Messages In This Digest (2 Messages)
- 1.
- Saya Ingin Jadi Trainer Dan Pembicara, Gimana Caranya? From: Ikhwan Sopa
- 2.
- Fwd: Betulkah perempuan susah dimengerti? From: Nursalam AR
Messages
- 1.
-       Saya Ingin Jadi Trainer Dan Pembicara, Gimana Caranya?Posted by: "Ikhwan Sopa" ikhwan.sopa@gmail.com ikhwansopaThu Mar 31, 2011 1:53 am (PDT)
 *"Do what you love to do."*
 Steve Jobs - Salah satu pembicara yang paling diminati sedunia
 
 *"Ketika aku berhasil memetik sebuah pengetahuan, pengetahuan itu menjadi
 tak berlaku lagi bagiku. Perjalananku adalah meraih pengetahuan berikutnya."
 *
 Ikhwan Sopa - Calon pembicara dan trainer ternama, insya Allah, aamiin
 
 *"The best way to learn is to teach."*
 Frank Oppenheimer - Pembicara dan trainer yang merasa bersalah atas karyanya
 - bom atom
 
 Seorang sahabat di dunia maya bertanya pada saya, *"Apa rasanya jadi trainer
 dan pembicara motivasil? Bagaimana saya dapat menjadi salah
 satunya?"*Jawaban dari pertanyaan itu, bisa menjadi satu buku
 tersendiri.
 
 Secara sederhana, saya jawab begini.
 
 Di antara *sukanya*, adalah kemungkinan yang *makin besar* bagi saya untuk
 melakukan *sharing, berbagi manfaat, dan menolong orang lain - dan sekaligus
 menolong diri sendiri*. Positioning seperti ini, menempatkan saya pada
 keadaan yang memungkinkan diri saya memenuhi *kebutuhan dasar* dan
 sekalligus *kebutuhan puncak* - yaitu *artikulasi* dan *aktualisasi* diri.
 Secera lebih sederhana lagi, kesukaan itu ada pada fenomena ini: Menjalani
 hobi dan dibayar.
 
 Di antara *dukanya*, adalah peluang dan kemungkinan melakukan kesalahan
 dalam berbicara atau mengajarkan sesuatu kepada orang banyak, dan mungkin
 saya akan menanggung dosa-dosa mereka yang mengikuti ajaran saya. Semoga
 saya terhindar dari kedukaan yang demikian. Aamiin...
 
 Kali ini saya sharing yang sederhana saja. Sesuatu yang sederhana, tapi
 sangat *mendasar* sifatnya.
 
 Seperti yang dikatakan oleh Steve Jobs di atas, mulailah menjatuhkan *
 pilihan* kehidupan pada apa-apa yang *kita senang* melakukannya, dan pada
 apa-apa yang *menjadikan diri kita senang* karena melakukannya . Pilihlah
 yang *baik*, yang kebaikannya berpengaruh pada banyak orang. Dan seperti
 yang diungkap oleh Frank Oppenheimer, mengajar adalah salah satu cara
 terbaik untuk belajar. Di dalamnya, termasuk segala pelajaran guna
 menyelesaikan dan menemukan solusi untuk berbagai masalah dan persoalan
 pribadi.
 
 Perhatikan mereka yang sukses dan berhasil, yang *menyenangi* apa yang
 mereka lakukan dan *mendapatkan kesenangan* dari apa yang mereka lakukan.
 
 Para *pengusaha* sukses adalah pembicara dan trainer yang sukses.
 *Pemimpin*yang besar pengaruhnya adalah pembicara dan trainer yang
 berhasil.
 *Penjual* yang berhasil adalah mereka yang berhasil mendidik klien dan
 kustomernya. *Orang tua* yang berhasil adalah contoh, pembicara, dan pelatih
 yang berhasil. Siapapun *diri kita* yang sukses dan berhasil, adalah
 pembicara dan trainer yang berhasil bagi diri sendiri.
 
 Jika saya menelusuri kehidupan dan jejak pribadi saya, saya sendiri tak
 pernah menyangka bahwa saya yang awalnya adalah seorang akuntan dan auditor
 keuangan, bisa bermuara menjadi seorang pembicara dan trainer motivasi.
 Dengan segala penghargaan kepada sejarah kehidupan saya, yang telah menjadi
 mozaik-mozaik kehidupan saya, saya mengucapkan Ahamdulillah.
 
 Apa yang saya tahu sebelum hari ini dan sampai hari ini, adalah
 mengikuti *aspirasi,
 inspirasi, dan semangat* dari dalam diri saya sendiri. Bagaimana memahami
 semua ini?
 
 Manusia adalah makhluk yang *terus bergerak* hingga di ujung usianya.
 Pergerakan itu di antaranya dipicu oleh *kebutuhan-kebutuhan* di dalam 
 kehidupan. Abraham Maslow mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia itu
 sebagai berikut (dan berbagai variasinya dari para pakar lain yang kurang
 lebih mencerminkan hal yang sama):
 
 *1. Kebutuhan fisiologis/dasar.* 
 *2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram.*
 *3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi.*
 *4. Kebutuhan untuk dihargai.*
 *5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri.*
 
 Semua kebutuhan di atas, membentuk sebuah piramida yang mengerucut dan
 menajam dari nomor satu ke nomor lima.
 
 Mengapa *"hirarki"*? Karena semua itu secara empirik alias pengalaman,
 adalah proses yang *berurutan*.
 
 Mengapa *"berurutan"*? Karena semua itu cenderung mengikuti *perjalanan usia 
 *.
 
 Maka, tidakkah kita menyadari, bahwa perjalanan menuju diri sebagai *"pembicara
 dan trainer"* adalah sebuah perjalanan yang *"otomatis"*? 
 
 cepat atau lambat, seseorang akan sampai ke posisi yang memungkinkan dirinya
 bergeser menjadi pembicara atau trainer. Siapapun mereka yang fokus dalam
 menyukai apa yang dikerjakannya, akan bermuara menjadi penulis, pembicara,
 atau trainer. Seorang penyanyi, akan sampai ke suatu titik di mana ia akan
 memandang bahwa dirinya perlu menularkan kemampuan menyanyinya. Pada
 saatnya, seorang pelukis akan tiba pada suatu masa di mana ia merasa perlu
 mengaktualisasi diri dengan mengajari orang lain tentang segala keahlian
 berseninya. Begitu pula yang terjadi dengan segala profesi dan jenjang karir
 di dalam kehidupan setiap orang.
 
 Bagaimana memuluskan perjalanan yang aslinya dan alamiahnya *"otomatis"*ini? 
 
 Sadarilah bahwa *cepat atau lambat*, kita akan semakin matang di dalam
 *kedewasaan
 mental* dan *usia fisik*. Sadarilah bahwa *cepat atau lambat*, setiap kita
 akan menjadi pembicara atau trainer, setidaknya bagi anak-anak kita sendiri
 di rumah. Sadarilah, bahwa jika kita *menyukai* dan *menikmati* apa yang
 kita lakukan di dalam profesi atau karir yang kita jalani, maka suatu saat
 kita akan dipersepsi sebagai *senior* (dalam usia, keahlian, dan pengalaman)
 oleh kehidupan itu sendiri. Di titik ini, lingkungan dan masyarakat di
 sekitar kita akan mulai menjadikan kita sebagai salah satu *referensi*,
 menjadi tempat *bertanya*, *curhat*, atau meminta *nasihat*. Kita akan mulai
 diminta untuk *berbicara*, kita akan mulai diminta untuk *bersuara*.
 
 Lebih dari semua itu, sadarilah dan *hargai* sepantasnya segala *semangat,
 aspirasi, dan inspirasi* dari dalam diri sendiri. Setiap kita pasti memiliki
 *idealisme* tentang sesuatu atau banyak hal. Manusia adalah *makhluk idealis
 *. Jangan sepelekan semua pantulan dari dalam diri itu, geserlah menjadi *
 impian* dan *harapan*. Jangan remehkan semua itu, dan biarkan diri ini larut
 ke dalamnya secara *alamiah*, mengikuti perkembangan usia dan perkembangan
 kebutuhan.
 
 *Pen-sabotase* terbesar dari langkah menuju ke titik yang lebih tinggi ini,
 adalah *keterkungkungan* diri kita pada kebutuhan yang sifatnya
 *dasar*saja. Siapapun yang hanya berpikir, berniat, berfokus, dan
 bekerja
 semata-mata untuk kebutuhan dasar saja (makan-minum, pakaian, rumah, mobil,
 harta dan kekayaan semata), akan mendapatkan apa yang ia pikirkan, niatkan,
 fokuskan, dan kerjakan itu. Padahal, semua itu akan *tumbuh* dan *
 menumbuhkan* kebutuhan berikutnya sejalan dengan *perjalanan usia*.
 
 Segala hal berhubungan erat dengan *niat* kita. Kita perlu menyadari, bahwa
 hidup ini bukan untuk semua itu, melainkan semua itu adalah *demi kehidupan*.
 Kita hidup untuk kehidupan. Kehidupan di *"sini"* dan kehidupan di *"sana"*.
 Hidup ini adalah bagian dari perjalanan. Dunia ini perhentian sementara.
 Kita tak mengumpulkan bekal hanya untuk bertahan di halte. Mau tidak mau,
 perjalanan akan dilanjutkan.
 
 Aspirasi, inspirasi, dan semangat, alias *idealisme*, memiliki nuansa
 yang *lebih
 tinggi* dari sekedar kebutuhan dasar. Inilah, yang jika kita resapi dengan
 baik dan penuh kesadaran, akan menempatkan diri dan kehidupan kita menjadi
 lebih alamiah, sesuai pertumbuhan usia, sesuai perkembangan kedewasaan dan
 kebijaksanaan kita, yang masing-masingnya memiliki kebutuhan yang
 berbeda-beda. *Kesadaran* ini, akan mengaktivasi bergulirnya *spiral
 besar*kehidupan.
 
 *Kuncinya* adalah *terus* dan *tetap belajar*. Semakin kita belajar, semakin
 kita memperkaya khasanah kehidupan. Semakin kaya kita akan khasanah
 kehidupan, maka kehidupan akan semakin meminta kita untuk berbagi dan
 mengaktualisasi diri. Beginilah hukum kehidupan. Diri kita adalah gerbang
 pelaluan. Apa-apa akan menjadi *rizki*, ketika ia sampai ke tempatnya. Apa
 yang masuk, perlu dikeluarkan. Diri ini, cuma *wadah kecil* bagi kehidupan.
 Normalnya, kita hanya makan sehari tiga kali. Itupun, harus dikeluarkan
 lagi. Fenomena yang sama, juga berlaku untuk kebijaksanaan kehidupan, untuk
 ilmu, dan untuk pengetahuan. Tidak menyalurkannya ke tempat yang memerlukan,
 hanya akan membuat kita *sakit*.
 
 *Kuncinya*, tidak *terjebak* hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Jika kita
 paksakan, sejalan dengan usia dan tuntutan alamiah kehidupan dengan segala
 kebutuhannya untuk makin dewasa dan makin bijaksana, kita akan mulai
 menemukan lubang-lubang kekosongan di dalam kehidupan. Teruslah belajar,
 nikmati apa yang kita jalani, buktikan bahwa dunia ini kaya, indah, baik,
 dan penuh (*fullfilled*). Hidup, adalah untuk *TUMBUH*. 
 
 Dengan tetap menjadi pembelajar, sejalan dengan waktu kita akan secara *
 otomatis* menjadi trainer dan pembicara. Selanjutnya, kita hanya perlu
 menentukan *"wilayah kerja"*. Menjadi pembicara dan trainer bagi *diri
 sendiri*, bagi *keluarga*, atau bagi *orang banyak*. Tak ada yang salah
 dengan semua itu, sebab semua itu hanya soal *pilihan*. Dan apapun piihan
 kita, kita akan *pasti* berujung sebagai *pembicara dan trainer*. Sebab,
 dengan menjadi pembelajar yang terus mengasah ilmu dan keahlian, dalam
 rangka mengisi kehidupan yang makin berarti, suara kita (yang semoga
 mewakili suara *Tuhan*) akan makin didengar dan perlu digemakan ke seantero
 alam semesta ciptaan-Nya. Alam semesta telah mendahului kita. Pohon dan
 binatang terus bertasbih. Semua memujinya. Hanya *manusia dan jin,* yang
 diberi kesempatan untuk belajar dan bertualang terlebih dahulu, dan diberi
 secukup waktu untuk dapat sampai ke *pemujaan* dan *penyembahan* yang sama
 kepada Tuhan. Hidup ini untuk itu bukan?
 
 Teruslah belajar. Setiap kita sudah ditetapkan oleh takdir kemanusiaan,
 untuk akhirnya muncul sebagai *pembicara* dan *trainer*.
 
 So, dakwah itu memang *wajib*.
 
 Semoga bermanfaat.
 
 Ikhwan Sopa
 Master Trainer E.D.A.N.
 Penulis Buku "Manajemen Pikiran Dan Perasaan"
 
- 2.
-       Fwd: Betulkah perempuan susah dimengerti?Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.comThu Mar 31, 2011 1:53 am (PDT)
 Dear all,
 
 Sekadar meneruskan kelakar dari milis sebelah. Jangan tersinggung yah:).
 
 tabik,
 
 Nursalam AR
 
 ---------- Forwarded message ----------
 From: mediacare <mediacare@cbn.net.id >
 Date: Wed, 30 Mar 2011 15:15:19 +0700
 Subject: [bango-mania] Betulkah perempuan susah dimengerti?
 To: bango-mania@yahoogroups. , sukukurdi@yahoogroucom ps.com ,
 wolu@yahoogroups.com , mudawijaya@yahoogroups.com 
 
 Konon, perempuan memang susah dimengerti.
 
 Pria : Kita mau makan malam dimana nih yang..??
 
 Wanita : Terserah kamu aja..!!
 
 Pria : Kita makan Nasi Ayam aja yah, maknyus kan..??
 Wanita : Kita kan udah sering ke sana, kagak ada tempat lain apa..!!
 
 Pria : Bagaimana kalo kita makan Bistik Solo?
 
 Wanita : Makan Bistik Solo malam-malam?? Bikin gemuk tau..!! 
 
 Pria : Ya udah, kita ke Cafe aja, trus kamu pesan kesukaan kamu...
 
 Wanita : Aku tidak tau tuh apa yang mau di pesan di sana, membingungkan..!! 
 
 Pria : Ke resto sekitar pusat kota aja deh...
 
 Wanita : Nggak mau kemahalan, dan juga tidak terlalu enak makanannya..!! 
 
 Pria : Mie Instant deh..??
 
 Wanita : Gila dikit amat, lagian aku tidak terlalu suka..!!
 
 Pria : Makan Seafood di pinggiran aja yuk..??
 
 Wanita : Nggak ah... kebersihannya tidak terjamin.
 
 Pria : Kalo Barbeque gimana..??
 
 Wanita : Yang bener aja... rambutku bisa bau asap tau..!!
 
 Pria : OK.. kita ke food court aja deh...
 
 Wanita : Eh... sekarang udah jam 9 malam... mau makan apa di situ..!!
 
 Pria : Waduh apa yah..??
 
 Wanita : Lha kenapa kamu diam begitu..??
 
 Pria : Jadi bagusnya.. kemana kira-kira kita akan makan malam??
 
 Wanita : Kan aku udah bilang, TERSERAH KAMU AJA...!!!
 
 --
 Blog : www.nursalam.wordpress. com 
 Twitter : http://twitter.com/salamrahman 
 LinkedIn : http://id.linkedin.com/in/nursalam 
 
 *"We make a living by what we get, but we make a life by what we give." 
 Norman MacEwan*
 
 
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
 
 Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
 
