Messages In This Digest (21 Messages)
- 1.
- (Catcil) Memahami Pola Masalah, Sebagai Kunci Solusi From: rahmad nurdin
- 2a.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: Siwi LH
- 2b.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: divin_manis
- 2c.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: Mimin
- 2d.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: Sugeanti Madyoningrum
- 2e.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: divin_manis
- 2f.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: Siwi LH
- 3a.
- (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: Indarwati Indarpati
- 3b.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: hamasahputri
- 3c.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: Sugeanti Madyoningrum
- 3d.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: INDARWATI
- 3e.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: INDARWATI
- 3f.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: Yons
- 3g.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: INDARWATI
- 3h.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: Siwi LH
- 4a.
- Re: [Ruang Keluarga] Telah lahir... From: INDARWATI
- 5.
- [BUKU INCARAN] Raksasa Bedah Saraf dari Klaten From: Anwar Holid
- 6a.
- Curhat Saja... From: batikmania
- 6b.
- Re: Curhat Saja... From: INDARWATI
- 7.
- The Magic of Listening From: Ruli Amirullah
- 8a.
- Re: Yusuf & Zulaikha (Another Love Story Novel) From: INDARWATI
Messages
- 1.
-
(Catcil) Memahami Pola Masalah, Sebagai Kunci Solusi
Posted by: "rahmad nurdin" rahmad.aceh@gmail.com rahmadsyah_tcc
Fri Jun 18, 2010 5:33 am (PDT)
Memahami Pola Masalah, sebagai Kunci Solusi.
By ; Rahmadsyah Mind-Therapist
Assalamu'alaikum wr.wb
Shahabatku yang sedang mengisi waktunya, dengan penuh harapan baik kepada
Allah. Semoga aktivitas yang kita kerjakan saat ini adalah catatan amal baik
tertulis pada buku amalan kita. Mari kita berdoa bersama, bagi shahaat yang
sedang mencari solusi dari setiap masalahnya, segera Allah tunjukkan, dan
menyadari tanda-tanda solusi itu.
Bulan lalu, tepatnya tanggal 22-24 mei 2010. Saya berkesempatan untuk
menikmati indahnya malam, dan segarnya sapaan mentari di kota pelajar
Jogjakarta. Aneka ragam corak dan berbagai model batik di mirota, semakin
menambah kesan saya, akan keindahan kota Jogjakarta. Kehadiran saya disana
dalam rangka, sharing mengaplikasikan NLP dan Hypnosis dalam konteks belajar
dan mengajar, bersama dengan 200 orang guru dari beberapa daerah.
Sementara itu, ada seorang teman Facebook, datang kehotel tempat saya
istirahat. Untuk *therapy.* Beliau memiliki masalah, tepatnya dalam hal
keuangan. Sudah hampir 10 tahun, masalahnya berulang terus menerus. Beliau
bingung, tidak tau harus melakukan apalagi untuk menyelesaikan masalahnya.
Singkat cerita, beliau minta untuk di*therapy*. Kemudian, saya izinkan
beliau untuk menyampaikan apa yang beliau *mau* dengan masalahnya. Setelah
cerita panjang lebar, saya menangkap inti permasalahan beliau. Dan solusi
tentu juga dimulai dari sana. Sebagaimana konsep *therapy* *"Masalah bagian
dari Solusi".*
Mungkin andapun pernah mengalami sebagaimana yang beliau hadapi. Suatu
persoalan hidup yang terus menerus terjadi, bahkan berulang-ulang. Kemudian,
dari sumber yang yang saya dapatkan. Hasil dari persoalan yang beliau
sampaikan. Saya mengajukan pertanyaan kepada beliau, Seperti narasi dibawah
ini :
*Saya* : *Apakah ibu setuju dan yakin? bahwa, Apapun yang terjadi didunia
ini pasti karena ridho dan izin Allah?*
*Beliau* :* Iya.*
*Saya *: *Apakah ibu setuju, percaya dan yakin? Bahwa, Allah Maha baik.
Sehingga, pada dasarnya, Apapun yang menjadi TAKDIR (peristiwa yang telah
terjadi pada) kita, demi kebaikan kita?*
*Beliau* :* Iya.*
*Saya * : *Nah, kalau kita sama-sama meyakini demikian. Menurut ibu,
kira-kira apa maksud Allah menberikan takdir ini ikepada ibu? HIKMAH dan
PEMBELAJARAN apa persisnya, yang belum ibu ambil dan sadari dari peristiwa
ini.*
*Beliau* :*Maksudnya mas?*
*Saya* :*Begini bu, tadi ibu menyampaikan kepada saya, peristiwa itu dari
dulu sampai sekarang, terjadi dan terulang dengan cara (pola) yang samakan?
Nah, maksud saya. Dari pola yang sama itu, saat ibu jatuh (finansial) atau
keuangan ibu bermasalah. Kira-kira apa yang kurang, atau diabaikan, atau
tidak pelajari, atau tidak dilakukan atau bahkan belum ibu ambil Hikmah dan
Pembelajaranya?*
Beberapa saat kemudian, beliau terdiam untuk mengingat-ngingatnya. Tiba-tiba
matanya mulai berkaca, dan tangisanmu terjadi.
*Beliau *:*Terima kasih mas, saya sudah tau letak permasalahan saya. Saya
tau sekarang apa yang harus saya lakukan.*
*Saya *: *Oh ya? Bagus kalau memang seperti itu. Berarti, sekarang ibu sudah
mendapatkan apa yang ibu mau, Dan ibu sudah tau solusinya kan?*
*Beliau :** Iya.*
Alhamdulillah,dengan ngobrol sekitar 20 menit itu. Beliau pun mendapatkan
apa yang beliau mau. Setelah saya balik kekamar, saya lihat di handphone
saya ada sms masuk.
*"Mas Rahmad, terima kasih banyak. Saya bersyukur dan senang sekali hari
ini. Saya merasa plong dan Bahagia. Saya merasa beban saya sudah lepas.
Semoga Allah membalas kebaikan mas".*
Saya berdoa, semoga beliau selalu bahagia. Mudah-mudahan, solusi yang
didapatkan saat itu, benar-benar membuat beliau menjadi bahagia selamanya.
Pada hari minggunya, training aplikasi NLP dan Hypnosis untuk pendidikan,
syukur kepada Allah berjalan dengan lancar. Saya senang, beberapa teman
praktisi hypnosis dan NLP Jogja, turut mendukung acara tersebut.
Alhamdulillah, atas izin Allah, diantara kekuarangan dan keterbatasan ilmu
yang saya sampaikan. Peserta menikmati training tersebut, layaknya
kenikmatan kota jogja.
Jakarta 17 juni 2010
--
RAHMADSYAH
Practitioner NLP I 081511448147 I Motivator & Mind-Therapist
www.facebook.com/rahmadsyahI YM ; rahmad_aceh
- 2a.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "Siwi LH" siuhik@yahoo.com siuhik
Fri Jun 18, 2010 2:13 pm (PDT)
oh kang dani ganti nickname jd kang hadian ya? br tau saya :)), kmrn sptnya disepakatinya yg terima tamu dr jatim mbak april yg terima amplopan ke rek mbak ugik kl sy sdh disepakati jd ngng... nganuh... jongos! ;))
On Fri Jun 18th, 2010 4:38 PM ICT hadianf@gmail.com wrote:
>Ih mba siwi colak-colek kang Dani... Disangkanya kang Dani sabun colek ya?
>
>Saya usul yang Jatim dan kalimantan daftarnya ke mba Siwi aja ya...
>
>Gimana teman-teman? Setujuh?
>
>
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
>-----Original Message-----
>From: Siwi LH <siuhik@yahoo.com >
>Sender: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
>Date: Fri, 18 Jun 2010 01:19:23
>To: <sekolah-kehidupan@yahoogroups. >com
>Reply-To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
>Subject: Re: [sekolah-kehidupan] [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
>
>mas..mas *sambil colek2....
>sy org jatim daptarnya ke siapa trus bayarnya ke siapa? transfer kmn?...
>
>mohon diperjelas mas.....
>*nyolek lebih keras....
> Salam Hebat Penuh Berkah
>Siwi LH
>cahayabintang. wordpress.com
>siu-elha. blogspot.com
>YM : siuhik
>
>
>
>
>____________________ _________ ___
>From: Kang Dani <fil_ardy@yahoo.com >
>To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. ; Kabinet SK <kabinet-eska@com yahoogroups. >com
>Cc: Hadian Febrianto <hadianf@gmail.com >; Divin Nabh <divin_nahb_dn@yahoo.com >; Haryanti SK <anty_th@yahoo.com >
>Sent: Fri, June 18, 2010 2:23:06 PM
>Subject: [sekolah-kehidupan] [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
>
>
>Sahabat SK, tidak lama lagi SK jelang miladnya yang ke IV, ibarat seorang anak, harusnya dia sudah pandai berlari. Begitu juga SK, pun masih lara-lari ditempat, SK sudah 4 tahun berdiri. Tentu saja, selain lewat tangan dingin founder SK, ini juga berkat kehadiran sahabat SK selama ini.
>
>
>
>
>
>
- 2b.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "divin_manis" divin_manis@yahoo.com divin_manis
Fri Jun 18, 2010 7:00 pm (PDT)
Wedew... jadi PJ toh akyu...
Wokeh... mohon kerjasamanya ya...
Oke, team JABODETABEK... siapa yang mau ikut MILAD ke-4. Silahkan, tuliskan nama kalian ya...
1. Divin
2.
Nerima sms kesiapan juga atau silahkan hubungi nomerku;
Divin : divin_nahb_dn (HP 085693765775 )
- 2c.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com mine_haway
Fri Jun 18, 2010 7:00 pm (PDT)
2010/6/18 <hadianf@gmail.com >
>
>
> Ih mba siwi colak-colek kang Dani... Disangkanya kang Dani sabun colek ya?
>
> Saya usul yang Jatim dan kalimantan daftarnya ke mba Siwi aja ya...
>
> Gimana teman-teman? Setujuh?
>
Setuju...haha..
Kasihan juga Kang, kalau ditambah Kalimantan juga
Mantab nih..
HTM nya terjangkau lho...
Ayo ayo ikutaaan..*humas mode on*
--
http://minehaway.com
http://minesweet.blogspot. com
- 2d.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "Sugeanti Madyoningrum" ugikmadyo@gmail.com sinkzuee
Fri Jun 18, 2010 7:02 pm (PDT)
Walah.... Mbak Siwi... gak ada yg jadi jongos :(
Mungkin Dani kelupaan buru-buru posting.
*nunggu kabar selanjutnya*
Ugik Madyo
http://ugik.multiply. com
Toko buku online => http://bukuucha.blogspot. com
On 6/19/10, Siwi LH <siuhik@yahoo.com > wrote:
> oh kang dani ganti nickname jd kang hadian ya? br tau saya :)), kmrn sptnya
> disepakatinya yg terima tamu dr jatim mbak april yg terima amplopan ke rek
> mbak ugik kl sy sdh disepakati jd ngng... nganuh... jongos! ;))
>
> On Fri Jun 18th, 2010 4:38 PM ICT hadianf@gmail.com wrote:
>
>>Ih mba siwi colak-colek kang Dani... Disangkanya kang Dani sabun colek ya?
>>
>>Saya usul yang Jatim dan kalimantan daftarnya ke mba Siwi aja ya...
>>
>>Gimana teman-teman? Setujuh?
>>
>>
>>Powered by Telkomsel BlackBerry®
- 2e.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "divin_manis" divin_manis@yahoo.com divin_manis
Sat Jun 19, 2010 1:29 am (PDT)
Kang Dani yang baik, kiranya untuk ke depannya, dimohon agar jangan hanya aku yang jadi PJ untuk wilayah JABODETABEK. Karena, kerjaanku kadang numpuk nggak kira-kira, bahkan ketika liburan.
Berhubung begitu banyak kawan dari JABODETABEK, maka aku membutuhkan kawan selaku PJ juga (menemaniku) untuk mengemban amanat ini. Karena, aku nggak setiap saat OL. Inginnya, NIHAW saja. Karena kami sering kontak.
Untuk selanjutnya, teman-teman JABODETABEK akan berangkat kapan dan enaknya naik apa ya...?? Kita diskusikan sama-sama ya...
Salam
Divin
- 2f.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "Siwi LH" siuhik@yahoo.com siuhik
Sat Jun 19, 2010 3:05 am (PDT)
hehehe maaf kesuwen nang suroboyo, bosoku jd kasar yo mbak? maaf, tp itu guyonan sy sm pak suha dan kang hadian kl di ym kok, ga ada mksd apa2, utk milad apa yg terbaik kita perjuangkan ya? semangat! maaf kl terganggu dg kata2ku, big hugs...
- 3a.
-
(Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "Indarwati Indarpati" patisayang@yahoo.com patisayang
Fri Jun 18, 2010 5:19 pm (PDT)
Pengalaman Pendarahan
Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton Hicks atau kontraksi palsu dating.
Ahad itu (12/10) bersiaplah kami silaturahmi seperti agenda setiap minggunya. Kali ini ke rumah keponakan bapakku di daerah Tajur yang hendak mengkhitankan anaknya. Kuabaikan rasa letih setelah Sabtu sebelumnya senam hamil, ikut kursus prenatal, lalu belanja ke ITC. Kupikir mandi keramas pagi itu akan membuatku segar. Alih-alih mendapat energy dari air yang diguyurkan shower, aku justru kedinginan. Segera kuminta tolong suamiku memeluk dan menyelimutiku. Tiduran sekitar setengah jam, aku lalu bangun dan kembali ke agenda semula, pergi ke Tajur.
Dalam perjalanan, terasa sekali perutku tak nyaman. Berjalan sekitar 5 km dari rumah, menjumpai POM bensin kuminta suamiku membelokkan mobil. Aku harus ke toilet segera. Di ruang sempit itulah apa yang selama ini tak pernah terbayangkan olehku terjadi. Aku pendarahan! Tak dapat kugambarkan perasaanku kala itu. Terkejut, khawatir, cemas, campur aduk jadi satu. Namun tetap kucoba berkepala dingin lalu segera keluar menemui keluargaku yang masih menunggu.
Kuberi isyarat suami untuk memutar arah, lalu kujelaskan kondisiku begitu duduk kembali di kursi sebelahnya. Tampak sekali kekhawatiran di wajahnya. Mobil dipacunya secepat mungkin di antara lalu lintas jalan Tanah Baru yang lumayan ramai di hari libur itu. Sampai di rumah, Yasmin dan si Mbak kami tinggal sementara kakak memilih ikut papanya. Segera pula kusiapkan keperluan yang harus dibawa seperti surat-surat dan pakaian untuk ganti aku dan si dede nantinya jika memang harus terpaksa diambil tindakan.
Sampai di rumah sakit langganan, bidan dan suster segera beraksi. Perutku dipasangi CTG untuk mengukur prosentase kontraksi dan detak jantung serta pergerakan janin. Mereka juga segera melaporkan statusku ke dokter yang biasa menangani. Siang itu terasa lambat sekali waktu berlalu. Di atas bed untuk persalinan yang tak nyaman, ditemani detak jantung Ranu, segala macam pikiran melintas. Setahuku, jika memang terpaksa dilahirkan dia hanya masuk kategori belum cukup minggu. Tapi jantungnya belum matang untuk bekerja di dunia luar.Â
Usai diobservasi, kami dijelaskan oleh bidan tindakan yang medis, resiko dan segala macam yang mungkin terjadi. Style yakin aku memilih opsi pulang paksa saja. Memikirkan harus diobservasi paling tidak 24 jam lagi, ngamar di rumah sakit saja aku langsung stress. Apalagi minggu ini Ais waktunya ujian. Hanya kehadiran seorang mama yang bisa mengingatkan dan menyemangatinya untuk belajar. Tapi, begitu bu dokter yang waktu itu sedang di pengajian menelpon dan menjelaskan, luluhlah pendirianku. Surat pulang paksa yang sudah kami tandatangani tak berlaku lagi.
Sebagai seorang ekspert kekhawatiran beliau jelas beralasan. Bukan sekali ini beliau meghadapi kasus sepertiku. Pendarahan yang sudah berhenti, tapi ada resiko di belakang yang mengancam. Pendarahan lagi, pecah ketuban, dan jika harus terpaksa dilahirkan si dede belum matang paru-parunya. Aku diobservasi untuk dipantau kondisi selama 24 jam lagi sembari diberi obat mengurang kontraksi, obat penguat paru-paru untuk si janin, dan tentu saja biar tak banyak turun dari tempat tidur. Maka segeralah suami yang teramat mencintaiku tanpa syarat itu mengurus administrasinya. Aku tahu, diam-diam sebenarnya dia tak setuju saat aku memilih pulang paksa tadi. Sebagai laki-laki, kadang aku merasa dia lebih sensitive dan jelas lebih protektif daripada aku yang easygoing dan cenderung keras.
Meski kami mengambil kamar yang pasiennya boleh ditunggui dan jam bezuk tak dibatasi, malam itu kuminta suami tidur di rumah saja. Dia perlu istirahat setelah kejutan pendarahan siang ini. Ais pun harus menyiapkan kondisinya menghadapi ujian. Yasmin, si kecil itu, ah, dia pasti mencari mamanya malam ini. Tapi biarlah dikeloni si Mbak yang Alhamdulillah so far so good dan tampak sayang padanya.
Malam itu, banyak sekali hal yang menjadi bahan renungan. Tentang keluarga, tentang cinta seorang suami pada istrinya, terutama tentang hidup dan mati seorang ibu ketika hendak melahirkan keturunannya. Hamil dan melahirkan nyaris tanpa masalah di kehamilan keduanya (kuabaikan dua kali kiret yang pernah kualami), aku merasa bersyukur sekali. Saat senam hamil, menanti giliran periksa saat control hamil atau di kesempatan lain bertemu dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya dengan berbagai macam cerita, aku merasa bersyukur pengalamanku tak seseram mereka. Ais lahir dengan mudah dan normal, ditolong bidan langganan kakak-kakakku di Pati. Dua kali kiret setelahnya yang kualami âhanyaâ duka karena harus kehilangan dua bakal bayi dan trauma peralihan dari kondisi terbius dan sadar. Melahirkan Yasmin, meski harus Caesar, aku merasa masih baik-baik saja. Setidaknya kondisi psikologisku lebih siap waktu itu. Bahkan aku sempat âmenikmatiâ proses
pengeluaran bayi lewat perutku yang dirobek itu dengan bantuan lampu operasi yang dicandai dokter anastesinya sebagai spion.
Seorang ibu bercerita bahwa dia meski sudah pembukaan 10 masih belum bisa lahir juga. Alih-alih segera mengambil tindakan operasi, dokter justru memberinya rangsangan/induksi yang tak kalah menyakitkan dan menguras energinya. Baru setelah langkah kedua gagal, diambil tindakan Caesar. Ibu lainnya, tak kalah seram juga. Harus melewati proses pecah ketuban dulu, induksi, baru Caesar. Tak sedikit pula itu ibu yang harus menyabung nyawa lalu kehilangannya saat operasi ini. Ya, melahirkan memang semacam taruhan. Kita tak bakal tahu apa yang bisa terjadi jam per jam, menit ke menit, bahkan detik ke detik. Pengalaman setiap ibu pun bisa berbeda. Bahkan seorang ibu pun bisa bisa mengalami hal berbeda di tiap proses melahirkannya, seperti yang aku alami.
Yang dikhawatirkan dokter terjadi padaku adalah silence rupture atau robekan di bekas operasi sebelumnya. Beberapa kali beliau menemui hal semacam itu bahkan oleh ibu yang sudah 7 tahun lalu operasi Caesar. Tebal tipis dan kuat atau gampang robeknya jaringan di dalam tak ada yang tahu bahkan dokter itu sendiri.
Merenung tentang serba-serbi melahirkan dan anugrah menjadi seorang ibu yang mengandung dan melahirkan bayinya sendiri aku tergiring pada cinta, perhatian, dan support orang-orang sekitar terutama pasangan. Seorang teman bercerita, bahkan ketika dia mengalami pendarahan hebat di kehamilan keduanya, sang suami masih bisa santai tiduran. Duh, pengalaman yang sungguh menyayat perasaan. Makanya aku bersyukur sekali dikarunia seorang suami yang perhatian, baik hati, dan jelas selalu siaga. Mengingatnya, malam itu aku sampai tak kuasa menahan isak. Apalagi ditemani lagu Just For You, Richard Cocciante.Â
â¦â¦â¦
Then we'll fly into the sky and we'll choose with two star
and our star return the hole world, the love we have, we are.
The love we share is sweet the love we know is real,
That love is not the dream but last the life than long.
Because you love and mine be give without dreaming all we need,
and the love that we have given returns to us to win.
Cos your love for me is not beginning and the end,
your love and mine, this love, for me, forever...
Your love for me forever...
Ah, terimakasih suamiku atas semua cinta, perhatian, kasih sayang, serta pemahaman dan toleransi yang kau berikan pada istri keras kepalamu ini.Â
Alhamdulillah, terimakasih Allah, atas segala hikmah yang kau turunkan lewat sakitku ini.Â
Tanah Baru, 17/06/â10 08.45
Indarwati
irt, penulis lepas, plus souvenir maker
curhatan http://lembarkertas.multiply. com
kreasi tangan http://craftcafe.multiply. com
FB: indar7510@yahoo.com
- 3b.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "hamasahputri" widayati_endah@yahoo.com hamasahputri
Fri Jun 18, 2010 5:37 pm (PDT)
Mbake, syafakillah, lekas sehat ya..
Ranu, baik2 ya di perut mama. Jagain mama, ya sayang!
Sedih baca tulisan ini. Banyak istirahat aja dulu, mbake.
Biar si mas aja yang ngerjain flanelnya..
Peluk cium,
Bunda Nibras n Iam
P.S. : Ibu kedua (di tulisan ini) itu akuuu!!
jadi inget proses persalinan Nibras yg luar biasa..
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Indarwati Indarpati <patisayang@com ...> wrote:
>
> Pengalaman Pendarahan
> Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton Hicks atau kontraksi palsu dating.
> Ahad itu (12/10) bersiaplah kami silaturahmi seperti agenda setiap minggunya. Kali ini ke rumah keponakan bapakku di daerah Tajur yang hendak mengkhitankan anaknya. Kuabaikan rasa letih setelah Sabtu sebelumnya senam hamil, ikut kursus prenatal, lalu belanja ke ITC. Kupikir mandi keramas pagi itu akan membuatku segar. Alih-alih mendapat energy dari air yang diguyurkan shower, aku justru kedinginan. Segera kuminta tolong suamiku memeluk dan menyelimutiku. Tiduran sekitar setengah jam, aku lalu bangun dan kembali ke agenda semula, pergi ke Tajur.
> Dalam perjalanan, terasa sekali perutku tak nyaman. Berjalan sekitar 5 km dari rumah, menjumpai POM bensin kuminta suamiku membelokkan mobil. Aku harus ke toilet segera. Di ruang sempit itulah apa yang selama ini tak pernah terbayangkan olehku terjadi. Aku pendarahan! Tak dapat kugambarkan perasaanku kala itu. Terkejut, khawatir, cemas, campur aduk jadi satu. Namun tetap kucoba berkepala dingin lalu segera keluar menemui keluargaku yang masih menunggu.
> Kuberi isyarat suami untuk memutar arah, lalu kujelaskan kondisiku begitu duduk kembali di kursi sebelahnya. Tampak sekali kekhawatiran di wajahnya. Mobil dipacunya secepat mungkin di antara lalu lintas jalan Tanah Baru yang lumayan ramai di hari libur itu. Sampai di rumah, Yasmin dan si Mbak kami tinggal sementara kakak memilih ikut papanya. Segera pula kusiapkan keperluan yang harus dibawa seperti surat-surat dan pakaian untuk ganti aku dan si dede nantinya jika memang harus terpaksa diambil tindakan.
> Sampai di rumah sakit langganan, bidan dan suster segera beraksi. Perutku dipasangi CTG untuk mengukur prosentase kontraksi dan detak jantung serta pergerakan janin. Mereka juga segera melaporkan statusku ke dokter yang biasa menangani. Siang itu terasa lambat sekali waktu berlalu. Di atas bed untuk persalinan yang tak nyaman, ditemani detak jantung Ranu, segala macam pikiran melintas. Setahuku, jika memang terpaksa dilahirkan dia hanya masuk kategori belum cukup minggu. Tapi jantungnya belum matang untuk bekerja di dunia luar.Â
> Usai diobservasi, kami dijelaskan oleh bidan tindakan yang medis, resiko dan segala macam yang mungkin terjadi. Style yakin aku memilih opsi pulang paksa saja. Memikirkan harus diobservasi paling tidak 24 jam lagi, ngamar di rumah sakit saja aku langsung stress. Apalagi minggu ini Ais waktunya ujian. Hanya kehadiran seorang mama yang bisa mengingatkan dan menyemangatinya untuk belajar. Tapi, begitu bu dokter yang waktu itu sedang di pengajian menelpon dan menjelaskan, luluhlah pendirianku. Surat pulang paksa yang sudah kami tandatangani tak berlaku lagi.
> Sebagai seorang ekspert kekhawatiran beliau jelas beralasan. Bukan sekali ini beliau meghadapi kasus sepertiku. Pendarahan yang sudah berhenti, tapi ada resiko di belakang yang mengancam. Pendarahan lagi, pecah ketuban, dan jika harus terpaksa dilahirkan si dede belum matang paru-parunya. Aku diobservasi untuk dipantau kondisi selama 24 jam lagi sembari diberi obat mengurang kontraksi, obat penguat paru-paru untuk si janin, dan tentu saja biar tak banyak turun dari tempat tidur. Maka segeralah suami yang teramat mencintaiku tanpa syarat itu mengurus administrasinya. Aku tahu, diam-diam sebenarnya dia tak setuju saat aku memilih pulang paksa tadi. Sebagai laki-laki, kadang aku merasa dia lebih sensitive dan jelas lebih protektif daripada aku yang easygoing dan cenderung keras.
> Meski kami mengambil kamar yang pasiennya boleh ditunggui dan jam bezuk tak dibatasi, malam itu kuminta suami tidur di rumah saja. Dia perlu istirahat setelah kejutan pendarahan siang ini. Ais pun harus menyiapkan kondisinya menghadapi ujian. Yasmin, si kecil itu, ah, dia pasti mencari mamanya malam ini. Tapi biarlah dikeloni si Mbak yang Alhamdulillah so far so good dan tampak sayang padanya.
> Malam itu, banyak sekali hal yang menjadi bahan renungan. Tentang keluarga, tentang cinta seorang suami pada istrinya, terutama tentang hidup dan mati seorang ibu ketika hendak melahirkan keturunannya. Hamil dan melahirkan nyaris tanpa masalah di kehamilan keduanya (kuabaikan dua kali kiret yang pernah kualami), aku merasa bersyukur sekali. Saat senam hamil, menanti giliran periksa saat control hamil atau di kesempatan lain bertemu dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya dengan berbagai macam cerita, aku merasa bersyukur pengalamanku tak seseram mereka. Ais lahir dengan mudah dan normal, ditolong bidan langganan kakak-kakakku di Pati. Dua kali kiret setelahnya yang kualami âhanyaâ duka karena harus kehilangan dua bakal bayi dan trauma peralihan dari kondisi terbius dan sadar. Melahirkan Yasmin, meski harus Caesar, aku merasa masih baik-baik saja. Setidaknya kondisi psikologisku lebih siap waktu itu. Bahkan aku sempat âmenikmatiâ proses
> pengeluaran bayi lewat perutku yang dirobek itu dengan bantuan lampu operasi yang dicandai dokter anastesinya sebagai spion.
> Seorang ibu bercerita bahwa dia meski sudah pembukaan 10 masih belum bisa lahir juga. Alih-alih segera mengambil tindakan operasi, dokter justru memberinya rangsangan/induksi yang tak kalah menyakitkan dan menguras energinya. Baru setelah langkah kedua gagal, diambil tindakan Caesar. Ibu lainnya, tak kalah seram juga. Harus melewati proses pecah ketuban dulu, induksi, baru Caesar. Tak sedikit pula itu ibu yang harus menyabung nyawa lalu kehilangannya saat operasi ini. Ya, melahirkan memang semacam taruhan. Kita tak bakal tahu apa yang bisa terjadi jam per jam, menit ke menit, bahkan detik ke detik. Pengalaman setiap ibu pun bisa berbeda. Bahkan seorang ibu pun bisa bisa mengalami hal berbeda di tiap proses melahirkannya, seperti yang aku alami.
> Yang dikhawatirkan dokter terjadi padaku adalah silence rupture atau robekan di bekas operasi sebelumnya. Beberapa kali beliau menemui hal semacam itu bahkan oleh ibu yang sudah 7 tahun lalu operasi Caesar. Tebal tipis dan kuat atau gampang robeknya jaringan di dalam tak ada yang tahu bahkan dokter itu sendiri.
>
> Merenung tentang serba-serbi melahirkan dan anugrah menjadi seorang ibu yang mengandung dan melahirkan bayinya sendiri aku tergiring pada cinta, perhatian, dan support orang-orang sekitar terutama pasangan. Seorang teman bercerita, bahkan ketika dia mengalami pendarahan hebat di kehamilan keduanya, sang suami masih bisa santai tiduran. Duh, pengalaman yang sungguh menyayat perasaan. Makanya aku bersyukur sekali dikarunia seorang suami yang perhatian, baik hati, dan jelas selalu siaga. Mengingatnya, malam itu aku sampai tak kuasa menahan isak. Apalagi ditemani lagu Just For You, Richard Cocciante.Â
> â¦â¦â¦
> Then we'll fly into the sky and we'll choose with two star
> and our star return the hole world, the love we have, we are.
> The love we share is sweet the love we know is real,
> That love is not the dream but last the life than long.
>
> Because you love and mine be give without dreaming all we need,
> and the love that we have given returns to us to win.
> Cos your love for me is not beginning and the end,
> your love and mine, this love, for me, forever...
> Your love for me forever...
> Ah, terimakasih suamiku atas semua cinta, perhatian, kasih sayang, serta pemahaman dan toleransi yang kau berikan pada istri keras kepalamu ini.Â
> Alhamdulillah, terimakasih Allah, atas segala hikmah yang kau turunkan lewat sakitku ini.Â
>
> Tanah Baru, 17/06/â10 08.45
>
>
>
> Indarwati
> irt, penulis lepas, plus souvenir maker
> curhatan http://lembarkertas.multiply. com
> kreasi tangan http://craftcafe.multiply. com
> FB: indar7510@...
>
- 3c.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "Sugeanti Madyoningrum" ugikmadyo@gmail.com sinkzuee
Fri Jun 18, 2010 6:56 pm (PDT)
Semoga sehat selalu ya Mbak.
Semoga kelahirannya nanti lancar.
Sampean 'disuruh' istirahat kayaknya mbak
Dede baby pengen dimanjain sebelum lahir
Hehehe
Salam buat Mbak Ais dan Mbak Yasmin ya Mbak :)
Ugik Madyo
http://ugik.multiply. com
Toko buku online => http://bukuucha.blogspot. com
On 6/19/10, Indarwati Indarpati <patisayang@yahoo.com > wrote:
> Pengalaman Pendarahan
> Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat
> hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput
> kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga
> lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil
> malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain
> beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan
> untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis
> baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering
> kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah
> rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton
> Hicks atau kontraksi palsu dating.
- 3d.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Fri Jun 18, 2010 8:28 pm (PDT)
Amin. Iya Bund, dede Ranu mah asyik2 aja di perut Mama. Ngajak main trus malah. Cuma 'kantungnya' aja yg rewel. Hehe. Mama udh nolak pesanan flanel kok Bund. Jd pemalas no wahid di rumah sekarang. :p
Yup, pngalaman Bund nglahirin Nibras emang ruarr biasa. :)
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "hamasahputri" <widayati_endah@com ...> wrote:
>
> Mbake, syafakillah, lekas sehat ya..
> Ranu, baik2 ya di perut mama. Jagain mama, ya sayang!
> Sedih baca tulisan ini. Banyak istirahat aja dulu, mbake.
> Biar si mas aja yang ngerjain flanelnya..
>
> Peluk cium,
> Bunda Nibras n Iam
>
> P.S. : Ibu kedua (di tulisan ini) itu akuuu!!
> jadi inget proses persalinan Nibras yg luar biasa..
>
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Indarwati Indarpati <patisayang@com > wrote:
> >
> > Pengalaman Pendarahan
> > Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton Hicks atau kontraksi palsu dating.
> > Ahad itu (12/10) bersiaplah kami silaturahmi seperti agenda setiap minggunya. Kali ini ke rumah keponakan bapakku di daerah Tajur yang hendak mengkhitankan anaknya. Kuabaikan rasa letih setelah Sabtu sebelumnya senam hamil, ikut kursus prenatal, lalu belanja ke ITC. Kupikir mandi keramas pagi itu akan membuatku segar. Alih-alih mendapat energy dari air yang diguyurkan shower, aku justru kedinginan. Segera kuminta tolong suamiku memeluk dan menyelimutiku. Tiduran sekitar setengah jam, aku lalu bangun dan kembali ke agenda semula, pergi ke Tajur.
> > Dalam perjalanan, terasa sekali perutku tak nyaman. Berjalan sekitar 5 km dari rumah, menjumpai POM bensin kuminta suamiku membelokkan mobil. Aku harus ke toilet segera. Di ruang sempit itulah apa yang selama ini tak pernah terbayangkan olehku terjadi. Aku pendarahan! Tak dapat kugambarkan perasaanku kala itu. Terkejut, khawatir, cemas, campur aduk jadi satu. Namun tetap kucoba berkepala dingin lalu segera keluar menemui keluargaku yang masih menunggu.
> > Kuberi isyarat suami untuk memutar arah, lalu kujelaskan kondisiku begitu duduk kembali di kursi sebelahnya. Tampak sekali kekhawatiran di wajahnya. Mobil dipacunya secepat mungkin di antara lalu lintas jalan Tanah Baru yang lumayan ramai di hari libur itu. Sampai di rumah, Yasmin dan si Mbak kami tinggal sementara kakak memilih ikut papanya. Segera pula kusiapkan keperluan yang harus dibawa seperti surat-surat dan pakaian untuk ganti aku dan si dede nantinya jika memang harus terpaksa diambil tindakan.
> > Sampai di rumah sakit langganan, bidan dan suster segera beraksi. Perutku dipasangi CTG untuk mengukur prosentase kontraksi dan detak jantung serta pergerakan janin. Mereka juga segera melaporkan statusku ke dokter yang biasa menangani. Siang itu terasa lambat sekali waktu berlalu. Di atas bed untuk persalinan yang tak nyaman, ditemani detak jantung Ranu, segala macam pikiran melintas. Setahuku, jika memang terpaksa dilahirkan dia hanya masuk kategori belum cukup minggu. Tapi jantungnya belum matang untuk bekerja di dunia luar.Â
> > Usai diobservasi, kami dijelaskan oleh bidan tindakan yang medis, resiko dan segala macam yang mungkin terjadi. Style yakin aku memilih opsi pulang paksa saja. Memikirkan harus diobservasi paling tidak 24 jam lagi, ngamar di rumah sakit saja aku langsung stress. Apalagi minggu ini Ais waktunya ujian. Hanya kehadiran seorang mama yang bisa mengingatkan dan menyemangatinya untuk belajar. Tapi, begitu bu dokter yang waktu itu sedang di pengajian menelpon dan menjelaskan, luluhlah pendirianku. Surat pulang paksa yang sudah kami tandatangani tak berlaku lagi.
> > Sebagai seorang ekspert kekhawatiran beliau jelas beralasan. Bukan sekali ini beliau meghadapi kasus sepertiku. Pendarahan yang sudah berhenti, tapi ada resiko di belakang yang mengancam. Pendarahan lagi, pecah ketuban, dan jika harus terpaksa dilahirkan si dede belum matang paru-parunya. Aku diobservasi untuk dipantau kondisi selama 24 jam lagi sembari diberi obat mengurang kontraksi, obat penguat paru-paru untuk si janin, dan tentu saja biar tak banyak turun dari tempat tidur. Maka segeralah suami yang teramat mencintaiku tanpa syarat itu mengurus administrasinya. Aku tahu, diam-diam sebenarnya dia tak setuju saat aku memilih pulang paksa tadi. Sebagai laki-laki, kadang aku merasa dia lebih sensitive dan jelas lebih protektif daripada aku yang easygoing dan cenderung keras.
> > Meski kami mengambil kamar yang pasiennya boleh ditunggui dan jam bezuk tak dibatasi, malam itu kuminta suami tidur di rumah saja. Dia perlu istirahat setelah kejutan pendarahan siang ini. Ais pun harus menyiapkan kondisinya menghadapi ujian. Yasmin, si kecil itu, ah, dia pasti mencari mamanya malam ini. Tapi biarlah dikeloni si Mbak yang Alhamdulillah so far so good dan tampak sayang padanya.
> > Malam itu, banyak sekali hal yang menjadi bahan renungan. Tentang keluarga, tentang cinta seorang suami pada istrinya, terutama tentang hidup dan mati seorang ibu ketika hendak melahirkan keturunannya. Hamil dan melahirkan nyaris tanpa masalah di kehamilan keduanya (kuabaikan dua kali kiret yang pernah kualami), aku merasa bersyukur sekali. Saat senam hamil, menanti giliran periksa saat control hamil atau di kesempatan lain bertemu dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya dengan berbagai macam cerita, aku merasa bersyukur pengalamanku tak seseram mereka. Ais lahir dengan mudah dan normal, ditolong bidan langganan kakak-kakakku di Pati. Dua kali kiret setelahnya yang kualami âhanyaâ duka karena harus kehilangan dua bakal bayi dan trauma peralihan dari kondisi terbius dan sadar. Melahirkan Yasmin, meski harus Caesar, aku merasa masih baik-baik saja. Setidaknya kondisi psikologisku lebih siap waktu itu. Bahkan aku sempat âmenikmatiâ proses
> > pengeluaran bayi lewat perutku yang dirobek itu dengan bantuan lampu operasi yang dicandai dokter anastesinya sebagai spion.
> > Seorang ibu bercerita bahwa dia meski sudah pembukaan 10 masih belum bisa lahir juga. Alih-alih segera mengambil tindakan operasi, dokter justru memberinya rangsangan/induksi yang tak kalah menyakitkan dan menguras energinya. Baru setelah langkah kedua gagal, diambil tindakan Caesar. Ibu lainnya, tak kalah seram juga. Harus melewati proses pecah ketuban dulu, induksi, baru Caesar. Tak sedikit pula itu ibu yang harus menyabung nyawa lalu kehilangannya saat operasi ini. Ya, melahirkan memang semacam taruhan. Kita tak bakal tahu apa yang bisa terjadi jam per jam, menit ke menit, bahkan detik ke detik. Pengalaman setiap ibu pun bisa berbeda. Bahkan seorang ibu pun bisa bisa mengalami hal berbeda di tiap proses melahirkannya, seperti yang aku alami.
> > Yang dikhawatirkan dokter terjadi padaku adalah silence rupture atau robekan di bekas operasi sebelumnya. Beberapa kali beliau menemui hal semacam itu bahkan oleh ibu yang sudah 7 tahun lalu operasi Caesar. Tebal tipis dan kuat atau gampang robeknya jaringan di dalam tak ada yang tahu bahkan dokter itu sendiri.
> >
> >
> >
> >
> > Indarwati
> > irt, penulis lepas, plus souvenir maker
> > curhatan http://lembarkertas.multiply. com
> > kreasi tangan http://craftcafe.multiply. com
> > FB: indar7510@
> >
>
- 3e.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Fri Jun 18, 2010 8:35 pm (PDT)
Amin. Thanks doanya Tante. Salam balik dr anak2.
Iya, kupikir aku rada gak adil sm Ranu. Sampai 3 bln lalu dia msh kuajak mandori rmh sampai naik2 genteng segala. Hbs itu nglembur flanel. Dulu seusia sekarang di perut kakak2nya udh kuajak santai. Tp emang pas kakaknya dl aku batuk hebat. Hamil Ranu aku sehat2 aja sampai pendarahan itu. :)
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Sugeanti Madyoningrum <ugikmadyo@.com ..> wrote:
>
> Semoga sehat selalu ya Mbak.
> Semoga kelahirannya nanti lancar.
> Sampean 'disuruh' istirahat kayaknya mbak
> Dede baby pengen dimanjain sebelum lahir
> Hehehe
> Salam buat Mbak Ais dan Mbak Yasmin ya Mbak :)
>
> Ugik Madyo
> http://ugik.multiply. com
> Toko buku online => http://bukuucha.blogspot. com
>
>
> On 6/19/10, Indarwati Indarpati <patisayang@...> wrote:
> > Pengalaman Pendarahan
> > Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat
> > hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput
> > kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga
> > lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil
> > malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain
> > beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan
> > untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis
> > baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering
> > kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah
> > rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton
> > Hicks atau kontraksi palsu dating.
>
- 3f.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "Yons" kolumnis@gmail.com freelance_corp
Sat Jun 19, 2010 1:34 am (PDT)
Membaca yang kayak gini nggak sanggup komentar.
Gimana gitu rasanya. Ah semoga baik-baik dan sehat-sehat selalu
aja mbak :-)
salam
yons
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Indarwati Indarpati <patisayang@com ...> wrote:
>
> Pengalaman Pendarahan
> Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton Hicks atau kontraksi palsu dating.
> Ahad itu (12/10) bersiaplah kami silaturahmi seperti agenda setiap minggunya. Kali ini ke rumah keponakan bapakku di daerah Tajur yang hendak mengkhitankan anaknya. Kuabaikan rasa letih setelah Sabtu sebelumnya senam hamil, ikut kursus prenatal, lalu belanja ke ITC. Kupikir mandi keramas pagi itu akan membuatku segar. Alih-alih mendapat energy dari air yang diguyurkan shower, aku justru kedinginan. Segera kuminta tolong suamiku memeluk dan menyelimutiku. Tiduran sekitar setengah jam, aku lalu bangun dan kembali ke agenda semula, pergi ke Tajur.
> Dalam perjalanan, terasa sekali perutku tak nyaman. Berjalan sekitar 5 km dari rumah, menjumpai POM bensin kuminta suamiku membelokkan mobil. Aku harus ke toilet segera. Di ruang sempit itulah apa yang selama ini tak pernah terbayangkan olehku terjadi. Aku pendarahan! Tak dapat kugambarkan perasaanku kala itu. Terkejut, khawatir, cemas, campur aduk jadi satu. Namun tetap kucoba berkepala dingin lalu segera keluar menemui keluargaku yang masih menunggu.
> Kuberi isyarat suami untuk memutar arah, lalu kujelaskan kondisiku begitu duduk kembali di kursi sebelahnya. Tampak sekali kekhawatiran di wajahnya. Mobil dipacunya secepat mungkin di antara lalu lintas jalan Tanah Baru yang lumayan ramai di hari libur itu. Sampai di rumah, Yasmin dan si Mbak kami tinggal sementara kakak memilih ikut papanya. Segera pula kusiapkan keperluan yang harus dibawa seperti surat-surat dan pakaian untuk ganti aku dan si dede nantinya jika memang harus terpaksa diambil tindakan.
> Sampai di rumah sakit langganan, bidan dan suster segera beraksi. Perutku dipasangi CTG untuk mengukur prosentase kontraksi dan detak jantung serta pergerakan janin. Mereka juga segera melaporkan statusku ke dokter yang biasa menangani. Siang itu terasa lambat sekali waktu berlalu. Di atas bed untuk persalinan yang tak nyaman, ditemani detak jantung Ranu, segala macam pikiran melintas. Setahuku, jika memang terpaksa dilahirkan dia hanya masuk kategori belum cukup minggu. Tapi jantungnya belum matang untuk bekerja di dunia luar.Â
> Usai diobservasi, kami dijelaskan oleh bidan tindakan yang medis, resiko dan segala macam yang mungkin terjadi. Style yakin aku memilih opsi pulang paksa saja. Memikirkan harus diobservasi paling tidak 24 jam lagi, ngamar di rumah sakit saja aku langsung stress. Apalagi minggu ini Ais waktunya ujian. Hanya kehadiran seorang mama yang bisa mengingatkan dan menyemangatinya untuk belajar. Tapi, begitu bu dokter yang waktu itu sedang di pengajian menelpon dan menjelaskan, luluhlah pendirianku. Surat pulang paksa yang sudah kami tandatangani tak berlaku lagi.
> Sebagai seorang ekspert kekhawatiran beliau jelas beralasan. Bukan sekali ini beliau meghadapi kasus sepertiku. Pendarahan yang sudah berhenti, tapi ada resiko di belakang yang mengancam. Pendarahan lagi, pecah ketuban, dan jika harus terpaksa dilahirkan si dede belum matang paru-parunya. Aku diobservasi untuk dipantau kondisi selama 24 jam lagi sembari diberi obat mengurang kontraksi, obat penguat paru-paru untuk si janin, dan tentu saja biar tak banyak turun dari tempat tidur. Maka segeralah suami yang teramat mencintaiku tanpa syarat itu mengurus administrasinya. Aku tahu, diam-diam sebenarnya dia tak setuju saat aku memilih pulang paksa tadi. Sebagai laki-laki, kadang aku merasa dia lebih sensitive dan jelas lebih protektif daripada aku yang easygoing dan cenderung keras.
> Meski kami mengambil kamar yang pasiennya boleh ditunggui dan jam bezuk tak dibatasi, malam itu kuminta suami tidur di rumah saja. Dia perlu istirahat setelah kejutan pendarahan siang ini. Ais pun harus menyiapkan kondisinya menghadapi ujian. Yasmin, si kecil itu, ah, dia pasti mencari mamanya malam ini. Tapi biarlah dikeloni si Mbak yang Alhamdulillah so far so good dan tampak sayang padanya.
> Malam itu, banyak sekali hal yang menjadi bahan renungan. Tentang keluarga, tentang cinta seorang suami pada istrinya, terutama tentang hidup dan mati seorang ibu ketika hendak melahirkan keturunannya. Hamil dan melahirkan nyaris tanpa masalah di kehamilan keduanya (kuabaikan dua kali kiret yang pernah kualami), aku merasa bersyukur sekali. Saat senam hamil, menanti giliran periksa saat control hamil atau di kesempatan lain bertemu dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya dengan berbagai macam cerita, aku merasa bersyukur pengalamanku tak seseram mereka. Ais lahir dengan mudah dan normal, ditolong bidan langganan kakak-kakakku di Pati. Dua kali kiret setelahnya yang kualami âhanyaâ duka karena harus kehilangan dua bakal bayi dan trauma peralihan dari kondisi terbius dan sadar. Melahirkan Yasmin, meski harus Caesar, aku merasa masih baik-baik saja. Setidaknya kondisi psikologisku lebih siap waktu itu. Bahkan aku sempat âmenikmatiâ proses
> pengeluaran bayi lewat perutku yang dirobek itu dengan bantuan lampu operasi yang dicandai dokter anastesinya sebagai spion.
> Seorang ibu bercerita bahwa dia meski sudah pembukaan 10 masih belum bisa lahir juga. Alih-alih segera mengambil tindakan operasi, dokter justru memberinya rangsangan/induksi yang tak kalah menyakitkan dan menguras energinya. Baru setelah langkah kedua gagal, diambil tindakan Caesar. Ibu lainnya, tak kalah seram juga. Harus melewati proses pecah ketuban dulu, induksi, baru Caesar. Tak sedikit pula itu ibu yang harus menyabung nyawa lalu kehilangannya saat operasi ini. Ya, melahirkan memang semacam taruhan. Kita tak bakal tahu apa yang bisa terjadi jam per jam, menit ke menit, bahkan detik ke detik. Pengalaman setiap ibu pun bisa berbeda. Bahkan seorang ibu pun bisa bisa mengalami hal berbeda di tiap proses melahirkannya, seperti yang aku alami.
> Yang dikhawatirkan dokter terjadi padaku adalah silence rupture atau robekan di bekas operasi sebelumnya. Beberapa kali beliau menemui hal semacam itu bahkan oleh ibu yang sudah 7 tahun lalu operasi Caesar. Tebal tipis dan kuat atau gampang robeknya jaringan di dalam tak ada yang tahu bahkan dokter itu sendiri.
>
> Merenung tentang serba-serbi melahirkan dan anugrah menjadi seorang ibu yang mengandung dan melahirkan bayinya sendiri aku tergiring pada cinta, perhatian, dan support orang-orang sekitar terutama pasangan. Seorang teman bercerita, bahkan ketika dia mengalami pendarahan hebat di kehamilan keduanya, sang suami masih bisa santai tiduran. Duh, pengalaman yang sungguh menyayat perasaan. Makanya aku bersyukur sekali dikarunia seorang suami yang perhatian, baik hati, dan jelas selalu siaga. Mengingatnya, malam itu aku sampai tak kuasa menahan isak. Apalagi ditemani lagu Just For You, Richard Cocciante.Â
> â¦â¦â¦
> Then we'll fly into the sky and we'll choose with two star
> and our star return the hole world, the love we have, we are.
> The love we share is sweet the love we know is real,
> That love is not the dream but last the life than long.
>
> Because you love and mine be give without dreaming all we need,
> and the love that we have given returns to us to win.
> Cos your love for me is not beginning and the end,
> your love and mine, this love, for me, forever...
> Your love for me forever...
> Ah, terimakasih suamiku atas semua cinta, perhatian, kasih sayang, serta pemahaman dan toleransi yang kau berikan pada istri keras kepalamu ini.Â
> Alhamdulillah, terimakasih Allah, atas segala hikmah yang kau turunkan lewat sakitku ini.Â
>
> Tanah Baru, 17/06/â10 08.45
>
>
>
> Indarwati
> irt, penulis lepas, plus souvenir maker
> curhatan http://lembarkertas.multiply. com
> kreasi tangan http://craftcafe.multiply. com
> FB: indar7510@...
>
- 3g.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Sat Jun 19, 2010 2:09 am (PDT)
Amin. Makasih Mas Yons. Hikmah yg bs diambil para suami atau calon suami, siagalah senantiasa dan dampingilah pasangannya. Jgn ky suami seorg temanku yg tega. Secapek apapun alasannya, yg tengah dipertaruhkan istrinya adalah 2 nyawa.
So, kapan undangannya? ;)
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "Yons" <kolumnis@..com .> wrote:
>
> Membaca yang kayak gini nggak sanggup komentar.
> Gimana gitu rasanya. Ah semoga baik-baik dan sehat-sehat selalu
> aja mbak :-)
>
> salam
> yons
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Indarwati Indarpati <patisayang@com > wrote:
> >
> > Pengalaman Pendarahan
> > Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton Hicks atau kontraksi palsu dating.
> > Ahad itu (12/10) bersiaplah kami silaturahmi seperti agenda setiap minggunya. Kali ini ke rumah keponakan bapakku di daerah Tajur yang hendak mengkhitankan anaknya. Kuabaikan rasa letih setelah Sabtu sebelumnya senam hamil, ikut kursus prenatal, lalu belanja ke ITC. Kupikir mandi keramas pagi itu akan membuatku segar. Alih-alih mendapat energy dari air yang diguyurkan shower, aku justru kedinginan. Segera kuminta tolong suamiku memeluk dan menyelimutiku. Tiduran sekitar setengah jam, aku lalu bangun dan kembali ke agenda semula, pergi ke Tajur.
> > Dalam perjalanan, terasa sekali perutku tak nyaman. Berjalan sekitar 5 km dari rumah, menjumpai POM bensin kuminta suamiku membelokkan mobil. Aku harus ke toilet segera. Di ruang sempit itulah apa yang selama ini tak pernah terbayangkan olehku terjadi. Aku pendarahan! Tak dapat kugambarkan perasaanku kala itu. Terkejut, khawatir, cemas, campur aduk jadi satu. Namun tetap kucoba berkepala dingin lalu segera keluar menemui keluargaku yang masih menunggu.
> > Kuberi isyarat suami untuk memutar arah, lalu kujelaskan kondisiku begitu duduk kembali di kursi sebelahnya. Tampak sekali kekhawatiran di wajahnya. Mobil dipacunya secepat mungkin di antara lalu lintas jalan Tanah Baru yang lumayan ramai di hari libur itu. Sampai di rumah, Yasmin dan si Mbak kami tinggal sementara kakak memilih ikut papanya. Segera pula kusiapkan keperluan yang harus dibawa seperti surat-surat dan pakaian untuk ganti aku dan si dede nantinya jika memang harus terpaksa diambil tindakan.
> > Sampai di rumah sakit langganan, bidan dan suster segera beraksi. Perutku dipasangi CTG untuk mengukur prosentase kontraksi dan detak jantung serta pergerakan janin. Mereka juga segera melaporkan statusku ke dokter yang biasa menangani. Siang itu terasa lambat sekali waktu berlalu. Di atas bed untuk persalinan yang tak nyaman, ditemani detak jantung Ranu, segala macam pikiran melintas. Setahuku, jika memang terpaksa dilahirkan dia hanya masuk kategori belum cukup minggu. Tapi jantungnya belum matang untuk bekerja di dunia luar.Â
> > Usai diobservasi, kami dijelaskan oleh bidan tindakan yang medis, resiko dan segala macam yang mungkin terjadi. Style yakin aku memilih opsi pulang paksa saja. Memikirkan harus diobservasi paling tidak 24 jam lagi, ngamar di rumah sakit saja aku langsung stress. Apalagi minggu ini Ais waktunya ujian. Hanya kehadiran seorang mama yang bisa mengingatkan dan menyemangatinya untuk belajar. Tapi, begitu bu dokter yang waktu itu sedang di pengajian menelpon dan menjelaskan, luluhlah pendirianku. Surat pulang paksa yang sudah kami tandatangani tak berlaku lagi.
> > Sebagai seorang ekspert kekhawatiran beliau jelas beralasan. Bukan sekali ini beliau meghadapi kasus sepertiku. Pendarahan yang sudah berhenti, tapi ada resiko di belakang yang mengancam. Pendarahan lagi, pecah ketuban, dan jika harus terpaksa dilahirkan si dede belum matang paru-parunya. Aku diobservasi untuk dipantau kondisi selama 24 jam lagi sembari diberi obat mengurang kontraksi, obat penguat paru-paru untuk si janin, dan tentu saja biar tak banyak turun dari tempat tidur. Maka segeralah suami yang teramat mencintaiku tanpa syarat itu mengurus administrasinya. Aku tahu, diam-diam sebenarnya dia tak setuju saat aku memilih pulang paksa tadi. Sebagai laki-laki, kadang aku merasa dia lebih sensitive dan jelas lebih protektif daripada aku yang easygoing dan cenderung keras.
> > Meski kami mengambil kamar yang pasiennya boleh ditunggui dan jam bezuk tak dibatasi, malam itu kuminta suami tidur di rumah saja. Dia perlu istirahat setelah kejutan pendarahan siang ini. Ais pun harus menyiapkan kondisinya menghadapi ujian. Yasmin, si kecil itu, ah, dia pasti mencari mamanya malam ini. Tapi biarlah dikeloni si Mbak yang Alhamdulillah so far so good dan tampak sayang padanya.
> > Malam itu, banyak sekali hal yang menjadi bahan renungan. Tentang keluarga, tentang cinta seorang suami pada istrinya, terutama tentang hidup dan mati seorang ibu ketika hendak melahirkan keturunannya. Hamil dan melahirkan nyaris tanpa masalah di kehamilan keduanya (kuabaikan dua kali kiret yang pernah kualami), aku merasa bersyukur sekali. Saat senam hamil, menanti giliran periksa saat control hamil atau di kesempatan lain bertemu dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya dengan berbagai macam cerita, aku merasa bersyukur pengalamanku tak seseram mereka. Ais lahir dengan mudah dan normal, ditolong bidan langganan kakak-kakakku di Pati. Dua kali kiret setelahnya yang kualami âhanyaâ duka karena harus kehilangan dua bakal bayi dan trauma peralihan dari kondisi terbius dan sadar. Melahirkan Yasmin, meski harus Caesar, aku merasa masih baik-baik saja. Setidaknya kondisi psikologisku lebih siap waktu itu. Bahkan aku sempat âmenikmatiâ proses
> > pengeluaran bayi lewat perutku yang dirobek itu dengan bantuan lampu operasi yang dicandai dokter anastesinya sebagai spion.
> > Seorang ibu bercerita bahwa dia meski sudah pembukaan 10 masih belum bisa lahir juga. Alih-alih segera mengambil tindakan operasi, dokter justru memberinya rangsangan/induksi yang tak kalah menyakitkan dan menguras energinya. Baru setelah langkah kedua gagal, diambil tindakan Caesar. Ibu lainnya, tak kalah seram juga. > >
> > Merenung tentang serba-serbi melahirkan dan anugrah menjadi seorang ibu yang mengandung dan melahirkan bayinya sendiri aku tergiring pada cinta, perhatian, dan support orang-orang sekitar terutama pasangan. Seorang teman bercerita, bahkan ketika dia mengalami pendarahan hebat di kehamilan keduanya, sang suami masih bisa santai tiduran. Duh, pengalaman yang sungguh menyayat perasaan. Makanya aku bersyukur sekali dikarunia seorang suami yang perhatian, baik hati, dan jelas selalu siaga. Mengingatnya, malam itu aku sampai tak kuasa menahan isak. Apalagi ditemani lagu Just For You, Richard Cocciante.Â
> > â¦â¦â¦
> > Then we'll fly into the sky and we'll choose with two star
> > and our star return the hole world, the love we have, we are.
> > The love we share is sweet the love we know is real,
> > That love is not the dream but last the life than long.
> >
> > Because you love and mine be give without dreaming all we need,
> > and the love that we have given returns to us to win.
> > Cos your love for me is not beginning and the end,
> > your love and mine, this love, for me, forever...
> > Your love for me forever...
> > Ah, terimakasih suamiku atas semua cinta, perhatian, kasih sayang, serta pemahaman dan toleransi yang kau berikan pada istri keras kepalamu ini.Â
> > Alhamdulillah, terimakasih Allah, atas segala hikmah yang kau turunkan lewat sakitku ini.Â
> >
> > Tanah Baru, 17/06/â10 08.45
> >
> >
> >
> > Indarwati
> > irt, penulis lepas, plus souvenir maker
> > curhatan http://lembarkertas.multiply. com
> > kreasi tangan http://craftcafe.multiply. com
> > FB: indar7510@
> >
>
- 3h.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "Siwi LH" siuhik@yahoo.com siuhik
Sat Jun 19, 2010 2:59 am (PDT)
syafakillah mbak Indar, sing ati2 jagain dedeknya, itu kepalanya dilembekkin dikit, (maksdnya jgn keras kepala utk kebnaikan si dedek hehehe...) aq dengernya malah dr mbak dwi nurini, mo tlp kok yo lali soale sdh dikabari dirimu ' sdh kembali ke pangkuan keluarga' hehehe, smg lancar persalinannya ya? salam dr gangga n gautama
- 4a.
-
Re: [Ruang Keluarga] Telah lahir...
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Fri Jun 18, 2010 5:44 pm (PDT)
Alhamdulillah... barakallah mas. Semoga jadi anak sholeh, yang mengantarkan orang tuanya ke surga. Amin...
salam,
Indar
ibu yang tengah menanti kehadiran putra ketiga
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Maryulisman Chaniago <shieddieq84@com ...> wrote:
>
> Alhamdulillah...
>
> Pada sabtu 12 Juni 2010/ 28 Jumadil akhir 1431 H., pk 00.30 WIB telah lahir putra kami yang pertama (Hanif Fudhail Isman)...Berat 2.8 kg panjang 48 cm. Semoga Kami dimudahkan dalam mengasuh dan mendidiknya...
>
> Maryu-Dita
> Larangan Selatan, Tangerang
>
- 5.
-
[BUKU INCARAN] Raksasa Bedah Saraf dari Klaten
Posted by: "Anwar Holid" wartax@yahoo.com wartax
Fri Jun 18, 2010 7:00 pm (PDT)
[BUKU INCARAN]
Raksasa Bedah Saraf dari Klaten
---Anwar Holid
Tinta Emas di Kanvas Dunia
Penulis: Pitan Daslani
Penerbit: Kompas, 2010
Tebal: 226 + xxi
ISBN: 978-979-709-466-9
Pada Senin, 14 Januari 2008, masuklah seorang pasien koma karena stroke ke RS Siloam, Karawaci. Dia langsung ditangani Dr. Eka J. Wahjoepramono, seorang spesialis bedah saraf. Dr. Eka segera melihat hasil CT scan pasien tersebut, lantas memberi penjelasan singkat pada istri pasien: "Ibu, kondisi suami sangat gawat. Perdarahannya luas. Kita hanya punya dua pilihan. Pertama, we do nothing. Kita diam saja, dan suami ibu akan meninggal within hours, dalam beberapa jam lagi. Kedua, kita operasi, tapi saya bukan Tuhan. Hasilnya seperti apa, saya tidak tahu."
Keterangan itu membuat sang istri tambah syok, sebab di rumah sakit sebelumnya dia diberi tahu bahwa kesadaran suaminya "menurun."
Begitulah Dr. Eka Julianta Wahjoepramono, Sp. BS. Dia sigap dan cekatan melakukan operasi. Bicaranya lugas, informal, suka campur-aduk menggunakan kosakata bahasa Indonesia dan Inggris. Dia terkenal jujur terhadap kondisi pasien, ekspresif, sekaligus sangat perhatian dan teliti. Bila sedang menangani pasien, dia mencurahkan seluruh energi, pengetahuan, kemampuan, dan kesabaran demi kesembuhan pasien. Dia enggan menyembunyikan kondisi pasien hanya demi menyenangkan keluarga pasien atau takut dikira menambah beban psikologis keluarga.
Seperti cerita Tingka Adiati dalam memoarnya Miracle of the Brain (2009), setelah operasi Eka berkata tentang kondisi suaminya: "Bapak mengalami perdarahan di otak. Saya enggak tahu saraf mana yang kena, dan sejauh mana dampaknya. Itu baru kelihatan nanti kalau sudah sadar. But I can tell you for sure, dapat saya katakan dengan tegas, tubuh kiri bapak akan lumpuh."
Dokter spesialis bedah saraf ini berani terus-terang tentang kelemahan dan keterbatasan dirinya sebagai orang yang paling diandalkan untuk memulihkan pasien, meski dalam setiap operasi bedah saraf, dia bersama tim akan memberikan kemampuan maksimal.
"Saya selalu tekankan kepada staf jangan ada sedikit pun kesalahan atau human error dalam penanganan pasien. Semua harus mendapat pelayanan terbaik. Penderita dan keluarga mereka akhirnya percaya, kami benar- benar menjalankan komitmen profesi kami," demikian katanya pada seorang wartawan.
Kisah, kinerja, dan pribadi Eka juga tergambar lugas dalam biografi karya Pitan Daslani ini, Tinta Emas di Kanvas Dunia. Meski endorsement-nya penuh oleh puja-puji kolega atas pencapaian Eka, di sana kita bisa ikut menimba semangat betapa perjalanan untuk mewujudkan cita-cita, menjadi yang terbaik, dan tetap bersahaja, mustahil berhenti setelah seseorang ada di puncak. Gail Rosseau, Kepala Bedah Saraf di Neurological & Orthopedic Hospital of Chicago, Amerika Serikat berkomentar, "Biografi ini bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama sebagai sumber inspirasi bagi calon penggerak bedah saraf masa depan di Indonesia."
Reputasi Eka sebagai dokter bedah saraf terangkat setelah bersama tim sukses melakukan operasi batang otak untuk pertama kali dalam sejarah kedokteran Indonesia (2001), sebuah kasus yang sangat langka. Batang otak (pons) ialah organ sebesar ibu jari, kenyal serupa tahu, berfungsi sebagai kumpulan kabel vital yang amat lembut dan menghubungkan semua fungsi orak dan tubuh manusia. Bila batang otak tak berfungsi, seseorang secara klinis sudah meninggal dunia, istilahnya mengalami brain-dead.
Dunia kedokteran menyebut wilayah ini sebagai no man's land, karena tak seorang pun sebelumnya sanggup mencapai dan menyentuh organ itu (hal. 60). Kondisi ini tambah mendebarkan betapa Dr. Eka pun belum pernah melakukan operasi di batang otak, padahal kondisi pasien sudah begitu memilukan. Pasien ini pemuda berusia 20 tahun, seorang buruh nelayan. Hanya berkat keyakinan dan mengalahkan segala halangan mental dan fisikal, termasuk peralatan mikro seadanya, akhirnya dia sukses melakukan bedah saraf yang amat berisiko itu, meskipun awalnya berdebar-debar. Pada tahun itu Eka ialah dokter Asia pertama yang mampu melakukannya.
Keberhasilan Eka terbilang istimewa, karena dia berhasil melakukan operasi sangat sulit meskipun tanpa dibimbing secara khusus. Kebanyakan dokter bedah dibimbing dulu oleh senior sebelum dia betul-betul menjadi ahli.
Keberhasilan itu bersifat spiritual baginya. Di satu sisi namanya meroket dan kemampuannya menanjak drastik, bahkan disebut-sebut sebagai giant of neurosurgery; di sisi lain ia makin prihatin betapa perhatian bangsa kita terhadap penyakit sakit dan operasinya masih begitu minim. Indonesia belum punya yayasan yang fokus memperhatikan otak maupun saraf. Karena itu dia bersama rekan mendirikan Yayasan Otak Indonesia (YOI), yang fokus membantu pasien untuk operasi otak dan saraf, dan mendapat dukungan dari Pemerhati Otak Saraf, sebuah komunitas yang terdiri dari mantan pasien bedah saraf beserta sanak keluarganya untuk tolong-menolong dan bertukar informasi mengenai hal ini.
Komitmen Eka di bidang bedah saraf kian hebat ketika ilmu pengetahuan dan pengalamannya ditumpahkan ke dunia pendidikan, yaitu fakultas kedokteran. Ia ingin ada regenerasi yang sehat dan terjadi transfer pengetahuan yang lebih baik. "Dari jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, Indonesia hanya punya sekitar 120 dokter bedah saraf," imbuhnya. Komitmen ini bisa jadi timbul karena cita-cita menjadi dokter awalnya tampak terlalu muluk bagi dia saat kecil tumbuh dari keluarga sederhana di Klaten, Jawa Tengah.
Karena keluarganya kurang mampu, sejak kecil Eka bersekolah atas biaya dari pakde (kakak orang tua), sampai ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Persis di seberang rumah orang tuanya di Klaten, tinggal seorang dokter umum terkenal di kampungnya, dr. Subiyanto, yang ternyata juga dosen anatomi di Universitas Gadjah Mada. Eka berteman akrab dengan anak dr. Subiyanto, sering main ke rumahnya, sampai melahirkan gambaran naif bahwa profesi ini sangat mulia di matanya.
Kenyataannya, Eka mengalami berbagai kesulitan dan halangan untuk menjadi dokter yang berdedikasi. Bisa jadi karena keturunan Cina, dia mengalami berbagai perlakuan menyebalkan. Begitu masuk saringan di Universitas Diponegoro, dia sudah dihadang dengan sumbangan dalam jumlah besar. Begitu juga waktu hendak mengambil spesialisasi bedah. Dia gagal ikut pendidikan spesialisasi di almamaternya, meskipun lulus. Mau pindah ke Universitas Airlangga, dia ditampik. Di Bandung, setelah lulus spesialisasi dari Universitas Padjadjaran dan mendapat surat keputusan bekerja di RS Hassan Sadikin, dia malah diadukan atasannya pada Direktur Jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan. Eka tahu bahwa dunia kedokteran di Indonesia masih feodal, sedangkan dokter yang berjiwa demokratis dan berpikiran terbuka masih jarang. Setelah mondar-mandir mencari rumah sakit yang tepat untuk karirnya, akhirnya dia memutuskan bekerja di RS Siloam.
Di lingkungan RS Siloam kemampuannya berkembang maksimal. Rumah sakit ini menjadi bagian integral ketika Universitas Pelita Harapan (UPH) pertama kali hendak membuka fakultas kedokteran, yang salah satunya juga berkat upaya Eka. Di sinilah dia mengembangkan ilmu kedokteran sesuai idealisme dan perkembangan zaman, sekalian terus berguru, baik secara formal dengan mengambil program doktoral di tiga universitas dalam waktu berdekatan, maupun memburu ilmu dengan mengundang banyak pakar yang relevan dengan kedokteran saraf, pemenang Hadiah Nobel bidang kedokteran, serta rutin mengadakan visiting professor atau guest lecture di UPH dan organisasi profesi dokter bedah saraf. Berkat sumbangsihnya, Eka akan diangkat sebagai guru besar UPH pada 17 April 2010.
Biografi ini dengan semangat menceritakan betapa ada anak Indonesia begitu berhasrat menjadi dokter bedah saraf kaliber dunia. Teknologi dan fasilitas yang terbilang seadanya bukan halangan baginya untuk berkembang, melakukan inovasi, berbagi ilmu, sebab Eka percaya tak ada sesuatu yang terlalu sulit bagi orang yang mau belajar dan bekerja keras. Pitan Daslani menampilkan Eka secara lugas, nyaris tanpa polesan, berhasil memotret sosok Eka bagaimana adanya. Dia tidak menulis ala jurnalisme sastrawi yang berusaha meliuk-liuk baik untuk mengungkapkan perasaan atau berniat mendapatkan informasi ala jurnalisme investigatif untuk mengorek hal-hal yang cukup sensitif. Sedikit ada kejanggalan, ilustrasinya banyak menggunakan sudut pandang "aku." Ini menimbulkan ambiguitas, apa buku ini sebenarnya biografi resmi atau autobiografi yang disamarkan.[]
ANWAR HOLID bekerja sebagai editor, penulis, publisis. Blogger @ http://halamanganjil.blogspot. com.
KONTAK: wartax@yahoo.com | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141
- 6a.
-
Curhat Saja...
Posted by: "batikmania" batikmania@yahoo.com batikmania
Sat Jun 19, 2010 1:29 am (PDT)
Kangen. Itu yang terlintas pertama kali ketika rencana ketemuan milis SK digulirkan. Jakarta yang jadi tempat tujuan, yang relatif dekat dengan bandung tempat tinggalku, membuat aku bersemangat untuk bertemu dengan teman-teman yang seolah sudah teramat akrab. Memang 'teman sekelas' adanya.
Teringat ketika pertama kali aku bertemu mereka di dunia nyata setelah sebelumnya hanya bertegur sapa di dunia maya, itu pun gara-gara aku ikutan lomba. Rasanya, tak ada fotoku beredar di milis, tapi saat bertemu aku pertama kalinya di momen Milad SK ke-2 di Bandung, mereka tebak-tebak buah manggis aja, lalu menyapa ramah, "Mbak Diah ya?" Lalu komunikasi terjalin akrab begitu saja. Aku suka.
Perbincangan dengan teman-teman putri berlanjut di kamar, sementara dengan teman-teman putra bersambung di sekitar api unggun, lapangan tempat berkegiatan, dan meja makan, tentunya ;) Akrab tanpa terkesan sok akrab, dan dekat tanpa juga terkesan sok dekat alias SKSD. Alami dan mengalir begitu saja. Canda-tawa mewarnai interaksi, tapi tetap terjaga dalam koridor tata krama yang santun.
Perbincangan seru pun berlanjut di ruang maya, milis kita ini. Tak ada kata-kata percuma, rasanya. Semua kata dan kalimat disampaikan dengan santun, walaupun dengan gaya berbagai rupa. Ada yang serius, ada juga yang santai dengan bumbu candaan segar. Ada yang berbagi tulisan panjang, ataupun 'hanya' sekedar menulis komentar pendek (dan akhir-akhir ini aku lebih sering hanya membaca dan sesekali menulis komentar). Tapi sungguh, meskipun sempat beberapa kali terjadi diskusi seru cenderung panas, semua kata di milis ini masih terasa sangat terjaga. Aku belajar banyak dari teman-teman di sekolah ini. Kalian semua adalah guruku juga.
Maka dari itu, ketika ada kesempatan bertemu kembali, kusempatkan kali ini. Aku ingin bertemu lagi dengan teman-teman SK yang 'lama', dan menjalin pertemanan dengan teman-teman yang 'baru'. Ya, keduanya dalam tanda petik kecil karena memang rasanya tak ada teman baru maupun lama di milis ini. Teman saja. Semuanya. Mungkin aku menemui wajah yang sudah cukup akrab bagiku, tapi wajah-wajah lain yang hadir di Pulau Dua ini pun dengan segera jadi akrab denganku, termasuk dengan tiga orang wanita bernama serupa denganku, Dyah. Semua jadi temanku kini. Temanku di Sekolah Kehidupan, yang notabene adalah juga guruku.
Terima kasih, semua. Aku rasa, sahabat SK adalah permata, penghias dunia maya maupun di alam nyata. Semoga Allah ridha atas persahabatan kita. Amiin.
Diah Utami
- 6b.
-
Re: Curhat Saja...
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Sat Jun 19, 2010 2:20 am (PDT)
Betul Mbak, sejak kopdar pertama, kesan akrab wajar n ngalir itu yg kurasa. Juga santun yg pas porsinya. Sayang, di Pulau Dua kmrn kita nggak ada lot waktu buat mbak Diah nyanyi ya. Udh kebrisikan musik pngunjung sebelah n kita asyik curhat2an. Hehe..
Salam,
Indar
Ibu yg pengin anaknya piawai main musik spt bu guru Diah. :)
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "batikmania" <batikmania@com ...> wrote:
>
> Kangen. Itu yang terlintas pertama kali ketika rencana ketemuan milis SK digulirkan. Jakarta yang jadi tempat tujuan, yang relatif dekat dengan bandung tempat tinggalku, membuat aku bersemangat untuk bertemu dengan teman-teman yang seolah sudah teramat akrab. Memang 'teman sekelas' adanya.
> Teringat ketika pertama kali aku bertemu mereka di dunia nyata setelah sebelumnya hanya bertegur sapa di dunia maya, itu pun gara-gara aku ikutan lomba. Rasanya, tak ada fotoku beredar di milis, tapi saat bertemu aku pertama kalinya di momen Milad SK ke-2 di Bandung, mereka tebak-tebak buah manggis aja, lalu menyapa ramah, "Mbak Diah ya?" Lalu komunikasi terjalin akrab begitu saja. Aku suka.
> Perbincangan dengan teman-teman putri berlanjut di kamar, sementara dengan teman-teman putra bersambung di sekitar api unggun, lapangan tempat berkegiatan, dan meja makan, tentunya ;) Akrab tanpa terkesan sok akrab, dan dekat tanpa juga terkesan sok dekat alias SKSD. Alami dan mengalir begitu saja. Canda-tawa mewarnai interaksi, tapi tetap terjaga dalam koridor tata krama yang santun.
> Perbincangan seru pun berlanjut di ruang maya, milis kita ini. Tak ada kata-kata percuma, rasanya. Semua kata dan kalimat disampaikan dengan santun, walaupun dengan gaya berbagai rupa. Ada yang serius, ada juga yang santai dengan bumbu candaan segar. Ada yang berbagi tulisan panjang, ataupun 'hanya' sekedar menulis komentar pendek (dan akhir-akhir ini aku lebih sering hanya membaca dan sesekali menulis komentar). Tapi sungguh, meskipun sempat beberapa kali terjadi diskusi seru cenderung panas, semua kata di milis ini masih terasa sangat terjaga. Aku belajar banyak dari teman-teman di sekolah ini. Kalian semua adalah guruku juga.
> Maka dari itu, ketika ada kesempatan bertemu kembali, kusempatkan kali ini. Aku ingin bertemu lagi dengan teman-teman SK yang 'lama', dan menjalin pertemanan dengan teman-teman yang 'baru'. Ya, keduanya dalam tanda petik kecil karena memang rasanya tak ada teman baru maupun lama di milis ini. Teman saja. Semuanya. Mungkin aku menemui wajah yang sudah cukup akrab bagiku, tapi wajah-wajah lain yang hadir di Pulau Dua ini pun dengan segera jadi akrab denganku, termasuk dengan tiga orang wanita bernama serupa denganku, Dyah. Semua jadi temanku kini. Temanku di Sekolah Kehidupan, yang notabene adalah juga guruku.
> Terima kasih, semua. Aku rasa, sahabat SK adalah permata, penghias dunia maya maupun di alam nyata. Semoga Allah ridha atas persahabatan kita. Amiin.
>
> Diah Utami
>
- 7.
-
The Magic of Listening
Posted by: "Ruli Amirullah" ruli_amirullah@yahoo.com ruli_amirullah
Sat Jun 19, 2010 1:30 am (PDT)
The Magic of Listening
Written by : Ruli Amirullah
Â
Â
Matanya tampak mulai berair
ketika bibirnya dengan bergetar bercerita tentang ibunya. Terus bercerita walau
beberapa kali terdiam karena berusaha menggigit bibir bawahnya agar tangisan
tidak pecah..
Tangisan memang tidak terjadi,
tapi airmatanya gagal ia bendung..
Saya hanya bisa diam
memandangnya. Ia memang sedang bercerita, dan saat itu rasanya tidak ada yang
bisa saya perbuat selain hanya memandangnya dan meyakinkan ia bahwa saya âhadir
sepenuhnyaâ di dihadapannya..
Â
Tapi, memang hanya itulah yang ia
perlukan..
Â
Saat itu ia memang cuma perlu
seseorang untuk hadir di hadapannya dan mendengarkan segala cerita kehidupan
yang ia alami..
Dan begitulah saya dengan seksama
mendengarnya bercerita, sambil sesekali tersenyum. Menguatkan hatinya agar
bibirnya yang bergetar bisa berubah menjadi seulas senyumâ¦
Â
Begitulah, sampai akhirnya ceritapun
selesai. Kemudian, dia dan saya merasa tenangâ¦
Â
Lho, saya merasa tenang?!
Â
Iya!
Â
Saya juga tidak tahu kenapa, tapi
saat dia mulai bercerita, sebenarnya sayapun punya masalah yang sedang saya
pikirkan. Namun ketika tiba-tiba melihat matanya mulai basah, saya sejenak
melupakan masalah yang tadi ada di otak. Saya dengarkan dia dengan telinga dan
hati. Sampai akhirnya dia menutup kisahnya, dan kemudian kembali tersenyum.
Senyum yang seolah-olah berkata âterima kasih sudah mau mendengarkanâ..
Â
Dan senyum itu yang entah bagaimana,
bisa membuat saya merasa tenang dan bahagia. Semangat yang tadi sempat hilang
ditelan masalah sendiri, kembali hadir seiring dengan senyumnya..
Â
Heran ya, dia yang punya masalah,
dia yang bercerita, tapi pada akhirnya tidak hanya dia yang merasa lega dan
tenang karena telah mengeluarkan uneg-unegnya, sayapun ikut merasa tenang..
Â
Ajaib.â¦
Â
***
Â
Â
Assalamualaikum Wr Wb,
Dear all,
Esoknya, saya membaca sebuah buku
berjudul FISH ! Sebuah buku yang menarik, karena mengajak kita untuk menjadikan
bekerja sebagai hal yang menyenangkan. Namun ada kata-kata yang membuat saya
sedikit kagetâ¦
Â
Jika anda merasakan semangat anda merosot, cobalah pengobatan sebagai
berikut:Â Temukan seseorang yang
membutuhkan pertolongan, berikan dukungan atau menjadi pendengar yang baik
serta â" jadikan hari yang membahagiakan mereka.
Â
Jadi, Itulah yang kemarin saya
alami! Saya saat itu sebenarnya sedang kehilangan semangat karena masalah yang
saya hadapi. Namun tanpa sengaja, tiba-tiba dia terlebih dulu menceritakan
kesedihan yang sedang dia rasakan. Sayapun menjadi pendengar yang baik. Dan
ketika dia merasa lega.. dan aura kelegaan itu terpancar jelas di wajahnya,
sayapun ikut merasa legaâ¦
Â
Mungkin karena ikut menerima aura
yang ia pancarkan,
Atau mungkin juga karena saya
telah merasa berguna saat telah menjadi pendengar yang baik..
Â
Indah ya..
Ternyata dengan hanya menjadi
pendengar yang baik kita bisa membuat seseorang menjadi bahagia. Dan membuat
seseorang menjadi bahagia, ternyata itu juga berdampak positive bagi diri
sendiri..
Â
Suatu aliran positive yang
bagus..
Suatu pemikiran yang menarik.
Â
Jadi mulai sekarang, kalau ada
seseorang yang sedang ada masalah dan ingin curhat, cobalah jadi pendengar yang
baik.. Hadirlah sepenuhnya dihadapannya. Dengarkan dengan telinga dan hati.
Ubahlah hari berat mereka menjadi hari yang membahagiakan..
Â
Dan saat ia tersenyum lega karena
telah mencurahkan isi hatinya..
Rasakan keajaiban di hati kita
sendiri..
Â
Selamat menjadi pendengar yang
baik!
Wassalam,
www.ruliamirullah.com
mencoba melihat bintang kala malam datang
(wanna read my other stories? order my 1st book now!
and get 25% discount until end of June 2010)
order by email : ruli_amirullah@yahoo.com
- 8a.
-
Re: Yusuf & Zulaikha (Another Love Story Novel)
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Sat Jun 19, 2010 2:24 am (PDT)
Ooo, ceritanya ini resensi ya Mas? Menarik kynya. Cuma buatku mungkin terasa lbh gurih jika ditambah info lain misal editing, kaver, n sedikit ttg penulisnya.
Salam,
Indar
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Ruli Amirullah <ruli_amirullah@com ...> wrote:
>
>
>
>
>
> Yusuf & Zulaikha
>
> (Another
> Love Story Novel)
>
> Â
>
> Written by : Ruli Amirullah
>
> Â
>
> Assalamualaikum Wr Wb,
>
> Â
>
> Dear all,
>
> Membaca novel ini, siap-siap tergagap untuk awalnya. Aku seperti anak
> kecil yang pertama kali masuk kedalam kolam renang berarus. Kaget dan berusaha
> menyesuaikan diri dengan dorongan arus. Mungkin tubuh sempat menegang hingga
> akhirnya kemudian pelan-pelan tunduk pada arus. Dan ketika akhirnya tenang dan
> rileks, malah begitu menikmatinya. Gagap itu hilang, berganti rasa nyaman.
>
> Â
>
> Ya seperti itulah pertama kali membuka novel berjudul âYusuf &
> Zulaikha â" Sebuah roman alegorisâ yang ditulis oleh Hakim Nuruddin Abdurrahman
> Jami dan dietrbitkan oleh Penerbit Lentera. Â Membaca rangkaian kalimatnya yang begitu
> puitis membuat dahi berkerut dan pikiran sedikit bekerja keras. Tiap kata harus
> disimak dengan cermat. Tiap kalimat harus diikuti dengan baik. Sempat timbul
> pertanyaan-pertanyaan ketika aku merasa sulit mengikutinya.
>
> Â
>
> Tapi tampaknya kita memang harus tunduk pada setiap kata yang ada. Baca
> saja tiap kata yang ada, ikuti saja alur kalimatnya, tak perlu banyak bertanya.
> Dan jika itu yang kita lakukan, tiba-tiba saja kita menikmati novel ini dengan
> begitu nyamanâ¦
>
> Â
>
> Dan huup! Kemudian kita akan merasa menjadi bagian dari kisah cinta romantis
> ini. Menceritakan tentang kisah cinta antara Zulaikha dan Nabi Yusuf AS, yang
> penuh dengan emosi dan suara hati, getir dan manis, bohong dan jujur, intrik
> dan tulus, fana dan abadi. Begitu lengkap! Setiap bagian menceritakan hal-hal
> yang rasanya setiap manusia pernah merasakannya. Tak peduli cinta bagaimana
> yang kalian pernah rasakan sepanjang hidup kalian, maka akan ditemukan
> dalam kisah ini.
>
> Â
>
> Mau tau beberapa cuplikan kalimat yang ada? Ini ketika Zulaikha merasa
> tersiksa akibat memimpikan seorang yang ia cinta, tapi tak kunjung ia ketahui   siapa
> orang tersebut;
>
> Â
>
>
>
> âWahai
> engkau yang telah mencuri nalardan kedamaian pikiranku, yang memenuhi hari-hariku dengan penderitaan! Engkau telah
> membawaku kepedihan tanpa penawar. Engkau telah mengambil hatiku tampa
> memberikan hatimu sebagai gantinya. Aku bahkan tak mengetahui namamu, apabila
> aku mengetahuinya, nama itu akan selalu ada di bibirku sebagai doa. Tidak pula
> mengetahui di negeri mana engkau berdiam. Apabila aku mengetahuinya maka aku
> akan berkelana dalam debunyaâ¦â (hal 36)
>
>
>
> Â
>
> Cuplikan berikut ini, adalah salah satu kalimat (dari sekian banyak
> kalimat penolakan yang terucap) ketika Yusuf menolak cinta Zulaikha;
>
> Â
>
>
>
> âWahai
> putri bangsawan, aku berdiri di hadapanmu sebagai seorang tawanan dalam ikatan
> pelayanan, disitulah kewajibanku berakhir. Dengan segala cara, berikan kepadaku
> tugas sesuai dengan kedudukanku sebagai budak, tapi janganlah membuat budakmu
> menjadi majikan. Dengan menyukaiku semacam itu, engkau membuatku malu. Siapakah
> aku sehingga engkau sampai menjadikan aku temanmu, duduk di meja yang sama
> seperti Wazir (penasihat raja), padahal yang benar adalah apabila seorang raja
> menghukum mati budak yang berani meletakkan jarinya pada piring yang samaâ¦â
> (hal 101-102)
>
>
>
> Â
>
> Nah, seperti itulah arus yang aku maksud. Bagaimana? Apakah membuat kening
> berkerut untuk memahaminya? Jika teman-teman sudah terbiasa dan menikmati dengan
> kalimat-kalimat indah seperti itu, berarti tak ada salahnya membeli dan membaca
> buku ini. Apalagi bagi penggemar kisah cinta seperti Romeo & Juliet, atau
> yang modern misalnya yang ada dalam film Titanic. Maka dijamin novel ini juga
> akan mengharu-birukan perasaan teman-teman, Tapi jika belum terbiasa, mungkin
> perlu juga sekali-kali membacanya (yee.. maksa inimah, xi2). Nikmati saja,
> jangan banyak protes. Apalagi sibuk bilang âlebayâ pada bagian-bagian yang romantis.
> Just enjoy dan biarkan keindahan menjalar dalam benak teman-teman. Apalagi
> memang novel ini memiliki kandungan hikmah yang dalam. Hikmah tentang keindahan
> cinta. Cinta pada Yang Maha Indah.
>
> Â
>
> Dan pagi ini, setelah semaleman membaca novel dengan 209 halaman tersebut,
> dengan daya penulisan yang puitis ditambah dengan perenungan maknanya, aku pun merasa⦠apa ya? Merasa.. mmm.. Romantis
> mungkin? Hahaha⦠tak taulah. Yang jelas, merasa indah aja hidup iniâ¦
>
> Â
>
> Apalagi  kemudian pagi tadi
> mendapat sms yang menyampaikan kabar gembira. Lengkaplah pagi indahku di Jumat
> ini. Thankâs God! Â
>
> Â
>
>
>
> Wassalam,
> www.ruliamirullah.com
> mencoba melihat bintang kala malam datang
> (wanna read my other stories? order my 1st book now!
> and get 25% discount until end of June 2010)
> order by email : ruli_amirullah@...
>
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
MARKETPLACE
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar