Minggu, 20 November 2011

[daarut-tauhiid] Menuju Totalitas Penyucian Diri [1]

 

Menuju Totalitas Penyucian Diri [1]

Rabu, 16 November 2011

oleh: Shalih Hasyim

TARGET inti seluruh rangkaian ibadah kepada Allah SWT baik ibadah
fardhu agar terbangun kedekatan dengan-Nya (taqarrub) dan ibadah
sunnah agar terbangun kecintaan dengan-Nya secara timbal balik
(mahabbah) adalah tazkiyatun nafs (membersihkan jiwa). Syahadat
membersihkan pikiran dan hati dari kerusakan kepercayaan, kotoran
syirik, kufur, nifaq, fasiq. Sedang shalat membersihkan diri dari
perbuatan keji dan mungkar. Puasa membersihkan diri kita dari tarikan
hawa nafsu perut, nafsu kelamin dan nafsu panca indra. Zakat
membersihkan harta pemilik harta dan kekayaannya dari perangai buruk
dan campuran barang yang syubhat dan haram. Haji membersihkan pikiran,
hati, dan anggota badan secara keseluruhan untuk menuju dan fokus
serta all out untuk Allah SWT (tawajjuh dan tajarrud).

Rasulullah SAW sendiri dibangkitkan untuk meluruskan pikiran yang
jumud (beku) dan bengkok dengan dibacakan ayat-ayat-Nya, membersihan
hati dari kontaminasi lingkungan social yang didominasi hukmul
jahiliyah, dhannul jahiliyah, hamiyyatul jahiliyah, tabarrujul
jahiliyah, da'wal jahiliyah, serta diajarkan kitab, sunnah dan hikmah.
Agar bangkit dari kesesatan dan kehinaan.

Syeikh Hasyim Asy'ari mengutip pendapat sebagian ulama:

التَوْحِيْدُ يُوْجِبُ الاِيْماَنَ فَمَنْ لاَ اِيْماَنَ لَهُ لاَ
تَوْحِيْدَ لَهُ , وَالاِيْماَنُ يُوْجِبُ الشَرِيْعَةَ فَمَنْ لاَ
شَرِيْعَةَ لَهُ لاَ اِيْماَنَ لَهُ وَلاَ تَوْحِيْدَ لَهُ
الشَرِيْعَةُ يُوْجِبُ الأَدَبَ فَمَنْ لاَ أَدَبَ لَهُ
لاَ شَرِيْعَةَ لَهُ وَلاَ اِيْماَنَ لَهُ وَلاَ تَوْحِيْدَ لَه

"Tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia
tidak bertauhid, dan iman mewajibkan keterikatan yang kuat untuk
menegakkan syariat (al Iltizam bi asy Syari'at), maka barangsiapa yang
tidak ada syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak
bertauhid, dan syariat mewajibkan adanya adab, maka barangsiapa yang
tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada iman, dan
tiada tauhid padanya." (Hasyim Asy'ari, adabul 'Alim wal-Muta'allim,
Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H). hal. 11)..

Ibadah yang tidak melahirkan perubahan menuju kemuliaan adab sama
jeleknya dengan amal yang tidak dilandasi oleh iman. Itiqad dan amal,
aqidah dan syariah, ruhani dan jasmani, tidak bisa dipisah-pisahkan
untuk selama-lamanya. Laksana dua sayap burung. Karena, Allah SWT
tidak melihat performen kita, tetapi menilai amal shalih dan kemurnian
hati kita. Hati yang jernih dari kekeruhan motivasi adalah modal utama
untuk bertemu dengan Allah SWT.

Selama satu bulan Ramadhan lalu kita dilatih untuk berusaha
membersihkan diri kita, kalbu kita dari niat yang buruk, dendam,
benci, serakah, sombong, iri hati dan virus ruhani yang lain,
membersihkan kehormatan kita dari maksiat. Dan pada akhir bulan kita
diperintahkan mensucikan harta kita dari kontaminasi haram, syubhat
dengan mengeluarkan zakat fitrah. Jadi, puasa adalah latihan spiritual
(riyadhah, mujahadah) penyucian diri, proses tazkiyatun nafs.

Demikian pentingnya tashfiyatu wa tazkiyatun nafs, maka tidak ada
peluang yang paling berharga dalam kehidupan ini melebihi dari membuka
ruang yang seluas-luasnya untuk pemberdayaan struktur ruhani kita.
Dengan cara demikian, akan membuka kesadaran dan pencerahan baru.

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS. Asy Syams (91) :
9-10)

Ada empat bidang garap "tazkiyah" (pembersihan) yang dijadikan
prioritas oleh Rasulullah SAW. Dan proyek immaterial tersebut yang
berhasil digulirkan dengan gemilang dalam waktu kurang dari ½ abad.

Pertama: Tazkiyatun Nafs (penyucian diri)

Dahulu, bangsa Arab adalah bangsa yang kotor. Kepercayaan kepada Allah
SWT dicemari dengan pemujaan kepada berhala dan benda-benda alam.
Ekonomi masyarakatnya telah dikotori dengan penindasan yang kuat (the
have) terhadap yang lemah (grass root), kesewenang-wenangan yang kaya
dan berada terhadap yang tidak beruntung, dan keserakahan yang
berharta kepada yang melarat. Kebudayaan mereka dinistai dengan
kerendahan akhlak penghinaan wanita.

Peradilan mereka adalah peradilan rimba – yang kuat selalu benar dan
kebal hukum, yang lemah selalu salah. Hukum mereka bagaikan gegraji.
Tumpul untuk kalangan elitis dan tajam untuk kaum dhu'afa.

Lahirlah manusia yang terbelah jiwanya. Di masjid rajin berdoa. Keluar
dari masjid ia tidak segan-segan melakukan perbuatan yang kontradiktif
dengan isi doanya. Ibadah ritual seolah-olah tidak berefek pada
keshalihan social. Itulah kehidupan yang skuler.

Kemudian, Allah SWT membangkitkan Muhammad bin Abdullah. Ia sendiri
manusia pilihan, paling suci (al Musthofa). Bisa dipercaya (al Amin).
Ia dilahirkan dari keluarga terhormat. Keluarga yang shalih, pengurus,
pemelihara dan penjaga Baitul 'Atiq – rumah Allah yang suci. Kepada
masyarakat jahiliyah yang kotor beliau meniupkan angin kesucian. Ia
mengajak dan memanggil bangsanya untuk mengingat kembali nama Allah
yang selama ini sudah disebut-sebut dan memuji-Nya dengan makna dan
spirit baru. Berbeda dengan "Allah" yang dipahami oleh masyarakat
jahiliyah selama ini.

Sedikit demi sedikit, satu demi satu, thobaqon 'an thobaq (secara
gradual) berubahlah bangsa Arab. Mereka memilih kesucian sekalipun
beresiko bergelimang dengan darah atau kehilangan nyawa. Lihatlah
Sumayyah, misalnya, bersama suaminya Yasir dan anaknya 'Ammar.
Sumayyah memeluk Islam. Ia bersihkan akidahnya dari kemusyrikan. Ia
dianiaya, dipukuli, dipanaskan di tengah padang pasir yang membakar.

وَكاَنَتْ عَجُوْزا كَبيرةَ ضَعيْفَةَ

"Padahal Sumayyah wanita tua yang renta dan lemah (kanat 'ajuzah
kabirah dha'ifah)."

Sumayyah bertahan memilih hidup yang suci dan terhormat. Abu Jahal
datang dengan tombak di tangan. Ia memaksa Sumayyah mengucapkan
kata-kata kufur dan kotor. Ketika itu Rasulullah SAW mengutus sahabat
untuk menyampaikan berita kepada Sumayyah. Rasulullah SAW yang mulia –
melihat penderitaan Sumayyah dalam mempertahankan keimanan yang suci –
merestuinya untuk mengucapkan kalimat yang kotor (kufur), asal hati
tetap beriman. Apakah jawaban yang keluar dari mulut Sumayyah?

اَبْلغُو ا عَنيَ رَسُوْلَ الله السلاَمُ ان سَمَيَة التي طهر الله
قَلْبها لاَ تَسْتَطيعً أنْ تَلُوْثَ لساَنَها بكَلمة الْكُفْر

"Sampaikan salamku kepada Rasulullah SAW. Sesungguhnya Sumayyah yang
telah Allah sucikan hatinya dengan iman, tidak akan sanggup mengotori
lidahnya dengan kata-kata kufur."

Abu Jahal marah. Ia menusukkan tombaknya ke rahim Sumayyah.Jadilah
Sumayyah orang yang pertama kali syahid dalam sejarah Islam. Inilah
Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa).

Kedua: Tazkiyatu Farj (penyucian moral)

Buraidah ra. dalam kitab "Taysirul Wushul juz 2 hal 7-8 – dalam hadits
yang diriwayatkan muslim dan Abu Dawud – menceritakan peristiwa lain.
Seorang wanita datang menjumpai Rasulullah SAW. Ia meminta Rasulullah
SAW menghukumnya dengan hukuman mati (rajam). Rasulullah SAW
menolaknya dan menyuruhnya datang keesokan harinya.

Esoknya ia datang lagi, meyakinkan beliau bahwa ia telah hamil.
Rasulullah SAW memintanya pulang sampai ia melahirkan anaknya. Setelah
melahirkan, ia datang lagi dengan bayi merah yang dibungkus kain.
Rasul masih menolaknya. "Pulanglah, susukan anakmu sampai engkau
sapih." Setelah sekian lama, ia datang lagi dengan bayi dan sekerat
roti. Ia merasa bersalah, dan ingin kembali kepada Allah SWT dalam
keadaan tidak membawa dosa. Ia yakin dengan menjalankan hukum rajam
untuk dirinya, akan membersihkan dosanya di dunia. Dosa kecil bisa
dihapus dengan amal shalih. Dosa berbuat zhalim, mengembalikan hak
yang terzhalimi. Dosa besar hanya bisa ditebus dengan hudud dan
taubatan nashuha.

هدا ياَ رَسُوْلَ الله قَدْ فَطَمْتُهُ وَ قَدْ أَكَلَ الطَعَامَ

"Ini, ya Rasulullah, sudah aku sapih dan ia sudah bisa mengunyah makanan."

Nabi SAW menyuruh seorang sahabat melawat anak wanita itu. Ia
menetapkan hukuman rajam (badan dikubur separoh dan setiap orang yang
lewat melemparinya hingga wafat). Ketika darahnya membersit dan
mengenai wajah Khalid. Khalid memaki wanita itu. Rasulullah SAW murka
kepadanya dan membela wanita yang sudah menyerahkan diri terhadap
hukum Allah, dalam sabdanya.

يا خاَلدُ فَوَ الدي نَفْسي بيَده لَقد تاَبَ تَوْبَة لَوْ تاَ بَها صاحب
مكْس لَغَفَرَ لَهُمهلاَ

"Celaka engkau, Khalid. Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya. Wanita
ini telah bertaubat dengan suatu taubat – (taubat yang begitu suci) –
sehingga kalau ada pendosa besar bertaubat dengan taubatnya Allah akan
mengampuni dosanya."

Wanita dari suku Ghamidiyah ini tidak kuat hidup dengan berlumpur
dosa. Ia memilih menyucikan dirinya dengan minta hukum rajam. Ia
memilih kembali ke jalan Allah SWT (bertaubat). Ia meninggal dalam
keadaan tenang, penuh bahagia. Sebagaimana yang telah Allah janjikan.

"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
kiamat." (QS. Hud (11):3).*

Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah

Red: Cholis Akbar

sumber:
http://www.hidayatullah.com/read/19817/16/11/2011/menuju-totalitas-penyucian-diri-[1].html

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: