Rabu, 23 Juni 2010

[daarut-tauhiid] Fw: Rasulullah menangis saat menerima wahyu Ilmu Pengetahuan

 

RASUL MUHAMMAD MENANGIS SEMALAMAN
MENERIMA WAHYU ILMU PENGETAHUAN

From : milinglist...

Tidak Pernah Rasulullah, saw menangis sehebat itu. Bahkan
ketika kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Ataupun ketika
beliau mengalami tekanan-tekanan yang sangat berat dari kaum kafir
yang menentangnya. Tangisan Rasulullah yang berlangsung semalaman itu
terjadi sesaat setelah beliau menerima wahyu dari Allah, Sang Maha
Berilmu, Ali lmran 190 - 191:

"Sesungguhnya di dalam Penciptaan langit dan bumi dan di dalam
pergantian siang dan malam hari terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi (orang yang disebut) ulil albab. Yaitu orang-orang yang selalu
ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring dan ia
selalu berpikir tentang penciptaan langit dan bumi. Kemudian dia
rnengatakan : ya Tuhanku tidak ada yang sia-sia segala yang Kau
ciptakan ini. Maha Suci Engkau, maka hindarkanlah kami dari siksa api
neraka."

Bagaimanakah kejadian itu berlangsung? Diceritakan, suatu ketika
Bilal seperti biasa mengumandangkan adzan Subuh. Biasanya, sebelum
adzan Subuh itu selesai, Rasulullah sudah berada di dalam masjid
untuk kemudian memimpin shalat berjamaah bersama para sahabat. Namun,
tidak seperti biasa, Rasulullah Muhammad belum juga hadir meskipun
Bilal sudah menyelesaikan kalimat terakhir adzannya. Ditunggu
beberapa saat oleh Bilal dan para sahabat, Rasulullah tidak juga
muncul di masjid. Akhirnya, karena khawatir terjadi sesuatu, maka
Bilal pun memutuskan menjemput nabi, Yang 'rumahnya' bersebelahan
dengan masjid tersebut.

Pintu bilik rumah nabi diketuk-ketuk oleh Bilal sambil mengucapkan
salam. Tidak langsung ada jawaban dari dalam bilik. Namun, sejurus
kemudian, nabi muncul sambil menjawab salam. Dan kemudian
mempersilakan Bilal masuk.

Apakah Yang dilihat oleh Bilal? la melihat nabi dalam keadaan yang
sangat mengharukan. Air mata berlinangan di pipi beliau. Matanya
sembab, menunjukkan betapa beliau telah menangis cukup lama, semalam.

Karena khawatir melihat kondisi nabi, maka Bilal pun bertanya kepada
beliau. Ada apakah gerangan, sehingga Rasulullah menangis seperti
itu. Apakah nabi sakit. Ataukah nabi ditegur oleh Allah? Ataukah ada
kejadian hebat lainnya? Maka, Rasulullah menjawab, bahwa beliau
semalam telah menerima wahyu dari Allah. Lantas beliau membacakan QS.
Ali Imran : 190 - 191, tersebut di atas.

Saya membayangkan ekspresi Bilal pada saat itu. Barangkali, dia tidak
bisa mengerti dan tidak habis pikir, kenapa Rasulullah bisa menangis
sehebat itu ketika menerima wahyu tersebut. Ini tidak pernah terjadi
sebelumnya. Apalagi, kalau kita baca Firman Allah itu tidak bernada
menegur, atau memerintah untuk menjalankan kewajiban tertentu,
misalnya.

Ayat tersebut, lebih menonjolkan kesan ilmu pengetahuan dan sikap
seorang ilmuwan dalam memahami fenomena alam semesta ketimbang sebuah
perintah untuk beribadah. Tetapi kenapa hati sang nabi sampai
bergetar demikian rupa, sehingga tak mampu membendung air matanya?

Marilah kita coba mencermati :

Di awal ayat itu, Allah mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam
penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam hari,
terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang disebut ulil
albab. Yaitu, lanjutnya orang-orang yang selalu berpikir, baik dalam
keadaan duduk, berdiri, bahkan berbaring pun masih selalu teringat
kepada Allah dan segala ciptaanNya. Sampai ia mendapatkan suatu
kesimpulan akhir, bahwa segala ciptaan Allah di alam semesta ini
tidak ada yang sia sia...

Ada beberapa kata kunci Yang bisa menuntun penafsiran kita dan
kemudian memahami kenapa Rasulullah sampai menangis seperti itu,
yaitu:

1. Penciptaan langit dan bumi
2. Pergantian siang dan malam hari
3 Tanda-tanda kebesaran Allah
4. Selalu berpikir tentang Allah
5. Tidak ada yang sia-sia
6. Maha Suci Allah
7. Hindarkan dari Api Neraka.

1. Penciptaan Langit Dan Bumi.

Apakah kehebatan penciptaan langit dan bumi ini sehingga
Rasulullah menangisinya? Kenapa Allah memancing kita untuk mengamati
dan memahami penciptaan langit dan bumi? Dan pernahkah kita
terpancing untuk melakukannya? Kalau tidak, sungguh sayang sekali...

Sebenarnya Allah sedang memberikan jalan Yang luas dan lebar kepada
hambaNya Yang ingin memahami dan berkenalan dengan Allah Sang Maha
Pencipta. Bukankah Allah mengatakan, kalau kita ingin mengenali
Allah, maka kenalilah ciptaanNya. Dan, ciptaan Allah yang bernama
Langit dan Bumi ini ternyata sangatlah dahsyat, sehingga bisa
menghantarkan kita untuk 'bertemu' dan menghayati Kebesaran Allah.

Bagaimana cara kita memahami proses penciptaan langit dan bumi itu.
Bisakah hanya berdasarkan informasi-informasi dari Al Quran saja?
Agaknya tidak bisa. Setidak-tidaknya kurang memuaskan. Mau tidak mau,
kita harus melakukan pengamatan-pengamatan yang lebih mendalam
tentang fakta yang tersebar di alam semesta ini. Harus bersifat
empirik.

Namun, tidak semua kita memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian
ilmiah. Maka kita boleh membaca data-data dan analisis ilmu
pengetahuan Astronomi yang sudah dilakukan oleh para ilmuwan agar
bisa memahaminya. Semua data itu bisa diuji dan dibuktikan, meskipun
pada gilirannya nanti tetap ada bagian-bagian yang harus
disempurnakan secara ilmiah oleh generasi berikutnya. Tidak apa apa.
Tidak menjadi masalah.

Akan tetapi, sebelum membahas tentang penciptaan langit dan bumi,
terlebih dahulu saya ingin mengajak pembaca untuk memahami posisi
kita di alam semesta yang sangat luas ini.

Seperti kita ketahui, lebih dari 5 miliar manusia hidup di sebuah
planet yang bernama Bumi. Bentuknya hampir bulat. Agak pipih di
bagian atas yang disebut sebagai Kutub Utara dan juga bagian bawah
yang disebut Kutub Selatan. Bumi yang kita tumpangi bersama ini
berputar kencang pada dirinya sendiri, dengan kecepatan sekitar 1.669
km per jam, di Equatornya. Namun kita tidak merasakannya, karena kita
ikut berputar dalam sebuah kendaraan 'Bumi' yang sangat besar. Kita,
bagaikan sedang berada di dalam sebuah pesawat angkasa luar yang
berpusing.

Selain itu, Bumi juga mengitari matahari pada jarak sekitar 150 juta
km, dengan kecepatan lebih dari 107.000 km per jam. Artinya,
kendaraan angkasa luar kita yang bernama 'Bumi' ini sedang melaju,
melesat mengembara di angkasa mengitari matahari.

Apa Yang menggerakkan bumi kita ini sehingga terus-menerus bergerak
berputar pada dirinya sendiri, sekaligus mengitari matahari?
Ternyata, ada sebuah gaya tarik yang sangat dahsyat yang terjadi
antara matahari dan bumi, serta benda-benda langit lainnya. Mereka
seperti terikat oleh sebuah tali yang tidak tampak, yang diputar-
putar melingkar terpusat pada matahari. Pusatnya matahari, di
sekelilingnya ada 9 planet, yaitu : Merkurius, Venus, Bumi, Mars,
Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Semuanya mengelilingi
Matahari, sebagaimana Bumi.

QS. Luqman (31) : 10
"Dia telah menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kalian lihat,
dan dia meletakkan gunung-gunung di bumi supaya bumi tidak Meng-
guncangkan kamu dan memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis
binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami
tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik."

Di planet Merkurius, yang paling dekat dengan Matahari tidak terdapat
kehidupan, karena permukaan planetnya demikian panasnya. Bagaikan
membara. Sedangkan di Pluto, yang terjauh dari Bumi, juga tidak
terdapat kehidupan karena seluruh permukaan planetnya membeku,
tertutup oleh es. Namun demikian, di planet-planet selain Bumi juga
belum diketemukan kehidupan secara pasti. Apalagi manusia. Hanya di
Bumi inilah makhluk yang bernama manusia ini bisa melangsungkan
kehidupannya dengan baik. Tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat
dengan Matahari sebagai sumber energi kehidupan.

Kelompok 9 planet yang berpusatkan Matahari itu dinamakan Tatasurya.
Ternyata, tatasurya kita ini bukanlah satu satunya tatasurya di alam.
semesta. Ada miliaran, bahkan triliunan tatasurya yang terserak di
jagad semesta.

Kalau kita ingin mengetahui lebih lanjut, cobalah keluar rumah malam
hari. Di tempat yang terbuka dan sedikit gelap arahkan pandangan ke
langit. Kalau langit sedang cerah, kita akan bisa melihat bintang-
bintang bertaburan di angkasa raya.

Pernahkah kita bayangkan bahwa bintang-bintang itu sebenarnya adalah
matahari, seperti matahari yang kita miliki di tatasurya kita. Karena
begitu jauhnya jarak Matahari, itu dengan Bumi kita, maka ia
kelihatan sangat kecil dan berkedip-kedip. Tapi, sesungguhnya bintang
itu adalah matahari. Bahkan banyak yang ukurannya jauh lebih besar
dari matahari kita.

Matahari Yang kita miliki ini, diameternya sekitar 200 kali bumi.
Isinya adalah gas Hidrogen yang sedang bereaksi secara termonuklir
menjadi gas Helium. Sedangkan bintang-bintang itu ada yang besarnya
berpuluh kali atau beratus kali dibandingkan dengan besarnya matahari
kita. Yang paling besar diketemukan oleh ilmuwan Astronomi adalah
bintang Mu-cepe, yaitu sekitar 1.500 kali matahari, alias ratusan
ribu kali besarnya bumi yang kita diami!

Begitu besar ukurannya. Tetapi kelihatan demikian kecilnya. Ya, semua
itu karena jarak bintang-bintang itu sangat jauh dari bumi. Berapakah
jarak bintang yang paling dekat dengan bumi? Informasi Astronomi
mengatakan, jaraknya sekitar 8 tahun cahaya. Apakah artinya? Artinya,
cahaya saja membutuhkan waktu tempuh 8 tahun untuk menuju bintang
yang paling dekat itu. Jadi berapa kilometer ? Tinggal hitung saja.

Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik. Jadi kalau cahaya
membutuhkan waktu 8 tahun untuk sampai ke bintang itu, berarti
jaraknya adalah 8 th x 365 hari x 24 jam x 60 menit x 60 detik x
300.000 km = 75.686.400.000.000 km atau sekitar 75 triliun kilometer.
Sungguh jarak yang tidak pernah terbayangkan dalam kehidupan kita!

Bisakah kita pergi ke sana? Di atas kertas, mungkin saja. Tetapi,
memakan waktu berapa lama? Marilah kita hitung. Semuanya bergantung
pesawat yang kita gunakan. Andaikan saja kita naik pesawat, ulang
alik seperti Challenger atau Columbia Ya berkecepatan 20 ribu km per
jam. Berapa lama kita akan sampai di bintang tersebut?

Sehari, sebulan, setahun, sepuluh tahun, seratus tahun.
Kita mati di tengah jalan, ternyata kita belum sampai di bintang yang
paling dekat itu. Setelah 428 tahun kemudian, barulah kita sampai di
sana. Kita membutuhkan 5 - 6 generasi untuk sampai di sana.
Subbanallaah...

Padahal, tadi saya katakan, jumlah bintang di alam semesta ini
triliunan. Setiap 100 miliar bintang membentuk gugusan yang disebut
galaksi. Gugusan bintang yang kita tempati ini bernama galaksi
Bimasakti. Di sebelah Bimasakti ada galaksi Andromeda, dan
seterusnya, ada miliaran galaksi di jagad semesta ini. Dan, yang
lebih dahsyat lagi, setiap 100 miliar galaksi membentuk gugusan
galaksi yang disebut Superkluster. Dan seterusnya, jagad semesta ini
belum diketahui batasnya.

Berapakah jarak gugusan bintang bintang itu? Bermacam macam. Ada yang
berjarak 100 tahun cahaya. Artinya cahaya saja membutuhkan waktu 100
tahun. Ada yang 1000 tahun cahaya. Ada juga yang 1 juta tahun cahaya.
Dan yang paling jauh, diketemukan oleh ilmuwan Jepang, berjarak 10
miliar tahun cahaya.

Ya, cahaya saja membutuhkan waktu 10 miliar tahun. Apalagi kita. Usia
kita tidak ada artinya apa-apa dibandingkan kebesaran alam semesta
ini.

Bahkan planet bumi yang kita tinggali bersama miliaran manusia ini
juga tidak ada apa-apanya. Bumi bagaikan sebuah debu di hamparan
Jagad `Padang Pasir' Semesta. Di atas bumi yang bagaikan debu itulah
miliaran manusia hidup dengan segala aktifitas dan kesombongannya!
Masya Allah, sungguh begitu kecil kita, dan luar biasa dahsyat Sang
Maha Perkasa...

Lantas bagaimana kita membayangkan Keperkasaan Allah yang menciptakan
hamparan jagad semesta itu? Disinilah Allah memperkenalkan Dirinya
lewat ciptaanNya yang benama Langit dan Bumi. Dan kita dipancingNya
untuk memahami itu lewat firmanNya di QS. Ali Imran 190 191.

Ada lagi yang sangat unik ketika kita mengamati bintang bintang di
angkasa. Sebagaimana telah saya sampaikan di muka, bahwa bintang-
bintang yang bertaburan itu jaraknya sangat beragam, mulai dari
matahari yang jaraknya 8 menit cahaya, bintang yang berjarak 8 tahun
cahaya, sampai yang berjarak 10 miliar tahun cahaya.

Pernahkah Anda bayangkan, bahwa matahari yang kita lihat setiap pagi
itu adalah matahari 8 menit yang lalu? Bukan matahari yang sekarang!
Kenapa demikian? Ya, karena sinar matahari memerlukan waktu 8 menit
untuk mencapai bumi, yang berjarak 150 juta km dari matahari.
Berarti, matahari yang kita lihat pada saat itu adalah matahari 8
menit yang lalu! Aneh bukan?

Begitu juga ketika kita melihat kepada bintang yang berjarak 8 tahun
cahaya. Bintang yang sedang kita amati itu bukanlah bintang saat ini,
melainkan bintang pada saat 8 tahun yang lalu. Karena, sinar yang
sampai di mata kita itu adalah sinar yang sudah melakukan perjalanan
sejauh 8 tahun cahaya. Bukankah sinar butuh waktu untuk menempuh
jarak?

Tidak berbeda dengan bintang-bintang yang berjarak lebih jauh lagi.
Kalau kita sedang mengamati bintang berjarak 100 juta tahun cahaya,
maka sebenarnya bintang yang sedang kita amati itu adalah kondisi 100
juta tahun yang lalu!

Jadi, kalau malam-malam kita sedang mengamati langit, sebenarnya kita
bukan melihat langit yang sekarang saja. Tetapi pada saat yang
bersamaan sedang melihat langit sekarang, langit 1000 tahun yang
lalu, langit 1 juta tahun yang lalu, dan bahkan langit 10 Miliar
tahun yang lalu ... ! Masya Allah, kita jadi merasa aneh dengan alam
kita sendiri.

Lebih jauh, kalau kita ingin memahami kedahsyatan ciptaan Allah di
alam semesta, marilah kita baca ayat berikut ini.

QS. Al Anbiyaa 30,

"Apakah orang-orang kafir itu tidak tahu bahwa langit dan bumi itu
dulunya padu, lalu Kami pisahkan keduanya dengan kekuatan, dan Kami
jadikan dari air setiap yang hidup, apakah mereka tidak percaya?"

Ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa alam semesta yang
luar biasa besarnya itu dulunya satu, alias berimpit. Dikatakan bahwa
langit yang berupa ruang angkasa dan bumi itu pernah tidak
terpisahkan. Lantas, pada suatu ketika Allah memisahkan keduanya
dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Sehingga jadilah alam semesta
seperti yang kita lihat sekarang.

Tetapi, sekali lagi, pemahaman yang baik baru bisa kita peroleh kalau
kita melakukan pengamatan terhadap alam semesta dalam kegiatan
empiris atau ilmu pengetahuan. Baik secara langsung maupun lewat
informasi Astronomi.

Bagaimana mungkin kita bisa memahami bahwa langit dan bumi itu
dulunya padu, kalau kita tidak mempelajari ilmu Astronomi. Firman
Allah ini ternyata memang bisa kita pahami setelah kita membaca teori
Big Bang alias teori `Ledakan Besar'.

Dalam teori tentang penciptaan alam semesta itu dikatakan bahwa
langit dan bumi itu memang dulunya padu. Bagaimana kesimpulan itu
diperoleh? Ternyata, dalam pengamatan teleskop Hubble, diketahui
bahwa berbagai benda langit seperti planet, matahari, dan bintang-
bintang semuanya sedang bergerak menjauh.

Kita melihat ke atas, benda-benda langit menjauh. Melihat ke `bawah'
di balik bumi benda-benda langit tersebut juga menjauh. Melihat ke
kiri kanan, muka belakang, semua benda langit sedang menjauh. Apakah
artinya?

Artinya, karena benda-benda langit itu kini sedang bergerak saling
menjauhi ke segala arah, maka mestinya dulu, benda benda itu saling
dekat. Lebih dulu lagi, benda-benda itu semakin dekat. Dan pada suatu
ketika, miliaran tahun yang lalu, semua benda langit tersebut
berkumpul di suatu titik yang sama, alias padu dan berimpit. Persis
seperti yang dikatakan Al Quran.

Nah, dari hipotesa itulah, disusun sebuah teori yang disebut
teori `Big Bang'. Teori itu mengatakan bahwa seluruh material dan
energi alam semesta ini dulunya termampatkan ke dalam suatu `Titik'
di pusat alam semesta. Demikian Pula ruang dan waktu, semuanya
dikompres ke dalam sebuah `Titik' yang menjadi cikal bakal alam
semesta, yang disebut sebagai Sop Kosmos.

Sop Kosmos itu, sangat tidak stabil karena mengandung energi,
material, ruang, dan waktu yang demikian besarnya, sehingga akhimya
meledak dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Ledakan itu telah
melontarkan material, energi, ruang dan waktu ke segala penjuru alam
semesta hingga kini. Usianya sudah mencapai sekitar 12 miliar tahun.

Dalam kurun waktu sekitar 12 miliar tahun itulah tercipta benda benda
langit secara berangsur-angsur. Mulai dari gugusan bintang bintang,
matahari, planet-planet, dan bulan. Termasuk Bumi yang kita huni ini.
Dipekirakan usia Bumi kita sekitar 5 miliar tahun.

Dan kemudian, di bumi yang semakin mendingin itu diciptakanlah
kehidupan lewat sebuah proses evolusi kehidupan dari makhluk yang
berderajat rendah satu sel sampai yang berderajat tinggi seperti
manusia. Kehidupan pertama, oleh Allah dimulai dari perairan dari
jenis ikan-ikanan, yang kemudian beralih ke daratan lewat proses
kehidupan ampibi dan jenis hewan reptilia.

QS. Al Anbiyaa : 30
"…dan Kami jadikan dari air (permulaan) semua makhluk bidup …"

Sedangkan kehidupan manusia modern diperkirakan baru sekitar 50 ribu
tahun yang lalu, berdasarkan fosil Cro Magnon yang ditemukan di
daerah Timur Tengah. Fosil-fosil manusia modem inilah yang
diperkirakan sejaman dengan kehidupan Nabi Adam As.

Kalau hipotesa ini memang benar, maka berarti usia kehidupan manusia
ini dibandingakn dengan usia alam semesta sangatlah sebentar. Usia
alam semesta sudah sekitar 12 miliar tahun, sedangkan usia peradaban
manusia baru sekitar 50 ribu tahun.

Nah, jadi kembali kepada kata kunci yang pertama dalam QS. Ali Imran
190-191, kita kini memahami betapa dahsyat informasi yang terkandung
dalam kalimat: "...inna fii khalqis samaawaati wal ardli..."

Rasulullah saw bisa memahami makna kalimat tersebut tanpa harus
belajar ilmu Astronomi. Kenapa bisa demikian? Ada dua hal yang
menjadi penyebabnya. yang pertama, setiap kali Allah menurunkan wahyu
kepada nabi Muhammad, Allah langsung memasukkan makna wahyu itu ke
dalam kalbu beliau. Wahyu tidak turun ke nabi melalui otak beliau,
melainkan langsung ke dalam hati. Jadi, seperti ada sebuah tayangan
video yang diputar di hadapan beliau, sehingga beliau langsung bisa
memahami seluruh makna wahyu itu. yang kedua, harus diingat bahwa
wahyu tersebut turun kepada Rasulullah pada periode Madinah. Artinya,
Rasulullah sudah mengalami perjalanan Isra' Mi'raj. Jadi beliau telah
mengalami sendiri perjalanan mengarungi jagad semesta. Maka, ketika
menerima wahyu tersebut beliau bagaikan sedang 'bernostalgia'
melakukan perjalanan Isra' Mi'raj. Sungguh tergambar secara nyata
makna dari firman Allah tentang penciptaan langit dan bumi.

Maka tidak heranlah kita, Rasulullah tak mampu membendung air matanya
ketika menerima wahyu tersebut. Gemetar seluruh jiwa raganya
mengingat Kebesaran Allah di alam semesta. Dirinya menjadi begitu
kecil dan tak berarti di hadapan Allah, Dzat Sang Maha Perkasa...

2. Pergantian Siang Dan Malam Hari

Kini kita mulai bisa memahami kenapa Rasulullah menangis ketika
diingatkan Allah tentang penciptaan Langit dan Bumi. Lantas,
bagaimanakah dengan "pergantian siang dan malam hari"? Saya jadi
teringat firman Allah di dalam ayat berikut ini.

QS. Al Qashas (28) : 71-72.

"Katakan: terangkan kepadaku jika Allah Menjadikan untukmu malam
terus sampai hari kiamat, siapa Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kami tidak
mendengar?"

"'Katakan.' terangkan kepadaku jika Allah merjadikan untukmu siang
terus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka
apakah kamu tidak memperhatikan?"

Bisakah kita menjawab pertanyaan Allah ini? Atau, setidak tidaknya
inginkah kita memberikan jawaban atas pertanyaan: "apa jadinya kalau
bumi ini mengalami siang terus atau malam terus sampai hari kiamat ?"
Saya kira ini sebuah pertanyaan yang sangat menggelitik untuk
dianalisis.

Marilah kita cermati :

Misalkan saja kita ambil kondisi kota Surabaya. Suhu pada umumnya
pagi hari di kota Surabaya, berkisar di bawah 30 derajat Celsius.
Ketika siang mulai menjelang, maka suhu beranjak di atas 30 derajat.
Dan puncaknya pada jam 12 siang sampai jam 14 siang, suhu udara bisa
mencapai 33-34 derajat, atau bahkan lebih.

Pernahkah kita memperhatikan aspal jalan raya Surabaya pada siang
hari. Di permukaannya terlihat mengepul uap tipis, dan aspalnya
menjadi lembek. Diperkirakan panas permukaan jalan raya itu di atas
50 derajat. Kalau disiramkan air di sana, tak berapa lama kemudian
air itu akan menguap, dan jalanan itu pun kering kembali.

Kita lihat contoh di atas. Hanya dalam kurun waktu setengah hari
saja, panas udara dan permukaan bumi bisa mengalami peningkatan suhu
yang demikian tinggi. Apa jadinya kalau matahari tidak bergeser ke
arah barat, tetapi tetap berada di atas kita terus-menerus?

Diperkirakan, dalam waktu 100 jam, air di permukaan bumi akan mulai,
mendidih, dan banyak yang mulai menguap. Dan kemudian apa yang
terjadi 100 jam berikutnya? Diperkirakan seluruh air di muka bumi
sudah habis menguap, dan darah di tubuh kita pun ikut mendidih,
Dengan kata lain, tidak ada kehidupan yang tahan di bumi yang hanya
punya siang terus-menerus!

Lho, jadi tidak perlu menunggu sampai hari kiamat seperti retorika
Allah dalam. firmanNya tersebut di atas? Ya, begitulah, cukup dengan
200 jam saja!

Sebenarnya Allah sudah tahu secara pasti bahwa seluruh kehidupan di
muka bumi ini akan mengalami kemusnahan kalau di bumi hanya ada siang
terus-menerus. Akan tetapi, Allah mempertanyakan kepada kita, dengan
maksud untuk memancing perhatian kita. Dan kemudian memahami betapa
besar kasih sayang Allah yang dicurahkan untuk kita semua ...

Sebaliknya, apakah yang terjadi jika Allah hanya menciptakan malam
terus di bumi? Cobalah lihat suhu udara di daerah padang pasir,
sebutlah di Arab Saudi. Pada keadaan normal, siang hari di sana bisa
mencapai 50 derajat celsius, sedangkan malam hari bisa mencapai 14
derajat. Puncaknya adalah antara jam 12 malam sampai sekitar 2 dini
hari.

Apakah yang terjadi dalam kurun waktu 100 jam setelah suhu terendah
itu? Jika, matahari tidak pernah muncul lagi, alias malam terus, maka
dalam kurun waktu itu suhu akan terus-menerus turun hingga mencapai 0
derajat, dimana air akan mulai membeku. Dan ketika diteruskan sampai
100 jam berikutnya, maka seluruh air di muka bumi akan membeku,
termasuk cairan tubuh kita!

Jadi, sungguh sangatlah dahsyat dampak dari pergantian siang dan
malam hari. Sebuah rutinitas yang tidak semua kita pernah
memikirkannya. Karena itu Allah memancing kita untuk memahami. Apakah
tujuan utamanya? Tak lain, agar kita sadar bahwa di balik terjadinya
rutinitas pergantian siang dan malam hari itu terdapat sesuatu yang
luar biasa yang berkait dengan Sebuah Kekuatan Besar yang
mengendalikan alam sekitar kita, yaitu Sang Maha Perkasa.

Bahkan, kalau kita lihat lebih jauh.tentang pergerakan matahari,
dampaknya bukan hanya pada pergantian siang dan malam hari saja.
Pergerakan matahari sebenarnya ditentukan oleh dua hal : yang pertama
oleh perputaran bumi pada porosnya atau pada dirinya sendiri. Dan
yang kedua disebabkan oleh perputaran bumi pada orbitnya, yaitu
perputaran bumi mehgelilingi matahari.

Perputaran bumi pada dirinya sendiri disebut juga Rotasi bumi. Sekali
berputar, bumi membutuhkan waktu 24 jam. Inilah yang disebut sehari
semalam. Akan tetapi jika kita amati lebih jauh, lamanya malam dan
lamanya siang selalu bergeser-geser. Kadang lebih panjang malamnya.
Kadang lebih panjang siangnya. Kenapa bisa demikian? Ini disebabkan
oleh pergerakan bumi mengelilingi matahari, yang juga disebut
Revolusi Bumi.

Satu kali revolusi bumi membutuhkan waktu 3651/4 hari. Atau disebut
juga sebagai waktu setahun.

QS. Luqman (31):29
"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah memasukkan
malam kepada siang dan memasukkan siang kepada malam, dan Dia
tundukkan matabari dan bulan masing-masing berjalan sampai waktu yang
ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan"

Efek dari pergerakan bumi mengelilingi matahari ini adalah terjadinya
musim di permukaan bumi. Kita lihat, di negara-negara tropis terjadi
musim hujan dan musim kemarau. Sedangkan di negara-negara sub tropis
terjadi musim Salju, musim Semi, musim Panas dan musim Gugur.
Kehidupan manusia di muka bumi menjadi demikian indah dan dinamis.

Pergerakan musim ini juga menyebabkan terjadinya waktu panen dan
berbuah yang berbeda-beda. Di sekitar musim kemarau misalnya
bermunculanlah buah-buah yang mengandung banyak air seperti Mangga,
Belimbing, Melon, Semangka, Jeruk, dan lain sebagainya. Sedangkan di
sekitar musim Hujan banyak buah-buahan seperti Durian, Apokat, Salak,
Nangka, dan lain sebagainya. Semua buah-buahan itu bermanfaat bagi
kehidupan dan kesehatan manusia, sesuai dengan musimnya.

3. Tanda-Tanda Kebesaran Allah

Saya kira semua sependapat, bahwa Allah tidak bisa kita lihat, tidak
bisa kita dengar, atau kita observasi dengan seluruh panca indera
kita. Kenapa demikian? Ya, karena panca indera kita sangat terbatas
kemampuannya.

Jangankan melihat Allah, melihat matahari saja mata kita akan
langsung buta! Jangankan mendengar Allah, mendengar ledakan petasan
di dekat telinga saja, kita akan tuli. Jadi begitu lemahnya panca
indera kita. Maka, jangan berharap kita bisa `bertemu' Allah dengan
menggunakan panca indera kita. Allah hanya bisa kita `lihat'
sekaligus kita `dengar dan rasakan' hanya dengan hati atau
kalbu. `Penglihatan' dengan hati ini akan kita bahas di bagian lain.

Lantas apa yang bisa kita perbuat dengan panca indera berkaitan
dengan pendekatan kita kepada Allah? Yang bisa kita observasi lewat
panca indera dan akal kita hanyalah `tanda-tandaNya' atau dalam
bahasa Al Quran disebut `ayat-ayatNya'.

Suatu ketika, nabi Musa as pernah ingin melihat Allah, agar hatinya
semakin yakin. Allah sudah mengatakan bahwa Musa tidak akan mampu
melihat Allah. Tetapi beliau 'ngotot' untuk bisa melihatNya. Maka,
Allah pun memenuhi keinginan nabi Musa.

Tapi apa yang terjadi? Allah baru menampak kan cahayaNya saja, gunung
Sinai tempat berpijak nabi Musa mengalami gempa vulkanik yang luar
biasa dahsyat. Sehingga Musa pun terpental dan pingsan. Setelah
siuman, beliau baru menyadari bahwa manusia tidak mungkin melihat
Allah dengan panca inderanya. Jangankan manusia, alam semesta pun
tidak mampu menerima Eksistensi Dzat Yang maha Besar dan Maha Agung
itu.

QS. Al A'raaf : 143
"Dan ketika Musa datang untuk (bermunajat kepada Kami) pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya,
berkatalah Musa .. Ya Tuhanku, nampakkanlah (DiriMu) kepadaku agar
aku dapat melibatMu. Tuhan berfirman : Kamu sama sekali tidak akan
mampu melibatKu, tapi lihatlah bukit itu, jika ia tetap di tempatnya,
maka kamu akan mampu melihatKu. Ketika Tuhan menampakkan Diri kepada
gunung itu, maka hancurlah gunung itu, dan Musa pun pingsan. Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata : Maha Suci Engkau, aku
bertaubat kepadaMu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman."

QS. Asy Syuura : 51
"Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata
dengannya kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir,
atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendak. Sesungguhnya Dia
Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana."

Jadi, manusia demikian ringkihnya di hadapan Allah. Kalau manusia
ingin berkenalan dengan Allah, itu bisa dilakukan melalui `tanda
tanda' yang tersebar di alam semesta dan termaktub di dalam Al Quran.
Yang pertama disebut sebagai Ayat Kauni dan yang kedua disebut
sebagai Ayat Qurani
. Kedua-duanya berfungsi sama, yaitu menuntun kita
untuk lebih memahami Allah, mengenalNya, berinteraksi, dan lantas
kembali : menyatu dengan Dzat Yang Maha Tunggal lagi Maha Agung.

Apakah bentuk tanda-tanda itu? Kalau yang berada di dalam Al Quran,
kita bisa langsung membacanya. Kemudian menganalisisnya sesuai dengan
ilmu bahasa dan tafsir. Akan tetapi, sebagaimana telah saya sampaikan
sebelumnya, bahwa penafsiran Quran dari sisi bahasa saia tidaklah
cukup untuk mengenal Allah. Kita harus memadukannya dengan ayat-ayat
yang tersebar di alam semesta.

Coba bayangkan bagaimana kita bisa memahami langit yang tujuh,
misalnya, kalau kita tidak belajar ilmu Astronomi. Atau, bagaimana
pula kita bisa beriman kepada hari kiamat, kalau kita tidak memahami
mekanisme kiamat tersebut dari data-data empirik ilmu pengetahuan.
Dan, bagaimana juga kita bisa menafsirkan QS. Al Ma'arij : 4, Yang
bercerita tentang relativitas waktu malaikat dan manusia, kalau kita
tidak belajar rumus-rumus relativitasnya Einstein, dst. Begitu
banyaknya ayat-ayat Allah di dalam Al Quran yang tidak bisa kita
pahami, tanpa memadukannya dengan data-data ilmu pengetahuan modern.

Selain melakukan pendekatan lewat ayat-ayat Quran, kita juga bisa
langsung mengobservasi ayat-ayat tersebut dari ayat Kauniah yang
tersebar di seantero alam ini. Hal inilah yang dilakukan oleh nabi
Ibrahim, ketika mencari Tuhan. Akhirnya beliau bertemu dengan Allah
setelah bereksperimen secara trial and error, seperti digambarkan
Allah berikut.

QS Al An'aam : 76-79
"Ketika malam telah menjadi gelap dia melibat sebuab bintang (lalu)
dia berkata : Injah Tuhanku. Tapi tatkala bintang itu tenggelam, dia
berkata aku tidak suka kepada yang tenggelam.

"Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata : Inilah
Tuhanku. Tapi setelah bulan itu terbenam dia berkata : Sesungguhnya
jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku pastilah aku termasuk
orang orang yang sesat."

"Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata : Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar. Maka tatkala matahari itu telah
terbenam, dia berkata hai kaumku sesungguhnya aku berlepas diri dari
apa yang kamu persekutukan."

"Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan
langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuban."

Bayangkan beliau, yang rasul kesayangan Allah itu, pernah mengira
bahwa bintang, bulan, dan matahari adalah Tuhan. Meskipun, akhirnya
beliau menemukan bahwa semua itu hanyalah ciptaanNya belaka. Tetapi,
beliau sempat melakukan kekeliruan-kekeliruan dalam mencari Tuhan.
Tidak langsung final, ketemu. Tidak apa-apa. Semua ada prosesnya.
Yang penting konsisten dan serius mencari Allah, Insya Allah Dia akan
membimbing hambaNya yang ingin bertemu denganNya.

Betapa banyaknya para ilmuwan yang bertemu Tuhan karena melihat
kedahsyatan ilmu Allah di alam semesta. Bayangkan misalnya, bagaimana
kita tidak `terperangah' melihat jantung yang ada di dalam dada kita
terus berdenyut tanpa ada baterainya, sejak di dalam rahim pada bulan
pertama. Ini sebuah keganjilan, bagi orang-orang yang mau berpikir.

Ketika bayi masih di dalam rahim, paru-parunya juga belum bekerja. la
mendapat makanan dari sang ibu lewat ari-arinya (plasenta). Tapi,
begitu lahir, si bayi ini kemudian ditepuk-tepuk oleh si bidan, dan
akhirnya paru dan jantungnya bekerja. Kerja jantung dan paru itu
terus terjadi tak pernah berhenti sepanjang usianya. Ini sungguh
sebuah `fenomena' yang sangat dahsyat menyangkut kehidupan manusia,
yang bisa membawa kita untuk berkenalan dengan Sang Maha Pencipta.

Atau pernahkah kita berpikir, kenapa bumi ini terus berputar pada
porosnya? Darimanakah perintah untuk berputar itu datang? Dan dari
mana pulahkah energi yang digunakan untuk berputar terus selama
miliaran tahun itu? Apakah Anda menangkap keganjilan ini.

Padahal kalau bumi ini tidak berputar (berotasi) pada porosnya, di
bumi ini tidak akan terjadi kehidupan. Ya, karena di bagian yang
menghadap matahari akan terjadi siang terus-menerus. Sedangkan yang
membelakangi matahari akan terjadi malam terus. Apa akibatnya, sudah
kita bahas di bagian sebelumnya.

Kita melihat ada sebuah campur tangan yang luar biasa dahsyat, untuk
memutar bumi selama miliaran tahun. Besarnya energi pemutar itu, tak
akan pernah terbayangkan oleh pikiran kita. Apalagi selama kurun
waktu miliaran tahun. Kalau seandainya, semua batubara, minyak, bahan
bakar nuklir, dan seluruh sumber enemaka sudah bisa dipastikan tidak akan
mencukupi!

Padahal kita tahu, bukan hanya bumi yang berputar atau berotasi.
Bulan juga berputar; selain pada dirinya sendiri, ia juga
mengelilingi bumi. Bumi mengelilingi matahari. Matahari berputar juga
mengelilingi pusat galaksi. Dan seluruh galaksi yang jumlahnya
miliaran itu, juga berputar putar mengelilingi pusat Superkluster dan
alam semesta. Subbanallaah, betapa besarnya kekuatan yang terlibat
dalam pergerakan benda benda di jagad raya ini!

QS. Ar Ra'du (13) : 2
"Allah lah yang meninggikan langit tanpa tiang, yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, dan menundukkan matahari dan
bulan. Masing-masing beredar bingga waktu yang ditentukan. Allah
mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda, agar kamu meyakini
pertemuan dengan Tuhanmu"

Kembali kepada tanda-tanda kebesaranNya, masih demikian banyak tanda-
tanda Kebesaran Allah di alam semesta ini yang bisa kita
jadikan `Jalan' untuk lebih mengenalNya. Bahkan jumlahnya tak
berhingga.

Di pepohonan yang sedang berbuah dan bermekaran bunganya, terdapat
tanda-tanda Kebesaran Allah. Di atmosfer bumi yang memayungi kita
dari ancaman meteor-meteor, juga terserak ayat-ayat Allah. Di
miliaran jenis binatang laut, darat dan udara yang begitu indah juga
terdapat bukti-bukti kebesaranNya.

Bahkan, di sekujur tubuh kita : di setiap tarikan nafas kita, di
aliran darah dan denyut jantung, di rambut, di mata, telinga dan
seluruh panca indera, sampai kepada bisikan hati yang paling dalam.
Semuanya memberikan tanda-tanda Kebesaran Allah kepada orang-orang
yang mau berpikir. Tak akan pernah selesai kita tuliskan, meskipun
menggunakan tinta dari tujuh lautan, seperti difirmankan Allah...

QS. Luqmaan (31) : 27
"Dan Seandainya pohon-pohon di bumi Menjadi Pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya,
niscaya tidak akan habis habisnya (dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

4. Selalu Berpikir Tentang Allah.

Kata kunci Yang berikutnya dalam memahami QS. Ali Imran : 190-191
adalah `selalu berpikir tentang Allah'. Penggalan kalimat ini juga
sangatlah mendalam. Lagi-lagi Allah ingin mengajak kita untuk
berinteraksi denganNya.

Bayangkan firman yang disampaikan Allah dalam ayat
tersebut : "...yaitu orang-orang yang selalu berpikir dalam keadaan
berdiri, duduk, dan berbaring, ia selalu memikirkan tentang kejadian
langit dan bumi... "

Seakan-akan Dia ingin mengatakan kepada kita bahwa kunci kedekatan
seorang Hamba dengan Tuhannya, salah satunya, adalah selalu berpikir
tentang Allah, lewat ayat-ayatNya yang terserak di seluruh penjuru
alam ini. Nabi Ibrahim melakukan itu sepanjang hayatnya. Nabi Musa
juga. Demikian pula nabi Muhammad, sejak beliau berada di Gua Hira'
sampai akhir hayatnya.

Berpikir adalah salah satu kunci kedekatan kita dengan Allah. Ini
menunjukkan bahwa Allah sangat menghargai pikiran kita. Orang yang
tidak berpikir dan tidak menggunakan akalnya, termasuk golongan yang
dimurkai Allah.

QS. Yunus (10) : 100
"Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak
mempergunakan akalnya."

QS. Al Baqarah (2)
"Allah menganugerahkan al hikmah kepada siapa yang Dia kebendaki, Dan
barangsiapa yang dianugerahi, al hikmah itu, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran."

Kita juga tahu, bahwa agama ini memang diperuntukkan bagi makhluk
yang berakal. Sebagai contoh tumbuhan dan binatang, yang tidak
berakal, tidak dikenai kewajiban beragama. Demikian pula, manusia
yang dalam keadaan pingsan, mabuk, gila, atau mati suri dimana
akalnya tidak jalan juga tidak dikenai kewajiban beragama. Sangat
jelas bahwa agama hanya cocok untuk makhluk yang berakal.

Karena itu, Allah juga secara tersirat maupun tersurat, menegaskan
bahwa kita harus berpikir untuk menjalani agama ini. Apalagi
untuk `bertemu' dengan Allah.

Nah, dalarn ayat tersebut bahkan dikatakan tidak cukup berpikir hanya
kadang-kadang saja. Berpikir harus total, sepanjang waktu kita. Baik
dalam keadaan sedang berdiri, duduk, tidur tiduran, dan apa pun
aktifitas kita. Semuanya harus diorientasikan kepada Allah. Itu kalau
kita ingin bertemu dengan Nya.

Apakah esensi dari aktifitas berpikir yang seperti itu? Intinya, kita
harus menghubungkan setiap aktifitas kita apa pun bentuknya, semata-
mata Lillaahi Ta'ala. Tidak ada tujuan lain dalam hidup kita kecuali
untukNya. Mulai dari bangun tidur, shalat Subuh, olahraga pagi,
sarapan, bekerja, istirahat, belanja, dan seterusnya sampai kita
tidur kernbali, harus berorientasi kepada Allah. Bahkan tidur itu
sendiri, harus berorientasi kepada Allah.

Ada sebuah kisah menarik pada jaman Rasulullah. Pada suatu ketika,
Rasulullah shalat berjamaah dengan para sahabat. Usai shalat
berjamaah, ada sahabat yang masih melanjutkan dengan shalat-shalat
sunnah, dan ada pula yang berbaring melepas lelah kemudian tertidur
di serambi masjid.

Tiba tiba saja, Rasulullah melihat ada setan masuk ke dalam masjid.
Apa yang dilakukan setan itu? Ternyata ia mencoba mengganggu orang
yang sedang shalat. Kemudian, oleh Rasulullah setan itu ditangkapnya.
Beliau mengumpulkan beberapa sahabat, dan menjelaskan bahwa ada setan
yang tertangkap karena sedang mencoba menggoda sahabat yang sedang
shalat.

Di hadapan para sahabat, Rasulullah bertanya kepada si setan : kenapa
ia mengganggu orang yang sedang shalat. Apakah ia tidak takut, Dan
kenapa tidak mengganggu orang yang sedang tidur?

Apa. jawab si setan? la mengatakan: bahwa ia justru takut untuk
mengganggu orang yang tertidur itu, karena si orang yang sedang tidur
hatinya sedang berdzikir kepada Allah. Sedangkan orang yang shalat
itu, hatinya tidak khusyuk. Bahkan teringat segala macam aktivitas
keduniaannya ...

Kenapa berpikir menjadi kunci dari keberhasilan proses pendekatan
kita kepada Allah? Tidak bisakah kita tanpa berpikir lantas bisa
dekat dengan Allah?

Rasanya sulit untuk mengatakan bahwa tanpa berpikir manusia bisa
mendekatkan diri kepada Allah. Allah sendiri berulang-ulang
mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia harus berpikir, dan Dia
sangat menghargai orang orang yang berpikir dengan baik. Berpikir
menunjukkan bahwa kita hidup. Orang yang sudah tidak bisa berpikir,
pada hakikatnya dia sudah `mati'. Dan orang yang sudah mati, tidak
dikenai lagi kewajiban beragama.

Allah mengatakan di dalam QS Al Israa (17) : 36

"Dan janganlah kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak memiliki
ilmunya. Sesungguhnya Pendengaran, Penglihatan dan hati, semua itu
akan diminta Pertanggungjawabannya."

Artinya kita tidak boleh ikutan-ikutan saja dalam mengerjakan
sesuatu. Itu bisa berbahaya, dan lantas kita sulit untuk
mempertanggung jawabkannya. Harus punya ilmunya, kata Allah. Itu
artinya kita harus banyak-banyak berpikir.

Dan kalau kita membaca Al Quran, betapa banyaknya Allah menyindir
kita dengan kalimat-kalimat : afalaa ta'qiluun (apakah kalian tidak
berakal) afalaa yandzuruuna (Apakah kalian tidak melakukan
observasi), afalayatafakkaruun (apakah kalian tidak berpikir), dan
lain sebagainya.

Berpikir menjadi entry point (pintu masuk) bagi proses pendekatan
kita kepada Allah. Seseorang tidak akan memiliki keimanan yang kuat
kalau tidak melalui proses berpikir. Hal ini sudah ditunjukkan oleh
para nabi besar, seperti Ibrahim, Musa dan Muhammad. Memang, para
nabi itu memperoleh ilmunya tidak lewat berguru, tetapi lewat wahyu
dari Allah, yang langsung masuk ke kalbunya. Akan tetapi, semua itu
selalu didahului dengan sebuah proses berpikir secara total, yang
cukup panjang.

Nabi Ibrahim misalnya lewat proses dialognya dengan alam semesta.
Nabi Musa dengan `bertapa' di gunung Sinai. Dan nabi Muhammad lewat
proses berkhalwat di gua Hira'. Semua itu adalah proses awal berupa
perenungan-perenungan untuk memperoleh ilmu yang sangat tinggi dan
mendalam. Maka kalau kita ingin memperoleh kedekatan dengan Allah
lakukanlah apa-apa yang telah dialami oleh para nabi besar itu. Atau
dalam konteks ini, jalankanlah apa yang diisyaratkan Allah dalam QS
Ali Imran 190-191 tersebut : selalu berpikir dalam keadaan berdiri,
duduk, dan berbaring…, apa pun aktifitas kita.

5. Tidak Ada Yang Sia-Sia

Orang yang disebut sebagai 'Ulil Albab' di dalam wahyu
itu akhirnya memiliki kesimpulan : Rabbanaa maa kbolaqtabaadzaa
baatila , Ya Tuhanku, tidak sia-sia segala yang Engkau ciptakan
ini ...

Kapankah seseorang bisa memiliki kesimpulan bahwa segala sesuatu yang
dia pelajari itu tidak sia-sia? Jawabnya hanya satu, yaitu ketika dia
sudah sangat memahami tentang apa yang dia pelajari. Barulah dia bisa
mengatakan bahwa ternyata segala yang dicipta oleh Allah semuanya ada
manfaatnya. Betapa mendalamnya kalimat ini...

Orang yang belum mengerti tentang apa yang dia pelajari dia tidak
akan bisa mengatakan bahwa sesuatu itu bermanfaat alias tidak sia
sia. Jadi, bisakah Anda bayangkan bahwa wahyu Allah tersebut seakan
akan menggambarkan sebuah kurun waktu yang sangat panjang dalam
kehidupan seseorang. Barangkali sepanjang usianya.

Di ayat itu, sang pemikir digambarkan selalu gelisah untuk bisa
bertemu dengan Allah. Karena itu ia selalu berpikir tentang tanda-
tanda kebesaranNya sepanjang hidupnya. Baik, ia sedang berdiri,
duduk, bahkan tidur. Ketika ia sedang susah maupun senang. Ketika
sedang sendiri maupun sedang beramai-ramai. Dan, segala aktivitas
kehidupannya.

Setelah berpuluh-puluh tahun kemudian sebagaimana Ibrahim akhirnya
ia mendapatkan satu kesimpulan bahwa Allah memang Sang Pencipta Yang
Maha Pintar dan Maha Bijaksana. Tak ada satu benda pun yang tidak
bermanfaat di alam semesta ini. Barangkali, kalau aktivitas
berpikirnya itu dibukukan, itu akan menjadi sebuah informasi ilmu
pengetahuan yang hebat dan dahsyat. Kenapa demikian? Ya, karena
kesimpulannya mengatakan bahwa ia sangat paham dengan fakta yang
terserak di alam semesta ini, dan bisa berkata : Tidak sia-sia segala
yang ada ...

Begitulah Allah memancing kita untuk mempelajari alam semesta
ciptaanNya. Hasil akhirnya, bukannya sekadar kita puas dengan ilmu
yang kita peroleh, melainkan kita mendapatkan satu kesimpulan
esensial, yaitu lebih mengenal Dzat, Sang Penguasa Semesta.

Saya yakin, bahwa kita masih sering menganggap sesuatu yang terjadi
di sekitar kehidupan kita adalah sia‑sia. Atau
setidak‑tidaknya biasa‑biasa saja. Tidak ada gunanya. Dan
tidak memberikan tanda‑tanda bagi eksistensi serta keterlibatan
Allah.

Ambil saja centoh. Allah mengatakan bahwa Dia tidak merasa malu
menciptakan nyamuk. Apakah kita pernah berpikir bahwa nyamuk adalah
ciptaan Allah yang luar biasa rumit dan memiliki peran dalam
kehidupan kita?

QS Al Baqarah (2) : 26
"Sesungguhnya Allah tidak malu membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu..."

Sampai saat ini tidak ada seorang ahli robot pun yang bisa meniru
membuat nyamuk. Seluruh ilmu pengetahuan sepanjang peradaban manusia
belum cukup untuk digunakan membuat nyamuk. Untuk meniru gerakan
kakinya saja, para ahli robot terkemuka di dunia tidak bisa
menirunya. Apalagi meniru alat penglihatannya, pencernaannya,
sayapnya, instinknya dan seluruh proses metabolisme yang menyebabkan
dia hidup dan berkembang biak.

Belum lagi peran dalam ekosistem kehidupan kita.
Keterlibatannya dengan berbagai macam penyakit, yang lantas
memberikan kontribusi pada kehidupan sosial dan kesehatan manusia.
Seekor nyamuk bisa menghabiskan umur kita untuk memahaminya lewat
sebuah penelitian yang panjang. Dan akhimya kita akan mengatakan
bahwa Allah tidak sia‑sia menciptakan nyamuk dalam kehidupan di
muka bumi ini.

Atau pernahkah kita berpikir tentang lebah? Darimana ia memperoleh
instink untuk 'memproduksi' madu yang ternyata bisa menjadi obat itu?
Berapa nilai ekonomi dan kesehatan yang telah dihasilkan oleh
serangga yang hidup bergerombol bersama sang ratu lebah itu.

Bahkan, bukan hanya makhluk berupa binatang atau tumbuhan saia yang
menarik untuk dipikirkan. Kejadian‑kejadian yang melingkupi
kehidupan kita pun tidaklah ada yang sia‑sia. Semuanya
mengandung pelajaran dan hikmah untuk kita ambil sebagai pelajaran
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Suatu ketika ayah teman saya mengalami kecelakaan sampai meninggal
dunia. Kejadiannya sendiri memang terkesan 'aneh'. Setiap pagi, dia
selalu berangkat ke toko tempat dia jualan pukul 07.00. Pada hari
itu, entah apa yang menyebabkan dia enggan berangkat pada jam seperti
biasanya. Dia sudah keluar rumah untuk berangkat tetapi ditundanya,
dan dia masuk kembali ke rumah. Sejam kemudian dia baru berangkat.
Dan ketika dia menyeberang jalan menuju ke tokonya, dia tertabrak
mobil. Kemudian meninggal dunia.

Sepintas lalu kita, akan mengatakan bahwa hal itu adalah biasa saja.
Akan tetapi kalau kita cermati, kita lantas bisa
bertanya‑tanya : kenapa dia menunda kebiasaannya pergi pukul
tujuh pagi, sehingga bertepatan dengan mobil yang melintas di jalan
itu, dan kemudian menabraknya. Siapakah yang membuat semua itu
terjadi secara tepat waktu? Apakah semua itu kebetulan? Padahal kalau
kejadian itu berbeda 1 menit saja, kecelakaan itu tidak terjadi.

Rasanya tidak ada yang `kebetulan' dalam hal ini. Setiap detik telah
diperhitungkan Allah untuk mempertemukan kejadian itu. Kecepatan
langkah sang ayah dan kecepatan mobil penabrak berjalan demikian
akurat, sehingga bertemu di tempat kejadian itu. Meleset sedikit
saja, maka kecelakaan itu tidak akan terjadi.

Maka, dengan beberapa contoh di atas, saya ingin mengatakan bahwa
segala kejadian yang berlangsung di sekitar kita tidak ada yang
kebetulan dan tidak ada yang sia-sia. Semuanya berlangsung dalam
sebuah skenario yang sangat teliti dan ada hikmahnya.

Kita makan, minum, tidur, bekerja, tersandung, kesedak, sakit,
menikah, punya anak, dapat rezeki, dan segala macam aktivitas kita,
tidaklah ada yang kebetulan dan sia-sia. Sekali lagi, semuanya
terjadi dalam frame yang jelas dan dengan tujuan yang jelas pula.

Inilah kira kira Yang bisa kita petik dari penggalan ayat dalam wahyu
tersebut. Pemahaman yang komprehensif terhadap segala yang ada justru
akan membawa kita kepada suatu kesimpulan yang terfokus pada Kekuasan
Allah, sang Maha Perkasa.

6. Maha Suci Allah

Kalimat Subhanallaah di dalam agama Islam dianjurkan
untuk diucapkan ketika kita melihat sesuatu yang mempesona atau
sesuatu yang luar biasa. Maka, ketika sang pemikir mengucapkan
kalimat itu di akhir wahyu tersebut, kita menangkap nuansa bahwa ia
sedang terpesona oleh Keagungan dan Kebesaran Allah.

Situasi ini konsisten dengan kalimat sebelumnya, di atas, di mana ia
mengatakan tidak sia-sia segala yang diciptakan Allah. Kedua duanya
memberikan kesan kepada kita bahwa sang pemikir telah melakukan
sebuah proses berpikir dan pengamatan yang sangat mendalam, sehingga
ia sampai terpesona. Orang yang sekedar berpikir asal-asalan tidak
akan pernah mencapai tingkatan terpesona. Orang hanya bisa terpesona
ketika dia sangat menghayati kenyataan luar biasa yang sedang
dihadapinya ... !

Maka, lagi-lagi kita menemukan bahwa wahyu yang diturunkan Allah
kepada nabi Muhammad itu memang memiliki makna yang luar biasa
dahsyatnya, sehingga Rasulullah pun menangis semalaman...

Di dalam Al Quran Allah memberikan banyak gambaran tentang makhluk
yang bertasbih, me Maha Suci kan Allah. Ada suatu kesan yang kuat
bahwa mereka yang me Maha Suci kan Allah itu adalah mereka yang telah
begitu memahami bahwa Allah memang benar-benar Tuhan semesta alam.

QS. Al Israa' (17) : 44
"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tak ada satu pun melainkan bertasbih dengan
memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah maha Penyantun lagi Maha Pengampun."

Kalau kita mencoba mencermati firman di atas, maka kita akan
mengambil kesimpulan bahwa yang disebut tasbih dalam hal ini bukanlah
sekedar mengucapkan Subhanallah. Kenapa demikian? karena

kalimat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa benda-benda
mati pun seperti langit dan bumi, dan segala macam isi alam semesta
ternyata bertasbih kepadaNya.

Tentu kita semua tahu bahwa benda-benda itu tidak bisa berkata kata,
seperti manusia. Termasuk tentu saia mereka tidak bisa mengucapkan
subhanallah. Apalagi lantas Allah memberikan penegasan Pada kalimat
berikutnya, bahwa kita kebanyakan manusia tidak mengerti tasbih
mereka. Karena mereka memiliki caranya sendiri untuk mentasbihkan
Allah.

Yang mengerti tentang tasbih mereka, hanya sebagian kecil saja dari
kita. Termasuk sang 'Ulil Albab' yang selalu mencermati dan berpikir
tentang ayat-ayat Allah di alam semesta. Hanya orang-orang semacam
dialah yang mengetahui bahwa alam semesta ini sedang bertasbih kepada
Allah. Sehingga dia pun akhirnya mengucapkan kalimat yang sama : Maha
Suci Engkau ya Allah sebagaimana bagian akhir QS Ali lmran 191.

Di bagian yang lain, Allah juga memberikan gambaran bahwa alam
semesta ini bertasbih bersama orang-orang yang berilmu pengetahuan
seperti nabi Daud dan nabi Sulaiman.

QS. Al Anbiyaa' (21) : 79
"Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum,
dan kepada masing-masing mereka (Daud dan Sulaiman) telah Kami,
berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami tundukkan gunung gunung dan
burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang
melakukannya."

Maka, barangkali kita boleh mengambil kesimpulan bahwa hakikat tasbih
yang dimaksudkan oleh Allah di dalam berbagai ayat Quran bukanlah
sekedar berucap Subhanallah, melainkan lebih kepada pengakuan atas ke
Maha Perkasaan Allah, sehingga seluruh isi alam ini tunduk dan patuh
kepadaNya. Kepada hukum alam yang ditegakkanNya. Serta kepada seluruh
sunnatullahNya.

Bagaimana mungkin kita bisa memberikan pengakuan tentang Keperkasaan
Allah tanpa mempelajari dan memahami alam sekitar kita? Tentu saja
sulit, karena pengakuan terhadap Kehebatan Allah hanya bisa muncul
kalau kita melakukan proses pemahaman atas segala ciptaanNya.
Kecuali, Para Nabi yang memperoleh Wahyu dariNya, langsung dimasukkan
ke dalam kalbunya.

Berulang-ulang Allah menceritakan tasbih Para makhlukNya di dalam Al
Quran. Mulai dari para malaikat, langit yang tujuh, hamparan bumi dan
gunung-gunung, burung yang beterbangan, awan yang berarak, hujan dan
salju, pergantian siang dan malam hari, penciptaan binatang-binatang
melata, dan segala macam isi alam semesta ini. Lagi lagi semua itu
menegaskan bahwa `ketaatan' seluruh isi alam dalam mengikuti
sunnatullah itulah yang menjadi bukti Kemahasucian Allah. QS. An Nuur
(24) : 41-46

"Tidakkah kamu tabu bahwasannya Allah, kepadanya bertasbih apa yang
di langit dan di bumi, dan (juga) burung dengan mengembangkan
sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembabyang dan
tasbihnya. Dan Allah Maha Mengetabui apa yang mereka kerjakan."

"Dan kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah
lah semuanya kembali"

"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya
bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah
celahnya, dan Allah juga menurunkan es dari langit, dari gunung
gunung, maka ditimpakanNya es itu kepada siapa yang dikehendakiNya
dan dibiarkanNya dari siapa yang dikehendakiNya. Kilatan awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan."

"Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat pelajaran yang benar bagi orang-orang yang
mempunyai penglihatan."

"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya, dan
sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian yang lain berjalan
dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya,
sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan
Allah memimpin siapa yang dikebendakiNya kepada jalan yang lurus."

Seluruh benda mati di alam semesta ini dengan sendirinya sudah
mengakui ke Maha Sucian Allah, karena eksistensi mereka seluruhnya
telah mengikuti hukum alam alias sunnatullah. Termasuk seluruh bagian
dan organ dalam tubuh kita. Detak jantung kita, nafas dan paru kita,
ginjal dan hepar, pencernaan, otak, saraf, dan seluruh sel-sel serta
miliaran molekul dan atom di dalam tubuh kita, semuanya telah
bertasbih kepada Allah.

Lantas, kenapa kita masih 'dituntun' oleh Allah untuk bertasbih
kepadaNya? ya, karena jiwa kita telah terkungkung dalam badan
kemanusiaan yang serba terbatas dan berkutub dua: yaitu `kemuliaan'
dan'hawa nafsu'. Kesadaran kita terus bergerak di antara dua/ kutub itu.

Ketika, kesadaran kita meningkat rnenu~‑. kepada 'kemuliaan',
maka kita lantas bisa 'melihitt kenyataan, kehidupan yang
sesungguhnya. Sebaliknya. kalau'kesadaran'kita menurun menuju kepada
hawa nafsti, maka kita lantas kehilangan'penglihatan'.kita untuk
melihat kehidupan yang sesungguhnya.

Dalam sudut pandang yang lain, kita bisa mengatakan bahwa tubuh
manusia ini menyebabkan kernampuan kita serba terbatas. Padahal kita
sebenarnya memiliki potensial ruh yang serba'tidak terbatas', karena
ruh adalah potensi Itahiah. Maka ketika kita terlalu mernanjakan
pernenuhan kebutuhan raga saia, seperti makan, minum, harta,
seksualitas, kekuasaan, dan sebagainya, kita akan tetjebak kepada
hawa nafsu.

Sebaliknya, kalau kita bisa mernandang bahwa kebutuhan raga itu
hanyalah sebuah 'perantara' saia dan kebutuhan ruh adalah utarna
‑ maka kita akan mencapai deraiat kemuliaan, dalarn hidup yang
sesungguhnya.

Disinilah, karena potensi ruh kita telah terkungkung dalarn
eksistensi kernanusiaan kita, maka kualitas kesadaran kita bisa naik
turun antara Kernuliaan dan hawa nafsu yang membawa pada Kehinaan.
Sehingga , lantas Allah mengingatkan kepada kita bahwa Kesadaran ruh
harus terus ditingkatkan.

Caranya adalah dengan terus menerus menghubungkan 'kesadaran' ruh
kita dengan Sang Maha Pencipta. Akhirnya, diharapkan kita bisa
memperoleh sebuah 'kesadaran semesta' bahwa segala eksistensi ini
sebenarnya adalah kecil yang besar dan penting hanya Allah saja ...

7. Hindarkan Kami Dari Siksa Api Neraka

Dan kalimat yang terakhir dari wahyu itu adalah permohonan untuk
dihindarkan dari siksa api neraka. Kenapa sang Pemikir ‑ yang
dijadikan tokoh dalam wahyu itu ‑ melakukan permohonan
tersebut? Saya menangkap kesan bahwa dia telah mengakui kebodohannya
selama ini, yang tidak bisa memahami keluar biasaan tanda‑tanda
Kebesaran Allah yang ada di sekitarnya. la sangat menyesalinya ...

Betapa tidak, hamparan kekuasaan Allah demikian nyata di hadapannya,
namun selama ini ia tidak mampu menangkapnya. Ini bagaikan sebuah
sindiran kepada kita semua, bahwa kebanyakan kita tidak memiliki
kepekaan untuk menangkap tanda‑tanda Kebesaran Allah itu. Maka,
Rasulullah pun merasa malu atas sindiran Allah itu, sehingga beliau
menangis semalaman.

Bagaimanakah dengan kita? Apakah kita bisa menangis membaca firman
Allah itu? Atau, setidak-tidaknya bergetarkah hati kita? Kalau tidak,
maka ini bagaikan sebuah sindiran untuk kita. Allah mengatakan bahwa
orang‑orang yang beriman itu ciri‑cirinya adalah hatinya
gampang bergetar ketika disebut nama Allah.

QS‑ Al Anfal (8) : 2
"Sesungguhnya orang‑orang yang beriman itu adalah mereka yang
jika disebut nama Allah, hati mereka bergetar, dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat‑ayatNya: bertambahlah iman mereka, dan
kepada Tuhanlah mereka bertawakal."

Dari sisi lainnya, kita juga memperoleh kesan bahwa orang orang yang
tidak bisa menangkap, sindiran Allah dalam wahyu itu akan
terkena `adzab neraka'. Karena itu, sang tokoh di dalam ayat tersebut
berdoa kepada Allah untuk dihindarkan dari api neraka. Sebaliknya,
orang-orang yang bisa memetik pelajaran dari wahyu tersebut akan
bisa, terhindar dari api neraka.

Kenapa orang-orang yang tidak bisa memetik pelajaran akan terkena
azab neraka? Karena, sesungguhnya dia tidak bisa memahami hakikat
beragama Islam. Apa hakikatnya? Sesuai dengan ringkasan ayat
tersebut, bahwa mereka yang bisa tehindar dari api neraka adalah
orang orang `tidak mati' hatinya sepanjang hidupnya.

Karena Allah berulangkali mengatakan di dalam firmanNya, betapa
banyaknya manusia yang sudah `mati' justru ketika dia masih hidup.
Hatinya tidak digunakan untuk memahami pelajaran dari proses
kehidupan yang dijalaninya.

QS. Al A'raaf (7): 179
"Dan sesungguhnya Kami jadikan isi neraka Jahannam kebanyakan dari
jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk
memahami (ayat ayat Allah), dan mereka mempunyai mata tidak digunakan
untuk melihat (tanda tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar (ayat ayat Allah).
Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai."

Maka orang-orang yang demikian ini, seperti orang yang tidak tahu
jalan kemana mereka sedang menuju. Lantas, kehidupannya tidak ditata
dengan strategi yang baik, sesuai dengan tujuan jangka panjangnya.
Sehingga, kalau demikian keadaannya, mereka sangat gampang terjebak
dalam kehidupan duniawi yang serba semu. Dianggapnya segala
kenikmatan dunia ini adalah tujuan akhir dari kehidupannya. Padahal,
kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat. Di dunia ini, kita
hanya hidup dalam kurun waktu puluhan tahun saja. Tetapi di akhirat
nanti kita akan hidup dalam kurun waktu tak terhingga. Hidup di
dunia, justru untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk bekal hidup di
akhirat nanti.

Bahkan, di dalam ayat di atas Allah menggunakan sindiran yang
agak 'keras' tetapi realistis. Bahwa mereka yang tidak bisa mengambil
pelajaran dari sekitarnya bagaikan binatang ternak, yang memang tidak
berakal. Hidup mereka mengelinding saja, apa adanya, tanpa tujuan
yang jelas. Apalagi untuk selalu meningkatkan kualitas dari hari ke
hari seperti di ajarkan Rasulullah.

Jadi, dengan diskusi kita yang serba ringkas ini, saya harap kita
memperoleh pemahaman yang memadai terhadap beberapa kata kunci di
dalam wahyu tersebut. Sehingga kita lantas bisa mengerti kenapa
Rasulullah menangis sedemikian rupa sepanjang malam, ketika wahyu itu
turun kepada beliau.

Harapannya adalah, hal ini bisa terjadi juga kepada kita. Caranya
adalah dengan berusaha, untuk lebih memahami dan menghayati makna
ayat tersebut secara mendalam sehingga kita bisa merasakan hati kita
bergetar getar ketika membacanya. Dan syukur, jika sampai melelehkan
air mata, karena merasakan kedekatan, yang luar biasa dengan Allah
Azza wa Jalla...

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: