Messages In This Digest (4 Messages)
- 1a.
- Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV From: Sugeanti Madyoningrum
- 2a.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: INDARWATI
- 2b.
- Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan From: hadianf@gmail.com
- 3.
- [Ruang Baca] Married With Brondong From: sinthionk
Messages
- 1a.
-
Re: [Maklumat] Semarak Milad SK ke-IV
Posted by: "Sugeanti Madyoningrum" ugikmadyo@gmail.com sinkzuee
Sat Jun 19, 2010 6:24 am (PDT)
hehehe gpp Mbak. santai aja kek biasanya ;;)
big hugs too
Salam,
Ugik
On 6/19/10, Siwi LH <siuhik@yahoo.com > wrote:
> hehehe maaf kesuwen nang suroboyo, bosoku jd kasar yo mbak? maaf, tp itu
> guyonan sy sm pak suha dan kang hadian kl di ym kok, ga ada mksd apa2, utk
> milad apa yg terbaik kita perjuangkan ya? semangat! maaf kl terganggu dg
> kata2ku, big hugs...
>
>
>
>
- 2a.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "INDARWATI" patisayang@yahoo.com patisayang
Sat Jun 19, 2010 8:09 am (PDT)
Nggih mbakyu. Salam jg dr Ais, Yasmin, n Ranu. Suwun buat mbak Dwi yg dr kmrn meski dlm 'diam' di FB jd pembawa banyak berita. Terutama pas aku kehilangan Bapak.
Pngin ikut ke Trawas tp nyaris gak mungkin. :(
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Siwi LH <siuhik@...> wrote:com
>
> syafakillah mbak Indar, sing ati2 jagain dedeknya, itu kepalanya dilembekkin dikit, (maksdnya jgn keras kepala utk kebnaikan si dedek hehehe...) aq dengernya malah dr mbak dwi nurini, mo tlp kok yo lali soale sdh dikabari dirimu ' sdh kembali ke pangkuan keluarga' hehehe, smg lancar persalinannya ya? salam dr gangga n gautama
>
- 2b.
-
Re: (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Posted by: "hadianf@gmail.com" hadianf@gmail.com hadian.kasep
Sat Jun 19, 2010 8:42 am (PDT)
Write less (bukan speechless)...
Masih terbayang pengalaman mendampingi istri kedua (eh istri melahirkan anak kedua)...
Masuk rumah bersalin kamis malam, padahal kalo dari keinginan manusiawi istri inginnya melahirkan pasca wisuda masternya dan saya inginnya pasca milad ketiga SK.
Rupanya Allah punya rencana yang lebih baik dan disampaikan melalui media sang dokter agar tidak mengikuti keinginan tersebut. Alhamdulillah semuanya lancar ketika kita menyerahkan semuanya kepada Allah...
Semoga diberikan yang terbaik olehNya ya mba...
(Sebenarnya membaca ini dari pagi saat perjalanan ke Jakarta, tapi ga bisa menjawab langsung)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-----Original Message-----
From: Indarwati Indarpati <patisayang@yahoo.com >
Sender: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Date: Fri, 18 Jun 2010 17:19:11
To: <sekolah-kehidupan@yahoogroups. >com
Reply-To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Subject: [sekolah-kehidupan] (Ruang Keluarga) Pengalaman Pendarahan
Pengalaman Pendarahan
Menanti kelahiran anak ketiga, aku sengaja memperlakukannya seperti saat hamil kakak-kakaknya dulu. Tetap beraktivitas seperti biasa, antar jemput kakaknya ke sekolah, les, belanja ke pasar, serta tetek bengek rumah tangga lainnya. Aku percaya, jika tanpa adanya alasan medis seorang ibu hamil malas-malasan, maka akan seperti itulah anak yang dilahirkannya. Maka selain beraktivitas di siang hari, aku pun terbiasa tidur lewat tengah malam. Bukan untuk menyelesaikan buku seperti dulu tapi asyik menjahit flannel, bisnis baru yang lumayan menantang dan membuat hobiku berkreasi tersalurkan. Sering kuabaikan otot-otot perutku yang mengencang. Kupikir memang begitulah rasanya kalau hamil tua. Perut sering terasa kencang, dan sesekali Braxton Hicks atau kontraksi palsu dating.
Ahad itu (12/10) bersiaplah kami silaturahmi seperti agenda setiap minggunya. Kali ini ke rumah keponakan bapakku di daerah Tajur yang hendak mengkhitankan anaknya. Kuabaikan rasa letih setelah Sabtu sebelumnya senam hamil, ikut kursus prenatal, lalu belanja ke ITC. Kupikir mandi keramas pagi itu akan membuatku segar. Alih-alih mendapat energy dari air yang diguyurkan shower, aku justru kedinginan. Segera kuminta tolong suamiku memeluk dan menyelimutiku. Tiduran sekitar setengah jam, aku lalu bangun dan kembali ke agenda semula, pergi ke Tajur.
Dalam perjalanan, terasa sekali perutku tak nyaman. Berjalan sekitar 5 km dari rumah, menjumpai POM bensin kuminta suamiku membelokkan mobil. Aku harus ke toilet segera. Di ruang sempit itulah apa yang selama ini tak pernah terbayangkan olehku terjadi. Aku pendarahan! Tak dapat kugambarkan perasaanku kala itu. Terkejut, khawatir, cemas, campur aduk jadi satu. Namun tetap kucoba berkepala dingin lalu segera keluar menemui keluargaku yang masih menunggu.
Kuberi isyarat suami untuk memutar arah, lalu kujelaskan kondisiku begitu duduk kembali di kursi sebelahnya. Tampak sekali kekhawatiran di wajahnya. Mobil dipacunya secepat mungkin di antara lalu lintas jalan Tanah Baru yang lumayan ramai di hari libur itu. Sampai di rumah, Yasmin dan si Mbak kami tinggal sementara kakak memilih ikut papanya. Segera pula kusiapkan keperluan yang harus dibawa seperti surat-surat dan pakaian untuk ganti aku dan si dede nantinya jika memang harus terpaksa diambil tindakan.
Sampai di rumah sakit langganan, bidan dan suster segera beraksi. Perutku dipasangi CTG untuk mengukur prosentase kontraksi dan detak jantung serta pergerakan janin. Mereka juga segera melaporkan statusku ke dokter yang biasa menangani. Siang itu terasa lambat sekali waktu berlalu. Di atas bed untuk persalinan yang tak nyaman, ditemani detak jantung Ranu, segala macam pikiran melintas. Setahuku, jika memang terpaksa dilahirkan dia hanya masuk kategori belum cukup minggu. Tapi jantungnya belum matang untuk bekerja di dunia luar.
Usai diobservasi, kami dijelaskan oleh bidan tindakan yang medis, resiko dan segala macam yang mungkin terjadi. Style yakin aku memilih opsi pulang paksa saja. Memikirkan harus diobservasi paling tidak 24 jam lagi, ngamar di rumah sakit saja aku langsung stress. Apalagi minggu ini Ais waktunya ujian. Hanya kehadiran seorang mama yang bisa mengingatkan dan menyemangatinya untuk belajar. Tapi, begitu bu dokter yang waktu itu sedang di pengajian menelpon dan menjelaskan, luluhlah pendirianku. Surat pulang paksa yang sudah kami tandatangani tak berlaku lagi.
Sebagai seorang ekspert kekhawatiran beliau jelas beralasan. Bukan sekali ini beliau meghadapi kasus sepertiku. Pendarahan yang sudah berhenti, tapi ada resiko di belakang yang mengancam. Pendarahan lagi, pecah ketuban, dan jika harus terpaksa dilahirkan si dede belum matang paru-parunya. Aku diobservasi untuk dipantau kondisi selama 24 jam lagi sembari diberi obat mengurang kontraksi, obat penguat paru-paru untuk si janin, dan tentu saja biar tak banyak turun dari tempat tidur. Maka segeralah suami yang teramat mencintaiku tanpa syarat itu mengurus administrasinya. Aku tahu, diam-diam sebenarnya dia tak setuju saat aku memilih pulang paksa tadi. Sebagai laki-laki, kadang aku merasa dia lebih sensitive dan jelas lebih protektif daripada aku yang easygoing dan cenderung keras.
Meski kami mengambil kamar yang pasiennya boleh ditunggui dan jam bezuk tak dibatasi, malam itu kuminta suami tidur di rumah saja. Dia perlu istirahat setelah kejutan pendarahan siang ini. Ais pun harus menyiapkan kondisinya menghadapi ujian. Yasmin, si kecil itu, ah, dia pasti mencari mamanya malam ini. Tapi biarlah dikeloni si Mbak yang Alhamdulillah so far so good dan tampak sayang padanya.
Malam itu, banyak sekali hal yang menjadi bahan renungan. Tentang keluarga, tentang cinta seorang suami pada istrinya, terutama tentang hidup dan mati seorang ibu ketika hendak melahirkan keturunannya. Hamil dan melahirkan nyaris tanpa masalah di kehamilan keduanya (kuabaikan dua kali kiret yang pernah kualami), aku merasa bersyukur sekali. Saat senam hamil, menanti giliran periksa saat control hamil atau di kesempatan lain bertemu dengan ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya dengan berbagai macam cerita, aku merasa bersyukur pengalamanku tak seseram mereka. Ais lahir dengan mudah dan normal, ditolong bidan langganan kakak-kakakku di Pati. Dua kali kiret setelahnya yang kualami 'hanya' duka karena harus kehilangan dua bakal bayi dan trauma peralihan dari kondisi terbius dan sadar. Melahirkan Yasmin, meski harus Caesar, aku merasa masih baik-baik saja. Setidaknya kondisi psikologisku lebih siap waktu itu. Bahkan aku sempat 'menikmati' proses
pengeluaran bayi lewat perutku yang dirobek itu dengan bantuan lampu operasi yang dicandai dokter anastesinya sebagai spion.
Seorang ibu bercerita bahwa dia meski sudah pembukaan 10 masih belum bisa lahir juga. Alih-alih segera mengambil tindakan operasi, dokter justru memberinya rangsangan/induksi yang tak kalah menyakitkan dan menguras energinya. Baru setelah langkah kedua gagal, diambil tindakan Caesar. Ibu lainnya, tak kalah seram juga. Harus melewati proses pecah ketuban dulu, induksi, baru Caesar. Tak sedikit pula itu ibu yang harus menyabung nyawa lalu kehilangannya saat operasi ini. Ya, melahirkan memang semacam taruhan. Kita tak bakal tahu apa yang bisa terjadi jam per jam, menit ke menit, bahkan detik ke detik. Pengalaman setiap ibu pun bisa berbeda. Bahkan seorang ibu pun bisa bisa mengalami hal berbeda di tiap proses melahirkannya, seperti yang aku alami.
Yang dikhawatirkan dokter terjadi padaku adalah silence rupture atau robekan di bekas operasi sebelumnya. Beberapa kali beliau menemui hal semacam itu bahkan oleh ibu yang sudah 7 tahun lalu operasi Caesar. Tebal tipis dan kuat atau gampang robeknya jaringan di dalam tak ada yang tahu bahkan dokter itu sendiri.
Merenung tentang serba-serbi melahirkan dan anugrah menjadi seorang ibu yang mengandung dan melahirkan bayinya sendiri aku tergiring pada cinta, perhatian, dan support orang-orang sekitar terutama pasangan. Seorang teman bercerita, bahkan ketika dia mengalami pendarahan hebat di kehamilan keduanya, sang suami masih bisa santai tiduran. Duh, pengalaman yang sungguh menyayat perasaan. Makanya aku bersyukur sekali dikarunia seorang suami yang perhatian, baik hati, dan jelas selalu siaga. Mengingatnya, malam itu aku sampai tak kuasa menahan isak. Apalagi ditemani lagu Just For You, Richard Cocciante.
………
Then we'll fly into the sky and we'll choose with two star
and our star return the hole world, the love we have, we are.
The love we share is sweet the love we know is real,
That love is not the dream but last the life than long.
Because you love and mine be give without dreaming all we need,
and the love that we have given returns to us to win.
Cos your love for me is not beginning and the end,
your love and mine, this love, for me, forever...
Your love for me forever...
Ah, terimakasih suamiku atas semua cinta, perhatian, kasih sayang, serta pemahaman dan toleransi yang kau berikan pada istri keras kepalamu ini.
Alhamdulillah, terimakasih Allah, atas segala hikmah yang kau turunkan lewat sakitku ini.
Tanah Baru, 17/06/'10 08.45
Indarwati
irt, penulis lepas, plus souvenir maker
curhatan http://lembarkertas.multiply. com
kreasi tangan http://craftcafe.multiply. com
FB: indar7510@yahoo.com
- 3.
-
[Ruang Baca] Married With Brondong
Posted by: "sinthionk" sinthionk@yahoo.com sinthionk
Sat Jun 19, 2010 3:55 pm (PDT)
Allah kerap memiliki cara tak terduga nan indah untuk mempertemukan
sepasang insan dalam satu kesatuan yang sempurna.
Sulit untuk tidak mengiyakan kalimat di atas. Sudah banyak contoh kasus
yang menunjukkan bagaimana pertemuan dua insan hingga ke pelaminan,
menyimpan kejutan-kejutan. Saya sendiri yang baru saja dipertemukan
dengan sang suami, kisahnya berawal dengan hal yang tidak terduga, dan
saat dikenang, eh, ternyata keren juga cara Allah mempertemukan kami ^^
Subhanallah…
Kekerenan Allah pun saya lihat dari cara-Nya mempertemukan dua karakter,
Bo [suami] dan Jo [istri]. Berawal dari kesalah-pahaman chatting,
yang kemudian hari memperlihatkan kegemaran mereka yang sama, yaitu
komik, sukses mengantar mereka menuju gerbang penyempurna separuh dien.
Eits, tapi perjalanan mereka menuju ke sana, tidak semudah ngabisin
cendol segelas. Banyak pertimbangan, cibiran, dan kritikan. Why? Karena
usia Jo jauh melebihi usia Bo. Tujuh tahun dua bulan empat hari, bukan
waktu yang 'wajar' bagi sebagian mata orang timur yang hobi menciptakan
stereotip-stereotip yang tidak mendasar.
Mengagetkan? Sangat mungkin, tapi tidak jika mereka mau menengok balik
sejarah perbedaan umur dalam pernikahan, yang lebih fantastis.
Pernikahan Rasulullah [25] dan Bunda Khadijah [40] memiliki angka lebih
mengejutkan, 15 tahun. Well, kalau ada yang berdalih, "Itu kan jaman
doeloe." Mau yang lebih modern? Tengok aja artis Demi Moore [47] dengan
Asthon Kutcher [32] yang juga beda 15 tahun, dan sejauh yang saya tahu
mereka sih baik-baik saja.
Saya sendiri tidak tahu bagaimana masyarakat bisa membentuk stereotip
negatif dengan kondisi seperti ini. Keadaan yang tidak hanya memunculkan
ketakutan dari pihak wanita, tetapi saya yakin ada juga pikiran dari
pihak lelaki, yang mungkin akan gerah jika nantinya diberi label Oedipus
Complex.
Balik lagi, bahwa segala kekhawatiran tersebut lebih banyak muncul
dikarenakan pandangan dari masyarakat sekitar –yang nantinya juga belum
tentu peduli dengan kondisi mereka. Haiiizzz...intinya capek kalau harus
mendengarkan kata orang melulu. Bersyukur, akhirnya ada karya yang
sekiranya dapat merobohkan stereotip negatif tentang wanita yang menikah
dengan pria dengan usia jauh di bawahnya alias Brondong.
Komik yang terinspirasi dari kisah nyata kedua penggarapnya ini secara
garis besar terbagi menjadi dua fase. Sebelum dan setelah menikah.
Fase sebelum menikah
Fase ini dibuka dengan kalimat, "Apa??? Kamu mau menikah sama anak
kecil??"---Hahahahahag! Menghina sekalee :P
Dari opening inilah kendala Married With Brondong dipaparkan, dan
berlanjut dengan menceritakan kesungguhan dan kualitas Bo di mata Jo.
Lucu, inspiratif sekaligus jujur. Hanya saja, saya sempat sedikit
bingung saat Bo menelepon keluarganya di Malang untuk memberitahu
rencananya menikah. Bingung karena tidak ada 'rambu-rambu' terlebih
dahulu bahwa ternyata pada bagian tersebut beralur mundur/flashback
*CMIIW.
Fase setelah menikah
Menikah adalah saat dimana kita memulai perjalanan hidup yang sangat
berbeda dari sebelumnya. Dimulai dari cerita pacaran setelah menikah
yang dipenuhi dengan deg-deg seer dan segala kegombalan pria yang
sebenarnya sudah beredar di 'pasaran' tetapi ternyata masih ampuh
membuat sang istri tersipu, berlanjut dengan rangkaian kisah yang
mencerminkan kesederhanaan, komitmen, tanggung jawab dan konflik.
Banyak adegan yang saya sukai dalam novel grafis ber'bingkai' warna pink
ini, tetapi ada dua rangkaian kisah yang terfavorit. Pertama pada
bagian perdebatan pasutri tentang konstruksi/denah rumah dan kekompakan
mereka dalam nyrocos tentang kebobrokan negeri. Cerdas. Selain itu,
menampilkan konflik dalam rangkaian cerita membuat cerita menjadi lebih
riil.
Kedua, saat Jo ngobrol dengan temannya tentang panggilan untuk suami,
tetapi pada bagian sketsa menampilkan dua bocah jalanan yang mencari
duit dan kehujanan. Saya tidak tahu apa istilah dalam dunia perkomikan,
tapi saya menyebutnya, Cerita Bisu.
Sketsa tersebut seperti menyuarakan, "Ini kondisi yang tidak perlu
dibicarakan lagi tapi renungkan apa yang bisa kita lakukan untuk
mereka." Really like that!
***
Kalau pembaca pernah membaca komik karya Vbi Djenggottan yang pertama, Aku
Berfacebook Maka Aku Ada, maka tidak akan terlalu kaget dengan
kemunculan orang-orang 'tidak berkepentingan' yang tiba-tiba memberi
komentar; dan hanya akan berkomentar "iyeee…iyeee" setiap membaca
selipan semangat idealisme dari penulis yang sepertinya memang tidak
akan lekang dimakan zaman.
Untuk akhir kata, ijinkanlah saya mengutip kata pengantar Tika Bisono
Psi. yang sangat menyuarakan isi kepala sayah,
"Mira dan Vbi berhasil membagi kisahnya melalui rangkaian gambar yang
ekpresif, kata-kata yang tidak berlebihan, namun tetap tidak miskin
makna filosofis…"
Judul : Married With Brondong
Penulis : Mira Rahman & Vbi Djenggotten
Penerbit : Bikumiku
Tahun : 2010
Tebal : vi + 124 halaman
Genre : Novel Grafis
ISBN : 978-602-95228-1-5
Harga : Rp. 33.500 [dapat dibeli di sini
"Keindahan selalu muncul saat manusia berpikir positif"
^_^
http://jendelakumenatapdunia. blogspot. com
http://sinthionk.multiply. comhttp:/ /wisata-buku. com
YM: sinthionk
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
MARKETPLACE
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar