Minggu, 20 November 2011

[daarut-tauhiid] Kisah Sahabat Nabi: Mu'adz bin Jabal, Pelita Ilmu dan Amal

Kisah Sahabat Nabi: Mu'adz bin Jabal, Pelita Ilmu dan Amal


REPUBLIKA.CO.ID, Tatkala Rasulullah mengambil baiat dari orang-orang
Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua, diantara para utusan yang
terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah
berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat.
Perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang
yang melihat akan tambah terpesona karenanya. Nah, itulah dia Mu'adz
bin Jabal RA.

Dengan demikian, ia adalah seorang tokoh dari kalangan Anshar yang
ikut baiat pada Perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ash-Shabiqul
Awwalun—golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu
masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti demikian,
mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah dalam setiap perjuangan.

Maka demikianlah halnya Mu'adz. Tetapi kelebihannya yang paling
menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya
dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini
mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari
Rasulullah SAW dengan sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang
halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal."

Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz
hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah SAW hendak
mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, "Apa yang menjadi
pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz?"

"Kitabullah," jawab Mu'adz.

"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?", tanya Rasulullah pula.

"Saya putuskan dengan Sunnah Rasul."

"Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?"

"Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku
sia-sia," jawab Muadz.

Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. "Segala puji bagi Allah yang
telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai
oleh Rasulullah," sabda beliau.

Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak
dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu'adz berhasil mencapai
kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya
hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai "orang yang paling tahu
tentang yang halal dan yang haram".

Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar, A'idzullah bin
Abdillah masuk masjid bersama beberapa orang sahabat. Maka ia pun
duduk pada suatu majelis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih.
Masing-masing menyebutkan sebuah hadits yang mereka terima dari
Rasulullah SAW.

Pada halaqah atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat
tampan, hitam manis warna kulitnya, bersih, baik tutur katanya dan
termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan
tentang suatu hadits, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera
memberikan fatwanya.

"Dan ia tak berbicara kecuali bila diminta. Dan tatkala majelis itu
berakhir, saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya,
ia menjawab, saya adalah Mu'adz bin Jabal," tutur A'idzullah.

Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya, "Bila
para sahabat berbicara, sedang di antara mereka hadir Mu'adz bin
Jabal, tentulah mereka akan sama-sama meminta pendapatnya karena
kewibawaannya."

Dan Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA sendiri sering meminta pendapat
dan buah pikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia
memanfaatkan pendapat dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah
berkata, "Kalau tidaklah berkat Mu'adz bin Jabal, akan celakalah
Umar!"

Ia seorang pendiam, tak hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin.
Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan
kepada Mu'adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buka suara,
adalah ia sebagaimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya:
"Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara."

Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini, serta
penghormatan kaum Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih
hidup maupun setelah beliau wafat, dicapai Mu'adz sewaktu ia masih
muda. Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya
belum 33 tahun!

Mu'adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi.
Tidak sesuatu pun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya
secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu'adz
telah menghabiskan semua hartanya.

Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu'adz masih berada di Yaman, yakni
semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk membimbing kaum Muslimin dan
mengajari mereka tentang seluk-seluk Agama.

Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu'adz kembali ke Yaman. Umar tahu
bahwa Mu'adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka ia mengusulkan
kepada Khalifah Abu Bakar agar kekayaan Mu'adz itu dibagi dua. Tanpa
menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu'adz dan
mengemukakan masalah tersebut.

Mu'adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya
sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya
secara halal, tidak pernah diperolehnya dengan berbuat dosa. Bahkan
juga tak hendak menerima barang yang syubhat.

Oleh sebab itu, usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya
dipatahkannya dengan alasan pula. Umar berpaling meninggalkannya.
Pagi-pagi keesokan harinya Mu'adz pergi ke rumah Umar. Ketika sampai
di sana, Mu'adz merangkul dan memeluk Umar, sementara air mata
mengalir mendahului kata-katanya. "Malam tadi saya bermimpi masuk
kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam.
Untunglah anda datang, hai Umar, dan menyelamatkan saya!"

Kemudian bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu'adz
meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya. "Tidak satu
pun yang akan kuambil darimu," ujar Abu Bakar.

"Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik," kata Umar
menghadapkan pembicaraannya kepada Mu'adz.

Andai diketahuinya bahwa Mu'adz memperoleh harta itu dari jalan yang
tidak sah, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang saleh itu akan
menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan
melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap
Mu'adz.

Hanya saja masa itu adalah masa gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh
utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada
yang berjalan secara santai, tak ubah bagi burung yang terbang
berputar-putar, ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari
lambat, namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada
kebaikan.

Mu'adz pindah ke Syria (Suriah), di mana ia tinggal bersama penduduk
dan orang yang berkunjung ke sana sebagi guru dan ahli hukum. Dan
tatkala Abu Ubaidah bin Jarrah—amir atau gubernur militer di sana
serta shahabat karib Mu'adz—meninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul
Mukminin Umar sebagai penggantinya di Syria.

Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegang jabatan itu, Mu'adz
dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan
menyerahkan diri.

Pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda, "Hai Mu'adz! Demi Allah, aku
sungguh sayang kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat
mengucapkan: 'Ya Allah, bantulah aku untuk selalu ingat dan syukur
serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu."

Mu'adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya
secara tepat.

Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu'adz, maka beliau
bertanya, "Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu'adz?"

"Di pagi hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah," jawabnya.

"Setiap kebenaran ada hakikatnya," kata Nabi pula, "maka apakah
hakikat keimananmu?"

"Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi
waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan
mencapai lagi waktu pagi. Dan tiada satu langkah pun yang
kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi dengan langkah
lainnya. Dan seolah-olah kesaksian setiap umat jatuh berlutut,
dipanggil melihat buku catatannya. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk
surga menikmati kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita
siksa dalam neraka."

Maka sabda Rasulullah SAW, "Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang
teguhlah jangan dilepaskan!"

Menjelang akhir hayatnya, Mu'adz berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya
selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu.
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi
untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah
untuk menutup haus di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat,
serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan."

Lalu diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut,
dan dalam keberangkatannya ke alam gaib, ia masih sempat berujar,
"Selamat datang wahai maut. Kekasih tiba di saat diperlukan..." Dan
nyawa Mu'adz pun melayanglah menghadap Allah.

Redaktur: cr01
Sumber: 101 Sahabat Nabi dan sumber lain

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/22/lqbrcz-kisah-sahabat-nabi-muadz-bin-jabal-pelita-ilmu-dan-amal


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: