Sabtu, 26 Maret 2011

[daarut-tauhiid] BIOGRAFI IMAM ASY-SYAFI’I (II)

----- Original Message -----
From: "Mailinglist alsofwah" <ustadz@alsofwah.or.id>

BIOGRAFI IMAM ASY-SYAFI'I (II)

Kemunculan Sosok Dan Manhaj (Metode) Fiqihnya

Mengenai hal ini, Ahmad Tamam di dalam bukunya asy-Syaafi'iy: Malaamih
Wa Aatsaar menyebutkan bagaimana kemunculan sosok asy-Syafi'i dan
manhaj fiqihnya. Sebuah manhaj yang merupakan paduan antara fiqih Ahli
Hijaz dan fiqih Ahli Iraq, manhaj yang dimatangkan oleh akal yang
menyala, kemumpunian dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, kejelian dalam
linguistik Arab dan sastra-sastranya, kepakaran dalam mengetahui
kondisi manusia dan permasalahan-permasalahan mereka serta kekuatan
pendapat dan qiyasnya.

Bila kembali ke abad 2 Hijriah, kita mendapati bahwa pada abad ini
telah muncul dua ''perguruan' (Madrasah) utama di dalam fiqih Islam;
yaitu perguruan rasional (Madrasah Ahli Ra`yi) dan perguruan hadits
(Madrasah Ahli Hadits).

Perguruan pertama eksis di Iraq dan merupakan kepanjangan tangan dari
fiqih 'Abdullah bin Mas'ud yang dulu tinggal di sana. Dalam hal ini,
Ibn Mas'ud banyak terpengaruh oleh manhaj 'Umar bin al-Khaththab di
dalam berpegang kepada akal (pendapat) dan menggali illat-illat hukum
manakala tidak terdapat nash baik dari Kitabullah mau pun dari Sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Sedangkan perguruan Ahli
Hadits berkembang di semenanjung Hijaz dan merupakan kepanjangan
tangan dari perguruan 'Abdullah bin 'Abbas, 'Abdullah bin 'Umar,
'Aisyah dan para ahli fiqih dari kalangan shahabat lainnya yang
berdiam di Mekkah dan Madinah. Perguruan ini unggul dalam hal
keberpegangannya sebatas nash-nash Kitabullah dan as-Sunnah, bila
tidak mendapatkannya, maka dengan atsar-atsar para shahabat. Di
samping itu, timbulnya perkara-perkara baru yang relatif sedikit di
Hijaz, tidak sampai memaksa mereka untuk melakukan penggalian hukum
(istinbath) secara lebih luas, berbeda halnya dengan kondisi di Iraq.

Saat imam asy-Syafi'i muncul, antara kedua perguruan ini terjadi
perdebatan yang sengit, maka ia kemudian mengambil sikap menengah
(baca: moderat). Beliau berhasil melerai perdebatan fiqih yang terjadi
antara kedua perguruan tersebut berkat kemampuannya di dalam
menggabungkan antara kedua manhaj perguruan tersebut mengingat ia
sempat berguru kepada tokoh utama dari keduanya; dari perguruan Ahli
Hadits, ia berguru dengan pendirinya, Imam Malik dan dari perguruan
Ahli Ra`yi, ia berguru dengan orang nomor dua yang tidak lain adalah
sahabat dan murid Imam Abu Hanifah, yaitu Muhammad bin al-Hasan
asy-Syaibany.

Imam asy-Syafi'i menyusun Ushul (pokok-pokok utama) yang dijadikan
acuan di dalam fiqihnya dan kaidah-kaidah yang dikomitmennya di dalam
ijtihadnya pada risalah ushul fiqih yang berjudul ar-Risalah. Ushul
tersebut ia terapkan dalam fiqihnya. Ia merupakan ushul amaliah bukan
teoritis.

Pertama, ia merujuk kepada al-Qur'an dan hal-hal yang nampak baginya
dari itu kecuali bila ada dalil lain yang mengharuskan pengalihannya
dari makna zhahirnya, kemudian setelah itu, ia merujuk kepada
as-Sunnah bahkan sampai pada penerimaan khabar Ahad yang diriwayatkan
oleh periwayat tunggal namun ia seorang yang tsiqah (dapat dipercaya)
pada diennya, dikenal sebagai orang yang jujur dan tersohor dengan
kuat hafalan.

Asy-Syafi'i menilai bahwa as-Sunnah dan al-Qur'an setaraf sehingga
tidak mungkin melihat hanya pada al-Qur'an saja tanpa melihat lagi
pada as-Sunnah yang menjelaskannya. Al-Qur'an membawa hukum-hukum yang
bersifat umum dan kaidah kulliyyah (bersifat menyeluruh) sedangkan
as-Sunnah lah yang menafsirkan hal itu. as-Sunnah pula lah yang
mengkhususkan makna umum pada al-Qur'an, mengikat makna Muthlaq-nya
atau menjelaskan makna globalnya.

Untuk berhujjah dengan as-Sunnah, asy-Syafi'i hanya mensyaratkan
bersambungnya sanad dan keshahihannya. Bila sudah seperti itu maka ia
shahih menurutnya dan menjadi hujjahnya. Ia tidak mensyaratkan harus
tidak bertentangan dengan amalan Ahli Madinah untuk menerima suatu
hadits sebagaimana yang disyaratkan gurunya, Imam Malik, atau hadits
tersebut harus masyhur dan periwayatnya tidak melakukan hal yang
bertolak belakang dengannya.

Selama masa hidupnya, Imam asy-Syafi'i berada di garda terdepan dalam
membela as-Sunnah, menegakkan dalil atas keshahihan berhujjah dengan
hadits Ahad. Pembelaannya inilah yang merupakan faktor semakin
melejitnya popularitas dan kedudukannya di sisi Ahli Hadits sehingga
mereka menjulukinya sebagai Naashir as-Sunnah (Pembela as-Sunnah).

Setelah merujuk al-Qur'an dan as-Sunnah, asy-Syafi'i menjadikan ijma'
sebagai dalil berikutnya bila menurutnya tidak ada yang bertentangan
dengannya, kemudian baru Qiyas tetapi dengan syarat terdapat asalnya
dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Penggunaannya terhadap Qiyas tidak
seluas yang dilakukan Imam Abu Hanifah.

Aqidahnya

Di sini dikatakan bahwa ia seorang Salafy di mana 'aqidahnya sama
dengan 'aqidah para ulama salaf; menetapkan apa yang ditetapkan Allah
dan RasulNya dan menafikan apa yang dinafikan Allah dan RasulNya tanpa
melakukan tahrif (perubahan), ta`wil (penafsiran yang menyimpang),
takyif (Pengadaptasian alias mempertanyakan; bagaimana), tamtsil
(Penyerupaan) dan ta'thil (Pembatalan alias pendisfungsian asma dan
sifat Allah).

Beliau, misalnya, mengimani bahwa Allah memiliki Asma` dan Sifat
sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam kitab-Nya dan Rasulullah dalam
haditsnya, bahwa siapa pun makhluk Allah yang sudah ditegakkan hujjah
atasnya, al-Qur'an sudah turun mengenainya dan menurutnya hadits
Rasulullah sudah shahih karena diriwayatkan oleh periwayat yang adil;
maka tidak ada alasan baginya untuk menentangnya dan siapa yang
menentang hal itu setelah hujjah sudah benar-benar valid atasnya, maka
ia kafir kepada Allah.

Beliau juga menyatakan bahwa bila sebelum validnya hujjah atas
seseorang dari sisi hadits, maka ia dapat ditolerir karena
kejahilannya sebab ilmu mengenai hal itu tidak bisa diraba hanya
dengan akal, dirayah atau pun pemikiran.

Beliau juga mengimani bahwa Allah Ta'ala Maha Mendengar, memiliki dua
tangan, berada di atas 'arasy-Nya dan sebagainya.

Beliau juga menegaskan bahwa iman adalah ucapan, perbuatan dan
keyakinan dengan hati. (untuk lebih jelasnya, silahkan merujuk buku
Manaaqib asy-Syafi'i karangan Imam al-Baihaqi; I'tiqaad al-A`immah
al-Arba'ah karya Syaikh Dr.Muhammad 'Abdurrahman al-Khumais.

Tawadlu', Wara' & Ibadahnya

Imam asy-Syafi'i terkenal dengan ketawadlu'an (kerendahan hati)-nya
dan ketundukannya pada kebenaran. Hal ini dibuktikan dengan
pengajiannya dan pergaulannya dengan teman sejawat, murid-murid dan
orang-orang lain.

Demikian juga, para ulama dari kalangan ahli fiqih, ushul, hadits dan
bahasa sepakat atas keamanahan, keadilan, kezuhudan, kewara'an,
ketakwaan dan ketinggian martabatnya.

Sekali pun demikian agungnya beliau dari sisi ilmu, ahli debat, amanah
dan hanya mencari kebenaran, namun hal itu semua bukan karena ingin
dipandang dan tersohor. Karena itu, masih terduplikasi dalam memori
sejarah ucapannya yang amat masyhur, "Tidaklah aku berdebat dengan
seseorang melainkan aku tidak peduli apakah Allah menjelaskan
kebenaran atas lisannya atau lisanku."

Sampai-sampai saking hormatnya Imam Ahmad kepada gurunya, asy-Syafi'i
ini; ketika ia ditanya oleh anaknya tentang gurunya tersebut, "Siapa
sih asy-Syafi'i itu hingga ayahanda memperbanyak doa untuknya?" ia
menjawab, "Imam asy-Syafi'i ibarat matahari bagi siang hari dan ibarat
kesehatan bagi manusia; maka lihat, apakah bagi keduanya ini ada
penggantinya?"

Imam asy-Syafi'i seorang yang faqih, banyak akalnya, benar pandangan
dan fikirnya, ahli ibadah dan dzikir. Beliau amat mencintai ilmu,
sampai-sampai ia berkata, "Menuntut ilmu lebih afdlal daripada shalat
sunnat."

Sekali pun demikian, ar-Rabi' bin Sualaiman, muridnya meriwayatkan
bahwasanya ia selalu shalat malam hingga wafat dan setiap malam satu
kali khatam al-Qur'an.

Ad-Dzahabi di dalam kitabnya Siyar an-Nubalaa` meriwayatkan dari
ar-Rabi' bin Sulaiman yang berkata, "Imam asy-Syafi'i membagi-bagi
malamnya; sepertiga pertama untuk menulis, sepertiga kedua untuk
shalat dan sepertiga ketiga untuk tidur."

Menambahi ucapan ar-Rabi' tersebut, Adz-Dzahabi berkata, "Tentunya,
ketiga pekerjaan itu hendaknya dilakukan dengan niat."

Ya, Imam adz-Dzahabi benar sebab niat merupakan ciri kelakuan para
ulama. Bila ilmu membuahkan perbuatan, maka ia akan meletakkan
pelakunya di atas jalan keselamatan.

Betapa kita sekarang-sekarang ini lebih berhajat kepada para ulama
yang bekerja ('amiliin), yang tulus (shadiqiin) dan ahli ibadah
('abidiin), yang menjadi tumpuan umat di dalam menghadapi berbagai
problematika yang begitu banyaknya, La hawla wa la quwwata illa
billaah.

Imam asy-Syafi'i tetap tinggal di Mesir dan tidak pergi lagi dari
sana. Beliau mengisi pengajian yang dikelilingi oleh para muridnya
hingga beliau menemui Rabbnya pada tanggal 30 Rajab tahun 204 H.

Alangkah indah isi bait Ratsâ` (sya'ir mengenang jasa baik orang sudah
meninggal dunia) yang dikarang Muhammad bin Duraid, awalnya berbunyi,

Tidakkah engkau lihat peninggalan Ibn Idris (asy-Syafi'i) setelahnya

Dalil-dalilnya mengenai berbagai problematika begitu berkilauan.


(Diringkas dan disadur oleh, Abu Hafshoh al-'Afifah).

REFERENSI:
- asy-Syafi'i; Malaamih Wa Atsar Fi Dzikra Wafaatih karya Ahmad Tamam
- I'tiqaad A`immah as-Salaf Ahl al-Hadits karya Dr. Muhammad
'Abdurrahman al-Khumais
- Mawsuu'ah al-Mawrid al-Hadiitsah
- Al-Imam asy-Syafi'i Syaa'iran karya Muhammad Khumais
- Diiwaan al-Imam asy-Syafi'i, terbitan al-Hai`ah al-Mishriiyyah Li al-Kitaab
- Qiyaam asy-Syafi'i (Thariqul Islam).
- Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi'i karya Dr.Muhammad al-'Aqil, penerbit:
Pustaka Imam asy-Syafi'i.

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh

---------------------------------------------------------------------
dari: YAYASAN AL-SOFWA Jakarta


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: