Senin, 06 Desember 2010

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3262

Messages In This Digest (3 Messages)

Messages

1a.

Re: Segenggam Gundah (Ode untuk Para Ayah)

Posted by: "ukhti hazimah" ukhtihazimah@yahoo.com   ukhtihazimah

Sun Dec 5, 2010 3:36 pm (PST)



Saya pernah membaca tulisan ini di sebuah milis lain. Apakah ini tulisan Pak Dewo? atau sekadar copas? Kalau copas mungkin lebih baik jika diberikan keterangan sumber.

TFS Pak,
:sinta:

"Keindahan selalu hadir saat manusia berpikir positif"

|Toko Buku Online| http://parcelbuku.comhttp://sinthionk.multiply.com |Blog Cerita|
|Blog Resensi| http://jendelakumenatapdunia.blogspot.com
YM : SINTHIONK

--- On Sat, 12/4/10, pdewo <pdewo@yahoo.com> wrote:

From: pdewo <pdewo@yahoo.com>
Subject: [sekolah-kehidupan] Segenggam Gundah (Ode untuk Para Ayah)
To: "Sekolah Kehidupan" <sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
Date: Saturday, December 4, 2010, 1:46 AM

 

Segenggam Gundah (Ode untuk Para Ayah)

Subuh tadi saya melewati sebuah rumah, 50 meter dari rumah saya dan melihat seorang isteri mengantar suaminya sampai pagar depan rumah. "Yah, beras sudah habis loh...," ujar isterinya. Suaminya hanya tersenyum dan bersiap melangkah, namun langkahnya terhenti oleh panggilan anaknya dari dalam rumah, "Ayah, besok Agus harus bayar uang praktek."

"Iya...," jawab sang Ayah. Getir terdengar di telinga saya, apalah lagi bagi lelaki itu, saya bisa menduga langkahnya semakin berat.

Ngomong-ngomong, saya jadi ingat pesan anak saya semalam, "Besok beliin lengkeng ya" dan saya hanya menjawabnya dengan "Insya Allah" sambil berharap anak saya tak kecewa jika malam nanti tangan ini tak berjinjing buah kesukaannya itu.

Di kantor, seorang teman menerima SMS nyasar, "Jangan lupa, pulang beliin susu Nadia ya". Kontan saja SMS itu membuat teman saya bingung dan sedikit berkelakar, "Ini, anak siapa minta susunya ke siapa". Saya pun sempat berpikir, mungkin jika SMS itu benar-benar sampai ke nomor sang Ayah, tambah satu gundah lagi yang bersemayam. Kalau tersedia cukup uang di kantong, tidaklah masalah. Bagaimana jika sebaliknya?

Banyak para Ayah setiap pagi membawa serta gundah mereka, mengiringi setiap langkah hingga ke kantor. Keluhan isteri semalam tentang uang belanja yang sudah habis, bayaran sekolah anak yang tertunggak sejak bulan lalu, susu si kecil yang tersisa di sendok terakhir, bayar tagihan listrik, hutang di warung tetangga yang mulai sering mengganggu tidur, dan segunung gundah lain yang kerap membuatnya terlamun.

Tidak sedikit Ayah yang tangguh yang ingin membuat isterinya tersenyum, meyakinkan anak-anaknya tenang dengan satu kalimat, "Iya, nanti semua Ayah bereskan," meski dadanya bergemuruh kencang dan otaknya berputar mencari jalan untuk janjinya membereskan semua gundah yang ia genggam.

Maka sejarah pun berlangsung, banyak para Ayah yang berakhir di tali gantungan tak kuat menahan beban ekonomi yang semakin menjerat cekat lehernya. Baginya, tali gantungan tak bedanya dengan jeratan hutang dan rengekan keluarga yang tak pernah bisa ia sanggupi. Sama-sama menjerat, bedanya, tali gantungan menjerat lebih cepat dan tidak perlahan-lahan.

Tidak sedikit para Ayah yang membiarkan tangannya berlumuran darah sambil menggenggam sebilah pisau mengorbankan hak orang lain demi menuntaskan gundahnya. Walau akhirnya ia pun harus berakhir di dalam penjara. Yang pasti, tak henti tangis bayi di rumahnya, karena susu yang dijanjikan sang Ayah tak pernah terbeli.

Tak jarang para Ayah yang terpaksa menggadaikan keimanannya, menipu rekan sekantor, mendustai atasan dengan memanipulasi angka-angka, atau berbuat curang di balik meja teman sekerja. Isteri dan anak-anaknya tak pernah tahu dan tak pernah bertanya dari mana uang yang didapat sang Ayah. Halalkah? Karena yang penting teredam sudah gundah hari itu.

Teramat banyak para isteri dan anak-anak yang setia menunggu kepulangan Ayahnya, hingga larut yang ditunggu tak juga kembali. Sementara jauh disana, lelaki yang isteri dan anak-anaknya setia menunggu itu telah babak belur tak berkutik, hancur meregang nyawa, menahan sisa-sisa nafas terakhir setelah dihajar massa yang geram oleh aksi pencopetan yang dilakukannya. Sekali lagi, ada yang rela menanggung resiko ini demi segenggam gundah yang mesti ia tuntaskan.

Sungguh, di antara sekian banyak Ayah itu, saya teramat salut dengan sebagian Ayah lain yang tetap sabar menggenggam gundahnya, membawanya kembali ke rumah, menyertakannya dalam mimpi, mengadukannya dalam setiap sujud panjangnya di pertengahan malam, hingga membawanya kembali bersama pagi. Berharap ada rezeki yang Allah berikan hari itu, agar tuntas satu persatu gundah yang masih ia genggam. Ayah yang ini, masih percaya bahwa Allah takkan membiarkan hamba-Nya berada dalam kekufuran akibat gundah-gundah yang tak pernah usai.

Para Ayah ini, yang akan menyelesaikan semua gundahnya tanpa harus menciptakan gundah baru bagi keluarganya. Karena ia takkan menuntaskan gundahnya dengan tali gantungan, atau dengan tangan berlumur darah, atau berakhir di balik jeruji pengap, atau bahkan membiarkan seseorang tak dikenal membawa kabar buruk tentang dirinya yang hangus dibakar massa setelah tertangkap basah mencopet.

Dan saya, sebagai Ayah, akan tetap menggenggam gundah saya dengan senyum. Saya yakin, Allah suka terhadap orang-orang yang tersenyum dan ringan melangkah di balik semua keluh dan gundahnya. Semoga.

Barakallah Fiikum...

Pramono Dewo

2.

(Ruang Baca) Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku

Posted by: "Indarwati Indarpati" patisayang@yahoo.com   patisayang

Sun Dec 5, 2010 8:13 pm (PST)





Resensi
Buku

 

Judul           : Ada Seseorang di Kepalaku yang
Bukan Aku

Penulis         : Akmal Nasery Basral

Penerbit       : Ufuk Press

Cetakan
II     : Februari 2007

Ukuran         : 268 hal

Harga           : barter di swap book Festival Pembaca Indonesia

Bintang
ala Indar: ***

 

Dari
segi fisik, buku kumpulan cerpen ini sangat handy—nyaman digenggam dan asyik
jika dibawa kemana-mana. Tak makan tempat dan jelas tak berat. Menemukannya
pertama kali di lapak MP BookPoint, aku langsung merasa tak sreg dengan kaver
depannya. Ada foto patung ibu dan anak berlatar gedung-gedung pencakar langit
yang terasa kaku. Membaca judulnya—yang diambil dari salah satu cerpen dari 13
cerpen di buku ini—aku membayangkan sesuatu yang lebih surealis. Kaver
belakang, heboh oleh endorsement banyak pakar. Ada rohaniawan, sastrawan,
kolumnis, novelis, juga dosen. Maunya nih penulis memanfaatkan jaringan
pertemanannya atau apa? Padahal tanpa itu semua, bagiku namanya sudah menjual.

 

Membuka
dan mulai membaca, aku merasa nyaman dengan font dan tata letaknya. Editing
juga cukup rapi. Tak ada typo yang kutemui. Yang cukup unik di buku ini adalah
diselipkannya beberapa halaman kosong, di blok hitam dengan hanya beberapa
kata. Ini ada di bagian cerita Perkabungan
Hujan.  Ilustrasinya juga oke punya.
Keunikan lainnya, dilingkarinya beberapa kata di cerpen Seekor Hiu di Cangkir Kopi. Sayang, keunikan itu justru
memusingkanku. Maksudku, maunya dilingkari dan ditandai lain semacam koreksi
itu untuk apa? Bukannya malah mengganggu lalu lintas mata dalam menangkap
kata-katanya? But okelah, toh cuma ada di satu cerpen itu.

 

Sekarang
tentang isi, nyaris semuanya menarik. Selalu ada benang merah—atau
referensi—dari kejadian sehari-hari. Ini tentu ada hubungannya dengan profesi
pengarang sebagai wartawan. Misal lumpur Lapindo di Lebaran Penghabisan atau ibu yang membunuh anaknya sendiri di
cerpen Ada Seseorang di Kepalaku yang
Bukan Aku. Semuanya dikisahkan dengan sederhana dan tak memusingkan kepala.
Ada beberapa kejutan menarik di endingnya, tapi ada pula yang terkesan klise misal
Seekor Hiu di Cangkir Kopi. Yang
paling kusuka,unik, adalah Tewasnya
Pengarang Tersantun di Dunia.

 

Selain
kumpulan 13 cerpen, buku ini bisa dilengkapi pula dengan Sebuah Catatan
(Pengantar) yang ditulis oleh Sang Maestro Sastra, Budi Drama. Menyusul
kemudian Memoria yang ditulis oleh Pengarang yang menceritakan kronologis
berkumpulnya 13 cerpen ini menjadi sebuah buku.

 

Karena
12 dari 13 cerpen di buku ini pernah dimuat di surat kabar, ANB rupanya merasa
perlu untuk menyertakan Galeri Publikasi. Di belakang Galeri Publikasi berderet
kemudian Galeri Inspirasi dan Galeri Apresiasi.

 

Meski
tak berjodoh di pertemuan pertama, buku kumcer yang beberapa cerpennya sudah
pernah kubaca di surat kabar ini bisa juga kubawa pulang. Berkat meja swap book yang difasilitasi oleh Goodreads
Indonesia di acara Festival Pembaca Indonesia Minggu (5/12) kemarin.

 

Tanah Baru,
6/12/10 10.24

Indarwati
irt, penulis lepas, plus souvenir maker
curhatan http://lembarkertas.multiply.com
kreasi tangan http://craftcafe.multiply.com
FB: indar7510@yahoo.comtwiiter:@indarpati


3.

[Catcil] Ketika Mata dan Hati Melihat Berbeda

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Mon Dec 6, 2010 1:14 am (PST)



*Ketika Mata dan Hati Melihat Berbeda*

*Oleh Nursalam AR*

Setengah tahun kembali menjadi pekerja kantoran membuat hidup saya berbeda
daripada waktu-waktu sebelumnya sewaktu masih menjadi penerjemah lepas penuh
waktu. Salah satunya adalah kesibukan pagi yang berbeda. Jika sebelumnya, di
pagi hari, saya masih bisa bersantai baca koran dengan segelas teh manis
hangat di tangan. Atau menemani Alham, anak tunggal saya usia dua tahun,
bermain bola di halaman depan sambil tersenyum menatap para tetangga
tergopoh-gopoh berangkat kerja. Kini, saya juga ikut tergopoh-gopoh
berangkat pagi, mengejar kereta ke kantor. Mungkin ada di antara para
tetangga yang kini tersenyum menatap saya yang tergopoh-gopoh pergi. Hidup
memang selalu dan kadang harus berubah.

Barangkali, seloroh para pengguna kereta, yang tak pernah berubah adalah
tabiat kereta api di Jakarta. Amat sangat jarang sekali ia tepat waktu.
Lebih sering terlambat. Dan di pagi berhujan deras itu terjadilah keajaiban
Tuhan. KRL (Kereta Rel Listrik) Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang
Bekasi) jurusan Tanah Abang itu datang lebih cepat 10 menit dari jadwal
semestinya yang pukul 07.50 WIB. Sayangnya saya termasuk yang tak beruntung
menikmati keajaiban tersebut. Meskipun saya sudah lari *sprint* 200 meter
untuk mengejar si *Southline Ciliwung* berwarna oranye itu, tetap saja si *
Ciliwung* meninggalkan saya. Ah, jadi teringat judul film* *lawas, *Pacar
Ketinggalan Kereta. *Meski tak ada pacar yang menunggu saya di kereta itu.
Yang ada mantan pacar di rumah yang tentu di jam-jam itu sedang sibuk
menyuapi Alham sarapan sambil naik odong-odong favoritnya.

Tapi hidup, terlebih lagi di ibukota, tak boleh menyerah. Sel-sel otak harus
diputar dan diulur hingga panjang akal jadinya. Setelah memutar otak (tentu
tidak dalam pengertian sebenarnya), saya memutuskan untuk menuju kantor,
sebuah firma hukum di bilangan Sudirman, dengan terlebih dulu naik KRL
jurusan Kota, yang saat itu merapat ke Stasiun Cawang. Karena KRL jurusan
Tanah Abang � yang sejalur dengan rute ke kantor � baru ada setengah jam
lagi (tentu di atas kertas, karena praktiknya beda lagi).

Sesuai rencana, perjalanan ke Kota lancar. Namun rasanya terlalu mudah hidup
di Jakarta jika terlalu mudah seperti itu adanya. Bus Transjakarta, lazim
disebut *Busway*, tak muncul-muncul hingga nyaris dua puluh menit. Padahal,
menuju ke Sudirman, saya harus naik *Busway* dari Kota hingga halte Dukuh
Atas. Antrean pun mengular hingga ke ujung pintu masuk halte. Duh, kemana ya
*ahlinye??*

Syukurlah, ketika saya mulai berdiri terkantuk-kantuk dengan ransel besar di
dada dan punggung pegal didesak-desak antrean, *Busway* datang. Terpaan
sejuk hawa dari *air conditioning* menyejukkan badan meski hati masih
gondok. Terbayang harus mengabsen dengan sistem sidik jari (*finger print*)
di bawah tatapan teman-teman kantor. Terlambat 1,5 jam *gitu lho*!!

Setelah merelakan tempat duduk saya kepada seorang ibu-ibu etnis Tionghoa
yang berpakaian *a la* biksu Shaolin (ia juga berucap,�*Xie xie*.�), saya
berdiri di dekat jendela menatap pemandangan deretan *arcade *khas paduan
budaya Belanda dan Cina di sepanjang jalan Gajah Mada.

Selepas Harmoni, ketika *Busway* melambat karena terhalang belasan motor dan
mobil pribadi di depannya, di bawah halte, tampak seorang gelandangan
berpakaian kaos lusuh robek-robek berwudhu dengan air kali yang hitam dan
bau. Dari gerakan wudhunya yang tak beraturan, saya duga ia kurang waras.
Kemudian si gelandangan, di atas lembaran kardus, melakukan gerakan sholat,
yang juga berantakan. Namun ia melakukannya dengan khusyuk kendati banyak
mata tertuju kepadanya. Mungkin tatapan disertai beragam rasa: jijik,
kasihan atau iba.

Semula saya bergidik melihat ia berwudhu dengan air kali yang bukan saja tak
menyucikan tapi juga sangat kotor dan bau. Yang ada dalam hati saya adalah
betapa malangnya orang itu, yang harus sholat dalam kondisi memprihatinkan
dan dengan pengetahuan sholat yang terbatas pula.

Tapi, Allah Maha Adil, si gelandangan rupanya adalah prisma, di mana setiap
orang dapat melihat keindahannya dalam berbagai sisi yang berbeda.

Seorang bapak etnis Tionghoa � yang berdasi dan menenteng tas koper � yang
berdiri di samping saya tampak terkagum-kagum melihat si gelandangan. Ia
mencolek lengan petugas pengaman busway yang berdiri di depannya. �Eh, kamu
lihat itu? Hebat ya dia!� puji si *Engkoh*. �Jarang-jarang orang kayak gitu
di jaman sekarang. Tetap berusaha sholat.�

Saya tertegun. Merasa tertampar dalam hati. Mengapa saya tidak melihat si
gelandangan dari sisi yang sama seperti yang si *Engkoh* � yang tampaknya
seorang non-Muslim -- lihat? Mengapa yang saya lihat adalah gelandangan
malang dan kurang waras yang berusaha sholat? Mengapa bukan seorang hamba
Allah yang berusaha melaksanakan sholat sunnah Dhuha dengan ikhlas dengan
segala keterbatasannya?

Ah, mata dan hati memang kadang melihat berbeda.

*Sudirman, jelang 1 Muharam 1432 H.*

* *

--
*- Nursalam AR -
**
www.kintaka.wordpress.com*
*
- Everything's gonna be alright!
*
*
*
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Sitebuilder

Build a web site

quickly & easily

with Sitebuilder.

Yahoo! Groups

Dog Lovers Group

Connect and share with

dog owners like you

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

Tidak ada komentar: