Rabu, 23 Maret 2011

[daarut-tauhiid] Sampah dari Mulut Kita

 

Pagi hari saat udara masih sejuk, setiap orang tentu sangat suka untuk keluar rumah sekadar untuk menghirup udara segar, atau sekadar berlari-lari kecil di halaman depan rumah, menggerakkan seluruh tubuh agar lebih lentur dan fit dalam menjalani aktifitas sepanjang hari. Namun begitu keluar pintu pagar, bukanlah udara segar yang didapat melainkan aroma tak sedap yang menyegak sampai tenggorokan, tertahan nafas ini sambil mencari sumber aroma tersebut. Rupanya, sampah sudah menumpuk di tempat sampah depan rumah yang ternyata sudah tiga hari belum diangkut petugas.

Dua jam kemudian, sebuah truk besar datang untuk mengangkut sampah. Sudah pasti truk besar itu membawa serta sampah yang lebih banyak di dalamnya. Aroma busuk dari berbagai jenis sampah sempat mampir dan memaksa saya untuk menutup hidung. Jika tak tahan dengan aroma busuk itu, tak sedikit orang yang muntah karenanya. Segera setelah petugas dan truk sampah itu pergi, sedikit lega udara di sekitar rumah meski sisa-sisa aroma tak sedapnya tetap masih bertebaran.

Semestinya setiap hari sampah-sampah itu diangkut, agar tak menimbulkan aroma tak sedap. Lebih dari dua hari dibiarkan menumpuk, maka sampah tersebut akan menimbulkan aroma yang memaksa kita menutup hidung. Bagaimana jika petugas sampah tidak datang? Sampai kapan kita terus menerus menutup hidung dan hidup dalam lingkaran aroma busuk dan udara yang tak sehat? Beruntunglah petugas sampah tak sering terlambat menjalani tugasnya, sehingga tetap menjaga lingkungan bersih dan sehat.

Ah tersiksa sekali hidup bila berada di lingkungan yang banyak sampah. Udara tidak sehat, kotor dan bau, bisa menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit. Beruntungnya, itu masih berupa smpah-sampah yang terlihat sehingga mudah bagi kita untuk membersihkannya. Jika pun tak sempat, kita masih bisa membayar petugas kebersihan untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan. Bagaimana dengan sampah-sampah yang setiap hari bertebaran namun tak terlihat? Aroma busuknya tak selalu tercium namun seringkali langsung menusuk dan mengoyak-ngoyak hati.

Aroma tak sedap ini berasal dari mulut kita sendiri, meski setiap pagi dan malam kita membersihkan mulut dan gigi dengan pasta gigi serta beragam jenis pembersih mulut lainnya, sesungguhnya kotorannya masih tetap menempel dan terus menerus menebarkan aroma busuk yang sering tidak kita sadari. Sebab, aroma itu berasal dari kata-kata sampah yang setiap hari meluncur deras dari mulut kita, tanpa sanggup tertahankan. Fitnah, dusta, ujub, riya, sombong, mengadudomba, caci maki, hinaan, pelecehan adalah sampah-sampah yang tak sengaja kita keluarkan dari mulut ini sehingga mengotori halaman diri kita dan menebarkan aroma busuk yang tak hilang-hilang.

Kita sering dibuat tidak nyaman dengan sampah di depan pagar rumah, tetapi apakah kita yakin orang-orang di sekitar kita juga merasa nyaman dengan kata-kata yang keluar dari mulut ini? Sampah ini lebih berbahaya dari sampah di depan pagar rumah, karena aroma busuknya tak terendus oleh kita sendiri, tetapi dampaknya sangat sakit dirasakan orang lain. Jika selembar plastik memerlukan waktu dua ratus tahun untuk bisa diurai oleh tanah, sampah dari mulut kita ini bisa jadi memerlukan waktu yang lebih lama untuk terurai jika si pemilik sampah tak segera menyadarinya. Bayangkan, ada perselisihan yang berlangsung tujuh turunan hanya disebabkan persoalan kecil, salah satunya kata-kata yang membuat satu pihak tersinggung.

Berapa banyak setiap harinya sampah yang keluar dari mulut kita? Berapa sering kita berdusta, memfitnah, bangga diri dan sombong, mencaci maki orang, mengumpat bahkan menghina dan melecehkan orang lain, baik sengaja dan tidak disengaja, baik serius maupun hanya bersendagurau. Berapa lama sampah-sampah itu terus menumpuk dan menggunung di halaman diri kita, sehingga secara tak sadar aroma busuknya semakin menusuk.

Kalau di depan rumah kita banyak sampah beraroma tak sedap, boleh jadi para tetangga dan tamu pun enggan mendekat. Kalaupun akhirnya tetap datang mungkin karena mereka punya kepentingan ke rumah kita. Coba sadari, berapa banyak orang-orang di sekitar kita merasa tak nyaman, tak tenang berdekatan dengan kita lantaran sampah-sampah yang mengalir deras dari mulut ini. Kalaupun masih ada orang yang berada di dekat kita, boleh jadi karena terpaksa lantaran posisi atau sesuatu yang melekat di diri kita berkaitan langsung dengan hajat hidup mereka. Jika tak kita sadari dan segera dibersihkan, sampah-sampah ini akan membuat orang semakin menjauh dan pada akhirnya menggerogoti diri sendiri. Disinilah makna pepatah, mulutmu harimaumu.

Sampah di depan rumah, bisa kita membayar petugas untuk membantu membersihkan. Namun sampah dari mulut ini, hanya kitalah yang bisa membersihkannya dengan memperbanyak "maaf" kepada orang-orang yang mungkin pernah terkena dampak dan bau busuk sampah dari mulut ini. Setelah membersihkan sampah yang berserakan, jangan lagi menambahnya dengan sampah yang baru. Mari sama-sama tak menebar sampah dari mulut kita dengan membiasakan berkata-kata yang baik, benar, dan lemah lembut.

(Ajakan dari seorang yang masih terus membersihkan sampah yang terlanjur bertebaran, mohon maaf atas segala ketidaknyamanan selama ini. Gaw)

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: