubkan mendapati orang yang masih dapat
tertawa terbahak bahak dan bermain di antara (keadaan) ketika mereka yang
beruntung memperoleh kemenangan, dan mereka yang merugi memperoleh
kesia-siaan. Demi Allah, apabila hijab tertutup, mereka yang berbuat baik
akan dipenuhi (pahala) perbuatan baiknya, dan mereka yang berbuat cela juga
dipenuhi oleh kejahatan yang diperbuatnya." Dengan kata lain, manusia yang
puasanya diterima akan bersuka ria, sementara orang yang ditolak akan
tertutup baginya gelak tawa.
Dari al Ahnaf bin Qais, bahwa suatu ketika seseorang berkata kepadanya,
"Engkau telah tua; berpuasa akan dapat melemahkanmu." Tetapi al Ahnaf bahkan
menjawab, "Dengan berpuasa, sebenarnya aku sedang mempersiapkan diri untuk
perjalanan panjang. Bersabar dalam menaati Allah swt. tentu akan lebih mudah
daripada menanggung siksa Nya."
Demikianlah, semua itu adalah makna signifikan puasa.

Pentingnya Memenuhi Aspek aspek (Syarat) Batin
Sekarang Anda mungkin mengatakan, "Dengan menahan makan, minum dan nafsu
seksual, tanpa harus memperhatikan syarat batin itu sudah sah. Menurut
pendapat para ahli fiqih juga demikian, bahwa puasa yang bersangkutan sudah
dapat dikatakan memenuhi syarat, sudah sah. Lalu mengapa kita harus repot
repot?"

Anda harus menyadari bahwa para ulama fiqih telah menetapkan syarat-syarat
lahiriah puasa dengan dalil-dalil yang lebih lemah dibanding dalil dalil
yang menopang perlunya ditepati syarat syarat batiniah. Misalnya saja
tentang mengumpat dan yang sejenis. Bagaimanapun perlu diingat, bahwa para
ulama fiqih memandang batas kewajiban puasa dengan hanya mempertimbangkan
pada kapasitas orang awam yang sering lalai, mudah terperangkap dalam urusan
duniawi.

Sedangkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan tentang hari Akhir, akan
memperhatikan sungguh-sungguh dan memenuhi dengan syarat batin, sehingga
ibadahnya sah dan diterima.
Hal demikian itu mereka capai dengan melaksanakan syarat-syarat yang akan
mengantarkannya pada tujuan. Menurut pemahaman mereka, berpuasa adalah salah
satu cara untuk menghayati salah satu akhlak Allah Swt, yaitu tempat meminta
(shamadiyyah), sebagaimana juga contoh dari para malaikat, dengan sedapat
mungkin menghindari godaan nafsu, karena malaikat adalah makhluk yang
terbebas dari dorongan serupa.

Sedang manusia mempunyai derajat di atas hewan, karena dengan tuntunan akal
yang dimilikinya akan selalu sanggup mengendalikan nafsunya; namun ia
inferior (sedikit lebih rendah) dari malaikat, karena masih dikuasai oleh
hawa nafsu, maka ia pun harus mencoba untuk mengatasi godaan hawa nafsunya.

Kapan pun manusia dikuasai oleh hawa nafsunya, maka ia akan terjatuh dalam
tingkatan yang terendah, sehingga tidak ada tempat lagi selain bersama
hewan. Kapan pun ia mampu mengatasinya, maka ia akan terangkat ke tingkatan
para malaikat. Malaikat adalah makhluk yang paling dekat dengan Allah swt,
karenanya malaikat pun menjadi contoh bagi makhluk yang ingin dekat dengan
Allah. Tentu dengan segala ibadah akan menjadikan diri semakin dekat dengan
Nya. Hanya saja bukan dalam pengertian dekat dalam dimensi ruang, tetapi
lebih pada kedekatan sifat.
Jika demikian itu adalah rahasia puasa bagi mereka yang memiliki kedalaman
pemahaman spiritual, apakah manfaat menggabungkan dua (porsi) makan pada
waktu berbuka, seraya memuaskan nafsu lain yang tertahan ketika siang hari.
Dan kalaulah demikian, lalu apa makna Hadis Nabi saw. yang berbunyi, "Betapa
banyak orang berpuasa yang tidak mendapat sesuatu selain lapar dan dahaga?"

www.sufinews.com


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: